“Berhenti menangis dan jadilah gadis yang patuh!”
Sebuah taamparan mendarat di pipi Alice. Gadis itu dipaksa bertunangan dengan duda oleh kakak tirinya yang jahat.
Alice memegangi pipi kirinya yang terasa panas akibat tampaaran Robert kakak tirinya. Dia menatap laki-laki itu dengan wajah sedih dan memohon. “Aku nggak mau nikah!” Dia menggelengkan kepala dengan pelan, berharap mendapat belas kasih dari kakak tirinya itu.
Air mata Alice berjatuhan, tetapi itu sama sekali tidak menarik empati Robert yang sudah terlanjur menerima uang dari calon suami adik tirinya. Dengan tegas dan suara keras dia berkata, “Aku bilang berhenti menangis dan jangan banyak protes!”
Sekali lagi sebuah taamparan mendarat di pipi Alice. Satu tangan Robert lalu mencengkeram kuat kedua pipi Alice dan mulai mengancam, “Kalau kamu masih sayang dengan nyawamu, turuti saja perintahku! Menjadi istri Tuan Charles akan menjamin hidupmu dan kamu bisa tidur di kasur empuk, makan yang enak. Apa lagi yang kamu cari? Apa kamu mau aku menghabisimu?”
Suara Robert kali ini terasa memekakkan telinga Alice. Kemarahan laki-laki itu sangat terlihat dari tatapan matanya yang mengintimidasi dan suaranya yang menggelegar. Cengkeraman tangan Robert di pipi Alice juga semakin terasa menyakitkan, seakan-akan ingin menceekik tulang rahang adik tirinya.
Alice memejamkan mata. Pilihan yang diberikan oleh Robert padanya bukanlah pilihan yang menguntungkan. Antara menikah dan mati, dua-duanya tidak ada yang menyelamatkan Alice. Namun, jika menikahi Charles, kemungkinan dia bisa melarikan diri dari kota ini mungkin masih ada. Jadi, dia memutuskan untuk setuju saja sambil mencari celah untuk kabur dari kehidupan mengerikan ini.
“Terserah kalau itu maumu! Aku harap bisa lepas dari saudara tiri yang keji sepertimu!”
Cengkeraman tangan Robert di pipi Alice mulai mengendur. Tatapan mengerikan laki-laki itu juga sudah berganti dengan seringai licik.
Robert merapikan pakaiannya dan tersenyum ke arah seorang wanita yang ditugaskan untuk merias Alice di hari pertunangan ini. “Pastikan dia jadi gadis cantik yang tidak ada tandingannya. Aku ingin dia menjadi gadis yang paling cantik di kota ini!”
Robert tentu sangat bahagia karena pernikahan Alice akan mendatangkan banyak uang untuknya. Baru rencana pertunangan saja dia sudah dibelikan mobil baru dan uang yang cukup banyak, tidak terbayang kalau Alice jadi menikah dengan Charles, dia pasti akan dibelikan rumah mewah dan perusahaan seperti yang dijanjikan Charles.
Setelah Robert meninggalkan ruangan, Alice mulai menangis tersedu dan menumpahkan segala kesedihannya. Sementara wanita yang diperintahkan Robert untuk merias Alice, jadi kebingungan sekaligus takut kalau sampai Robert kembali dan adiknya belum siap.
“Nona, jangan menangis! Itu akan membuat pekerjaan saya jadi sulit!”
Alice menatap wanita paruh baya yang ditugaskan untuk merias wajahnya. Dari raut mukanya, terlihat sekali wajah putus asa dari wanita perias itu. Mungkin, kalau Alice membuat masalah kali ini, bukan hanya dirinya saja yang akan terkena imbas, tetapi juga wanita yang meriasnya.
Gadis cantik itu menghela napas berat. Sapuan tisu mulai menghapus air mata yang sejak tadi membasahi wajahnya. Mau tidak mau, Alice harus menemui calon suaminya karena tidak ada pilihan lain untuknya.
Beberapa waktu berikutnya, Alice selesai dirias. Robert menghampiri dengan senyum mengembang sempurna.
“Nah, begini kan cantik! Tuan Charles pasti akan tergila-gila denganmu!” puji Robert dengan seringai licik.
Alice menelan ludah dengan kasar dan memasrahkan diri pada takdir. Kali ini, dia harus mengalah dan menerima pertunangannya.
Alice dibawa keluar dari kamar dan menemui Tuan Charles yang sudah menunggu. Tidak ada senyum yang terbit di wajahnya, terlihat datar dan tak bersemangat.
Charles menyambut calon istrinya dengan bangga. Laki-laki yang terkenal arogan itu bangun dan bersalaman dengan Alice untuk pertama kalinya.
Di belakang wanita itu, Robert menendang kaki Alice dengan pelan agar wanita itu bersikap baik pada Charles.
“Selamat malam, Tuan. Saya Alice!” ucap wanita itu dengan gugup.
“Selamat malam, Sayang! Kamu cantik sekali, Alice!” balas Charles sembari menjawil dagu Alice.
Gadis itu membuang muka dan jamuan makan malam pun dimulai. Charles benar-benar tidak sabar untuk menikahi Alice. Dengan percaya diri, laki-laki itu meminta pernikahan diadakan dua minggu lagi.
Alice ingin menolak, tetapi Robert langsung menyela dengan kalimat yang menandakan persetujuan. Tidak ada lagi yang bisa Alice lakukan selain pasrah menerima pertunangannya. Malam ini, Alice dan Charles resmi bertunangan dan tidak lama lagi, mereka akan menjadi pasangan suami istri.
“Persiapkan dirimu, Cantik! Dua minggu lagi aku akan memilikimu!” ucap Charles sembari mencium tangan kanan Alice.
Sebenarnya, Charles memiliki wajah yang tampan dan tidak memiliki kekurangan fisik. Akan tetapi, satu hal yang membuat Alice menolak bertunangan dengannya adalah sifat temperamental Charles.
Pernah suatu waktu saat Alice baru dikenalkan dengan Charles, laki-laki itu menghajar anak buahnya yang tidak sengaja menumpahkan minuman di kaki Alice. Kemarahan Charles yang meledak-ledak dan membabi buta saat itu persis seperti Robert, membuat Alice ketakutan dan terus berusaha membatalkan perjodohan. Sayangnya, Robert tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
**
**
Hari pernikahan Alice dan Charles akhirnya tiba. Selama dua minggu ini, Alice terus memikirkan cara untuk melarikan diri, tetapi selalu gagal dan kesempatan itu sama sekali tidak ada karena Robert menjaganya dengan sangat ketat.
Di ruangan yang akan dijadikan kamar pengantin, Alice kembali dirias. Kali ini, ada dua orang yang ditugaskan untuk meriasnya, tetapi Robert sibuk dengan pesta pernikahan.
Alice merasa penjagaan mulai kendur, apalagi ibu tirinya sedang ada di kamar mandi kamar itu. Ini kesempatan Alice untuk melarikan diri.
Saat akan dipakaikan gaun pernikahan, wanita itu menahan gerakan sang perias, lalu berkata, “Saya akan pakai sendiri. Bisakah kalian semua keluar? Kamar mandi sedang dipakai Ibu!”
Alasan Alice tampaknya sangat masuk akal sampai-sampai para perias itu percaya dan menunggu di luar. Di saat yang bersamaan, seorang pelayan masuk membawa makanan dan Alice menahannya. “Kamu bisa bikinkan minuman khusus?” tanya Alice pada pelayan.
Para perias yang sudah berada di ambang pintu berhenti berjalan dan menatap Alice dengan curiga.
Alice tersenyum pada mereka untuk menghilangkan prasangka. “Ini minuman dari leluhur saya, katanya biar suami bisa tahan lama dan saya bisa mengimbanginya. Tapi, ini rahasia. Jadi biarkan saya dan pelayan ini saja yang tahu!”
Kedua wanita itu tampak canggung dan akhirnya menutup pintu. Sekarang, kesempatan Alice untuk melarikan diri dengan memanfaatkan pelayan itu sebelum ibu mertuanya keluar dari kamar mandi.
Alice membisikkan suatu resep di telinga pelayan itu. Lalu, tangannya bergerak mengambil vas bunga yang cukup berat di atas meja dan langsung menghantamkannya ke kepala belakang pelayan itu sampai pingsan.
Untung saja vas itu tidak pecah dan Alice bisa langsung mengeksekusi pelayan itu untuk diambil seragamnya.
Berkat kecekatannya, Alice berhasil mengambil seragam pelayan itu dengan cepat dan keluar dengan selamat berkat topi pelayan yang menutup wajahnya.
“Apa Nona Alice sudah selesai?” tanya salah seorang perias.
Alice menggeleng cepat, lalu mengubah suaranya menjadi lebih berat sambil sesekali batuk-batuk. “Nona Alice masih bicara dengan ibunya!”
Setelah mengatakan hal itu, Alice segera pergi dengan nampannya. Lalu, berjalan santai menuju pintu keluar dan menekan rasa gugupnya.
Dia tidak bisa kabur terlalu jauh karena ternyata Robert mengawasi gerakannya dengan tatapan curiga. Sampai akhirnya, Alice menuju gedung sebelah dan menyelinap ke parkiran depan.
“Untuk apa pelayan keluar gedung? Apa jangan-jangan itu Alice?” gumam Robert.
Wanita itu mulai bingung harus lari ke mana. Hanya ada deretan mobil yang terparkir tanpa ada satu orang pun yang bisa dimintai pertolongan. Sementara Robert mulai mengikuti langkahnya.
Dengan napas yang tersengal-sengal, Alice menatap deretan mobil yang terparkir dan tiba-tiba mendapatkan sebuah ide.
“Haruskah aku masuk ke salah satu mobil itu?” gumam Alice semakin cemas. “ Tapi, apakah ada mobil yang tidak terkunci di sini?”
Alice menoleh ke belakang dan melihat Robert yang mengawasi dari kejauhan. Tidak ada pilihan lain dan dia tidak punya banyak waktu sekarang.
***
Assalamualaikum, Bismillah karya baru. Semoga suka ya gaess. Jangan lupa tinggalkan kritik dan saran di kolom komen untuk kemajuan ceritanya 😍😍
Karena waktu yang sangat terbatas, Alice bersembunyi di salah satu bagasi mobil yang kebetulan tidak terkunci. Walaupun sempit dan membuat pernapasannya terasa sesak, tetapi setidaknya itu adalah tempat teraman dari kejaran Robert.
Sementara itu, sang pemilik mobil akhirnya memasuki mobilnya dengan beberapa orang lainnya. Mereka tidak tahu kalau di bagasi mobil yang mereka tumpangi saat ini ada seorang gadis yang sedang menumpang untuk bersembunyi.
Begitu mendengar suara orang yang memasuki mobil, mata Alice terbelalak dan mulutnya terbuka lebar. Jantungnya memompa dengan sangat cepat, takut-takut kalau yang masuk ke mobil adalah Robert yang berhasil menemukan dirinya.
“Aku mau berkuda!”
Suara laki-laki dalam nada rendah yang dalam dan berat itu terdengar asing di telinga Alice. Dia yakin seribu persen bahwa itu bukan suara Robert. Lalu, suara siapakah itu?
“Baik, Pangeran. Saya akan mensterilkan lapangan berkuda,” jawab laki-laki lainnya.
Di satu sisi Alice merasa lega saat menyadari bahwa itu bukan suara Robert. Namun, di sisi yang lain mendadak bulu kuduknya berdiri saat mendengar panggilan Pangeran yang diucapkan laki-laki itu. Yang Alice tahu, Pangeran adalah julukan yang hanya diizinkan untuk dipakai anggota kerajaan.
Masalahnya sekarang kalau dia benar-benar masuk ke mobil seorang pangeran, bukankah itu sama halnya dengan buunuh diri?
Saat mobil mulai berjalan, Alice bisa merasakan gerakannya. Tadinya, tangan Alice sudah bergerak untuk mengetuk mobil itu, tetapi seketika dia langsung tersadar bahwa mobil itu bisa membawanya ke tempat yang jauh.
Dalam hati dan ketakutan luar biasa yang membuat tubuhnya terasa menggigil, Alice berdoa agar Tuhan masih mau berbelas kasih dalam pelariannya ini. Meski pikirannya tidak yakin akan selamat, tetapi hatinya sangat berharap orang-orang pemilik mobil itu akan menyelamatkan hidupnya.
Sepanjang perjalanan, Alice terus dihantui pikiran-pikiran buruk tentang nasib yang akan menimpanya setelah ini. Sampai akhirnya, mobil yang ditumpangi Alice itu berhenti.
Para penumpang mobil mulai keluar satu per satu, dan Alice pun memberanikan diri untuk keluar setelah beberapa saat.
Begitu kaki Alice menyentuh tanah, sebuah gerakan cepat menyerbu ke arahnya. Jantung Alice seakan berhenti berdetak untuk beberapa detik karena sekarang di hadapannya beberapa orang sedang menodongkan senjata ke arahnya.
“Jangan bergerak!”
Sebuah perintah yang membuat tubuh Alice panas dingin karenanya. Ada empat orang yang berdiri mengepungnya, sedangkan tidak jauh di belakang mereka ada seorang pemuda yang sangat tampan. Alice tahu, itu adalah pangeran kerajaan Warlingtoon.
Alice mengangkat kedua tangan persis seperti yang diperintahkan padanya. Matanya tak bisa berhenti menatap ketampanan pangeran yang baru kali ini bisa Alice lihat secara langsung.
Bukan, Alice bukan sedang memuja, tetapi dia sedang memohon belas kasih dari seorang pangeran yang seharusnya bisa menyelamatkan rakyatnya.
“Siapa kamu?” Suara bernada rendah itu kembali terdengar di telinga Alice. Bedanya, kali ini dia bisa melihat langsung gerakan bibir laki-laki itu sangat mengucapkan kalimat tanyanya.
Alice menelan saliva dengan susah payah, mulutnya sedikit terbuka tetapi suaranya tercekat di tenggorokan. Mata indah berwarna kecokelatan itu mulai berkaca-kaca seakan menunjukkan bahwa dirinya sedang dalam kesusahan.
“Sa-saya, nama saya Alice!” jawab Alice dengan gugup.
“Tujuanmu apa menyelundup ke mobilku?” Suara pangeran tampan itu tiba-tiba meninggi. Mungkin dia geram melihat Alice yang dengan berani masuk ke mobilnya dan membuat sebuah peringatan keamanan bahwa bagasinya ternyata tidak diperiksa dengan baik oleh pengawal.
“Sa-saya cuma sembunyi, Pangeran,” jawab Alice dengan suara yang pelan.
Pangeran Warlingtoon bernama Erland itu tidak bisa bersabar menunggu jawaban Alice. Dia menyuruh para pengawal untuk menggeledah Alice. Namun, karena mereka semua laki-laki, Erland merasa itu kurang sopan dilakukan sekalipun Alice adalah penjahat.
Putra mahkota itu akhirnya menyuruh seorang wanita tua yang biasa membersihkan kandang kuda untuk menggeledah tubuh Alice. Hasilnya, tidak ada benda apa pun yang melekat dalam tubuh Alice yang masih memakai seragam pelayan di hari pernikahannya.
“Jelaskan kenapa kamu masuk ke mobil pangeran!” perintah pengawal setelah Alice selesai diperiksa.
Alice merasa ini adalah kesempatan terakhirnya untuk berkata yang sebenarnya. Dia meyakinkan diri bahwa Erland adalah calon raja yang bijak dan mungkin akan bisa menolongnya dari Robert.
“Saya kabur di hari pernikahan karena kakak tiri saya bernama Robert menjual saya pada seorang duda yang istrinya meninggal akibat kekerasan. Hanya saja, karena uang kasus kematian istrinya tidak sampai menyebar ke publik dan dia masih bebas sampai sekarang.”
Alice menjelaskan semua yang terjadi padanya sampai berakhir dengan sembunyi di bagasi mobil pangeran. Sementara Erland mendengarkan semua penjelasan Alice tanpa ekspresi apa pun.
“Saya mohon Pangeran Erland, beri saya perlindungan. Saya tidak mau tertangkap saudara tiri saya, ataupun kembali pada tunangan saya itu, Pangeran!” Alice membuka kancing kemejanya dan berbalik badan untuk menunjukkan luka memar di punggungnya.
Suara Alice yang lemah dan tatapan matanya yang tampak memohon, membuat Erland terasa sulit untuk menolak. Namun, sebagai pangeran, tentu saja dia tidak bisa sembarangan menolong orang.
“Memangnya kamu bisa kerja apa?”
Pertanyaan Erland membuat semangat dalam diri Alice kembali membara. Dia harus melakukan yang terbaik agar pangeran bersedia menolongnya dari jurang kelam ini.
“Saya bisa memasak, Pangeran. Tolong izinkan saya memasak untuk Pangeran. Kalau saya gagal, saya bersedia dihukum mati dan dianggap penyusup!”
Asisten Pangeran Erland memberikan sebuah informasi yang cukup mengejutkan mengenai Alice dan keluarganya. Dari informasi itu juga, Pangeran Erland mengetahui bahwa cerita yang Alice sampaikan sebelumnya adalah sebuah fakta, dan bukan karangan semata.
Keberanian Alice yang terlalu nekat, membuat Erland akhirnya memberi wanita itu kesempatan. Alice pun merasa lega dan akhirnya memasak langsung di hadapan pangeran dan para pengawal di dapur khusus di tempat berkuda itu.
Alice membuat souffle cake yang dia yakin rasanya enak walau tanpa mencicipi adonannya. Dia begitu cekatan dan andal di mata para pengawal yang menyaksikannya memasak. Sampai akhirnya, makanan buatan Alice pun sampai di hadapan pangeran.
Dari penampilannya yang cantik, tampaknya itu sangat menggugah selera. Namun, yang Alice tidak tahu, Pangeran memiliki masalah dengan indra perasanya. Dia tidak akan bisa merasakan apa pun dari makanan yang masuk ke mulutnya. Semua akan terasa hambar.
Tangan Pangeran Erland menyentuh ujung sendok dan tiba-tiba bibirnya tersenyum menyeringai. Dia membayangkan bagaimana ekspresi Alice saat nanti dia bilang dengan jujur bahwa makanan itu rasanya hambar.
Sayangnya, saat kue dengan tekstur lembut itu menyentuh mulutnya, secara ajaib Erland bisa merasakan kembali cita rasa manis. Bahkan, pangeran bisa merasakan asamnya potongan buah stroberi yang dijadikan topping souffle cake itu.
‘Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa makanan ini membuat lidahku bisa merasakan lagi?’
***
Gimana gaess? Udah mulai penisirin belum. Yok like sama komennya diamanin, tinggalin ritual jejaknya yaa 💋💋
Alice menunggu pendapat Erland dengan gelisah. Kedua tangannya saling bertaut dan telapaknya terasa dingin.
Para pengawal yang juga menyaksikan adegan ini sudah sangat yakin bahwa Alice akan gagal. Jelas saja mereka tahu, kalau pangeran tidak akan bisa merasakan nikmat dari makanan itu karena masalah yang diderita pangeran sejak lama. Alice pasti akan mendapatkan hukuman karena hal ini.
Namun, semua dugaan itu ternyata tidak terjadi. Pangeran Erland memutuskan untuk mengangkat Alice sebagai pelayan yang akan bekerja di istananya. “Kamu akan ikut ke istana dan menjadi pelayan pribadiku. Tapi, pastikan semua makanan yang kamu masak itu enak dan sesuai dengan lidahku!”
Tentu saja Alice sangat senang dan mengucapkan terima kasih berkali-kali pada calon rajanya itu. Dia sangat bersyukur karena akhirnya bisa mendapat tempat berlindung yang sangat aman di istana Warlington.
“Terima kasih banyak, Pangeran! Saya akan bekerja keras, terima kasih!” Alice membungkuk sebagai rasa hormat.
Semenjak hari itu, Alice akhirnya bekerja di istana pangeran sebagai bagian dari juru masak istana pangeran. Meski ada banyak koki istana pangeran, tetapi hanya Alice yang ditugaskan untuk memasak khusus dan mengantarkan langsung masakannya pada Pangeran Erland.
Seperti malam ini, Alice ditugaskan langsung oleh pangeran untuk mengantarkan makan malam. Sebagai wujud terima kasihnya pada Erland karena sudah menerimanya di kerajaan, Alice melakukan tugasnya dengan baik, meski di hati kecilnya selalu berdebar takut menghadapi sikap dingin pangeran.
Alice dipersilakan masuk ke bangunan khusus yang menjadi tempat tinggal pangeran. Dia masih harus menunggu pangeran selesai makan untuk memastikan tidak ada racun atau hal membahayakan yang ada dalam masakannya itu.
“Yang Mulia selamat menikmati,” ucap Alice berusaha tenang di tengah ketegangan.
“Hem!” jawab Pangeran Erland dengan wajah tanpa ekspresi.
Selama menunggu Erland makan, dia merasa seperti sedang mengikuti sebuah audisi memasak, kalau tidak enak, secara otomatis Alice akan diusir dari istana. Namun, dia tidak pernah tahu hasil dari penilaian itu karena Erland benar-benar datar tanpa ekspresi yang bisa dengan mudah Alice tebak.
Sikap dingin itu membuat Alice dalam kesulitan dan tanpa sadar membuat gerakan lucu di wajahnya yang ditangkap oleh ekor mata Erland. Padahal, Alice sudah berusaha melayaninya dengan baik, tapi tetap saja aura Erland yang berwibawa dan dingin membuat suasana tegang di ruangan itu.
‘Apakah makanannya benar-benar tidak enak sampai-sampai sulit sekali dia memuji masakanku?’ pikir Alice yang hanya bisa mematung selama menunggu Erland makan.
Dia hanya ingin Erland mengatakan bahwa masakannya enak agar keberadaannya di istana lebih terjamin.
Namun, Erland tidak pernah memberi komentar apa pun. Tidak ada pujian atau kritik yang bisa menjadi acuan untuk Alice dalam mengolah makanannya. Hal itu membuat Alice harus terus mengasah kreativitasnya untuk membuat menu baru yang enak.
Setelah Erland selesai makan, dia akan meninggalkan bekas makannya dan pergi begitu saja. Hal itu membuat Alice mendengus dan membersihkan bekas makan pangeran itu sambil berpikir keras.
‘Setelah ini aku bikin makanan apa lagi ya?’
Alice kembali ke dapur, mencoba kreasi baru untuk membuat makanan. Menghadapi Erland yang sulit ditebak, memang harus membuatnya lebih bekerja keras lagi.
Saat semua pelayan beristirahat, Alice masih sibuk di dapur mencoba menciptakan kue yang enak seperti yang pernah dia tonton tanpa sengaja dari televisi dulu.
Wajah Alice dipenuhi dengan tepung, beberapa kali dia juga tampak meregangkan ototnya yang terasa kaku. Dia benar-benar bekerja keras demi sebuah pujian.
Rupanya, hal itu dilihat langsung oleh Erland yang tidak sengaja melihatnya sendirian di dapur. Pangeran Warlingtoon itu tampak penasaran dengan apa yang dikerjakan oleh pelayan barunya.
“Apa sih susahnya bilang enak atau nggak enak. Dia sadar nggak sih kalau tatapannya itu sedingin es?” gumam Alice sambil melempar tepung ke dalam adonan yang ternyata terlalu encer.
Erland yang tadinya hanya ingin jalan-jalan sendirian sambil menikmati angin malam, terpaksa mengawasi pergerakan Alice di dapur. Tentu saja dia melakukannya secara diam-diam tanpa Alice sadari.
“Pangeran!” kata Alice pada adonan tepung di hadapannya.
Suara itu membuat Erland mengerutkan kening karena dia pikir Alice menangkap basah dirinya. Namun, suara wanita itu selanjutnya membuat Erland semakin penasaran.
“Sampai kapan kamu akan bersikap sedingin itu? Hanya mengatakan enak dan tidak saja susah sekali bagimu? Lihat saja, aku akan membuatmu bertekuk lutut dengan masakanku!”
Mendengar ocehan Alice yang sedang kesal, membuat Erland tertawa dalam hati. Dia tidak menyangka bahwa ekspresi Alice saat kesal bisa semenggemaskan itu.
“Baiklah, Alice. Apa kamu bisa membuatku bertekuk lutut? Lihat saja, aku akan terus memasang wajah dingin dan tidak bersahabat. Aku tidak akan memuji masakanmu karena melihat wajahmu yang tegang itu sangat menyenangkan,” gumam Pangeran Erland yang tanpa sadar sedang merona hanya karena gadis pelayan itu.
Tanpa Alice sadari, Pangeran Erland kini sudah berdiri di belakangnya dan melihat apa yang sedang dia lakukan.
“Kamu tadi bilang apa? Saya bersikap dingin?” tanya Pangeran Erland dengan tiba-tiba.
Terang saja hal itu membuat Alice terlonjak kaget. Dia berbalik badan dan tanpa sadar mengarahkan rolling pin yang dipegangnya ke arah Sang Pangeran.
Laki-laki itu sampai memundurkan kepala karena terkejut dengan gerakan refleks yang dilakukan Alice. Tatapan matanya tidak lepas dari benda yang dipakai untuk menggulung roti yang dipakai Alice sebagai senjata.
Begitu sadar dengan apa yang dia lakukan, Alice buru-buru membuang rolling pinnya ke belakang dan membungkukkan badan.
“Yang Mulia maafkan saya!” ucap Alice semakin merasa ketakutan.
Alice pikir yang mengejutkan dirinya tadi adalah penjahat. Dia tidak tahu kalau Pangeran akan datang ke dapur malam-malam begini.
“Berani sekali kamu, Alice! Sudah mengatai saya, sekarang malah mau nencelakai saya!” balas Pangeran dengan nada yang terdengar tegas. Namun, sudut bibirnya berusaha menahan tawa karena kelakuan Alice yang sampai membungkuk 90 derajat.
“Yang Mulia, saya tidak tahu kalau Yang Mulia datang. Maafkan saya, karena saya pikir ada penjahat yang masuk ke dapur!”
Alice sungguh ketakutan. Posisinya saat ini benar-benar belum aman, tetapi ada saja kesalahan yang membuatnya semakin mendekati pintu gerbang pengusiran.
“Mana ada penjahat yang berani masuk istana. Berdiri tegak, dan lihat saya!” perintah Pangeran dengan suara tegas dan berusaha memasang wajah garang.
Meskipun Pangeran berusaha terlihat galak, tetap saja wajahnya yang tampan sangat sulit untuk memvisualkan tampang menyeramkan. Yang ada malah semakin terlihat mempesona.
Alice menurut dan menatap mata Sang Pangeran seperti yang diperintahkan. Walau Pangeran sangat tampan, tetap saja Alice merasa ketakutan karena kesalahan yang telah diperbuatnya. Dia harus siap menerima hukuman dari Pangeran.
“Memang kenapa kalau saya bersikap dingin? Kamu punya nyali besar ternyata sampai-sampai berani membicarakan saya dengan adonan kuemu itu!” sentak Pangeran Erland.
Tubuh Alice semakin gemetaran. Dia tidak menyangka kalau sejak tadi Pangeran Erland sudah mendengar gerutuannya.
“Yang Mulia, saya tidak sengaja. Benar-benar tidak sengaja Yang Mulia. Maafkan, saya. Saya janji tidak akan pernah mengulanginya lagi!” Alice membungkukkan badan lagi.
Kali ini, Pangeran Erland melepaskan tawa tanpa suara sembari membuang muka. Rupanya, mengerjai Alice bisa membuatnya sebahagia ini.
**
Sejak hari itu, Erland semakin suka mengerjai Alice. Dia akan memasang raut wajah datar seperti biasa. Walaupun sebenarnya masakan Alice semakin enak setiap hati, tetapi Erland terus bungkam tanpa mau berpendapat.
Lama-lama, hati Alice bergejolak. Ada dorongan besar dalam dirinya untuk menanyakan pendapat Erland mengenai masakannya.
Sampai akhirnya, wanita itu pun membuka mulut dengan wajah tegang. Saat Erland selesai makan dan Alice bersiap membersihkannya, pelayan itu pun bertanya, “Yang Mulia, apa masakan saya tidak enak?”
Kening Erland seketika berkerut mendengar pertanyaan Alice padanya. Dia sangat tidak menyangka bahwa Alice punya keberanian yang besar untuk mengajukan pertanyaan itu.
“Apa hakmu bertanya?”
Alice langsung panik melihat reaksi Erland. Wajahnya yang gugup semakin membuat Erland gemas. “Maaf, Pangeran!”
Namun, wibawanya membuat Erland membuang muka dan langsung berdiri. “Bereskan sisanya dan lakukan tugasmu seperti biasa!”
“Baik, Yang Mulia!”
Alice menundukkan kepala. Dia merutuki dirinya sendiri yang sudah dengan lancang dan berani mengajukan pertanyaan itu pada Erland. Untung saja dia tidak mendapat hukuman atas kelancangannya itu.
Setelah menyelesaikan tugasnya mengantarkan makanan untuk Erland, Alice kembali ke dapur untuk membersihkan peralatan makan dan juga mencoba kreasi baru seperti biasanya.
Namun, belum sampai di pintu dapur. Alice mendengar obrolan yang kurang mengenakkan dari pelayan-pelayan yang lainnya.
“Enak sekali jadi Alice. Dia bukan koki kepala, tapi selalu mengantarkan makanan ke ruangan Pangeran.”
“Kita yang lebih lama di sini saja belum pernah masuk ke ruangan Pangeran. Mudah sekali dia dapat kepercayaan!”
“Mungkin Alice melakukan cara kotor agar dapat posisi yang bagus di sini. Jangan-jangan dia juga bermimpi menjadi selir saat Pangeran naik tahta nanti!”
Kata-kata yang jelas sekali ditujukan untuknya itu membuat dada Alice terasa sesak. Memang, di mana pun tempatnya, yang namanya orang iri itu susah sekali untuk berpikir positif. Padahal, Alice sendiri juga dalam kesusahan saat menghadapi pangeran.
***
Sabar ya, Lis.. Nanti, aku aduin sama Pangeran, biar mereka dihukum 🏃♀️🏃♀️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!