Sienna menangis tiada henti saat tahu kalau putranya sedang dirawat di rumah sakit. Seorang guru di sekolah anak itu yang memberinya kabar buruk seperti ini. Padahal baru sepekan anak itu bersekolah.
Justin tiba-tiba saja pingsan di sekolahnya. Sungguh, Ia sangat berharap bukanlah karena sebuah penyakit berat yang sedang diderita oleh sang putra hingga ia bisa pingsan seperti itu.
"Ada banyak darah keluar dari hidungnya Nyonya," kata sang guru melaporkan lewat telpon beberapa saat yang lalu.
"Oh, aku pikir ia pingsan hanya karena tak sarapan pagi dan juga lupa membawa bekal makan siang," ucapnya lirih dengan nada yang sangat sedih.
"Datanglah ke rumah sakit sekarang Nyonya. Dokter sedang ingin bertemu dengan keluarganya."
"Ah iya baiklah," ucap Sienna kemudian segera memakai jaket hoodie nya dan berpamitan pada Paula, pemilik toko bunga tempatnya bekerja.
Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, tangisnya tak kunjung reda. Ia merasa bahwa nasib buruk kembali menghantam kehidupannya yang sejak dulu tak pernah bahagia.
Langit terasa runtuh tepat di hadapannya dan tak memberinya jalan untuk lari. Rasa sesal karena tak mempunyai waktu banyak untuk Justin semakin menyeruak kini. Tapi ia bisa aPa jika tuntutan ekonomi membuatnya tak bisa menjadi seorang ibu yang baik.
Bayangan anak itu yang ingin bersekolah beberapa bulan yang lalu kini berputar di dalam kepalanya.
Oh Justin, aku sudah takut saat kamu ingin keluar rumah sayang. Aku takut kalau kamu akan rendah diri karena hidup bersama denganku yang miskin dan juga tanpa daddy.
Dan ya aku juga takut akan mendengar berita buruk tentang dirimu dari orang lain.
Akhir-akhir ini kamu pun selalu saja baik padaku. Apa ini caramu untuk menyakiti aku Justin?
Oh sayangku, kamu bahkan tak pernah lagi bertanya tentang daddy padaku, apakah ini bentuk marah mu pada mommy?
Justin, kumohon. Jangan buat mommy takut sayang.
Sienna terus bermonolog di dalam hatinya dengan perasaan pilu. ia bahkan tak sadar kalau ia sudah sampai di rumah sakit kalau bukan karena sopir taxi yang memberitahunya.
"Dimana pasien yang bernama Justin Abraham, suster?" tanyanya saat baru saja menginjakkan kakinya di sebuah ruangan emergency room.
"Apa anda ibunya?"
"Iya suster. Saya Sienna Abraham. Saya ibunya," jawab Sienna dengan wajah paniknya.
"Silakan masuk ke dalam kamar sebelah kiri. Putramu sedang dirawat di sana," ucap sang perawat.
"Terimakasih banyak," balas Sienna seraya menyusut air matanya yang terasa tak ingin berhenti untuk mengalir.
Ia pun segera berjalan ke arah ruangan yang dimaksud oleh perawat itu. Sesak rasanya melihat putranya sedang terbaring lemah dengan alat bantu pernafasan yang terpasang pada hidungnya.
"Justin, kamu harus kuat sayang, hanya kamu milik aku satu-satunya di dunia ini," ucap wanita cantik itu seraya menyusut kembali airmatanya. Tangannya menggenggam tangan kecil dan kurus sang putra dengan hati yang bagai diremas pilu.
"Justin jangan buat aku takut sayang, hiks." Sienna menangis lagi seraya memeluk dan mencium tubuh ringkih itu sampai tak menyadari kalau seorang dokter yang menangani putranya sedang berdiri di belakangnya.
"Apa nyonya tidak pernah tahu kalau Justin sudah lama menderita penyakit ini?" tanya sang dokter dengan tatapan lurus pada wajah Sienna yang nampak sembab.
"Tidak dokter. Justin tak pernah sedikitpun mengeluh apapun padaku. Ia selalu tampak sehat dan kuat. Bahkan ia selalu ingin membantu aku di toko untuk menjual bunga."
"Guru yang membawanya saat ia pingsan di sekolah mengatakan kalau Justin sudah sering kali mimisan setiap jam belajar."
"Oh," Sienna tercekat. Ia begitu kaget mendengarnya. Cairan bening semakin tak terbendung menganak sungai dari kelopak matanya.
Justin memang seringkali tampak sangat pucat tapi itu karena anak itu mengaku jarang terkena sinar matahari karena sibuk membaca buku yang ia belikan di sebuah toko loakan.
"Apa penyakit Justin sangat parah dokter?" tanya Sienna dengan perasaan yang sangat takut. Sungguh, ia sangat khawatir jika saja dokter itu menyebutkan sebuah penyakit yang sangat parah.
"Umumnya anak sering mimisan di usia 3–10 tahun. Penyebabnya bisa karena udara yang kering, kebiasaan mengorek hidung, atau adanya gangguan di dalam hidung. Namun hati-hati, jika anak sering mimisan bisa saja disebabkan oleh kondisi yang sangat serius," jelas dokter itu.
Sienna semakin khawatir. Ia tegang. Tangannya jadi basah karena keringat dingin. Wajahnya menyiratkan ketakutan yang sangat dari dalam hatinya.
"Mimisan pada anak bisa terjadi mendadak dan kapan saja, seperti saat ia sedang bermain, beraktivitas atau bersekolah, hingga saat beristirahat atau tidur," lanjut Mario Bros, sang dokter.
"Tapi kenapa aku tidak pernah melihat Justin mimisan dokter. Apa ia terlalu pintar menyembunyikan penyakitnya dariku?"
"Ya, itu tentu saja. Buktinya kamu bahkan tidak mengetahuinya sebelum ini."
Sienna menghela nafasnya berat. Ia pun mencium tangan Justin yang terbebas dari jarum infus dengan tangis sesenggukan.
"Lalu apa yang harus aku lakukan dokter agar Justin segera sembuh?"
"Kami baru akan melakukan pemeriksaan dibagian THT untuk mengetahui penyebab putramu mimisan, bisa saja ada kelainan pada pembuluh darahnya."
"Oh." Sienna tercekat. Kembali ia mencium tangan dan pipi sang putra bertubi-tubi. Ia takut kalau putranya itu akan meninggalkannya dalam waktu cepat.
"Apakah itu sangat berbahaya dokter?" tanya Sienna dengan perasaan yang sangat takut.
"Kami masih akan memeriksanya lagi di laboratorium. Mimisan dalam bahasa medis disebut epistaksis. Kondisi ini terjadi ketika pembuluh darah kecil di dalam hidung pecah. Pembuluh darah ini memang mudah pecah karena dindingnya tipis dan berada dekat dengan permukaan kulit."
Sienna menyimak dengan baik penjelasan sang dokter.
"Mimisan bisa berlangsung selama beberapa detik hingga beberapa menit, tapi umumnya tidak lebih dari 10 menit. Dan jika anak sering mimisan, yaitu lebih dari satu kali seminggu. Hal ini biasanya disebabkan oleh iritasi pada pembuluh darah kecil dalam hidung yang memerlukan waktu lama untuk sembuh, terutama pada anak yang sering pilek atau alergi."
"Kami akan tetap memeriksanya lebih lanjut. Tapi biaya yang diperlukan lumayan banyak, nyonya."
"Ah iya, dokter. Aku mengerti." Sienna mengangguk saja. Ia sangat mengerti kalau penyakit Justin pasti membutuhkan uang yang sangat banyak.
"Baiklah, setelah ini nyonya bisa menemui bagian administrasi untuk mengurus segala sesuatunya agar kami bisa segera melakukan tindakan padanya," ucap sang dokter kemudian segera meninggalkan ruangan itu.
Aku tidak punya uang untuk pengobatan itu. Lalu kemana aku harus mendapatkannya? Ucapnya dalam hati.
"Justin sayang, apa yang harus aku lakukan untuk membangunkan dirimu," bisik Sienna dengan hati pilu.
Semua orang tahu kalau mereka berdua adalah keluarga yang sangat miskin. Sienna yang hanya seorang anak yatim-piatu dan hidup dengan hasil bekerja sebagai penjual bunga tentunya tidak punya uang atau harta yang bisa digunakan untuk membiayai penyakit putranya.
Dan sekarang ia butuh biaya mahal untuk mendapatkan perawatan yang terbaik bagi anak semata wayangnya itu. Sementara untuk kebutuhan sehari-hari saja mereka kadang tidak cukup.
Untuk membayar biaya sekolah saja, Justin mendapatkan uang dari hasil menjual lukisannya yang katanya dibeli oleh seorang pria kaya.
Akhir-akhir ini toko kecil tempatnya menjual bunga sudah jarang kedatangan pengunjung. Dan itu berarti ia tak akan mungkin mendapatkan satu dollar pun jika tidak mencari pekerjaan yang lain.
"Aku akan melakukan apa saja yang penting kamu bisa sembuh sayang," ucapnya lagi dengan suara bergetar menahan rasa sedih yang teramat sangat dari dalam hatinya.
Untuk pertama kalinya ia sangat menyesalkan hidupnya yang sangat miskin.
Berbagai ide pun muncul di dalam kepalanya untuk mendapatkan uang. Salah satunya adalah menjadi seorang pelayan seperti yang pernah dilakukannya sebelum ia mengandung Justin.
"Daddy..." gumam anak itu dengan suara pelan.
Sienna tersentak kaget. Antara haru, bahagia, dan takut mendengar putranya mencari sosok daddy yang sangat ia benci.
🍁🌺
*To be continued.
Like dan komentar ya.
Sienna Abraham 21 tahun.
Justin Abraham, 4 tahun.
Michael Robinson, 32 tahun.
"Daddy, aku ingin daddy..."
Terdengar lagi suara rendah dari bibir sang putra. Sienna merasakan tubuhnya membeku. Hatinya bergolak penuh rasa yang tercampur aduk.
"Justin, kamu sudah bangun sayang?" ucap Sienna.
"Mommy? Kamu ada disini? Dimana Daddy?" Justin membuka matanya kemudian balik bertanya dengan tatapan bingung. Ia seperti sedang bermimpi.
"Aku senang sekali kamu sudah sadar sayang, aku ada disini bersamamu." Sienna berusaha mengabaikan pertanyaan sang putra.
"Mom?"
"Iya sayang."
"Ada apa denganku? Kenapa aku di tempat seperti ini?" tanya anak itu dengan suara lemahnya. Rupanya ia sudah menyadari kalau ia sedang berada di rumah sakit.
"Kamu pingsan di sekolah. Dan gurumu membawamu ke sini. Kamu pasti baik-baik saja sayang," ucap Sienna berusaha untuk tersenyum. Ia mengelus lembut kepala anak itu untuk memberinya ketenangan.
"Kamu tidak apa-apa. Kamu hanya pingsan saja sayang. Sekarang katakan padaku kamu mau apa?"
"Aku mau daddy mom."
Siena terdiam. Tenggorokannya tercekat. Ia tidak bisa menjawab permintaan sang putra.
"Mommy? Apa aku bisa bertemu dengan daddy?" tanya anak itu lagi. Entah kenapa ia mulai takut dengan penyakit yang sedang dideritanya saat ini.
Untuk itu Ia jadi sangat ingin bertemu dengan pria yang merupakan daddy nya untuk yang terakhir kalinya.
Apa aku harus melupakan benciku pada pria itu untuk kebahagiaan Justin?
"Mom?" panggil Justin lagi karena Sienna hanya diam saja. Perempuan itu tersentak kaget.
"Ah iya sayang."
"Aku sakit keras bukan? Apa aku hampir mati?"
"Justin, jangan berkata seperti itu sayang."
"Aku sakit mom. Nyawaku tak akan lama lagi. Dan tolong beritahu daddy, aku ingin bertemu dengannya. Ia mungkin bisa menemaniku disini sebelum aku mati, hiks." Justin menangis hingga ia kembali sesak nafas.
"Justin!"
Siena panik dan langsung memanggil dokter lewat tombol darurat yang ada di dekat kepala anak itu.
"Justin, tolong jangan berkata seperti itu sayang. Kamu akan panjang umur untuk menemani aku, hiks," bisik Sienna di kuping sang putra sampai Justin kembali pingsan.
"Dokter! Tolong anakku Justin!" Sienna berteriak histeris memanggil dokter.
Dokter pun datang memeriksa kembali keadaan anak itu kemudian berucap, " Kami ingin memberikan tindakan yang cepat untuknya nyonya. Segeralah mencari dana secepatnya."
Sienna tak berkata-kata lagi. Ia hanya menyusut airmatanya kemudian langsung pergi meninggalkan ruangan itu dengan berlari seperti orang gila.
Ia tak punya pilihan lain selain bertemu dengan Michael Robinson, pria yang sangat ia benci tapi sayangnya adalah ayah biologis dari putranya Justin.
Sebuah taksi membawanya ke sebuah mansion mewah dengan jarak satu jam perjalanan dari tempatnya tinggal.
Gerbang mewah dan elegan yang bertuliskan Robinson Mansion dihadapannya langsung membuat tubuhnya gemetar.
Keringat dingin dengan cepat keluar dari pori-pori kulitnya. Akan tetapi ia berusaha untuk tenang dengan cara menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya pelan.
Ia berusaha mati-matian menahan dirinya untuk tidak lari dari rasa traumanya pada mansion itu dan juga pemiliknya.
Demi Justin ia akan menemui pria itu meskipun ia harus bersujud memohon. Atau kalau ia bisa, ia akan menukar keinginan putranya itu dengan nyawanya.
"Kamu siapa?" tanya seorang security yang sedang berjaga di depan gerbang itu.
"Saya Sienna Abraham. Saya ingin bertemu dengan tuan Michael Robinson."
Security itu memandang Sienna dari atas ke bawah dengan tatapan menyelidik.
"Apa kamu sudah mempunyai janji dengan tuan Robinson?"
"Tidak. Tapi aku ingin menemuinya sekarang juga."
"Kalau begitu kamu tidak bisa masuk. Kamu tidak melihat dirimu sebelum datang kemari?" ejek sekuriti itu dengan tatapan meremehkan.
Tatapannya tak lekat pada sosok Sienna yang hanya menggunakan sebuah hoodie dipadukan dengan sebuah Jeans belel tua. Sepatu bututnya yang selama ini menemaninya kemanapun tak luput dari perhatian sang sekuriti.
"Tak ada gembel yang bisa bertemu dengan tuan Robinson seperti dirimu. Jadi sekarang pergilah dari sini!" sarkas pria itu dengan mengarahkan sebuah alat pemukul ke wajah Siena.
"Hey! Aku saja hanya bisa berada di sini padahal aku lebih baik daripada kamu!" seru seorang perempuan berambut pirang yang sedang memeluk lengan pria brewokan itu.
Siena mengeratkan rahangnya dengan kedua tangan mengepal marah. Ia tidak berkata apapun tapi langsung berlari ke arah kamera CCTV dan berteriak disana.
"Aku Siena Abraham ingin bertemu denganmu tuan Robinson! Temui aku sekarang juga!"
"Hahaha dasar gila! Memangnya kamu siapa?" ucap perempuan berambut pirang itu dengan tawanya yang sangat menyebalkan.
"Nona Sienna?" ucap Nick dari dalam mobilnya. Wajahnya tampak sangat kaget melihat wanita itu ada di depan gerbang Mansion.
Pria itu tak menyangka akan bertemu dengan wanita yang telah membuat bosnya hampir mati bunuh diri beberapa tahun yang lalu. Dan wanita itu kini datang sendiri saat mereka semua sudah lelah mencarinya.
Nick pun turun dari mobil mewah yang sedang dikendarainya.
"Nona Sienna?" ucap Nick lagi saat mereka berdua sudah berhadapan.
Sienna tersenyum tipis kemudian membungkukkan badannya sedikit.
"Aku ingin bertemu dengan tuan Robinson." Sienna tak punya waktu untuk berbasa-basi. Ia langsung menyampaikan niatnya yang sebenarnya.
"Baiklah. Silahkan masuk nona, " ucap Nick seraya membukakan pintu mobilnya untuk wanita itu. Sienna pun masuk. Sedangkan George dan pacarnya langsung terlongo tak percaya.
Mereka saling bertatapan dengan wajah tak nyaman. Nick menatap mereka berdua dengan tatapan membunuh.
"Maafkan kami tuan," ucapnya dengan wajah menunduk.
Nick tidak mengucapkan sepatah katapun tapi pria itu tahu kalau ia pasti akan mendapatkan masalah yang besar setelah ini.
Mobil itu pun melaju masuk ke dalam area Mansion yang sangat luas itu. Nick tidak ingin bertanya tentang maksud kedatangan wanita itu ke tempat ini namun ia yakin sekali pasti ada hal yang sangat penting yang membuatnya datang sendiri.
"Tuan Robinson akan segera datang menemui mu. Silahkan duduk dulu."
Nick mempersilahkan wanita itu untuk duduk sementara ia masuk ke bagian dalam Mansion itu untuk mencari bosnya.
Sienna hanya bisa menundukkan kepalanya dalam-dalam seraya menutup matanya. Ia sungguh tak ingin mengingat tempat dimana ia pernah mendapatkan banyak luka.
Suara langkah kaki yang semakin mendekat ke arahnya membuat tubuhnya merasakan gemetar hebat. Akan tetapi bayangan tubuh Justin yang tak sadarkan diri di dalam ruangan itu memberinya kekuatan.
Demi Justin aku datang kesini. Jadi aku harus kuat, ucapnya dalam hati untuk menyemangati dirinya.
"Sienna," ucap sebuah suara yang sangat ia kenal dan sekaligus sangat ia benci. Wanita itu mengangkat wajahnya dengan mata basah penuh air mata.
Michael Robinson, pria tampan dengan wajah aristokratnya menatapnya dengan tatapan tak terbaca. Mata biru itu seakan hidup dengan energi yang sangat luar biasa.
Pria itu mendekat dan langsung memeluk wanita cantik tapi kurus itu. Sienna merasakan tubuhnya gemetar dan dengan kekuatan yang dimilikinya ia mendorong sosok itu.
Tubuh mereka terlepas.
Michael Robinson berusaha menahan perasaannya. Ia tidak bertanya dan menunggu wanita yang tampak menyedihkan itu menyatakan maksudnya datang sendiri setelah pergi membawa luka dihatinya.
"Justin sedang sakit keras di rumah sakit. Dan ia ingin menemuimu!" ucap Sienna dengan suara bergetar menahan emosi di dalam hatinya.
"Justin? Siapa Justin?" tanya Michael bingung. Alisnya terangkat tampak berpikir.
Sienna menutup matanya rapat-rapat hingga cairan bening langsung bebas meluncur dari dalam kelopak matanya. Tangannya kembali mengepal kuat disisi kanan kiri tubuhnya.
Ia menyesal datang kemari. Pria itu tak pernah menyadari kalau ia telah menanam benih di rahimnya di malam kelam itu.
Dan ya, seharusnya ia mencari dana sendiri untuk kesembuhan putranya daripada datang ke tempat terkutuk ini.
"Aku pulang!"
"Hey, mau kemana kamu! Berani kamu datang kemari dan ingin pergi begitu saja?!" Suara Michael menggema di dalam ruangan itu dan langsung menghentikan langkah Sienna.
Wanita itu berbalik dengan kabut memenuhi kedua matanya.
"Putraku sedang sakit dan sangat ingin bertemu dengan daddy nya!" ucapnya dengan suara gemetar.
"Putramu?"
"Daddy?"
"Apa yang sedang kamu bicarakan?"
"Apa kamu sudah menikah Sienna?" tanya Michael dengan pertanyaan beruntun.
Tenggorokannya tercekat. Ada rasa kecewa yang muncul dari dalam hatinya mendengar wanita itu sudah mempunyai putra.
Sienna tidak menjawab. Ia hanya menatap wajah pria aristokrat itu dengan tatapan benci.
"Putraku ingin bertemu dengan daddy nya dan itu adalah anda tuan Robinson!"
Wajah Michael nampak sangat kaget dalam beberapa detik.
🍁🌺
*Tobe Continued.
Like dan komentar 😍
"Aku? Apa aku mempunyai seorang putra darimu Sienna?" tanya pria itu dengan wajah yang masih sangat kaget.
"Tentu saja! Apa kamu tidak ingat apa yang pernah kamu lakukan padaku waktu itu tuan Robinson?" jawab Sienna dengan wajah mengeras. Ingin rasanya ia mencakar wajah pria itu tapi ia tak kuasa melakukannya.
"Kamu pria jahat yang telah merusak diriku dan memaksaku mengandung darah dagingmu!" lanjutnya dengan nada suara melengking. Sienna akhirnya mengeluarkan emosinya yang selama ini ia tahan.
"Dan sekarang Justin sedang sakit parah dan ingin bertemu denganmu! Sungguh, aku benci untuk bertemu lagi dengan pria seperti dirimu, tapi demi Justin, putraku satu-satunya yang sangat aku sayangi, aku datang."
Tangis wanita itu meledak. Ia tak sanggup lagi memendam sedih dan marah ini sendiri. Air matanya tumpah ruah. Punggung tangannya ia gunakan untuk menghapus cairan bening yang sudah menganak sungai di pipinya yang tirus.
Untuk sepersekian detik, Michael tampak kaget. Ia bagaikan terkena sambaran petir di siang hari. Tenggorokannya tercekat. Ia tak mampu bicara. Tapi kemudian ia langsung meminta Nick untuk menyiapkan mobil.
"Kita ke rumah sakit sekarang!" titahnya seraya menarik tangan Sienna meninggalkan Mansion itu.
Ia tak perlu menanyakan apapun lagi. Sienna datang padanya saja ia sudah sangat senang apalagi wanita itu mengakui kalau ia mempunyai seorang anak yang katanya merupakan anaknya juga.
Berarti malam panjang itu benar-benar terjadi. Dan ia tidak sedang berhalusinasi. Pikirnya dalam hati.
Sebuah malam yang sangat istimewa buatnya karena membuatnya hampir gila. Rasa Sienna malam itu bahkan tak bisa ia lupakan sampai sekarang. Dan sialnya, wanita itu justru pergi meninggalkannya keesokan harinya.
Noda darah di atas seprei putihnya pagi itu yang membuatnya gila. Ia merasa seperti mendapatkan kutukan dari seorang perawan.
Dan ternyata, seorang anak telah tumbuh dan berkembang tanpa ia tahu dan sekarang sedang sakit dan sangat menderita.
Oh sial!
Pria aristokrat itu mengerang kesal. Kemana saja ia selama ini? Sungguh ia ingin menertawakan kebodohannya yang telah menyia-nyiakan wanita yang sangat ia rindukan ini dan juga darah dagingnya sendiri.
"Bagaimana kehidupanmu selama ini Sienna?" tanyanya setelah lama terdiam. Mobil Mercedes Benz itu telah jauh meninggalkan Mansion dan pria itu baru mampu berkomunikasi.
Ia menatap wanita cantik yang tampak lebih cantik dan juga menantang dengan tatapan lurus dan mengintimidasi.
"Aku baik," jawab Sienna singkat. Ia nampak sangat malas dan bahkan sangat tak nyaman berada di dekat pria yang telah menghancurkan hidupnya itu.
Tubuhnya saja masih sangat gemetar berdekatan dengan pria arogan dan juga sangat jahat itu. Bayangan masa lima tahun yang lalu di malam kelam itu tak pernah ia bisa lupakan.
Pria itu adalah pria aristokrat yang sangat kejam dan juga jahat.
Ia dipaksa melayani hasrat besarnya padahal ia hanya seorang pelayan yang baru tinggal di mansion itu. Traumanya sendiri belum sembuh sampai saat ini. Tapi demi Justin ia terpaksa menjumpai pria ini.
Michael hanya menghela nafasnya. Ia berusaha menahan dirinya atau wanita idamannya ini akan pergi lagi meninggalkannya.
Tak lama kemudian, mereka pun sampai di rumah sakit. Sienna turun lebih dulu dan diikuti oleh Michael. Pria itu mengikuti langkah cepat Sienna menuju ruangan khusus tempat Justin dirawat.
Semua dokter dan perawat yang sedang bertugas langsung membungkuk hormat ketika Michael Robinson melewati mereka semua.
Mereka sibuk bertanya-tanya dalam hati, apa hubungan Sienna yang sangat miskin itu dengan pria yang sangat berkuasa di kota itu yang juga tak lain merupakan pemilik rumah sakit tempat mereka bekerja saat ini.
"Justin sayangku, maafkan mommy karena meninggalkanmu," ucap Sienna dengan tangis yang kembali pecah saat melihat putranya itu masih tak sadarkan diri.
Michael yang baru memasuki ruangan itu tercekat kaget. Anak yang bernama Justin yang sedang berbaring itu adalah anak yang ia temui beberapa hari yang lalu di sebuah kawasan wisata yang tak jauh dari kota ini.
Justin Abraham si penjual lukisan yang sedang berdiri di pinggir jalan dengan wajah pucat.
Anak itu menawarinya sebuah lukisan dengan harga 1000 dollar karena ingin membantu mommy nya membayar kontrakan flat mereka yang sudah jatuh tempo.
Ia membelinya karena rasa kasihan yang teramat besar pada anak itu. Dan ya, tentu saja karena ia merasa sangat dekat dengan objek di dalam lukisan itu yang meskipun sangat abstrak ternyata begitu mirip dengan Sienna.
Sienna yang cantik, muda, dan sederhana. Wanita yang sangat ia rindukan dan telah merubah hidupnya 180 derajat.
Kembali ia merasa sangat menyesal kenapa ia tidak bertanya pada anak itu siapa sosok yang ada di dalam kanvas sederhana yang sudah ia simpan dalam bingkai yang sangat mahal di dalam kamarnya.
Dadanya terasa sesak dengan airmata yang juga siap keluar dari kelopak matanya.
"Justin, panggil aku daddy," ucapnya dengan tenggorokan tercekat. Ia ikut menyentuh lengan sang putra dan memanggil namanya.
"Justin, kamu ingin daddy 'kan?" tanya Sienna seraya berbisik di kuping sang putra.
"Daddy mu sudah datang sayang," ucapnya seraya mencium wajah pucat itu dengan ciuman bertubi-tubi.
"Ayo bangunlah. Jangan buat mommy takut," lanjut Sienna dengan tangis yang kembali pecah karena sang putra belum memberikan reaksi.
"Nick! panggil dokternya kemari!" titah Michael pada sang asisten karena sudah tak sabar melihat keadaan dua orang yang sangat dekat dengannya itu.
Nicholas Smith membungkukkan badannya hormat dan bergegas keluar dari ruangan itu untuk mencari dokter.
"Apa saja yang kalian kerjakan hingga tuan Robinson junior belum juga kalian berikan tindakan!" Pria dingin itu menatap beberapa dokter terbaik yang sedang berdiri di depan ruangan Justin.
"Kami tidak tahu kalau anak itu adalah kerabat tuan Robinson tuan Smith," jawab Luke Shawn dengan perasaan tak nyaman.
"Bukan cuma kerabat tapi tuan Justin adalah putranya!"
"Oh!"
Wajah semua dokter langsung tampak pucat. Mereka tak menyangka kalau seorang Michael Robinson ternyata mempunyai hubungan diam-diam dengan seorang wanita miskin dan mempunyai anak.
"Pikirkan sekarang apa yang harus kalian lakukan untuk menyembuhkan pewaris tuan Robinson!" titah Nicholas Smith tegas. Setelah itu ia masuk kembali ke dalam ruangan tempat Justin dirawat.
"Justin. Kalau kamu tidak mau bangun, mommy akan marah dan tidak akan membuatkan kamu pasta kesukaanmu, hiks."
Sienna mengancam sang putra dengan suara tegasnya. Ia sudah tidak sabar melihat Justin tak bangun juga padahal ia sudah membawa pria yang sangat diinginkan oleh putranya itu.
"Mom, aku bangun. Tapi apakah daddy sudah datang?" Justin menjawab dengan suaranya yang sangat lemah. Ia membuka matanya perlahan dan menatap dua orang yang sedang berdiri di dekat ranjangnya.
"Justin, aku daddy mu my boy," ucap Michael tersenyum. Pria itu segera menyusut airmatanya dengan ibu jarinya agar tak tampak sedih di depan sang putra.
"Tuan? Kamu yang membeli lukisan aku waktu itu 'kan?" ucap anak itu dengan ingatannya yang sangat bagus.
"Iya, aku daddy mu!" senyum Michael Robinson kemudian mencium pipi kiri dan kanan anak itu dengan sangat lembut.
"Benarkah?"
Michael Robinson mengangguk pelan.
"Apakah tuan tidak bermaksud beramal padaku seperti waktu membeli lukisanku dengan harga yang mahal?"
"Tidak sayang. Aku benar-benar Daddy mu."
Justin tersenyum dengan wajah pucat nya. Dan tak lama kemudian langsung tak sadarkan diri lagi.
"Justin!"
"Dokter!"
🌺🍁
*Tobe Continued.
Like dan komentar dong 🤭
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!