" Ini tidak mungkin!" pekik seorang gadis yang tubuhnya telah gemetar manakala menatap sebuah alat uji kehamilan di tangannya.
Mata gadis itu memancarkan kesedihan, kekecewaan, ketakutan, serta ketidakberdayaan. Kini nyata sudah, tak terelakkan, tak terbantahkan lagi bila ia memang telah melakukan sebuah kesalahan besar yang jelas akan membuat kehidupannya mendatang semakin pelik.
Sabtu malam, waktu dimana muda-mudi biasanya menghabiskan waktu mereka untuk bercengkrama bersama kekasih atau para sahabat, kini malah harus ia gunakan untuk menelan pil pahit dari perbuatannya yang sangat tidak benar itu.
Namanya Diandra, dia akan lulus tahun ini. Kehidupannya tidak mewah, tapi tak adil juga bila di katakan sangat sulit. Semua serba pas cenderung sedang.
Di usianya yang telah menginjak 17 tahun ini, produk broken home itu memilih untuk tinggal di kost sebab kehangatan keluarga tak lagi ia dapatkan di rumah. Orang tuannya telah bercerai beberapa bulan yang lalu tepat saat ia memasuki semester pertama.
Dan alih-alih melawan dunia dan merencanakan akan ke jenjang mana dia harus melangkah, gadis itu malah dibuat ngeri dengan kenyataan yang kini tengah menimpanya.
Hamil.
Dengan gemetaran pula gadis itu menggulir ponsel berkamera boba dengan hati gelisah. Satu hal yang ingin sangat ia lakukan saat ini. Menghubungi orang yang jelas ia percayai sebagai si pemilik benih.
" CK, kenapa gak di angkat sih?" kesal Diandra demi suara nut-nut yang tak kunjung usai dari dalam ponselnya.
" Apa aku telpon si Aldi?" gumamnya setengah berpikir dengan ketidaktenangan yang begitu kentara.
Gadis itu di tengah kepanikan yang masih mendera, kini mencoba menghubungi Aldi. Teman dekat Rando. Kekasihnya. Dan benar saja, dalam hitungan detik, panggilan dari Diandra kini di jawab oleh Aldi.
" Halo Di, ada apa?" tanya Aldi di ujung telepon.
" Halo Al, kamu lagi sama Rando nggak?" kata Diandra dengan suara tak sabar. Membuat seseorang yang berada di ujung telepon sontak mengerutkan keningnya.
" Ada, itu dia lagi di depan sama anak-anak. Ada apa?" tanya Aldi kembali makin penasaran.
" Aku kesana ya?"
" Hah?"
Di lain pihak, Aldi yang merasa aneh manakala mendengar suara Diandra yang berintonasi tak biasa, langsung mendatangi Rando yang asik bernyanyi bersama teman-temannya.
" Woy, cewekmu barusan telpon aku nih!" bisik Aldi sesaat setelah ia menepuk pundak Rando.
" Siapa, Diandra?" tebak Rando setengah berpikir.
" Siapa lagi. Emang ada berapa cewek kamu?" balas Aldi setengah mendengus kesal.
" Biarin aja!" balas Rando cuek. Terkesan ogah-ogahan kala mendengar informasi dari kapten basket di sekolahnya itu.
" Dia mau kesini!"
Maka Rando seketika menatap Aldi dengan tatapan yang sulit di jelaskan.
-
-
Beberapa saat kemudian.
" Ada apa sih Di? Kan aku udah bilang kita gak usah ketemu lagi Di. Kamu tahu kan Mama sama Papaku ngelarang kita ketemu. Aku cuman gak mau kamu terus di marahin orangtuaku!" kata Rando yang sebenarnya kurang suka saat Diandra menemuinya.
Diandra tahu, selama beberapa hari ini hubungan mereka sedikit terganggu sebab orangtua Rando mengetahui hubungan mereka. Mengetahui bila Diandra merupakan anak broken home membuat keluarga Rando langsung jaga jarak. Mereka orang berada dan terpandang, tentu mereka harus menjaga nama baik dengan tidak asal bergaul bersama sembarang orang. Dan meski Diandra cantik dan begitu menarik, tapi Rando tak cukup nyali untuk melawan kedua orangtuanya.
" Aku hamil Ran!"
DUAR!
Maka Rando langsung menatap tak percaya ke arah Diandra yang kini tertunduk sembari menggenggam sebuah strip kecil. Beberapa detik kemudian, isakan lirih terdengar memecah kesunyian diantara keduanya.
"Aku curiga karena aku enggak mens sesuai jadwalnya. Dan kita...."
" Nggak! Nggak mungkin!" sergah Rando yang menggeleng tak setuju dengan ucapan Diandra.
Diandra langsung celingak-celinguk saat mendengar Rando memekik sebab kaget. Ia benar-benar takut kalau-kalau ada seseorang yang mendengar percakapan mereka.
" Ran, jangan kencang-kencang. Nanti ada yang dengar!" ucap Diandra yang benar-benar memastikan sekelilingnya dengan wajah ketakutan.
" Di, kamu gila ya? Gimana... gimana bisa kamu hamil?" seru Rando mengacak kepalanya frustasi. Benar-benar shock dengan berita yang barusaja mampir ke telinganya.
" Ran, kamu lupa ya, aku ngelakuinnya cuma sama kamu. Kamu ingat kan saat kita ada..."
" Nggak-nggak, nggak mungkin. Kita cuma ngelakuin sekali dan itu gak lama. Kamu pasti mau ngejebak aku kan?" tuding Rando yang kini berdiri dan mulai menjauhi Diandra dengan muka pias.
Membuat Diandra spontan berdiri. "Ngejebak? Ngejebak apa maksud kamu Ran? Aku kesini buat kasih tahu kamu. Kamu harus tanggung jawab Ran!"
" Enggak Di. Beberapa waktu ini kita juga udah jarang komunikasi. Lagipula, bisa aja kan kamu tidur sama orang lain setelah sama aku!"
PLAK!
Maka tangan rapuh itu reflek menempeleng wajah Rando dengan begitu kerasnya. Hidupnya sedang tidak baik-baik saja, dan ia kini sedang di himpit oleh kenyataan pahit itu. Tapi alih-alih mendapatkan kelegaan, ia justru mendapatkan kekecewaan yang begitu menyakitkan.
" Dengar ya Rando, malam itu aku enggak tahu obat apa yang kamu taruh ke minumanku. Semua tejadi begitu saja. Oke kita salah. Aku salah, kamu salah. Tapi ini tetap harus kita omongkan Ran!" seru Diandra menatap jengah Rando yang masih terlihat begitu shock. Mencoba menahan diri untuk memberikan pengertian kepada laki-laki yang ternyata malah menjadi bodoh saat tertimpa masalah besar seperti saat ini.
" Tapi tidak tahunya, setelah hal ini terjadi kamu malah ngomong begini Ran. Pengecut!" teriak Diandra yang mulai menarik perhatian teman-teman Rando. " Oke, fine kalau kamu gak memang tidak mau ngomongin masalah ini baik-baik dan nyari cara buat kita berdua, aku bakal ngomong ke Mama- Papa kamu!" kata Diandra yang kecewa dan langsung ngeloyor pergi usai melemparkan test peck ke muka Rando yang merah padam.
"Tu- tunggu! Diandra!"
"Diandra!"
" Argh!!"
.
.
.
Diandra berlari dan membuat sekumpulan bujang tanggung di luar ruangan saling menatap tak mengerti. Tak sedikit yang mengira jika dua sejoli itu sedang bertengkar. Tapi alih-alih turut larut dan cuek, Aldi justru bangkit lalu masuk ke dalam. Ingin memastikan apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Ia membuka pintu dan melihat sahabatnya tertunduk lesu dengan sebuah alat kecil dalam genggamannya. Merasa curiga dan penasaran, Aldi masuk lalu mengunci pintu kamar tamu dirumahnya itu.
" Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa Diandra pulang sambil nangis?" tanya Aldi yang tak bisa lagi menahan keingintahuannya.
Rando yang terkejut sontak menyembunyikan benda kecil itu di dalam sakunya dengan terburu-buru. Terhimpit satu kenyataan pahit sampai-sampai membuat telinganya tuli dan tak mendengar kedatangan Aldi. Sungguh sial.
" Enggak ada apa-apa! Kita cuman salah paham!" jawabnya dengan kegugupan yang sukar ia tepis. Membuat Aldi semakin memicingkan matanya.
" Apa yang kamu sembunyikan itu?" tanya Aldi kembali.
Deg!
Maka Rando semakin gemetar saja manakala menyadari jika Aldi mungkin saja tahu bila ia barusaja menyembunyikan strip kecil di sakunya.
" Kamu gak lagi nyembunyiin sesuatu dari aku kan Ran?" tuding Aldi dengan sebelah alis yang sudah terangkat.
Tak ada pilihan, diantara circle pertemanannya yang kebanyakan adalah anak-anak sultan itu, hanya Aldi lah yang terbilang sangat dekat dengannya.
" Apa yang barusan kamu masukan ke sakumu?"
Dan pertanyaan sengit dari Aldi semakin membuat Rando tak bisa lagi mengelak. Biar sudah. Ia akan mengaku saja. Toh Aldi juga merupakan orang yang selalu bisa ia percaya. " Please jangan up hal ini ke permukaan Al!" kata Rando sembari menyentuh lengan sahabatnya penuh harap.
" Memangnya kenapa?" tanya Aldi yang semakin bingung demi melihat kegelisahan di wajah Rando.
" Diandra hamil!"
...----------------...
Beberapa hari kemudian, Dindra tak terlihat berkeliaran di sekolah. Jika Rando cuek dan mengira jika permasalahannya telah selesai, tapi berbeda dengan Aldi. Anak itu malah merasa sangat cemas terhadap Diandra.
Saat jam istirahat, Aldi berpapasan dengan Anita yang merupakan sahabat dekat Diandra. Usai mengetahui fakta mengejutkan itu, Aldi menjadi kepikiran. Ia tidak tahu kenapa hal itu bisa terjadi. Apa karena ia pernah jatuh hati kepada Diandra saat pandangan pertama? Entahlah. Tapi sedari dulu ia memang orang yang baik kepada siapapun.
" Nit, Nita!" teriak Aldi kepada sosok manis yang berjalan sendirian di koridor menuju perpustakaan.
Anita yang merasa namanya di panggil langsung menoleh. Gadis dengan rambut pendek itu mengerutkan kening demi melihat Aldi yang ngos-ngosan kala mengejarnya.
" Ada apa?" balas Anita memindai tampilan Aldi yang sedikit terburu-buru.
" Si Diandra dimana?"
" Dia kan udah empat hari gak masuk. Sakit katanya!"
" Hah?"
" Kenapa sih?" kata Anita yang semakin keheranan. Tak biasa-biasanya Aldi mencari Diandra.
" Dia di kos? Udah kamu jenguk?"
Anita menggeleng, " Pulang dia kayaknya. Handphonenya juga nggak aktif. Gak tahu dia balik kerumah Ayah atau Ibunya!"
" Kerumah ayah atau ibunya gimana maksud kamu?" ucap Aldi semakin tak mengerti.
" CK, orang tua Diandra kan udah masing-masing Al. Ada apa sih? Wajahmu bikin orang penasaran aja deh?"
Namun bukannya menjawab, pria jangkung itu malah langsung berlari menuju kelasnya lalu menyeret Rando yang asik bermain game di antara riuh rendah teman-temannya yang asik di dalam kelas.
" Sini kamu!" seru Aldi yang merasa geram dengan sikap Rando.
" Woy Al, apaan sih?" kesal Rando yang di tarik menuju ke luar kelas.
Namun Aldi tak mengindahkan nada sengit yang di lontarkan Rando. Laki-laki itu terus membawa Rando keluar.
" Al, lepas!" ucap Rando yang benar-benar kesal dengan sikap Aldi. Laki-laki itu bahkan sampai menepis tangan Aldi kasar.
" Ran, kamu gak bisa begini-begini aja Ran. Si Diandra udah gak masuk empat hari!!" pekik Aldi yang langsung to do point dengan tujuannya. Membuat Rando tersenyum kecut.
" Ini lagi yang kamu bahas. Udah lah Al, kan udah aku jelasin ke kamu kalau aku gak yakin kalau itu karena aku. Siapa yang jamin kalau dia enggak ngelakuin lagi setelah hari itu hah? Udah lah, lagipula aku udah kasih dia uang buat beresin semua ini!" kata Rando terdengar ogah-ogahan membahas masalah Diandra.
Dan alih-alih join dan merasa lega dengan ucapan Rando, Aldi merasa jika ketua OSIS yang selama ini ia banggakan itu tak lain hanyalah seorang pecundang.
" Aku udah kasih dia duit banyak buat gugurin kandungannya!"
" Apa kamu bilang? Ran. Kalian itu udah salah, kenapa malah seperti ini sih?" teriak Aldi yang mulai geram dengan jalan yang di pilih oleh Rando.
Rando yang cukup jengah sebab sedari tadi Aldi terlalu mengintervensi dirinya, langsung menatap Aldi dengan wajah menantang. " Al. Kita tahu Diandra itu cantik dan jadi most beautiful di sekolah kita. Tapi semua itu ternyata gak cukup ngebuat orangtua aku kasih izin Al. Lagipula, aku juga baru tahu kalau Diandra itu produk broken home. Kamu tahu kan kalau aku ini calon pewaris perusahaan Papa!"
Detik itu juga, Aldi benar-benar merasa kecewa tak suka dengan sikap Rando yang unresponsible.
-
-
Awalnya Diandra mengira jika orang yang masih menjadi kekasihnya itu sedang dalam benar-benar bingung, kalut juga takut. Namun semua itu terbantahkan saat Rando datang dengan segepok uang yang di sodorkan kepadanya dengan tujuan untuk menggugurkan kandungannya.
Seketika, segenap perasaan kagum serta cintanya sirna. Pria yang selama ini menjalin hubungan dengannya tak lain hanyalah pria brengsek kelas bajingan tengik yang sama sekali tak bisa ia harapkan.
Telah empat hari ini ia hanyut dalam kebingungan. Bingung harus melakukan apa. Meskipun uang telah di tangan. Namun nyalinya rupanya tak cukup besar untuk melakukan hal itu. Ia berada di titik nol dalam hidupnya.
Ia kini berada di rumah Ibunya. Mengurung diri dikamar dengan isi kepala yang serasa mau pecah. Akibat kebodohannya, akibat kecerobohannya, kini ia harus menanggung beban. Jika sudah begini, lagi-lagi wanita lah yang harus menanggung.
" Di, Diandra!" seru Mamamya dari luar.
Ia berusaha menghapus air matanya. Entah sampai kapan akan mengurung diri seperti ini.
" Di, ada teman kamu nyari ini!" seru Mama kembali lebih keras dan membuat Diandra langsung tercenung.
Teman? Siapa? Apakah Rando sudah berubah pikiran?
Ia lantas bergegas mengenakan masker saat keluar kamar. Ingin menutupi wajahnya yang pucat. Dengan kepala yang masih terasa pusing sebab terlalu lama menangis, ia melangkahkan kakinya menuju ruang tamu. Dan saat tiba di ruang tamu, ia terkejut demi melihat Anita dan Aldi duduk dengan wajah muram kala menatapnya.
" Kalian?"
Hai semua!😇
Sebelum lanjut, mommy cuman mau kasih tahu bahwasanya kisah ini akan ada beberapa flashback alias beralur maju mundur.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, NT sedang menerapkan sistim retensi. Jadi besar harapan mommy kepada pembaca sekalian untuk membaca kisah Dewa, Diandra dan Rando ini secara runtun ya😁.
Jangan lupa like dan komen di setiap part-nya.
Selamat membaca 😘
...🔻🔻🔻...
.
.
" Diandra itu memang jarang pulang. Sekalinya pulang, e malah sakit." ucap Mama Diandra yang terlihat sangat humble dan tiba-tiba datang dengan membawa tiga gelas minuman dingin yang beraroma segar. " Nih di minum dulu. Habis ini tante tinggal dulu ya. Oh ya Di, di belakang ada pepes kesukaan kamu. Ajak makan teman-temanmu nanti ya. Ya udah kalian lanjut ngobrol!" kata Mama Diandra yang sudah bersiap untuk pergi ke suatu tempat.
Aldi dan Anita mengangguk sopan manakala wanita paruh baya itu berpamitan. Sepeninggal Mama Diandra, Anita langsung menatap sahabatnya muram. Nampak sekali torehan kesedihan yang terpancar dari wajah gadis berusia 17 tahun itu.
" Aldi udah cerita semua ke aku Di!" ucap Anita to do point. Sama sekali tak ingin berbasa-basi.
Maka Diandra seketika terpaku menatap mata Anita yang telah penuh dengan cairan bening. Membuat isi dadanya tiba-tiba beku dan sesak. Tamat sudah. Jadi dia orang yang kini ada di rumahnya itu sudah tahu bila dirinya sedang berbadan dua?
" Rando ngasih kamu uang sebagai bentuk tanggungjawab?" tanya Anita yang mulai menggenggam tangan sahabatnya. Tampak pula Aldi yang tertunduk dengan perasaan sedih. "Tapi menggugurkan itu dosa besar Di. Sebaiknya kamu terus terang aja sama orang tua kamu! Jangan melakukan kesalahan untuk kedua kalinya!" kata Anita yang tak lagi bisa menyembunyikan tangisannya.
Namun tanpa mereka sadari, Mama Diandra yang hendak masuk untuk mengambil sesuatu yang tertinggal di dalam rumahnya langsung terkejut manakala mendengar kata 'menggugurkan' yang terucap dari bibir Anita.
" Menggugurkan? Menggugurkan apa? Apa yang sedang kalian bicarakan?" jerit Mama Diandra di bibir pintu.
Maka seketika terkejutlah tiga remaja yang saat ini sedang duduk di ruang tamu dengan wajah yang sama pucatnya.
...----------------...
8 tahun kemudian di sebuah rumah sakit besar di kota Santara.
" Terimakasih banyak dokter cantik. Anda sangat baik kepada kami!" kata seorang wanita tua yang pakaiannya lusuh. Merasa senang karena setibanya ia dirumah sakit, wanita tua itu rupanya mendapatkan penanganan yang begitu ramah dari sang dokter.
Suaminya yang kesehariannya mencari rongsokan terkena paku. Dan Diandra baru saja menanganinya sesuai dengan prosedur tanpa memandang status sosial. Diandra tersenyum. Tidak tahu kenapa, setiap ia bisa menolong orang susah, hatinya merasakan kedamaian yang sulit ia jelaskan.
" Minum obatnya secara rutin ya Bu. Semoga lekas sembuh!" kata Diandra.
Sepeninggal pasiennya, Diandra bergegas menuju loker. Tempat dimana semua tenaga medis yang hari itu on duty untuk tukar shift berkumpul. Tempat yang luas dan bersih itu menjadi tempat yang paling sering ia kunjungi setahun terakhir.
" Ah dokter, anda sudah selesai?" sapa Wina. Seorang perawat yang kebetulan satu shift dengannya hari ini. Gadis muda yang barusaja di terima menjadi perawat di Medica Care Hospital.
Diandra mengangguk tanpa berbicara. Hanya menatap sekilas sembari menarik senyuman tipis. Ia lantas mencopot jasnya lalu menggantinya dengan pakaian biasa. Bersiap untuk pulang.
" Aku duluan!" kata Diandra seperti biasa. Terlihat tak berminat untuk bergabung dengan sekumpulan wanita yang doyan menggosip.
Sepeninggal Diandra, salah seorang perawat lain bernama Tara tiba-tiba mengucapkan sesuatu. " Dia itu sombong ya? Lihat saja jika kita bertanya, selalunya tak mau menjawab!" ucapnya mencibir. Membuat beberapa orang mengangguk menyetujui.
" Kau ini kenapa? Dia sangat baik kok!" bela Wina tak setuju.
" Ya tapi setidaknya kan bisa jawab. Sekarang coba kalian pikir baik-baik. Tak sekalipun dari kita yang pernah ngobrol santai dengan dokter Diandra kan? Apa karena dia adalah dokter titipan di rumah sakit ini?"
BRAK!
Beberapa orang yang sedang asik bergunjing langsung berjingkat manakala satu dokter lain tiba-tiba menutup loker dengan sangat keras.
" Apa yang kalian bicarakan? Ini tempat kerja, bukan tempat bergunjing. Bubar sana!" seru dokter Anita menatap sengit para perawat di depannya yang wajahnya sudah sangat pucat. Merasa malu dan takut, semua orang langsung bubar tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi.
Anita yang kini tinggal seorang diri di sana, langsung menghela napas. Seharusnya ia dan Diandra bisa lebih baik dari ini. Tapi sebagainya manusia biasa. Ia masih menaruh rasa kesal kepada wanita yang dulu pernah menjadi sahabatnya itu. Meski jauh dalam hatinya ia juga masih memperdulikan Diandra.
...----------------...
Sementara itu, di lain pihak terlihat seorang pria berpostur tinggi tegap sedang mengawasi anggotanya yang sedang melakukan latihan fisik di batalyon kesatuannya di matra angkatan darat.
" Cukup! Setelah ini istirahat dan lanjutkan dengan makan siang!" kata sang kapten dengan wajah tegas.
" Siap kapten!" jawab semua anggota yang siang itu sedang melakukan latihan.
Adalah Dewa. Laki-laki yang kini berusia 31 tahun itu menjadi kapten di kesatuannya dari matra angkatan darat sejak tiga tahun terkahir. Dia tegas namun humanis. Terpilih menjadi kapten di dasarkan dari kemampuannya yang sangat cakap dan begitu unggul. Selain di bidang persenjataan, pria itu juga sangat cerdas.
Langkah panjangnya membawa Dewa menuju ke ruang kerjanya. Pria berwajah datar itu terlihat duduk lalu memeriksa beberapa daftar nama perwira muda yang akan di tugaskan di kesatuannya.
Teliti dalam melihat sebab anggota baru lulusan akademi militer itu akan menjadi tambahan tanggungjawab baru untuknya.
TOK TOK TOK!
Pintu terketuk dan memperlihatkan seorang pria melakukan hormat sesaat sebelum dia masuk ke dalam ruangan Dewa.
" Siang kapten!" sapa si junior.
" Hem!"
" Surat dari mayor!" kata si junior sembari menyerahkan sebuah amplop dengan logo kesatuan yang amat sangat ia cintai.
Dewa meraih sebuah amplop yang diberikan juniornya. Membaca sekilas jika itu merupakan surat langsung dari detasemen.
" Terimakasih!" kata Dewa.
Si Junior kembali melakukan penghormatan sesaat sebelum meninggalkan dewa. Laki-laki berwajah tampan itu membuka surat penting yang isinya merupakan sebuah perintah untuk mempersiapkan para anak buahnya untuk berangkat ke daerah yang dikabarkan sedang tertimpa musibah gempa bumi.
Setelahnya, Dewa nampak menatap foto berukuran kecil diatas meja kerjanya. Foto dirinya yang sedang di peluk oleh Ayah dan Ibunya. Ia memejamkan matanya sejenak. Ia sangat rindu dengan orangtuanya. Tapi tugas merupakan tugas. Ia tidak tahu akan sampai kapan akan seperti ini. Masalalu yang mengakar pahit dalam hatinya benar-benar membuat segala sesuatunya menjadi tidak mudah.
.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!