Di sebuah toilet Bar.
Sunny, begitu ia di sapa. Sedang merapihkan riasannya, dan menambahkan parfum beraroma sexy dan menggoda.
Setelah merasa penampilannya sempurna, Sunny keluar dari dalam toilet tersebut.
Dentuman irama Dj, lampu kerlap kerlip, bau semerbak alkohol dan hilir mudik lelaki hidung belang pencari mangsa dan perempuan sesama pemain seperti dirinya seakan menjadi nafas hangat buat Sunny di setiap malamnya, namun Sunny tak heran lagi.
Lebih dari lima tahun ia bergelut di tempat yang bagi sebagian orang hina tapi buat sebagian yang lain tempat paling menyenangkan ini.
Tak heran bila Sunny, terbiasa dengan godaan dan tawaran dari lelaki lelaki yang datang.
Namun bagi Sunny, semua itu bukalah perkara besar sebab dirinya memang sudah sangat akrab dan namanya pun sudah terkenal di kalangan lelaki pecinta kehangatan kedua, maka tak heran bila saat berjalan pun banyak lelaki yang menawarkan harga pada dirinya.
"Hai. Sunny" sapa seorang lelaki sambil mengasongkan sebuah kartu berwarna hijau menghadang langkahnya "Hotel A" tawar si lelaki.
Sunny mengambilnya dengan pertimbangan, kartu berwarna hijau Sunny seakan dapat menebak berapa isinya.
Sunny kemudian melanjutkan langkahnya, menandakan Sunny menolak tawaran tersebut.
Kemudian lelaki kedua menghadang, "Hotel B. Kelas A. 100 juta" ucapnya. Sunny pun masih melewatinya.
Mereka adalah lelaki langganan Sunny, mereka rela kembali memakai jasa Sunny sebab servicenya memang nggak main main, namun Sunny hanya akan pergi bersama klien yang memberinya tawaran tertinggi di malam tersebut.
Lalu berapa harga yang harus di tawarkan untuk mendapatkan Sunny?.
Harga yang fantastis pastinya, tetapi semua itu sangat sepadan dengan tubuhnya yang sexy molek menggoda di tambah service yang akan di pelanggannya dapatkan full semalaman
"Halo, Om Louzi." Ucap Aliliana dengan nada manja, sambil mendudukkan bokongnya di kursi.
"Sunny sayang, apa malam ini ada yang menawarkan harga tinggi kepadamu?" Tanyanya, nakal.
"Uummhh, ini masih pagi (Jam 9-12 malam) Om. Pelanggan tetap ku belum datang semua, tetapi kalau Om bisa memberi kan harga tinggi, Om pasti akan langsung jadi pemenangnya" suara manja Sunny selalu berhasil membuat Kliennya kebobolan, soal harga mereka tak terkendali lagi.
"Katakan! Berapa harga tertinggi yang mereka tawarkan?" Lelaki yang Sunny panggil Louzi tersebut masih berharap penawaran yang akan ia berikan adalah penawaran paling tinggi.
Sesaat Sunny melihat layar handphonenya, karena beberapa saat yang lalu ada beberapa pelanggan yang menanyakan harga serupa lewat chat aktip.
"Mm sampai saat ini, baru di tiga digit sih om" jawab Sunny dengan nada bicara yang mendayu.
Tiga digit (Tiga ratus juta).
"Sayang, bisakah malam ini datang ke Penthouse ku?. Aku bayar dua kali lipat dari penawaran itu" Louzi memutuskan.
"Huuhhh" Sunny, menghela "Apa ini tidak terlalu pagi?. Aku takut nanti bakal datang penawaran lebih dari yang Om tawarkan" berkata sambil memainkan rambutnya, gaya nakal seperti biasa.
"Bakal Om beli penawaran itu,"
"Benarkah?" Mata Sunny berbinar. "Apa Om tidak akan menyesal mengeluarkan sebanyak itu?"
"Datanglah segera Sayang. Harga itu sepadan dengan tubuh mu yang Indah. Malam ini buat aku terjaga sepanjang malam"
"Tugas mudah Om Louzi. Masih ingat Syaratnya 'kan?" Kata Sunny kemudian.
"Tentu sayang, dengar!. Penthouse ini cuma kamu yang tau, kamu pasti aman"
"Tunggu aku di sana, Om Louzi" pungkas Sunny sambil melepaskan ciuman.
"Aku sudah mempersiapkan semuanya, sayang. Datanglah segera" Louzi tampak tidak sabar.
Setelah mendapatkan harga pas, Sunny pun berangkat menuju tempat yang sudah ia dan Kliennya Dil kan.
..
..
"Sayang" Louzi langsung menyambut di pintu masuk.
Sunny pun tertawa kecil melihat Louzi tampak tidak sabar menginginkan tubuhnya.
"Om. Apa Om selalu bersemangat seperti ini?." Tanya Sunny sambil melangkahkan jarinya di dada Louzi, trik menggoda "Kalau tau seperti ini?. Kenapa tidak datang tiap malam saja?" Kata Sunny dengan suara lemah gemulai menggoda.
"Sayang, waktu ku tidak sebanyak itu" jawab Louzi.
"Baiklah, Om kesayangan ku. Itu lebih bagus, agar aku bisa menambahkan rindu di pertemuan kita" goda Sunny.
"Aku semakin bersemangat" ucap Louzi dengan nafas memburu.
Pertempuran pembuka pun di mulai.
Hanya berselang sepuluh menit, semuanya sudah berakhir, ini hanya sebagai menu pembuka, tidak heran bila hanya berkisar beberapa menit saja, setelahnya Sunny harus siap menerima gempuran kedua ketiga bahkan tak jarang sampai enam kali.
Mereka akan menghabiskan waktu semalaman, maka tidak heran bila pertempuran itu bisa berulang sampai beberapa kali.
"Ting.."
Bunyi gelas beradu.
"Sunny," Louzi menepuk pahanya. Tanpa harus mengeluarkan kalimat, Sunny langsung naik ke pangkuan Louzi, menenggak minuman berwarna merah kehitaman di pangkuan lelaki tersebut.
"Malam ini, kau menghadiahi ku dengan hidangan sempurna, Om." Kata Sunny sambil membenturkan gelasnya dengan gelas milik Louzi.
"Bukankah sangat menyenangkan mendapat partner royal sepertiku, Sunny?"
Sunny tertawa manja, seluruh tenaga dan raganya benar benar ia pergunakan untuk menggoda Louzi "Meski pelanggan ku melakukan hal yang sama, tapi yang kau berikan tiada banding, Om" Sunny mendaratkan kecupan kecil di ujung bibir Louzi.
Meski pun menghabiskan malam dengan lelaki yang usianya terpaut berpuluh tahun dengannya bukanlah hal yang mudah, tetapi Sunny selalu akan berusaha maksimal menuntaskan pekerjaannya, mencoba menikmati apapun yang akan ia lewati malam itu adalah hal yang paling baik buat dirinya.
"Sunny, Sayang" Louzi mulai menyentuhnya kembali. "Andai aku bisa mengikatmu seperti kuda betina ku, maka akan aku lakukan. Tapi kau terlalu istimewa dan berharga, aku tidak ingin mengekang mu. Tapi, kapan pun aku datang kau harus siap menjadi tunggangan ku"
Kata kata ini sering Sunny dengar, baik pujian atau hinaan. Namun Sunny mencoba tuli dan menganggap semua ucapan yang di lontarkan kliennya berupa semilir angin belaka, yang terpenting mereka bisa memberikan uang banyak untuk menopang kehidupannya, selebihnya Sunny tidak mau peduli.
"Kalau begitu, ikat aku!. Aku adalah kuda Mas mu Om, malam ini kau bisa berpacu dengan ku sesuka hatimu"
"Dasar wanita nakal. Pandai sekali kau membuat gairah ku hidup kembali"
.
.
Lima belas menit berselang, Louzi turun dari tubuh Sunny.
Kamar tidur yang rapih kini telah berantakan, Sunny tidak bisa menebak entah akan berapa kali Louzi menungganginya. Demi bayaran mahal Sunny akan menerima perlakuan itu.
Setelah permainan kedua, Louzi menyiapkan hidangan istimewa buat Sunny, hidangan tersebut, mungkin akan jarang bisa di nikmati banyak orang saking mahalnya.
"Sunny, bisakah kau tidak menggunakan apa apa?. Makan malam ku akan semakin berselera bila sambil menikmati keindahan tubuhmu"
Permintaan yang sangat konyol tetapi, mau tak mau Sunny harus setuju demi penawaran 600 juta, untuk semalam.
"Baiklah, ini akan lebih mudah dan menyenangkan buat ku, pakaian itu! Aku tidak perlu membukanya lagi nanti" kata Sunny.
"Kau memang wanita pengertian, Sayang" kata Louzi sambil mencolek dagu Sunny.
..
Di tempat berbeda.
"Kamu tidak perlu mengatakan itu di hadapan orang banyak" ucap seorang lelaki bertubuh tinggi, tegap, rupawan dengan lesung pipit tipis di kedua pipinya di tambah hidungnya yang mancung tajam, sambil membuka kancing di lengannya, dia adalah Azazil Direktur sebuah perusahaan raksasa di kota tersebut.
Melihat dari pakaian yang ia gunakan, tampak nya ia baru kembali dari sebuah acara bergengsi.
"Semua orang menganggap aku sempurna" sahut seorang perempuan bertubuh tinggi, gaun mewah membuat tubuhnya terlihat anggun dan sexy, dia adalah Lyana istri sah Azazil. "Aku tidak ingin kekurangan ku mengubah sudut pandang orang lain terhadap ku!" dengan Entengnya Lyana berkata demikian.
"Tapi, kau tidak seharusnya mengatakan kalau aku impoten!." Geram Azazil dengan gigi gemerutuk menahan amarah.
"Sudahlah, Zil. Lagi pula itu bukanlah hal besar" sahut Lyana ketika membuka aksesoris dari tubuhnya "Kau selalu memperbesar masalah. Dengar! Malam ini aku lelah, aku tidak ingin ribut dengan mu"
"Dengar Lyana!" Azazil menarik pergelangan Lyana dengan sedikit kasar. Tampaknya kesabaran Azazil memang sudah terkuras banyak, namun sebenarnya apa yang membuat Azazil semarah itu?. "Selama ini, sebagai istri kau sudah banyak menginjak injak harga diri ku. Aku juga banyak memaklumi mu, tapi malam ini kau benar benar kelewatan!. Harusnya kau sadar! Bukan aku yang bermasalah tapi kau! Kau yang tak bisa memberikan aku keturunan"
"Zil. Kau menyakiti ku" rintih Lyana.
"Akan aku tunjukkan pada mu bahwa aku bisa memiliki seorang anak!"
"Tapi aku tidak akan memberikan itu!" Sela Lyana.
"Jika bukan kau, maka akan aku cari orang lain yang lebih pantas" menepis kasar tangan Lyana. Selepas itu Azazil pergi dari kamarnya, dengan Emosi yang membara.
.
Kemarahan Azazil sebenarnya berawal dari masalah sepele, malam ini di sebuah acara tempat dimana menjadi wadah berkumpulnya orang orang yang Azazil segani, mulai dari kolega, klien dan rekan rekan bisnisnya Lyana mencetuskan sebuah lelucon yang menurut Azazil tidak pantas.
Lyana berkata, "Sampai kapan?." Orang orang di sana sedang membahas soal keturunan yang tidak juga di miliki oleh Azazil dan Lyana di usia pernikahan yang menginjak enam tahun. "Ini menjadi tidak mudah karena Suamiku yang mandul. Kalian" Lyana menunjuk Pasangan dari kolega dan semua orang yang melingkar di meja bundar tersebut "Mana mengerti susahnya membangunkan burung mati? (impoten). Jadi sekeras apa pun usaha ku, kalau dianya tidak bertenaga ya percuma saja" ujaran itu di akhiri dengan tawa yang menyinggung perasaan Azazil.
Ucapan Lyana tersebut menjadi lelucon di sepanjang acara, Azazil tidak bisa berbuat banyak selain berpura pura terhibur dengan lelucon tersebut.
Padahal kenyataannya yang bermasalah adalah Lyana.
Obsesinya dengan tubuh ramping dan sexy telah membuatnya buta dan rela melakukan banyak metode penurunan berat badan, dari mulai obat herbal, pergi ke Dokter dan banyak lagi yang lainnya, Lyana akan menjadi stres bila berat badannya naik setengah kilo saja, dia akan langsung meminum banyak obat yang ternyata lambat laun mempengaruhi sistem reproduksinya.
Hingga kemudian Lyana di diagnosa tidak akan bisa memiliki keturunan atau dalam kata lain mengalami monopouse dini.
Setelah mendiagnosa monopouse dini, Dokter mengatakan kalau Lyana tidak akan mendapat metode apapun yang bisa menyembuhkan dirinya. Dalam arti monopouse itu permanen.
Hal itu dapat di lihat dari hilangnya masa Mens Lyana dalam kurun dua tahun ini.
"Zil" panggil Lyana, Azazil yang terlanjur marah tak memperdulikan teriakan Lyana. Lyana pun tak banyak mengikuti Azazil.
Dalam pernikahan mereka memang kerap mengalami kerenggangan, Azazil yang memiliki jiwa bebas tampaknya tidak cocok menikah dengan Lyana, perempuan yang hidupnya selalu di penuhi dengan obsesi.
Tak jarang Lyana memaksakan sesuatu yang tidak di setujui atau bahkan tidak di sukai Azazil.
Hal itu lah dan perpedaan pendapat yang kerap terjadi membuat pernikahan mereka sering goyah.
.
Azazil yang marah lalu mendatangi sebuah club malam.
Tempat Ini menjadi jarang Azazil datangi setelah ia menjabat sebagai Direktur dan setelah ia menikah dengan Lyana.
Dentuman musik menyambut Azazil. Senyap di luar berganti dentuman dan keramaian di dalam Bar.
Azazil berkeliling untuk melihat sesuatu yang menarik, namun tidak ada yang menarik perhatiannya malam ini.
"Hei bro" seorang bartender sekaligus pengelola Bar menyapa.
"Hei. Zo" Azazil pun menyapa.
"Sudah lama sekali kemana saja?. Uuh gaya Direktur memang selalu beda" guyonnya, menggandeng pundak Azazil kemudian membawanya ke kursi untuk berbincang.
Zo dan Zil memang cukup akrab.
Zo adalah teman sebangku Zil semasa di SMA lalu setelah bergerak memiliki perusahaan masing masing Zil sering mengunjungi Zo dengan menjadi pelanggannya Vvip Zo.
"Gue fikir lu sudah lupa dengan tempat tempat seperti ini, Zil" ucap Zo.
"Selama gue masih manusia dan lu pemilik Bar_nya, sepertinya gue nggak bakal bisa lupain tempat ini" ucap Zil di akhiri tawa renyah.
"Baguslah, gue fikir gue sudah kehilangan satu pelanggan Vvip gue" Zo pun tertawa.
"Ngomong-ngomong. Mana yang paling menarik?" Zil melempar semua pengunjung dengan ekor matanya. Memindai perempuan cantik di tempat itu.
"Yang paling menarik sangat banyak. Tunggu.." Zo menyunggingkan senyum, "Bukannya lu udah punya Bini?. Kenapa nggak minta sama Bini lu?" Gurah Zo.
Zil menghela jengah, "Gue butuh seseorang yang bisa ngandung anak gue Zo."
Zo terkejut serta heran "Maksud, lo?"
"Sudahlah, lain kali saja gue cerita. Yang terpenting sekarang, cariin dulu yang body paras dan otaknya seimbang"
"Hahahah" Zo tertawa lucu mendengar syarat dari Zil. "Gue nggak tau speak macam mana yang cocok dengan selera lu, tapi gue punya satu primadona, yang servicenya cukup" Zo mengangkat dua jempolnya "Jos"
"Gue nggak butuh itu, yang penting dia mau setuju dengan syarat gue. Maka dialah pemenangnya"
"Ok" Zo setuju, "Deal. Ini kartu nama dia, temui dia besok di tempat ini. Ingat! Datanglah lebih awal sebelum pelanggan lain menjemputnya"
Zil mengangkat sudut bibirnya "Ok. Gue mau lihat sebagus mana selera lu"
Zo tersenyum kecil saat Zil meremehkan seleranya "Buat malam ini, apa masih ingin memilih satu ikan hias?"
Zil meneliti sekitar, "Tampak tidak ada yang menarik"
"Selera mu yang terlalu tinggi, Zil" sindir Zo sambil menuangkan minuman buat Zil.
"Sunny" gumam Azazil sambil memutar-mutar kartu nama yang sebelumnya di berikan oleh Zo. Tampaknya Azazil penasaran dengan perempuan bernama Sunny ini.
.
.
"Ini." Louzi memberikan sebuah kartu hitam kepada Sunny, Sunny yang sedang berkemas pun menghampiri ke tepi ranjang, untuk mendatangi Louzi yang masih berbaring di sana.
Waktu sudah menunjukan pukul lima pagi, itu artinya malam panjang itu sudah berakhir, Sunny harus meninggalkan kliennya.
Louzi sudah bersiap untuk tidur, "Jangan terkejut dengan isinya" ucap Louzi dengan suara lelah, hampir tertidur.
"Senang bekerja sama dengan, mu Om" Sunny menyeringaikan senyum senang, tangannya hampir menyentuh kartu yang di asongkan Louzi, tetapi Louzi menarik kembali kartunya.
"Berikan aku kecupan terakhir" pinta Louzi.
Tanpa adanya paksaan kecupan itu mendarat di bibir Louzi.
Setelah mendapatkan keinginannya, Louzi menyerahkan kartu tersebut kemudian berkata "10juta sisanya, pakailah untuk perawatan. Ingat! Minggu depan kita akan bertemu lagi"
Sunny menarik kartu tersebut dari tangan Louzi, "Kau akan mendapatkan apa yang kau mau, Om" setelah itu Sunny pun pergi.
Kerja sama yang lancar, Sunny tersenyum tipis setelah mengecek Black Card yang di berikan Louzi.
Lelaki Tua itu benar benar melebihkan bayaran atas diri Sunny.
"Dari mana saja kau semalaman, Zil" pagi pagi sekali Lyana datang ke kantor perusahaan Azazil dengan serbuan pertanyaan yang selalu membuat telinga Azazil terasa terbakar.
Setiap hari Azazil berharap pagi harinya mendapat aroma oksigen yang sejuk dan tenang, supaya dia bisa mengawali hari dengan penuh semangat.
Sayangnya ketenangan itu sudah sirna sejak dua tahun yang lalu.
Dua tahun yang lalu.
"Sayang" Azazil berbisik pelan sambil mendekap tubuh polos Lyana, mereka berdua baru saja mengakhiri permainan.
"Mm" Lyana menyahut dengan gumaman.
"Akhir akhir ini aku sering memimpikan menggendong seorang anak kecil yang lucu, dia tertawa saat bermain bersama ku. mimpi itu serasa sangat nyata, apa mungkin aku sangat menginginkan seorang putra?"
"Zil." Tiba tiba raut Lyana berubah tidak senang. "Tidak bisakah kau membuatku tentram sebentar saja?. Berhentilah membahas bayi, anak di depan ku" Lyana bangkit dari tempat tidurnya. Wajah nya pun kini tidak seramah sebelumnya.
"Lyana. Apa salahnya? Aku hanya bercerita, kenapa kamu harus tersinggung?"
"Kau tidak sedang bercerita, kau sedang mengatakan keinginan mu, Zil. Sudah berapa kali aku bilang, aku belum siap!" Pekik Lyana sambil turun dari tempat tidur, sebelum turun Lyana terlebih dulu merapihkan pakaiannya.
Azazil pun turut bangkit kemudian bersandar.
Lyana membuka laci, kemudian mengambil beberapa obat yang rutin ia konsumsi.
"Lyana, tolong berhenti mengkonsumsi obat itu!" Titah Azazil.
Lyana menanggapi permintaan tersebut dengan memutar bola matanya, bukannya mengikuti perintah Azazil Lyana malah terlihat kesal terhadap perintah itu.
Azazil menghela, dia merasa kehabisan akal untuk mendapatkan cara agar Lyana mau menuruti permintaan dirinya juga saran dari Dokter spesialis kandungan.
"Berhentilah mengaturku, Zil!. Apa kau tidak ingin aku terlihat cantik" Lyana menenggak obat tersebut seperti biasa.
"Lyana, kau ini istriku. Sedikit banyak aku berhak atas dirimu."
"Apa kau ingin mengatakan 'aku tidak peduli dengan penampilan ku?' " Lyana memotong dengan sindiran.
"Lyana. Obat itu berbahaya buat kesehatan mu, Dokter pun sudah mengatakan itu!" Azazil bangkit duduk.
"Kau tidak akan paham bagai mana senangnya aku ketika teman-teman memuji penampilan ku, kau seharusnya bangga juga memiliki istri secantik dan se sexy aku. Teman teman mu pun banyak yang memuji penampilan ku, cuma kau yang terlihat tidak senang" Lyana duduk di kursi depan meja rias.
"Lyana, aku bukannya tidak senang, tapi obsesi mu dengan penampilan, membuatku tak habis fikir." Azazil ikut turun dari tempat tidur "Lihat!" azazil mengambil semua kotak obat pelangsing tubuh, pengencang, pencerah, segala hal yang berkaitan dengan perawatan tubuh yang harus Lyana konsumsi secara rutin. "Apa ini masuk akal?. Berapa banyak yang harus kau konsumsi?. Ini semua berbahaya! Kau harus hamil, Ly. Kau harus menjaga kesuburan rahim mu, jangan jangan" Azazil mengambil kotak obat lain "Kau tidak meminumnya lagi, Ly?" Azazil murka saat melihat kotak obat yang ia beli masih utuh, hampir tidak ada yang di sentuh.
"Zil. Aku sudah mencari tau, obat itu hanya akan membuat ku bertambah gemuk!" Lyana keberatan.
"Tapi ini bisa meminimalisir efek semua obat itu!" Azazil menunjuk obat obatan yang sering di konsumsi Lyana. "Ini bisa membuat rahim mu tetap subur!" Azazil mulai meninggikan suara.
"Sudahlah, Zil. Aku malas berdebat dengan kamu!" Lyana melenggang dari hadapan Azazil.
"Lyana!."
"Bisakah kau berhenti ikut campur?!" Tiba tiba Lyana menjadi murka? "Ini tubuhku, aku berhak melakukan apapun dengan tubuhku ini, aku ingin ini, aku melakukan itu?. Apa salahnya?. Pokoknya aku tidak akan mengkonsumsi obat obatan mu itu! Aku suka dengan tubuh ku, aku bangga dan aku bahagia!. Jadi berhentilah membahas anak dengan ku! Aku muak!"
"Kalau begitu, kau harus setuju kalau suatu saat aku memiliki anak dari perempuan lain?!" Azazil pun turut meninggikan suaranya.
"Anak, anak, anak!" Lyana melemparkan gelas ke hadapan Azazil sehingga pecah terburai sebagian ada yang menggores kaki Azazil sehingga melelehkan darah dari kulitnya.
"Aku muak! Setiap hari, setiap malam, setiap menit kau hanya membahas itu?. Apa kau benar benar tidak punya pekerjaan lain?"
Merasa pertengkaran semakin memanas Azazil memutuskan untuk pergi dari kamarnya.
Satu minggu kemudian.
Efek pertengkaran malam itu masih belum usai. Azazil mau pun Lyana masih tidak ada yang mau membuka suara, hubungan mereka masih dingin mencekam seperti kuburan di malam jum'at keliwon.
Hingga akhirnya Azazil menemukan pembalut Lyana yang masih utuh.
"Lyana, kapan terakhir kau datang bulan?" Tanya Azazil sambil memperhatikan pembalut yang seharusnya sudah mulai terpakai.
Lyana yang sedang bersolek pun menyahut, "Aku lupa" terus memoles wajah secantik yang ia mau.
Azazil terpaku menatap pembalut beberapa saat.
Perasaan takut pun mulai muncul di hati Azazil, jika Lyana tidak datang bulan makan prediksi Dokter waktu itu benar benar terjadi hari ini.
Berbeda dengan Azazil, Lyana malah terkesan santai tanpa kekhawatiran apapun.
"Lyana, ikut aku sekarang" Azazil menarik tangan Lyana, meskipun Lyana ber_rontak ingin terlepas tetapi Azazil tidak melepaskan cengkraman nya.
Azazil tidak peduli dengan teriakan Lyana, karena yang terpenting sekarang Lyana harus mengecek kandungannya.
Azazil yakin, Lyana telat datang bulan bukan karena hamil melainkan sistem reproduksinya yang menurun.
Azazil menunggu hasil pemeriksaan dengan tidak tenang, dia sangat takut Lyana benar benar akan kehilangan kesuburannya.
Tiga jam kemudian.
Setelah berbagai pemeriksaan itu akhirnya Azazil di panggil, dan Dokter pun mulai menjelaskan tentang fungsi rahim Lyana yang menurun drastis.
Yang paling mengejutkan, Dokter mengatakan kalau semua bakal sel telur yang di miliki Lyana sudah mati, bahkan dinding rahim dan bagian rahim lainnya sudah mulai menyusut, itu tandanya Lyana benar benar mengalami Monofouse dini secara permanen.
Azazil tak bisa lagi berkata-kata, semua amarah dan kalimat yang ingin di ucapkan tercekat di kerongkongan. Kemarahan atau kekecewaan yang di rasakannya pun tak akan ada gunanya lagi. Peringatan juga ajakan pengobatan pernah ia sampaikan kepada Lyana sayangnya Lyana tidak mau mendengarkan, dia tetap pada obsesinya memiliki tubuh sexy yang sempurna.
Sejak saat itu sikap Azazil berubah drastis, tidak lagi sehangat dulu kepada Lyana.
Sayangnya meskipun Azazil berubah sikap Lyana seakan tidak perduli, dia pun tak terlihat menyesal meski sudah kehilangan kesuburan rahimnya, sikap itu pula lah yang membuat Azazil tidak paham dengan pola fikir Lyana.
Semakin hari Azazil merasa ke hiupan dirinya dan Lyana tak sejalan hal itulah yang membuat pasangan ini semakin sering bertengkar.
.
"Halo" Sunny mengeluarkan suaranya, "Zo. Aku sedang tidak menerima pelanggan" ucap Sunny langsung.
Sore ini setelah melakukan berbagai pengecekan kesehatan rutin dan perawatan tubuh terutama **** *****, Sunny berniat beristirahat dan untuk malam ini ber_rencana menolak tamu yang datang.
Tetapi tiba tiba Zo menghubungi.
Malam hari kemudian.
Dengan pakaian super rapih dan Sexy, Sunny mendatangi Zo.
Seperti biasa, ia akan duduk di banku tepat didepan meja Bartender.
"Mana orang yang ingin kau kenalkan?" Tanya Sunny, tampak tak ingin buang buang waktu.
Zo sekilas melihat pergelangan tangannya, "Sebentar lagi"
"Kau menyuruhku menunggu, Zo?. Ahhh buang buang waktu saja" Sunny tampak kesal.
"Cuma beberapa menit." Jawab Zo.
"Bisakah lain kali kau i tidak mengganggu waktu berharga ku?"
Zo tertawa kecil melihat sikap Sunny yang terlihat sedang malas bekerja "Tampaknya ada yang mendapat bayaran besar, nih" gurau Zo.
Hal itu pasti tidak akan di ragukan lagi, sudah menjadi kebiasaan Sunny akan mengambil cuti setelah mendapat bayaran fantastis dari kliennya.
"Berapa banyak kau menguras Klien mu" tanya Zo, tampak penasaran.
Dengan santai Sunny menjawab "Yah. Cukuplah buat jajan" menenggak isi sloki yang di suguhkan Zo.
"Jajan setahun?" Tebak Zo.
"Cukup untuk ku gunakan tur keliling Asia"
Zo melongo takjub, tangannya spontan bergerak bertepuk tangan.
"Kau memang hebat." Mengacungkan dua jempolnya, diikuti gelengan kepala "Aku semakin tertarik untuk menjadi perempuan, kau mendapat nikmat sekaligus uang yang banyak"
"Tidak senikmat itu," Bantah Sunny sambil kembali menenggak isi Sloki yang di tuangkan Zo. "Terkadang, aku harus membayangkan wajah berbeda saat melayani klien ku, apalagi tua bangka nggak tau diri."
"Apa kau juga memerlukan obat?"
"Ya. Tapi tidak begitu sering. Aku setidaknya merasa beruntung, sebab meski klien ku tua banga tapi mereka cukup pandai menarik perhatian ku.
"Kata kata mu ini?. Karena kau penikmat atau memang sudah terbiasa?"
"Aku seorang yang profesional. Aku harus memberikan kepuasan, kepada mereka. Jika aku merasa puas anggap saja itu bonus"
Zo kembali tertawa "Mana yang kau suka?. Tua Bangka atau anak muda? Usia matang atau.."
"Tergantung, jika keu ingin mendapat kepuasan, maka kau harus memilih lelaki yang matang, kalau aku cuma mau bermain maka pilihan ku pastinya harus anak muda, dan jika kau menginginkan uang yang banyak maka pilihannya harus tua bangka. Terlepas dengan siapa aku bermain, aku lebih mementingkan uang dari pada apapun."
Zo kembali bertepuk tangan "Pilihan yang tepat Sunny" Zo berkacak kagum.
"Hei. Lelaki muda hanya akan membuat mu lelah. Mereka tak memiliki banyak uang,"
"Lalu?"
"Lelaki matang hanya akan membuatmu terkena masalah, kau tau 'kan bagai mana menyeramkan nya istri sah?. Bisa bisa aku ketahuan dan mati di hajar mereka."
"Jadi menurutmu, Tua Bangkalah yang lebih aman?"
"Tepat. Aku suka saat mereka tak perhitungan dengan uang"
"Kau memang mata duitan, Sun"
"Realistis saja, memangnya siapa yang nggak mau duit?. Cuma wanita bodoh yang merelakan tubuhnya secara percuma."
"Kau sangat pemilih soal pelanggan, tapi aku yakin terhadap pelanggan kali ini lu nggak bakalan mikir mikir lagi"
Sunny hanya menanggapinya dengan senyum kurang yakin.
"Gue cuma berharap dia lelaki beruang, kalau tidak"
Tiba tiba muncul suara maraton dari belakangnya, "Kalau tidak kau akan pergi sebelum kita deal?" Azazil kemudian duduk di kursi sebelah Sunny.
Sunny menoleh spontan.
"Sunny, kenalin ini Azazil. Gue biasa manggil dia Zil" ucap Zo mendahului Azazil.
"Hai." Sapa Sunny sambil mengulurkan tangan.
Azazil menerima tangan Sunny "Tampaknya kita sudah sama sama tau nama masing masing, jadi gue nggak perlu lagi ngenalin diri bukan?" Sunny mengangguk membenarkan pemikiran Azazil.
"Bagai mana?." Tanya Zo kepada Zil "Deal 'kan atau gue perlu cariin yang lain?"
Azazil tersenyum, meski tidak berkata tetapi Zo mengerti kalau Zil puas dengan barang yang di tawarkannya.
"Ok. Kalau gitu, Sunny. Apa lu mau terima klien kali ini?" Tanya Zo, meminta persetujuan.
Sunny meneliti Azazil dari atas sampai bawah.
"Apa dia sudah tau tarif ku?" Tanya Sunny beralih menatap Zo.
"Sebelum kita menentukan tarip, ada syarat yang ingin aku ajukan. Jika kau deal dengan syarat itu, berapapun harga yang kau minta aku akan menyetujuinya" jawab Zil dengan serius.
"Uuuhhh... Kau sangat lugas, aku suka lelaki seperti ini."
"Baiklah kawan, sekarang kalian pergi dari sini! Silahkan deal'kan harga dan ingat! Jangan kotori mata gue yang suci ini." Usir Zo.
Zil mendelik, berisyarat agar Sunny mengikutinya.
Sebagai rekan kerja, Sunny langsung menuruti titah Azazil.
Mengikutinya ke sebuah hotel mewah kelas Vvip dengan sistem keamanan yang cukup ketat.
"Sebenarnya ini kali pertama buat ku, menaiki tempat tidur sebelum mendapat deal harga yang aku inginkan, aku tidak tau apa kau akan menipuku atau tidak. Akan aku pertaruhkan segalanya terhadap keputusan ku mempercayai mu"
"Kau tenang saja, aku bukan lelaki pengecut seperti yang ada di dalam fikiran mu" Azazil melepas kancing lengan bajunya kemudian berjalan kepada Sunny, seperti biasa Sunny akan mengeluarkan berbagai jenis jurus andalan yang akan membuat lawannya mabuk kepayang."
"Tunggu, Tuan." Cegah Sunny dengan suara nakal "Apa kau sudah menyiapkan pengaman?" Tanya Sunny di setengah permainan.
"Tidak!"
"Hei Tuan, kau harus mengenakkan pengaman mu!" Kata Sunny saat melihat lawan mainnya tak mengenakkan karet pengaman.
"Mulai saat ini. Aku tidak akan menggunakan pengaman, kau pun tidak boleh meminum pil Kb Mu. Ingat! Kau hanya boleh melakukan itu ketika melayani ku saja!. Lahirkan satu anak untuk ku"
"Tidak, itu akan sangat merepotkan"
"Aku akan membayar besar untuk kehamilan mu, dan setelah anakku lahir, aku akan menjamin kehidupan mu dan kehidupan anak ku. Aku tidak peduli jika kau tidak ingin membesarkan anak itu, aku akan membawanya dan merawatnya sendiri"
"Tapi Tuan!"
"Sudahlah, lakukan saja. Ini akan sangat menggiurkan"
"Aku akan menagih janji mu. Tapi untuk malam ini kau harus membayar ku" kata Sunny.
"Ya."
Permainan pun berlanjut tanpa penawaran. Entah kenapa tiba tiba Sunny terlena dan melupakan prinsipnya selama bekerja.
Persetan dengan bayaran yang akan ia dapat atau tidak setelah ini, yang terpenting sekarang dia hanya ingin menuntaskan hasratanya.
Jikalau nantinya ternyata Zil kabur tanpa membayar, Sunny rela dan hanya akan menganggap malam ini sebagai hiburan buat penghangat diri.
Satu jam kemudian, Azazil turun dari tubuh Sunny dengan keringat yang membanjiri tubuhnya.
Pagi hari kemudian, seperti biasa di jam 5 pagi Sunny akan berkemas dan siap meninggalkan kliennya.
Untuk malam ini, Sunny tidak akan perhitungan sebab Sunny sudah mendapat banyak kepuasan yang tidak bisa ia dapat dari lelaki mana pun yang sudah mendatanginya.
Tanpa sepengetahuan Azazil diam diam Sunny pergi dari ranjangnya sebelum menandatangani surat perjanjian yang ia bawa.
"Ah sial. Kenapa harus lupa sih?" Gumam Azazil saat mendapati Sunny sudah tidak ada di kamarnya.
"Halo, Zo."
"Ya." Zo menyahut dengan mata mengantuk.
"Apa Sunny sudah kembali ke bar?" Tanya Azazil.
"Apa kalian sudah selesai?" Zo malah balik bertanya.
"Mm" Zil menyahut dengan gumaman.
Zo tertawa senang saat mendengar temannya sukses menggarap Sunny. Yang berarti Sunny cocok dengan seleranya.
"Apa dia kembali ke sana?" Ulang Zil.
"Tidak, biasanya dia akan langsung pulang"
"Apa kau tau di mana Sunny tinggal?" Zil kembali bertanya.
"Tidak. Mereka merahasiakan tempat tinggal mereka"
Zil sesaat diam untuk berfikir, Zil menyesal mengapa malam ini terlalu terburu buru hingga kemudian tidur terlalu lelap sampai sampai lupa untuk memberikan surat perjanjian itu kepada Sunny.
"Ahh sial" Zil mendengus pelan.
"Kenapa?. Apa Sunny melakukan kesalahan?. Kalau lu mau mencari dia. Datanglah lagi malam ini ke bar" titah Zo. Kemudian di akhiri dengan pemutusan panggilan.
Seperti yang di sarankan Zo, Azazil kerap datang ke bar untuk menemui Sunny, namun sampai di malam ketiga Sunny tak juga datang, no nya pun tidak aktip lagi, Azazil sedikit resah jadinya.
Azazil kemudian mencari cara untuk menghubungi Sunny.
.
.
.
"Kau!" Tiba tiba Sunny di kejutkan dengan kehadiran Azazil di depan pintu rumahnya.
"Malam itu kau meninggalkan ku begitu saja, kau harus bertanggung jawab" Azazil memepet Sunny masuk kedalam rumahnya.
"Kau!. Bagai mana kau bisa tau rumah ku?"
"Banyak cara bisa ku lakukan, dengar!. Kau sudah mengambil keuntungan dariku, aku tidak bisa membiarkan mu pergi begitu saja"
Sunny mendorong tubuh Azazil yang semakin menghimpit dirinya, "Kau tidak salah berucap?. Harusnya aku yang berkata seperti itu. Kau menggunakan aku tapi kau tidur sampai pagi, dan membiarkan aku pulang tanpa bayaran sepeser pun!" Sunny berteriak di akhir.
"Lalau kenapa kau pergi tanpa membangunkan aku?. Apa kau sengaja melakukan itu karena sudah mendapat kenikmatan dari ku?" Azazil kembali memepet Sunny "Maukah kau mengulanginya untuk membayar perbuatan mu?. Aku berjanji akan membayar mu 2x lipat"
"Pergilah! Aku tidak bekerja di siang bolong seperti ini"
"Tapi aku menginginkannya" tanpa aba aba Azazil langsung menghempas Sunny, lalu melakukannya walau Sunny memberontak tetapi Azazil berhasil mendapatkan kenikmatannya.
Setengah jam kemudian, permainan penuh amarah dan nafsu itu berakhir.
Setelah merapihkan diri Sunny banngkit dari tempat ia di rebahkan oleh Zian, sementara Zian masih terlentang kelelahan di tempatnya.
"Baru kali ini aku mendapat klien tidak tau diri seperti mu" berjalan untuk mengambil minuman bersoda dari dalam kulkasnya, ia lalu duduk di kursi ruang makan, merebahkan tubuhnya yang lelah di hajar oleh Azazil.
Setelah merapihkan diri Azazil datang menghampiri Sunny "Tapi kau suka 'kan?. Kalau tidak mana mungkin kau menggeliat berkali kali" Ucapnya sambil mengedik kan alis.
Sunny mendelik menanggapi perkataan itu.
"Bayar janjimu, lalu pergilah. Aku perlu istirahat"
Mimik wajah Azazil berubah serius "Sunny" kemudian mengeluarkan selembar surat perjanjian dari saku kemejanya. "Kau masih ingat penawaran ku?. Aku datang hari ini untuk menanyakannya kembali"
Sunny melirik lembar kertas yang di asongkan Azazil.
"Aku serius. Kau tidak perlu terburu buru menandatangani, fikirkan dulu baik baik"
"Kenapa kau mencari aku?. Masih banyak perempuan di luar sana yang bersedia menerima tawaran gila itu" kata Sunny.
"Aku tidak terfikir orang lain. Lagi pula apa gunanya semua itu, bukankah semua perempuan sama saja. Sama sama memiliki fitrah mengandung dan melahirkan. Siapapun yang aku pilih itu adalah hak ku"
"Ya. Kau benar, tapi apa kau tidak takut?"
"Takut?. Apa yang aku takutkan?"
"Aku bukanlah perempuan suci, kau pasti tau berapa banyak laki laki yang tidur dengan ku, apa yang membuatmu yakin memilih ku?. Bagai mana jika aku mengandung anak dari lelaki lain?"
"Kau bisa melayani lelaki lain. Tapi ingat! Hanya aku yang boleh melepaskan pengaman. Atau jika perlu akan ku bayar harga mu untuk sebulan, dan bekerjalah hanya buat aku seorang sampai aku memiliki anak. Mana yang akan kau pilih?"
Sunny diam, untuk tawaran itu dia masih menimbang-nimbang.
"Kau tenang saja. Kau tidak perlu khawatir, aku akan bertanggung jawab. Selama kau hamil aku akan menanggung semua biaya hidup mu, aku juga akan menjamin anak yang akan lahir itu memiliki kehidupan yang sangat layak, aku yang akan menjaminnya. Kau tidak perlu pusing mengurus bayi itu, setelah lahir aku yang akan mengurusnya."
Sunny masih diam menimbang sambil membaca serius surat perjanjian yang di bawa Azazil.
Karena Sunny masih diam Azazil kembali meyakinkan, "Anggap aku sedang menyewa rahim mu untuk mengandung putra ku, jika kau setuju kau bisa menghubungi kapan pun" Azazil berdiri untuk pergi dari tempat Sunny.
Otak Sunny masih kebingungan untuk mengambil keputusan, sehingga sampai Azazil pergi pun Sunny masih belum memberikan jawaban.
Tiga bulan kemudian.
Sunny mondar mandir di depan kalender, ini adalah bulan ketiga ia tidak mendapatkan mens nya. Sunny takut untuk melakukan tes, dia sangat takut untuk melihat hasilnya.
Bagai mana bila ia benar hamil, lalu bagai mana jika Azazil tidak serius dengan ucapannya, dan bagai mana jika, bagai mana, bagai mana. Otaknya kini seakan di penuhi dengan kalimat bagai mana bila sesuatu yang tidak ia inginkan terjadi.
Alat tes kehamilan kembali ia jatuhkan, ia benar benar tidak mempunyai keberanian untuk mengetesnya.
"Ya Tuhan. Kenapa aku bodoh sekali" Sunny merutuki dirinya sambil terus menatap kalender, tepat dimana Azazil datang hari itu adalah hari masa suburnya, dan dalam permainan itu baik Sunny mau pun Azazil tidak ada yang menggunakan alat pencegah kehamilan.
Sunny tidak mungkin keliru, jika ia hamil pasti Azazil lah ayah bayi itu, sebab cuma dia yang berani bermain tanpa pengaman.
"Tuhan. Aku harus bagai mana?" Sunny menjambak kasar rambutnya.
Di tengah keresahan itu, Sunny ingat jikalau dirinya masih menyimpan surat perjanjian yang di berikan Azazil waktu itu.
Apapun hasilnya Sunny harus siap, menanggung konsekuensinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!