Hujan badai yang begitu deras, diikuti oleh kilatan petir yang bergemuruh. Sebuah aroma darah terhapus akibat derasnya hujan. Dibalik gang yang sepi tertumpuk 11 buah mayat orang yang terpotong dengan rapi. Sebuah suara tapak kaki terdengar secara samar pergi menjauh dari area tersebut. Kilatan petir tampak begitu terang hingga memperlihatkan sebuah bayangan pria yang memegang pedang di tangan kanannya.
Suara sirene terdengar dan banyaknya langkah kaki menuju ke arah lokasi. Ada banyak sekali polisi yang tampak waspada dan memeriksa sekitar.
"Dia melakukannya lagi ... pembunuh para penjahat," gumam salah satu polisi.
"Kita harus bagaimana? Memang benar yang dibunuh adalah seorang penjahat, tapi pembunuhan tetaplah pembunuhan," ujar polisi lain.
Berita tentangnya tersebar seorang pembunuh yang hanya menargetkan para penjahat. Di malam hari yang dingin di sebuah apartemen, seorang siswi SMA sedang menonton berita di televisi tentang kasus pembunuhan tersebut.
"Haft~ berita ini lagi ... bukannya ini sudah lewat satu tahun? Kenapa mereka masih menyiarkan berita ini? Apa mereka tidak bosan?" gumamnya dengan kesal.
Menekan tombol off untuk mematikan televisi, ia pergi menuju ke kamarnya untuk tidur. Hari berganti dan ia pergi menuju ke sekolah untuk mengikuti ujian semester.
Ketika sampai disekolah ia disapa oleh banyak orang. "Bunga sekolah" itulah julukan yang ia punya. Seorang gadis cantik dan pintar menjadi idola bagi setiap siswa maupun siswi.
Miya Sayaka adalah nama dari siswi tersebut. Dari semua orang yang ada disekolah, hanya ada satu orang yang tampak tak tertarik padanya. Seorang siswa yang duduk di pojok belakang didekat jendela, Ferisu Furuhashi. Seorang siswa yang tak terlalu menarik perhatian, dingin, dan jarang bersosialisasi.
Terdapat sebuah kejadian yang membuat sikap Ferisu berubah, dan setelah selesai ujian ia akan pindah dari sekolah.
Seminggu setelah ujian selesai, Ferisu sedang dalam perjalanan pulang menuju ke rumahnya. Ketika sedang menunggu di sebuah halte bus. Hujan turun dengan deras secara tiba-tiba. Terdapat seorang anak kecil yang sedang memainkan bola. Angin bertiup dengan kuat sehingga menerbangkan bola itu ke jalan. Anak itu berlari mengejar bolanya yang bergelinding di jalan.
Suara klakson terdengar, lampu sorot dari sebuah mobil menyinari wajah anak tersebut. Teriakan dari orang-orang disekitar terdengar dengan jelas menyuruh anak itu menyingkir. Namun, semua itu sudah terlambat anak itu tak bisa bergerak lagi. Tubuhnya menjadi kaku ketika berada dalan situasi hidup atau mati.
Ketika sudah pasrah akan tertabrak tiba-tiba seorang laki-laki mengangkat nya dan membawanya kepinggir jalan sehingga tabrakan itu berhasil dihindari.
"Apa kau tak apa-apa?" tanyanya.
Tak menjawab pertanyaan lelaki itu, anak itu hanya bisa menangis kencang sembari meneriakan "Mama". Supir mobil itu juga langsung keluar untuk memeriksa anak yang hampir tertabrak. Ibu anak itu juga langsung berlari dengan wajah yang begitu khawatir.
Laki-laki itu bangun berdiri dan memberikan bola milik anak tersebut dengan senyuman hangat. "Ini bolamu, pegang yang erat yah," ucap Ferisu berusaha menghibur anak itu.
Anak itu menerima bola itu dalam pelukan ibunya. Setelah suasana mulai tenang, sebuah bus datang dan Ferisu menaikinya untuk pulang kerumahnya. Sebuah kediaman yang cukup besar, lapangan yang luas, taman yang dipenuhi oleh bunga dan air mancur, sebuah dojo untuk pelatihan beladiri.
Saat hendak membuka pintu rumah, raut muka Ferisu tampak lesu karena tak ada satupun orang yang menunggunya dirumah. Pergi ke ruang tamu, ia duduk di lantai sembari menyalakan televisi. "Huft~ hidup damai seperti ini memang enak, namun ... ."
Tempat tinggal Ferisu saat ini merupakan warisan yang ia terima dari kakeknya. Karena ia cucu satu-satunya dan kedua orang tuanya juga sudah meninggal ketika Ferisu masih kecil. Hidup sendirian ketika ditinggalkan oleh sang kakek, Ferisu merasa cukup frustasi. Kakeknya dikabarkan menghilang saat menjalankan sebuah misi. Polisi merupakan pekerjaan sang kakek.
"Huft~ semuanya pergi dan hanya tinggal aku sendirian. Yah, lagipula akulah penyebabnya," gumam Ferisu dengan senyum yang tampak sedih.
Jika saja aku bisa mengulangi hidupku, aku ingin menjadi orang yang lebih baik. Yah, reinkarnasi seperti yang ada di novel ataupun komik. Haha~ kurasa itu hanya terjadi di dunia fiksi.
Mematikan televisi, Ferisu pergi menuju ke kamarnya untuk tidur. Namun, ketika ia sampai di tangga paling atas terdengar suara bell dari pintu rumah. "Siapa yang datang malam-malam begini?" gumam Ferisu kembali turun.
Membuka pintu rumah, seorang pria dan wanita terlihat didepan pintu rumah. Mereka berdua merupakan paman dan bibi Ferisu dari adik kakeknya.
"Paman dan Bibi, apa kalian perlu sesuatu?" tanya Ferisu.
"Iya ... ," jawab sang Paman dengan senyum.
Sebuah pisau melesat dengan cepat menusuk dada Ferisu.
"Argh!" Memuntahkan darah dari mulutnya, Ferisu menahan rasa sakit dari tusukan tersebut. Rasa panas bersertakan nyeri sudah cukup biasa baginya untuk menahan rasa itu. Sembari tersenyum Ferisu menatap wajah paman-nya.
"K-kalian ingin mengambil tanah ini, kan? Uhuk ... haft~ aku menaruh suratnya di lemari kamarku," ucap Ferisu dengan nafas berat.
"Dasar iblis! Saat mau mati kau masih saja bisa tersenyum seperti itu!" teriak sang paman.
"Hahah~ yah, aku tak menyalahkan kalian jika ingin mengataiku iblis atau apapun. Semua itu memang salahku," saut Ferisu dengan senyum penyesalan.
Tangan kanan Ferisu bergerak dengan perlahan lalu memegang tangan sang Paman. "Bagaimana rasanya membunuhku? Apa kalian puas," ujar Ferisu.
"Ya, dengan begini keluarga sudah cukup puas karena iblis sepertimu menghilang," jawab sang Paman.
"Baguslah kalau begi-tu..." Kesadaran Ferisu mulai menghilang dan terlihat senyum diwajahnya yang tampak lega.
Di dalam kegelapan, Ferisu tak merasakan tubuhnya lagi. Ketika ia mulai mencoba untuk membuka mata, sebuah cahaya terang muncul secara mendadak dan membuatnya kembali menutup mata karena silau. Ketika membuka mata lagi, ia sudah berada di sebuah padang rumput yang luas.
"Di-mana ini ... ?" gumam Ferisu kebingungan.
Di dalam kebingungan tiba-tiba terdengar suara seorang wanita didalam kepala Ferisu.
"Ferisu-sama," panggil suara itu.
Ferisu menoleh kebelakang dan melihat seorang wanita berparas cantik memberikan salam hormat padanya.
"Tempat ini adalah taman para dewa," ujar wanita itu.
"Ba-bagaimana kau bisa tau namaku?" tanya Ferisu dengan heran.
"Kami akan menjelaskannya nanti, sekarang peganglah tanganku," jawab wanita itu sembari mengulurkan tangannya.
Kami? Jadi bukan hanya dia saja, masih ada orang lain disini. Apa mungkin ini akhirat?
"Tidak, ini bukanlah akhirat. Sudah kubilang, kan? Ini adalah taman para dewa," ujar wanita itu lalu meraih tangan Ferisu.
"K-kau bisa membaca isi pikiranku?" tanya Ferisu.
Saat wanita itu memegang tangan Ferisu, mereka berdua berpindah ke sebuah ruangan di dalam sebuah mansion. Terdapat 6 orang lain yang sedang duduk di sebuah kursi mengelilingi meja bundar.
Setelah terbunuh Ferisu berpindah ke tempat yang tak ia kenal dan bertemu dengan 7 orang di sebuah ruangan. Mereka semua melihat Ferisu seolah sedang menilainya.
"Hmm, kurasa dia cukup bagus."
"Kau benar, dari pengalaman dia juga punya."
"Tapi, masa lalunya juga cukup kelam."
"Lupakan soal semua itu, kita memerlukan dia!"
"Kau benar, jarang sekali kita menemukan seseorang yang memiliki potensi sepertinya."
"Hmm ... dari hatinya, ia juga sepertinya ingin menjadi orang yang baik."
Ke-6 orang yang sedang duduk mengutarakan semua isi pikiran ketika ketika melihat Ferisu. Hanya bisa diam dan memerhatikan sekitar, Ferisu berusaha untuk memahami situasinya sekarang.
"Saya tahu Anda kebingungan Ferisu-sama, namun tolong tenanglah dan dengarkan penjelasan kami," ucap wanita yang membawa Ferisu.
Wanita itu duduk di kursi, begitu pula dengan Ferisu yang duduk di sebuah kursi kosong. Orang-orang yang berada diruangan itu merupakan seorang dewa dan dewi dari dunia yang bernama Envend. Sebuah dunia yang dipenuhi oleh pedang dan sihir, ras yang beragam dengan budaya yang berbeda-beda.
Satu persatu berdiri dan memperkenalkan diri mereka. Pertama Zepus, dewa pencipta. Kedua Circe, dewa sihir. Ketiga Demeter, dewi bumi. Keempat Freya, dewi perang. Kelima Faego, dewa dagang. Keenam Aprodite, dewi cinta. Ketujuh Rhea, dewi kehidupan.
Setelah memperkenalkan diri, mereka semua mulai menjelaskan tentang Ferisu yang berada di taman para dewa. Saat dirinya meninggal, Zepus bertemu dengan dewa yang mengatur dunia yang bernama bumi untuk meminta roh dari Ferisu.
"Jadi begitu, setelah mati kalian memanggilku kesini untuk sebuah permintaan," simpul Ferisu yang mulai memahami situasi.
"Benar, kami ingin kau pergi ke dunia yang kami kelola Envend," ujar Zepus.
"Jadi, apa permintaan kalian?" tanya Ferisu dengan serius.
"Sepertinya kau sudah siap yah," ucap Freya.
"Entahlah, aku sudah melewati begitu banyak situasi yang cukup buruk. Jika diberikan kesempatan kedua untuk hidup aku ingin melakukannya dengan baik," saut Ferisu.
"Dunia yang akan kau datangi bukanlah dunia yang damai seperti Bumi. Disana terdapat begitu banyak peperangan dan kebencian," jelas Zepus.
"Peperangan? Kebencian? Ah, aku paham. Jadi kalian ingin aku membawakan perdamaian di dunia itu?" ujar Ferisu menyimpulkan.
"Kau cukup pintar, yah. Benar! Itulah permintaan kami," ucap Faego.
Mereka terus berbincang mengenai dunia Envend dan situasinya. Dunia itu diciptakan oleh mereka dengan begitu banyak ras, namun karena perbedaan budaya dan kebiasaan. Semua ras yang hidup disana mulai bertarung satu sama lain, kebencian mulai terukir dalam hati mereka. Peperangan selalu terjadi, perebutan wilayah, perbudakan, semua itu terjadi secara alami.
Para dewa mulai merasa jika mereka sudah menciptakan dunia yang kejam. Saat melihat dunia bernama bumi, hanya terdapat satu ras yakni manusia. Kedamaian, hidup tenang, kehidupan yang saling terhubung satu sama lain. Para dewa dari dunia Envend terpukau oleh hal itu. Itulah kenapa mereka meminta salah satu penduduk bumi untuk datang ke dunia mereka.
Orang yang terpilih itu merupakan Ferisu, ia akan mengemban tugas yang begitu berat di pundaknya. Tugas untuk membawakan perdamaian di dunia yang dipenuhi oleh kebencian.
"Bagaimana? Apa kau mau menerimanya?" tanya Zepus.
"Bagaimana yah, membawa perdamaian kurasa itu cukup sulit. Aku perlu membangun sebuah negeri dimana semua ras hidup berdampingan, kan? Menguasai dengan ketakutan atau cinta, permen atau cambuk, kah," gumam Ferisu.
Ia merenung sejenak memikirkan hal yang ingin ia lakukan.
"Baiklah, aku akan menerimanya. Tapi, apapun yang kulakukan mau itu dengan kejahatan atau kebaikan itu terserah padaku. Asalkan bisa membuat sebuah negeri yang bisa ditinggali oleh berbagai ras. Raja iblis ataupun pahlawan, aku bisa memilih apapun yang kumau, kan?"
"Ya, kau bebas melakukan apapun," ujar Zepus menyetujui ucapan Ferisu.
"Jadi kapan kalian akan memindahkanku? Apa aku akan tetap menjadi seorang manusia?"
"Tidak, kami akan membuatmu menjadi seorang vampire. Ras itu belum ada di dunia Envend dan tak ada satupun yang mengenalinya. Kekuatan, kemampuan, penampilan, semua itu tak diketahui oleh siapapun," jawab Zepus.
"Kau bisa memilih untuk direinkarnasi atau dipanggil," ujar Rhea.
Reinkarnasi dan dipanggil memiliki perbedaan. Reinkarnasi seperti namanya, seseorang akan mengulang kehidupan dari bayi. Sedangkan dipanggil mereka akan tetap sama dengan wujud sebelumnya dan tetap membawa ingatan masa lalunya.
"Reinkarnasi atau dipanggil," gumam Ferisu berpikir.
Saat sedang berpikir Ferisu kembali bertanya, "Jika dipanggil, apa aku akan berada di kerajaan manusia yang melakukan ritual pahlawan?"
"Ritual pahlawan? Ah, maksudmu sihir pemanggilan orang dari dunia lain," ucap Circe. "Itu memang ada, namun kami tak akan melakukan itu," sambungnya.
"Itu benar. Jika kau dipanggil oleh sebuah negara, kau pasti akan menjadi sekutu mereka itulah yang dipikirkan oleh orang-orang. Akan sulit untukmu berkomunikasi dengan ras lain," sambung Zepus.
"Kami akan membuat tubuh baru untukmu dan menurunkanmu di sebuah hutan. Hutan itu dipenuhi oleh monster, mungkin itu akan cocok untuk latihanmu," ujar Freya.
Ferisu diam sejenak sembari memejamkan matanya, lalu membuka mata kirinya sedangkan mata kanan tetap tertutup. "Baiklah, aku akan menerimanya. Jadi, kalian akan mengirimku sekarang?" ujarnya bertanya.
Semua dewa melihat satu sama lain lalu mengangguk. Mereka memberikan kekuatan pada Ferisu, membuat tubuh yang sama persis dengan tubuh aslinya, namun diubah menjadi ras yang berbeda. Meningkatkan semua panca indra, kekuatan, kepekaan terhadap sihir.
Saat membuka matanya, Ferisu melihat pepohonan dengan daun hijau yang menyegarkan mata. Angin berhembus pelan menggoyang dedaunan dan rerumputan. "Jadi ini dunia Envend, yah?" gumam Ferisu bangun berdiri.
Melihat ke arah tangannya sembari menggerakkan mengepal dan melepas. Ferisu merasakan tubuhnya sama seperti sebelumnya, namun ada beberapa yang berbeda. Pendengaran yang meningkatkan membuatnya bisa mendengar suara air yang mengalir. Ferisu pergi menuju ke sumber suara, terdapat sungai dengan air yang begitu jernih.
Melihat ke permukaan air, bayangan dirinya terpantul. Wajahnya sama seperti sebelumnya namun, warna rambut dari hitam berubah jadi silver, mata biru menjadi merah darah, telinga yang sedikit meruncing, dan gigi taring yang memanjang.
"Begitu yah. Hmm, kurasa aku memang menjadi vampire. Dari tampilan saja sudah mirip yang ada didalam cerita ataupun visual dari komik," gumam Ferisu.
Setelah melihat dirinya, Ferisu mulai berjalan mengikuti aliran sungai. Ia terus berjalan hingga melihat seekor monster yang sedang minum. "Monster ... ?"
Ferisu bersembunyi dibalik pohon dan mencoba apa yang diajarkan oleh Circe. "Alirkan mana ke arah mata ... analisis!"
Blood Grizzly, seekor monster rank-c berbentuk seperti beruang dengan cakar berwarna merah darah. Memiliki kekuatan yang besar, cakarnya yang tajam dapat mengoyak zirah besi dengan mudah. Memiliki penciuman yang cukup tajam.
Ketika sedang menganalisis, beruang itu menoleh kearah Ferisu dan langsung berlari untuk menyerang. Melihat hal itu Ferisu langsung naik ke atas pohon, namun beruang itu mencakar pohon itu hingga tumbang. Meloncat dari dahan pohon sebelum jatuh, Ferisu menendang kepala beruang itu dan membuat sebuah jarak.
Beruang itu terdorong hanya karena kutendang?
Ferisu melihat kearah beruang itu dengan waspada. Ia sadar jika kekuatan dan panca indranya meningkat. "Baru sampai sudah bertemu beruang, yah. Apa boleh buat, kau akan kujadikan kelinci percobaanku," ujar Ferisu dengan senyum angkuh.
Saat tiba di dunia Envend, Ferisu bertemu dengan bloody grizzly. Saat ini ia sedang berhadapan dengan beruang itu. Menggigit jari jempolnya hingga mengeluarkan darah, Ferisu mengalirkan energi sihirnya hingga membuat darah yang keluar membentuk sebuah pedang.
"Ouh! Ini tak sesulit yang kupikirkan," gumamnya saat berhasil membuat pedang darah.
Ferisu bergerak maju ke arah beruang tersebut dengan sebuah pedang darah di tangannya. Beruang itu mulai berdiri dan mengayunkan cakarnya yang tajam. Saat cakar itu diayunkan, Ferisu berhenti berlari dan meloncat ke arah yang berlawanan dari ayunan cakar itu.
Untuk melawan seekor beruang, bagusnya di tempat yang miring dan bukan tanah datar. Tapi tak ada waktu untuk cari tempat, aku hanya perlu memutar dan menyerangnya dari titik buta.
Serangan dari samping cukup sulit dilihat dengan baik oleh beruang (otot leher dan struktur rahang beruang menyulitkannya memutar leher dengan mudah, sehingga membatasi jarak pandang dari samping), dengan begitu Ferisu dapat memanfaatkan kelemahan ini saat melancarkan serangan.
Menggerakkan pedangnya dengan cepat Ferisu berhasil memberikan luka goresan pada punggung beruang itu. Kulitnya yang keras membuat luka itu tak begitu berdampak. Mendecakkan lidahnya, Ferisu bergerak ke samping lagi ketika beruang itu berputar.
Karena kulitnya yang keras, Ferisu merubah bentuk dari pedang darah menjadi sebuah gada. Menggerakkan gada itu dengan ayunan yang kuat hingga mengenai wajah beruang itu.
Leher, tengkorak dan otot rahang yang kaku milik beruang dapat digunakan sebagai resistensi. Jika dilakukan dengan benar, serangan yang mendarat di wajah dapat menyebabkan pendarahan akibat resistensi beruang, dan berpotensi menyebabkan salah urat pada leher.
Beruang itu menggerang kesakitan dan menyerang secara membabi buta. Karena panca indra yang meningkat, serta kekuatan fisik. Ferisu bisa menghindari setiap serangan dan merubah gada menjadi pedang kembali. Saat beruang itu membuka mulutnya, Ferisu langsung melesatkan serangan yang begitu cepat menusuk mulut beruang tersebut hingga menembus kebelakang kepala.
Menarik pedangnya keluar, secara perlahan pedang darah itu kembali cair dan bergerak masuk ke dalam tubuh Ferisu lewat luka di jari jempolnya. Lukanya tertutup seolah tak pernah ada luka disana.
"Jadi ini kemampuan regenerasi milik vampire?" gumam Ferisu melihat jarinya. "Sekarang apa yang harus kulakukan dengan mayat beruang ini?" gumamnya.
Memusatkan energi sihirnya ke udara, Ferisu membuat sebuah lubang hitam. Sihir dengan atribut kegelapan, Ferisu menciptakan sebuah ruangan dimensi tanpa waktu (penyimpanan dimensi) untuk menyimpan mayat beruang itu. Kemampuan untuk menciptakan sebuah sihir hanya dengan imajinasi merupakan berkah yang diberikan Circe sang dewa sihir.
Tak lama setelah mengalahkan beruang itu muncul sekelompok serigala yang mengepung Ferisu dari segala arah. Memiliki bulu berwarna hitam dengan mata merah menyala, di dahi para serigala terdapat tanduk yang bergelombang seperti keris. Para serigala itu merupakan monster yang lebih kuat ketimbang bloody grizzly.
Hell Wolf, memiliki kecerdasan yang tinggi dan bertarung di dalam kelompok. Memiliki kemampuan untuk menembakkan bola api dari mulut mereka, cakar yang tajam dan kecepatan dalam menyerang.
Setelah melawan beruang, sekarang serigala, yah ...
Ferisu melihat ke segala sisi untuk mengetahui posisi setiap serigala yang mengepungnya. Ferisu mengangkat tangan kanannya setinggi dada dan memusatkan energi sihir. Sebuah bola angin terbentuk secara perlahan, Ferisu mulai mengambil posisi mengendapkan dirinya lalu meloncat tinggi setelah menembakkan bola angin itu kebawa hingga mendorongnya ke langit.
"Ada sekitar 12 serigala," gumam Ferisu setelah menghitung jumlah serigala. "Sepertinya dia pemimpinnya," ucapnya pelan dengan senyum simpul ketika melihat serigala yang tampak beda.
Memusatkan angin di tangan kanannya, Ferisu menembakkan angin tersebut ke arah belakang hingga mendorongnya. Melesat dengan begitu cepat mengarah ke serigala yang terlihat sebagai pemimpin kelompok. Menciptakan sebuah pedang darah yang siap ditebaskan pada sang serigala.
"Body strength, physical resistance, boost, air walk."
Mengaktifkan beberapa sihir peningkatan, ketika sampai di depan serigala itu Ferisu mengayunkan pedangnya tepat mengarah ke leher serigala.
"Hmm?"
Saat mengira jika tebasan itu berhasil mengalahkan sang serigala, terdengar suara sesuatu yang patah. Ferisu melihat ke arah pedang darah yang digunakannya dan pedang itu patah.
Meloncat kebelakang untuk mengambil jarak, tiga serigala dari arah belakang menyerang Ferisu secara bersamaan. Berputar kebelakang sembari mengibaskan tangan kirinya, Ferisu mengaktifkan sihir api yang membentuk sebuah dinding api untuk menghalau para serigala. Namun, serigala itu meloncati dinding api itu seolah tak merasakan panas.
"Jadi api tak berpengaruh pada mereka ... ."
Ferisu memejamkan matanya dan meningkatkan fokus, membayangkan sebuah sihir es dan menyatukannya dengan pedang darah. Bilah pedang terbuat dari es yang begitu tajam.
Para serigala tak membiarkan hal itu begitu saja, mereka menyerang secara bersamaan. Masih memejamkan matanya, Ferisu menghindari setiap serangan serigala hanya bermodalkan indra pendengaran dan penciuman.
"Penetrasi, enchant sword!"
Pedang darah yang memiliki bilah es dikombinasikan dengan sihir angin dan peningkatan penetrasi. Ferisu mulai melakukan serangan balik dan berhasil menebas para serigala dengan cukup mudah. Satu persatu serigala yang menyerang diserang balik.
"Huft~ huft~ ini cukup melelahkan," gumam Ferisu dengan nafas terengah-engah. "K-kenapa kepalaku rasanya mulai pusing ... ? Apa karena aku kehabisan energi sihir?" ucapnya sembari memegang kepalanya yang terasa berputar-putar.
Tubuhnya mulai lemas hingga tak kuat lagi berdiri, Ferisu merangkak secara perlahan dan duduk menyandarkan tubuhnya di pohon. Terdapat seekor mayat serigala tepat di sampingnya. Darah serigala itu mengalir dan mengenai tangan kanan Ferisu yang memicu instingnya sebagai vampire bangkit.
Mengangkat tangan kanannya dengan gemetaran, Ferisu menjilat noda darah yang ada di tangannya. Ketika darah itu masuk kedalam tubuhnya, sesuatu yang hangat muncul dan tenaganya mulai pulih sedikit. Ferisu menarik mayat serigala itu dan mengangkatnya, lalu meminum darah yang menetes.
Energi sihir di dalam tubuhnya mulai pulih secara perlahan, tenaganya mulai terisi dan bisa bangun berdiri lagi. Ferisu melanjutkan perjalanannya untuk keluar dari hutan dan mencari sebuah pemukiman.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
Taman para dewa, mereka bertujuh sedang melihat Ferisu dari sebuah cermin.
"Cukup bagus untuk orang yang tinggal di dunia tanpa sihir dan bisa beradaptasi dengan cukup cepat," ujar Circe.
"Terlebih lagi dia bisa mengalahkan monster yang cukup kuat. Mungkin tampilan mereka sama dengan hewan yang ada di bumi, namun kekuatannya jelas berbeda," sambung Freya.
"Itu benar, kita juga melihatnya mencari jalan keluar untuk mengalahkan para monster itu. Berpikir saat bertarung dan mencari solusi untuk memecahkan masalah, dia benar-benar hebat," ujar Zepus.
Para dewa mengagumi bagaimana cara Ferisu mengalahkan musuhnya. Mereka yakin Ferisu bisa mewujudkan apa yang diminta oleh para dewa.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!