Suasana Restaurant yang selalu ramai dan penuh oleh pengunjung di waktu makan siang seperti ini. Banyak para pekerja kantoran yang sengaja makan bersama teman-temannya dengan mengobrol dan mengeluh tentang pekerjaan yang tidak kunjung usai. Atau membicarakan bos yang galak.
Pasangan muda-mudi yang juga datang untuk sekedar makan siang dan membicarakan masa depan yang belum tergapai. Suasana yang ramai dengan para pelayan yang juga silih berganti mengantarkan pesanan pelanggan ke mejanya.
"Freya, antar ini ke meja nomor 94"
Freya, gadis pekerja paruh waktu itu langsung menghampiri Haura, sahabatnya sendiri. Mengambil nampan berisi makanan pesanan pelanggan.
"Baik" jawabnya dan segera mengantarkan pesanan itu.
Ketika dia masih sibuk bekerja, tiba-tiba saja ponselnya bergetar. Untuk yang pertama Freya abaikan, karena dia sedang sibuk bekerja. Namun ponselnya terus berdering, membuat Freya terpaksa harus menghentikan dulu kerjaannya mengelap meja dan langsung merogoh ponselnya di dalam saku apron yang dia pakai.
Nomor siapa ini?
Segera Freya mengangkat telepon dari nomor yang tidak di kenal itu. Membuat dia menegang saat mendengar suara seorang pria yang terdengar begitu dingin.
"Datang ke Apartemen ku, kau harus mempertanggung jawabkan atas kejadian tadi pagi"
Suara dingin dan tegas itu membuat Freya langsung menegang. Dia mengingat kejadian tadi pagi saat dirinya berangkat kuliah. Sungguh pagi tadi dirinya memang sedang sial.
Gara-gara semalam dia harus pulang larut dari bekerja, belum lagi dia juga harus mengerjakan tugas untuk hari ini. Membuat dia harus terlambat ke kampus pagi ini. Hingga Freya sedikit kehilangan fokus saat dia memasuki kawasan kampus sampai dia menabrak bagian belakang mobil mewah yang terparkir disana.
Dan sekarang Freya sudah mendapatkan telepon itu. Dia sudah harus mempertanggungjawabkan kejadian tadi pagi. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Freya lagi, dia sudah terlanjur melakukan kesalahan besar. Kalau dia tidak datang ke Apartemen yang disebutka si penelepon itu, pastinya masalahnya akan semakin runyam. Akhirnya Freya memilih untuk pasrah saja dengan keadaan yang ada.
Freya menekan bel pintu Apartemen itu, mencoba mengingat kembali nomor rumahnya. Karena takut salah. Sampai pintu terbuka dan menampilkan seorang pria tampan namun sangat dingin.
"Masuklah, Tuan Muda ada di dalam"
Freya mengangguk, dia tentu tahu siapa yang dimaksud Tuan Muda itu. Dia adalah Arven Widianto. Pria tampan yang sukses dalam usia muda dalam pekerjaan di bidangnya. Semua mahasiswa di Kampusnya memang terbiasa memanggilnya Tuan Muda, karena dia adalah anak dari pemilik Kampus itu. Sudah sering juga Arven datang ke Kampus dan memberikan seminar pada mahasiswa.
Berjalan perlahan menuju ruang tengah, Freya meremas baju yang dipakainya ketika melihat tatapan Arven yang begitu tajam. Saat dia sudah hampir sampai di depan pria itu, namun Arven langsung melemparkan sebuah kertas ke padanya. Tidak siap, membuat Freya tidak menangkap kertas itu yang jatuh begitu saja ke atas lantai. Freya segera mengambil kertas itu dan membukanya.
"Uang ganti rugi yang harus kau keluarkan!" tekan Arven.
Freya langsung terdiam saat dia melihat sejumlah uang yang tertulis di sebuah kertas itu. Pembayaran yang sudah dilakukan oleh Arven atas kerusakan mobilnya yang sedang diperbaiki sekarang. Sengaja memberikan tanda bukti pembayaran itu pada Freya agar gadis itu tahu kerugian yang dia terima atas apa yang Freya lakukan tadi pagi.
Arven berdiri dan menghampiri Freya, dia mengelilingi tubuh gadis itu dengan tatapan mengintimidasi. Membuat Freya hanya menunduk ketakutan. Tangannya bergetar sambil meremas kertas di tangannya.
"Freya Kayra, mahasiswa semester akhir. Status keluarga tidak jelas, bekerja serabutan, dan menunggak uang kuliah di Kampusk7. Dengan riwayat ekonomi seperti itu, aku tidak yakin kamu bisa menggantik kerugian Rolls Royce saya"
Freya hanya menunduk mendengar ucapan Arven barusan yang penuh dengan penekanan. Tapi memang seperti itu kenyataannya. Tentu Freya tahu bagaimana dirinya yang sebenarnya tidak akan pernah mampu mengganti kerugian atas rusaknya mobil mewah Arven. Meskipun mengumpulkan gajinya selama 10 tahun pun, tidak akan bisa dia menggantinya.
Arven tersenyum melihat wajah Freya yang menegang itu. Tentu saja dia tahu semua tentang gadis ini. Karena selain dia memiliki datanya, ada hal lain yang membuat dia sedikit memanfaatkan kejadian ini.
Arven ingat tentang Ibunya yang terus menjodohkannya pada setiap anak gadis dari temannya. Namun Arven selalu menolak, karena memang dia melihat jika para gadis itu hanya mendekatinya karena uang dan hartanya. Sampai saat ini Arven belum menemukan wanita yang benar-benar tulus padanya.
Dan kejadian bersama Freya saat ini, membuat Arven sedikit memikirkan ide gila. Apalagi saat dia mengingat siapa gadis di depannya ini. Membuat Arven yakin untuk melakukan ide gila ini.
Freya langsung berlutut di atas lantai, dia tidak tahu harus melakukan apa. Karena meminta maaf saja tidak akan membuat Arven luluh. Maka dia mencoba untuk meminta maaf dengan merendahkan dirinya seperti ini. Berlutut di depan pria itu.
"Maafkan saya Tuan Muda, tolong maafkan saya atas semua yang terjadi ini. Saya akan berusaha mengganti rugi, meski dengan menyicilnya" ucap Freya dengan suara bergetar.
Freya hanya sedang mencoba menahan tangisnya saat ini. Sungguh, dia sangat takut saat harus berhadapan dengan pria seperti Arven ini.
Arven tertawa mendengar ucapan Freya dan dengan apa yang dilakukan oleh Freya ini. Dia berjongkok di depan Freya yang sedang berlutut itu, meraih dagunya dan mengangkat wajah gadis itu yang terus menunduk.
Benar, dia masih sama seperti dulu.
Arven menatap Freya dengan senyuman penuh arti yang mengerikan. "Aku punya cara lain agar kau tidak perlu capek-capek menyicil uang kerugian itu. Kau hanya perlu menuruti keinginanku ini saja, maka kerugian itu akan selesai"
Freya menatap Arven dengan matanya yang berkaca-kaca dan bibirnya yang bergetar. Sungguh dia sangat takut dengan situasi saat ini, karena memang wajah dingin Arven selalu membuat semua orang takut dan merasa terintimidasi olehnya.
"A-apa Tuan, kalau saya bisa, pastinya saya akan turuti keinginan Tuan Muda" ucap Freya dengan suara bergetar.
Wajah penuh ketakutan Freya ini malah semakin membuat Arven merasa lucu dan senang mengerjainya. Hendrick yang sejak tadi hanya berdiri diam, sedikit heran dengan Tuannya yang sepertinya senang mempermainkan gadis itu.
"Tentu saja kau harus menurutinya, karena jika tidak, aku akan membawa kasus ini ke rana hukum"
Tubuh Freya langsung membeku mendengar itu. Tentunya dia tahu jika ucapan Arven ini bukan sebuah ancaman biasa. "Baik Tuan, saya akan mencoba menuruti keinginan anda itu. Tapi tolong jangan penjarakan saya"
Arven tersenyum penuh arti melihat wajha ketakutan Freya saat ini. "Jadilah pacar kontrak untukku dan segera tanda tangani kontraknya!"
Deg...
Bersambung
Tubuh Freya mematung mendengar itu, menjadi pacar dari Tuan Muda? Pria dingin yang di issukan sangat dingin dan arogan di kampusnya. Tapi tetap masih banyak para wanita yang mengidolakannya.
"Mak-maksud Tuan?"
Jujur Arven sangat ingin tertawa melihat bibir bergetar yang berbicara itu. Wajah Freya yang pucat malah terlihat lucu dan merasa menjadi sebuah hiburan tersendiri bagi Arven.
Mungkin selain jadi pacar kontrak, dia akan menjadi mainanku!
Freya hanya bisa duduk diam dengan tangan yang bergetar memegang kertas yang di lemparkan Arven barusan. Freya membaca setiap kata yang ada di kertas itu tanpa mau melewatkan satu kata pun agar dia faham. Namun setelah dia membaca semuanya, kini tangannya benar-benar bergetar setelah membacanya.
Tidak ada bantahan pada setiap yang di perintahkan atau di ucapkan oleh Tuan Muda, harus selalu siap siaga jika Tuan Muda tiba-tiba memanggil, harus bisa meyakinkan kedua orang tua Tuan Muda jika pacaran ini bukan hanya sebuah kontrak. Jika ada kesalahan yang dilakukan, maka harus menebusnya sesuai dengan keinginan Tuan Muda.
Freya menatap Hendrick yang duduk di depannya. Setelah melemparkan surat kontrak ini, Arven langsung berlalu ke kamarnya dan menyerahkan semuanya pada Hendrick, sang asisten setia.
"Berikan dia satu permintaan untuk keuntungan dia dalam kontrak kerjasama ini" ucap Arven sebelum dia berlalu.
Tangan Freya bergetar, kertas yang di pegangnya juga ikut bergetar. Wajah datar dan dingin Hendrick malah semakin membuatnya takut. Ini lebih mengerikan daripada Tuannya. Freya menundukan kembali wajahnya ketika Hendrick kembali menatapnya dengan serius.
"Katakan apa yang anda inginkan atas kontrak kerjasama ini. Bisa meminta yang menguntungkan anda dan yang berguna juga" ucap Hendrick dengan suara yang begitu datar
Satu permintaan ya? Padahal jin aja kasih tiga permintaan. Kenapa ini hanya satu. Aduh, Freya bukan saatnya untuk memikirkan tentang hal tidak penting seperti ini. Tangan kanannya menoyor pelan kepalanya sendiri atas apa yang dia pikirkan barusan. Freya yang sedang memikirkan hal apa yang ingin dia minta atas kerjasama ini. Sampai ingatannya tertuju pada beberapa hari yang lalu.
Freya yang baru saja keluar dari kelas, di beritahukan salah satu temannya jika dirinya di panggil ke ruangan Dosen. Sampai di ruangannya itu, Freya harus banyak menghela nafas yang berat karena beban hidupnya yang juga semakin berat saja.
Nunggak pembayaran ke kampus membuat Freya terancam tidak bisa menyelesaikan kuliahnya yang hanya tinggal beberapa langkah lagi untuk bisa lulus dan memperbaiki hidupnya setelah ini. Begitulah tujuan hidupnya saat ini. Tidak tahu akan ada kejadian seperti ini sekarang, membuat Freya harus berurusan dengan Tuan Muda pemilik kampus itu.
"Maaf Nona Freya, saya tidak punya banyak waktu hanya untuk menunggu jawaban anda!"
Freya mengerjap mendengar itu, dia menatap Hendrick yang terlihat sudah sangat jengah menunggu jawabannya yang malah melamun.
"Baik Tuan, saya minta untuk biaya kuliah saya dilunasi sampai saya selesai kuliah dan lulus sebagai sarjana" ucap Freya dengan penuh keyakinan.
Hendrick tersenyum tipis, bahkan hampir tidak terlihat senyumannya itu. "Baiklah kalau begitu tanda tangani kontrak ini"
Freya mengambil pena yang di sodorkan oleh Hedrick. Menaruh kertas di tangannya di atas meja, lalu dia mencoretkan tanda tangan di atas namanya sebagai pihak kedua ini.
Hendrick tersenyum puas melihat Freya yang sudah memberikan tanda tangan di surat kontrak itu. Berarti dia memang setuju dengan usulan dari Tuan Muda ini.
"Baiklah, selamat bekerja sama dengan Tuan Muda, Nona. Anda harus siap dalam keadaan apapun ketika Tuan Muda memanggilmu datang" ucap Hendrick sambil mengambil kertas yang sudah di tanda tangani oleh Freya, memasukannya ke dalam map coklat lalu menutupnya dengan rapat.
"Emm Tuan maaf, kira-kira berapa lama saya harus menjadi pacar kontrak Tuan Muda? Lalu saya harus bersikap seperti apa nanti?"
Freya benar-benar bingung, karena sama sekali tidak di jelaskan dalam surat kontrak itu apa saja yang harus Freya lakukan dan bagaimana Freya bersikap setelah menjadi pacar kontrak dari Arven itu.
"Tentang itu..." Hendrick menjeda sejenak ucapannya. Menatap Freya dengan lekat. "...Tuan Muda yang tentukan semuanya!"
Ucapan dengan penuh peringatan itu membuat bahu Freya langsung melemas. Dia memikirkan akan berapa lama dirinya terjerat dengan Arven.
Hendrick keluar dari Apartemen itu dengan membawa surat kontrak itu. Sementara Freya masih berada disana, dia menjatuhkan tubuhnya ke atas lantai. Kaki dan tangannya masih bergetar. Rasanya masih tidak menyangka jika dirinya akan menjalani kehidupan yang seperti ini ke depannya.
"Aaaa.. Aku bingung harus bahagia dan tertawa atau malah menangis sejadi-jadinya saat ini" teriak tertahan Freya pada dirinya sendiri.
Da berdiri dengan kakinya yang masih bergetar. Masih memikirkan apa yang akan terjadi suatu saat nanti setelah dia memutuskan untuk menjadi pacar kontrak dari Tuan Muda.
Freya berjalan tertatih ke arah pintu keluar, kakinya benar-benar bergetar. Berhadapan langsung dengan Hendrick dan juga Arven adalah hal yang tidak pernah dia sangka.
"Ah, sialan kenapa kau masih bergetar" Makinya pada kakinya dan tangannya yang tidak bisa membohongi jika dirinya sangat takut dengan Hendrick dan Arven. Akhirnya aku keluar juga. Freya mengelus dadanya dengan pelan setelah dia bisa keluar dari Apartemen itu.
"Hahaha"
Suara tawa menggema di ruangan Apartemen ini. Arven menjatuhkan tubuhnya di atas sofa, merasa lucu ketika dia melihat bagaimana Freya yang berjalan dengan kaki dan tangan yang bergetar. Sangat lucu di matanya.
Arven yang keluar kamar dan tidak sengaja melihat Freya yang terduduk di lantai dengan tangan dan kakinya yang gemetar. Sampai Arven hampir saja tidak bisa menahan tawanya ketika melihat Freya yang berjalan dengan kaki dan tangan yang bergetar. Sampai jalannya saja terlihat kesusahan.
Kakinya naik ke atas sandaran sofa, kedua tangannya menjadi bantalan. Menatap langit-langit kamar dengan sisa tawa, lagi-lagi bayangan Freya yang ketakutan hingga kakinya bergetar benar-benar terasa menjadi hiburan bagi Arven.
Benar, sepertinya aku akan mempunyai mainan baru yang menyenangkan. Gumamnya. Arven mengingat pertama kali pertemuan dirinya dan Freya, mungkin gadis itu tidak ingat. Namun Arven adalah sosok pria yang selalu mengingat hal yang cukup berkesan dalam hidupnya.
Kejadian lucu ketika Arven menjadi ketua BEM, dimana dia memeriksa semua junior yang baru masuk kuliah. Penampilan Freya waktu itu terlihat sangat lucu di matanya. Kelopak mata yang menggunakan eyshadow warna-warni, kaos kaki yang juga warna-warni dan rambutnya yang di kepang dua dengan topi kerucut yang terbuat dari karton. Penampilannya itu sangat lucu bagi Arven. Apalagi ketika dia membentaknya dan dia langsung bergetar, bahkan matanya sudah berkaca-kaca menahan tangis. Hal yang tidak bisa Arven lupakan sampai saat ini.
Sekarang barbie lucu itu akan menjadi milikku. Haha..
#########
Freya sampai ke rumah dengan wajah yang lelah dan tubuhnya yang berjalan gontai. Bibi yang sedang masak di dapur langsung menghampirinya.
"Bantu Bibi masak sana, malah diam saja. Kau ini pulang hanya tinggal makan apa" ucap Bibi
Freya memejamkan matanya, merasa sangat lelah dengan kehidupan yang dia jalani. Mau membantah juga tidak bisa, karena dia sadar jika dirinya hanya menumpang di rumah ini. Masih di terima untuk tinggal di rumah ini saja sudah beruntung sejak Ayahnya meninggal dengan meninggalkan banyak hutang dan Ibunya yang pergi bersama pria kaya.
Akhirnya Freya berdiri dan menyeret langkah kakinya ke arah dapur. Mengambil alih pekerjaan Bibi yang sedang memasak. Menghela nafas pelan ketika melihat wastafell yang sudah penuh dengan cucian piring kotor.
Semangat Freya.
Bersambung
Arven menghembuskan nafas kesal ketika suara dering ponselnya mengganggu dirinya yang sedang mencoba menikmati hari weekend nya ini. Arven meraih benda pipih itu yang sengaja dia letakan di atas meja.
Papa?
Ck. Arven berdecak kesal. Apalagi yang diinginkan pria tua itu?
"Hallo Pa, ada apa?"
"Kau dimana Arven Widianto? Peresmian mal akan segera di mulai. Kenapa kau belum juga datang, cepat datang kesini"
"Tapi Pa, aku sedang..."
"Cepat Arven, ini semua adalah kerja kerasmu dan kau harus ada disini saat ini"
Arven hanya menghela nafas pelan, menyimpan kembali ponselnya di atas meja di depannya. Arven menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Merasa malas sekali untuk menghadiri peresmian Grand Plaza mal itu. Hari weekend harusnya menjadi waktu untuk dirinya bersantai.
"Ah, aku harus bawa gadis itu agar bisa membawanya ke acara ini"
Arven langsung mengambil kembali ponselnya dan menghubungi Asistennya. Meminta dia untuk menghubungi Freya untuk menemaninya ke acara peresmian ini.
"Kau bawa dia ke butik dan salon, rubah penampilannya semenarik mungkin. Berikan juga penjelasan apa saja yang harus dia lakukan di acara nanti" ucap Arven yang langsung menutup sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban dari Hendrick. Namun Asistennya itu sudah terbiasa dengan sikap bos nya ini.
Hendrick langsung melakukan apa yang di tugaskan oleh Tuannya. Freya yang mendapat telepon dari Hendrick dan meminta dia untuk bersiap langsung terkejut dan juga bingung. Sekarang Freya sedang berada di dalam mobil Hendrick itu. Suasana yang sangat tegang benar-benar membuat Freya semakin merasa tegang saja.
Sesekali Freya melirik ke arah Hendrick dan ingin bertanya kemana dia ingin membawanya. Namun melihat wajah dingin dan datar pria itu malah membuat Freya mengurungkan niatnya karena dia takut sendiri dengan itu.
Aduh, sebenarnya aku mau dibawa kemana ini? Aaa.. Aku takut sekali sekarang, bagaimana kalau aku tidak bisa berperan dengan sesuai keinginan Tuan Muda. Pastinya aku akan diminta ganti rugi.
Freya yang sedang bingung dengan keadaannya saat ini. Bahkan dia juga bingung harus melakukan apa saat nanti bertemu dengan Tuan Muda. Freya takut jika dirinya tidak bisa berakting dengan benar. Ayo Frey, kamu pasti bisa.
Sampai mobil berhenti di sebuah butik dan Freya turun dari mobil itu. Dia menatap sebuah butik itu dengan tatapan yang bingung. Lalu dia menatap dirinya sediri. Baru sadar jika tidak mungkin juga dia bertemu dengan Tuan Muda dengan pakaian seperti ini.
Tapi ini 'kan hanya bertemu dengannya saja, kenapa juga harus berpenampilan begitu rapi. Kemarin saja pas tanda tangan kontrak, aku juga berpenampilan biasa saja seperti ini.
Freya yang kebingungan sendiri dengan penampilannya yang mungkin memang harus di rubah. Dia menatap pada Hendrick yang tidak menjelaskan apapun padanya. Saat dia menelepon tadi hanya menyuruhnya untuk bersiap karena akan pergi bersama dengan Tuan Muda.
"Kau harus berpenampilan cantik dan menarik. Nanti disana jika ada yang bertanya siapa kamu dan dari keluarga mana. Maka kau jawab jika kau adalah sepupuku, kau dari keluarga Bramantyo. Anak dari Feny Bramantyo. Dia adalah bibiku yang berada di luar negara. Jadi kau jangan sampai membuat kesalahan, karena Tuan Muda tidak pernah mentoleransi kesalahan dalam bentuk apapun" jelas Hendrick sambil berjalan masuk ke dalam butik itu.
Freya benar-benar terkejut mendengar itu. Tentu saja dia belum bisa menyiapkan dirinya untuk hal seperti ini. Dia gila ya, aku belum siap dengan hal ini. Bagaimana kalau aku membuat kesalahan nanti. Terus apa tadi katanya, aku harus mengaku jadi sepupunya. Ya Tuhan, siapa juga yang mau jadi sepupu orang seperti dia. Freya benar-benar mengumpat dalam hati. Dia bingung sendiri harus melakukan apa. Dia tidak mungkin menolak.
Hendrick meminta pelayan butik dan salon ini untuk mencarikan Freya gaun yang cocok dan juga untuk meriasnya agar terlihat berbeda.
Dan Freya hanya bisa menurut tanpa bisa berbuat apapun. Jelasnya dia tidak berani membantah juga. Membiarkan dua wanita cantik itu merias wajahnya. Freya yang jarang sekali berias, membuat dia sedikit tidak nyaman saat alat-alat makeup itu menyapu wajahnya. Bahkan beberapa kali dia bersin-bersin.
Dan setelah setengah jam lamanya, Freya sudah selesai di mekeover dengan begitu cantik. Hendrick langsung membawanya ke Apartemen Arven. Freya hanya duduk diam dengan merasa tidak nyaman. Bibirnya yang tiba-tiba terasa tebal.Belum lagi bajunya yang tanpa lengan itu membuat Freya merasa hembusan angin semakin terasa.
Aku memang benar-benar tidak seperti wanita lainnya ya. Bahkan aku merasa tidak nyaman memakai pakaian seperti ini. Freya jadi ingin tertawa sendiri dengan apa yang di pikirkannya. Memang selama ini dirinya hampir tidak pernah memikirkan tentang penampilan.
Karena yang dia pikirkan hanya tentang bagaimana dia bisa menyelesaikan kuliah dan mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Memberikan sesuatu hal yang berguna dan bermanfaat untuk Bibinya. Karena meski Bibi terlihat sangat ketus dan tidak terlalu suka dengan Freya. Namun tetap saja karena hanya dia yang mau menampung Freya selama ini.
"Ingat kamu adalah sepupuku dan anak dari Feny Bramantyo dan Dewin" ucap Hendrick sekali lagi, dia harus memastikan jika Freya tidak akan mengecewakan Tuannya.
"Baik Tuan" jawab Freya dengan mengangguk pelan.
Feny Bramantyo dan Zian. Ya, aku harus mengingat dua nama itu agar tidak salah berucap nanti. Freya sedang mencoba menyiapkan diri untuk bisa lebih siap menghadapi pertemuan dengan orang tua Tuan Muda. Pokoknya aku jangan sampai membuat Tuan Muda malu.
"Jika ada hal yang di tanyakan mereka dan kau tidak bisa menjawabnya, diam saja dan cukup tersenyum. Jangan sampai membuat jawaban sendiri dan malah salah" ucap Hendrick lagi.
Freya hanya mengangguk, dia juga tidak mungkin asal menjawab nanti. Sampai di depan gedung Apartemen, Hendrick langsung menghubungi Arven untuk segera turun. Dan beberapa saat kemudian Arven turun dan dia sudah terlihat rapi dan tampan dengan jas mahal yang membalut tubuhnya.
Ketika Hendrick membukakan pintu belakang, Arven langsung menatap Freya yang sedang duduk di kursi depan dan tidak berniat pindah. Hendrick cukup teledor dalam hal ini. Tahu jika Arven paling tidak suka jika apa yang sudah dia klaim sebagai miliknya harus di ganggu orang lain atau disentuh orang lain.
"Apa ini? Heh kau, apa kau masih ingin duduk di depan sementara pacarmu duduk di belakang!" ucap Arven dengan penuh penekanan.
Freya sedikit terkejut dengan ucapan Arven itu. Dia segera keluar dan membawa dompet mahalnya yang tadi di beli di butik. Sebuah dompet genggam dengan merek tertentu. Segera Freya pindah dan duduk di samping Arven.
"Jangan membuatku kesal, karena nanti kau juga yang akan mendapatkan akibatnya" ucap Arven dengan penuh penekanan.
Ferya hanya mengangguk, tangannya sedikit bergetar. Tadi apa dia bilang, pacarmu? Ya ampun, kenapa aku malah ingin tertawa mendengar itu. Jelas ak ini hanya sebagai pacar kontrak saja.Kalau pun bukan karena aku salah sudah menabrak mobilnya, aku juga tidak akan mau menjadi pacar kontrak pria seperti Tuan Muda ini.
"Kau sudah dengar semuanya dari Hendrick 'kan. Sekarang waktunya untuk kau menjalankan tugas" ucap Arven.
"I-iya Tuan"
Bugh..
Freya terlonjak kaget ketika kaki Arven yang menendang kursi di depannya. Apa? Apa yang salah? Aku tidak salah menjawab 'kan? Kenapa dia marah? Freya yang bingung sendiri dengan sikap Arven ini.
"Nona, anda dan Tuan Muda adalah sepasang kekasih. Jadi sebaiknya anda memanggil Tuan Muda dengan sebutan Sayang" ucap Hendrick.
Apa? Kenapa harus seperti ini. Aaa.. Aku tidak mau memanggilnya seperti itu.
"Baik Tuan"
Meski hatinya menolak, tetap saja dia tidak berani membantah.
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!