#jodogh dari langhit
Pernikahan merupakan momen sakral yang di impikan oleh setiap pasangan. Tidak terkecuali Nazira jarrih natasha. Perempuan dua puluh lima tahun itu sebentar lagi akan di akad oleh Husain Dauzi ramdan, pemuda yang membuatnya jatuh cinta karena akhlaknya sejak tujuh tahun silam.
Awalnya Tasha mengira perasaannya hanya sekedar rasa kagum saja, mengingat Husain memang begitu terkenal di SMA.Husain pemuda muslim paling religius di sekolahnya saat itu. la tak pernah absen mengumandangkan azan ketika waktu dzuhur, tak pernah berpacaran bahkan menyentuh wanita yang bukan mahram.
Lamat-lamat ketika Natasha sibuk mengamati Husain yang juga merupakan Kakak dari teman lelaki sekelasnya, Tasha menyadari bahwa Husain membawa terlalu banyak pengaruh di hidupnya. Tasha yang hanya Islam KTP mulai sering shalat dan membaca Al-Qur'an meski masih banyak bolongnya. Hanya satu hal yang belum sanggup Tasha lakukan sejak dulu memakai kerudung la yang berasal dari keluarga tidak paham agama tentu saja kesulitan untuk mengubah diri agar menjadi wanita idaman Husain.
Saat hari kelulusan, di tengah pupusnya harapan untuk selalu menatap Husain sebab pemuda itu akan melanjutkan studinya ketempat nun jauh. Tasha mendengar ucapan cinta dari Husain lelaki yang namanya selalu disebut saat sujud terakhirnya. Ternyata do'a itu berhasil menembus langit. Walaupun hanya sekedar ungkapan, tidak ada paksaan untuk menjalin hubungan atau membalas perasaannya.
"Aku dengar kamu tertarik denganku sha. Masyaallah sekali rasanya saat mendengar hal itu.
Asal kamu tahu aku juga merasakan hal yang sama terhadapmu, rasa tertarik meski kita tidak sering berbicara atau bertatapan mata. Akan memalukan bila aku hanya sekedar menyatakan perasaan tanpa berusaha untuk serius, jadi sanggupkah jika aku meminta kamu untuk menungguku menyelesaikan gelar dan kita menikah ?"
Natasha masih ingat rasanya. Husain pria yang begitu ia damba ternyata juga memiliki rasa yang sama dengannya. Tasha tahu persis kalau Husain tak pernah main-main dengan ucapannya, dan ketika Tasha merasa yakin bahwa tidak akan orang lain lagi selain Husain yang bisa mengisi hatinya, Tasha mengangguk setuju. la setuju untuk menunggu Husain.
"Mbak sha, sudah siap?"
tanya kaba, adik bungsu Husain. Bocah lelaki yang masih terbalut seragam SD itu menyembulkan kepalanya di balik tirai gorden, mengamati apakah calon kakak iparnya sudah siap dirias atau belum.
"Sebentar lagi, Ba. Kamu nggak ganti baju?"
"Iya, ini mau sambil sekalian minta tolong umi di gantiin."
Tasha tersenyum menatap kepergian calon adik iparnya dari pantulan cermin. Ia tidak bisa menoleh ke belakang, sebab penata rias itu masih memasangkan jarum pentul untuk melilit kepalanya dengan pashmina putih. Kaba adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Yang tertua di keluarga Atmaja adalah Husain, kemudian Dery yang terlahir dua tahun setelah Husain, baru kemudian si bungsu kaba. Husain dan Dery bak pinang dibelah dua, banyak yang mengira mereka adalah kembar identik, dulu saat masih awal mengenal keduanya, Tasha nyaris tidak bisa membedakan mereka.
Dadanya bergemuruh hebat, tidak sabar menuju ke pelaminan di mana Husain akan menyerukan akad atas namanya. Ia menanti momen ini setelah tujuh tahun lamanya hanya bisa berkirim pesan singkat dengan Husain. Tasha tidak bisa memaksakan hubungannya dengan Husain agar terlihat seperti sedang berpacaran. Ia tahu Husain tidak mau menjalin hubungan haram dan mau tidak mau Tasha harus sanggup menjaga hatinya untuk Husain meski hanya saling menyapa lewat pesan-pesan singkat. Tanpa mendengar suaranya via telepon, apalagi melihat wajahnya di balik panggilan video.
"Gimana, Mbak? Ada yang mau diubah?" tanya si penata rias.
Tasha mematut dirinya di depan cermin, lantas tersenyum kecil. "Enggak mbak sudah cukup cantik sekali hasilnya terima kasih ya."
Penata rias itu pamit undur diri ke belakang karena harus mengurus latar resepsi, mengingat ia merupakan penanggung jawab keseluruhan acara. Suara riuh di luar sana cukup menarik perhatiannya. Perempuan itu sedikit terkejut dan menoleh ke belakang saat Ezwar adik laki-lakinya menerobos pintu dan masuk ke kamarnya dengan napas tersengal.
"Mbak sha..." panggil Ezwar
Tasha memberengut, kemudian mendekat ke arah sang adik dengan mengangkat gaun itu sedikit tinggi di atas mata kaki. Matanya masih begitu berbinar, tidak sadar bahwa kedatangan Ezwar membawa kabar buruk.
"Bang Husain pergi"
Degh!
Tasha terpaku, padahal masih butuh satu langkah lagi untuk menggapai Ezwar. la masih tersenyum, meski ketakutan sudah bersemayam di dadanya.
"Maksud kamu apa, Ez? Mbak nggak ngerti deh. kebiasaan nge prank!" ucap Tasha sambil tertawa berharap memang hanya sekedar bualan pemuda itu saja.
"Mbak, Bang Husain beneran pergi. Kamarnya kosong, dia ninggalin ini buat mbak " Dengan berat hati Ezwar mengulurkan secarik kertas yang dibawanya kepada sang kakak.
"Surat?"
"Iya. Aku sama Bang Dery tadi nemu itu di meja riasnya, ditindih pakai kotak cincin kalian."
Jantung Tasha berpacu dengan cepat. Setelah selesai menunggu Ezwar merampungkan ucapannya, Tasha bergegas membuka lipatan kertas itu. la membekap mulutnya sendiri, menahan suara pekikan penuh kekecewaan seiring air matanya luruh dan pipinya yang chubby mulai basah.
Untuk Tasha
Sebelumnya aku ingin mengucapkan ribuan terimakasih pada wanita sebaik dirimu. Aku akui kamu yang terbaik soal urusan mencintaiku, sha Kamu tidak pernah bertanya macam-macam saat aku telat membalas pesanmu, kamu tidak mengeluh meski harus menungguku hingga tujuh tahun lamanya, kamu tidak pernah berpaling meski aku jauh berada di negara lain.
Aku pun dulu sempat begitu tak sabar menanti hari ini. Tapi sayangnya sebelum sampai di sini, aku menemukan sesuatu yang lain. Aku menemukan perempuan yang mengisi kekosongan saat aku tidak bisa melihatmu sama sekali. Dan orang itu pergi ke negara tetangga setelah mendengar kabar pernikahan kita. Aku akan menyusulnya karena aku tahu aku tidak bisa kehilangan dia. Ternyata yang selama ini kucari bukan kita sha.
Silahkan lanjutkan pernikahanmu atau batalkan, semua kuserahkan padamu sha. Menikahlah tapi bukan dengan aku.
Husain.
Tasha meremat kuat kertas itu. Tubuhnya ambruk ke lantai, tanda ia tidak mampu menerima kenyataan itu. Baginya kepergian Husain memang tidak masuk akal dan terdengar mendadak.
Ayolah, undangan sudah disebar dan hari ini semua tamu harus melihat prosesi akad dan resepsi pernikahan mereka.
Tapi Husain malah pergi mengejar wanita lain. Apa gunanya tujuh tahun menunggu dengan kesabaran? Apa ini akhir bahagia yang dijanjikan Husain? Sebuah pengkhianatan? Haha, lucu sekali!
"Mbak salah apa, Ez ?"
Ezwar masih berusaha menenangkan pikirannya sendiri. Kalau tidak, ia mungkin akan mencari Husain dan akan menghajarnya habis habisan hingga laki-laki itu mati. Tidak sudi Ezwar membiarkan Husain bersenang senang sementara saudarinya yang amat sangat dia cintai menangis pilu dihadapannya.
"Kalau dia brengsek, itu bukan salah Mbak," ucap Ezwar sambil merengkuh Tasha yang masih duduk di lantai.
Tasha meraung. la menangis di pelukan Ezwar, membuat adik laki-lakinya itu panik dan sulit berpikir jernih. la bahkan lupa jika Dery baru saja memerintahkannya untuk memberitahu anggota keluarga yang lain tentang kepergian Husain.
"Sudah, Mbak. Enggak papa melepas laki-laki brengsek seperti itu."
"Enggak, Ez. Dia nggak jahat. Mbak yakin pasti dia punya alasan," sergah Tasha tidak terima.
Gigi Ezwar gemeletuk tanda bahwa emosinya sudah di ubun-ubun. Bagaimana bisa Tasha membela Husain saat laki-laki itu sudah jelas mengkhianatinya?
"Ez kamu udah kasih tahu keluarga yang lain?"
Tanpa salam, Dery nyelonong masuk ke kamar Tasha. la tahu itu tidak sopan, tapi Dery sama paniknya dengan Ezwar hingga tidak bisa memikirkan hal lain. Sejak tadi ia kelimpungan mencari jejak kemana perginya Abang beren*sek itu.
"Belum, Bang. Mbak sha nggak bisa ditinggal," lirih Ezwar
Dery mengangguk mengerti. Sejenak ia memusatkan pandangan pada Tasha yang sudah terlihat lemah dan berantakan. Dalam hati, Dery meringis. la tidak menyangka Husain akan mengambil keputusan besar seperti itu. Padahal Husain selalu di agungkan lebih agamis daripada Dery, tapi melihat sikapnya hari ini, Dery tahu bahwa kakak yang selama ini menjadi panutannya itu tak ubahnya dengan lelaki diluar sana, tidak bertanggung jawab.
Dery tahu persis bagaimana tasha yang selama ini dengan tulus hati mencintai Husain. Padahal sekalipun Tasha mau, dia bisa mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik daripada Husain di semua aspek. Tapi Tasha tetap menolak.
Setelahnya, Dery berlalu keluar kamar dan mulai mengumpulkan keluarga dari pihaknya dan Tasha. la menerangkan dengan begitu singkat duduk permasalahannya di luar kamar Tasha, takut kalau ia menjelaskan di dalam hanya akan menambah beban pikiran si pemilik.
"Bagaimana ini? Apa kita batalkan saja?" tanya Umi Asiah dengan air mata yang luruh. la mengintip Tasha yang masih terisak dari celah pintu.
"Nggak bisa, Bu. Semua kolega bisnis saya datang sebagai undangan. Apa jadinya kalau pernikahan putri sulung saya batal? Bisa malu saya!" teriak Waluyo.
Dery memijit pelipisnya pelan. Ia takut pembicaraan sensitif itu terdengar oleh tetangga-tetangga yang membantu menyiapkan acara. Bagaimanapun ini adalah aib dan tidak seharusnya diumbar.
Menyadari anaknya merasa tidak enak jika harus menyela, Abi Yusuf ber deham. "Bagaimana kalau bicaranya di dalam saja? Tidak enak bila terdengar oleh orang lain," ajaknya.
Semua mengangguk setuju. Mereka berbondong-bondong masuk ke kamar Tasha tapi tetap saja tidak membuat perempuan itu mengalihkan fokus dari kegiatan menangisnya.
"Tasha, sini nak" Umi Aisyah memeluk Tasha bagai memeluk Kaba kecil yang merajuk.
Sebagai seorang ibu, jelas ia kecewa dengan putra sulungnya itu. Ia sudah berharap banyak jika pernikahan ini akan diwarnai dengan cinta dan kebahagiaan, mengingat perjalanannya yang cukup panjang dan penuh kesabaran.
"Masih ada waktu untuk mengumumkan pembatalan, Umi." Tasha tiba-tiba bangkit. la menghapus air matanya dan berniat untuk keluar kamar.
"Mau apa kamu, sha?" tanya Waluyo dengan nada yang tidak ramah di telinga. la seolah tidak ingat bahwa Tasha adalah putri kesayangannya.
"Mengumumkan pembatalan, Pa. Aku tidak mungkin menikah di saat calon suamiku saja kabur entah ke mana," jawab Tasha.
"Jangan gila! Kamu mau membuat Papa malu?"
"Semua orang juga malu, Pa! Tapi apa kita punya pilihan lain selain ini?" Kali ini Ezwar yang bersuara.
"Kalian tahu kan kolega Papa datang semua hari ini. Mau ditaruh di mana muka Papa kalau mereka tahu putri Papa ditinggal kabur oleh calon suaminya menjelang akad?"
"Tapi calon mempelai laki-lakinya saja nggak ada, Pa. Mau bagaimana pernikahan ini dilanjutkan?" tanya Ezwar berang.
"Aku yang akan menikahi Tasha," ucapan Dery tiba-tiba, membuat semua orang mematung.
"Jangan gila, Der! Masih ada cara lain untuk menyelesaikan kekacauan ini," tegas Yusuf
"Abi dan Umi selama ini selalu menyuruhku mengalah dengan Husain, termasuk bertanggung jawab atas kesalahannya. Aku sudah terbiasa, jadi aku mengajukan diri dengan senang hati kali ini."
Yusuf dan Asiah saling pandang.
Nyeri begitu hebat terasa di dada saat pertama kali mendengar keluh kesah anak tengah mereka yang nyaris tidak pernah mengeluh sepanjang hidupnya.
Mereka baru sadar tidak memperlakukan kedua putranya dengan sama, hingga putra yang dicondongkan malah bersikap seenaknya seperti ini.
"Nah, begitu saja. Kita bisa bilang kalau undangan itu salah mencetak nama Husain," ucap Hartono senang.
"Aku tetap nggak mau menikah dengan laki-laki lain!" sentak tasha
"Tapi bagaimana dengan nama baik Pa-"
"CUMA NAMA BAIK YANG PAPA PIKIRKAN? PAPA NGGAK SAYANG AKU! " Tasha berteriak hingga wajahnya memerah, bahkan bedak itu tidak mampu menutupi rona wajahnya. "Apa Papa lebih peduli rekan kerja Papa dan ego yang Papa angkat setinggi langit itu daripada kebahagiaan aku?" tasha menunjuk dirinya sendiri dengan kasar.
"Ini juga demi kebaikan kamu, putri Papa. Kamu mau direndahkan orang lain karena kamu ditinggal calon suamimu begitu saja? Apa tanggapan orang lain menurutmu?"
Tasha terdiam. Ia membenarkan kalimat Waluyo dalam hati. Tapi untuk menikahi laki-laki selain Husain rasanya ia tidak sanggup. Apalagi dery yang wajahnya nyaris persis dengan Husain, pasti melihatnya dari pagi hingga malam hanya akan membuat lukanya semakin sulit sembuh.
"Tapi Dery juga akan menikah." Akhirnya Tasha menemukan alasan
"Sha aku itu dijodohkan. Menikah denganmu atau tidak akan sama saja buatku, aku tidak mencintai kalian berdua," ucap Dery. Laki-laki itu sudah membawa jas dan peci yang harusnya dikenakan oleh Husain. Ia memakainya di depan semua orang, seakan sedang mengatakan bahwa ia tidak main-main akan menikahi Tasha.
"Jangan bercanda, Der" bentak Tasha reflek.
"Aku nggak bercanda, sha. Aku serius. Kalau dengan menikahi kamu, harga diri keluarga kita bisa terselamatkan, kenapa enggak?"
"Tapi pernikahan bukan permainan," protes Yusuf
Keheningan terjadi beberapa saat, berganti kericuhan Tasha dan Husain. keduanya kini tengah berdebat dan saling meyakinkan satu sama lain hingga entah apa yang mereka bicarakan hingga keduanya kini terdiam.
Tasha berseteru dengan dirinya sendiri. Perempuan itu berusaha mengajak hati dan pikirannya untuk menjalani mediasi. Namun, hatinya yang tak menginginkan lelaki lain selain Husain.
Dia mengaku kalah dengan pikirannya yang terlanjur menyempit. Yang dipikirkannya hanya Waluyo yang tentu saja akan malu luar biasa, mengingat Tasha adalah anak yang begitu ia dibanggakan di depan seluruh rekannya.
"Aku setuju! Ayo menikah!" seru Tasha.
Dia fokus merapikan dandanannya sendiri. Selain wajahnya yang sempat kusut, ia juga merapikan hatinya untuk sesaat. Ia sudah tidak peduli tentang cinta atau apapun itu. Buktinya, ketika ia begitu menjunjung tinggi malah cinta mengkhianatinya.
Kali ini Tasha tidak akan berharap untuk sesuatu yang jauh di masa depan. Tujuh tahun lalu ia selalu bermimpi akan bahagia bersama Husain dan anak-anak mereka, tapi mimpi itu sirna oleh kenyataan pahit. Maka hari ini Tasha hanya akan berpikir untuk jangka pendek saja.
"Jangan gegabah, Nak," ucap Umi Asiah sembari membelai pundak putra tengahnya. la hampir tergugu menyadari betapa pundak itu sudah sangat kokoh saat ini.
"Sudah aku pikirkan matang-matang, Umi," jawab Dery sambil tersenyum.
"Biarkan saja, Mi. Kita sudah terlalu sering mengekangnya. Kalau memang ini yang dia inginkan, biarkan saja. Lagipula keputusannya memang akan menyelesaikan masalah." Yusuf membawa pundak istrinya menjauh dari kamar Tasha.
"Tapi mereka nggak saling mencintai, Bi. Kalau mereka cuma sama-sama saling menyakiti, gimana?"
"Kenapa Umi baru mikirin itu sekarang? Kenapa nggak dari dulu sejak perjodohan Dery dilakukan? Dery sama terpaksa nya dengan hari ini, bahkan yang sekarang dia sendiri yang meminta.
Umi Asiah terlihat berpikir sejenak. Benar juga. Waktu dulu ia tidak memikirkan sama sekali perasaan Dery.
"Karena Umi pikir mereka bisa saling mencintai seiring berjalannya waktu," jawabnya kemudian.
"Itu dia. Kalau Umi bisa berpikir seperti itu tentang perjodohan itu berarti Tasha juga bisa. Kita berdoa saja semoga semuanya baik-baik saja setelah semua kekacauan yang terlalu mengagetkan ini, Mi," ucap Yusuf yang kemudian dihadiahi anggukan ragu oleh istrinya.
# jodogh dari langhit
"Saya terima nikah dan kawinnya Nazira jarrih Natasha binti Hendri Waluyo Permana dengan mahar 1 kg emas dibayar tunai!"
"Bagaimana para saksi? Sah?"
"SAH!!!"
"Alhamdulillah..."
Ucap syukur menggema di pelataran resepsi itu. Mereka bersorak bahagia selepas saksi mengatakan "sah" untuk akad nikah yang diucapkan Dery. Laki-laki itu mengucapkannya dengan lantang dalam satu tarikan napas dan tanpa pengulangan. la membuat keluarganya kagum karena spontanitasnya, sebab ia menghafal kalimat ijab kabul itu lima belas menit sebelumnya.
Dery menoleh ke samping, menatap wajah Tasha yang kini telah sah menjadi istrinya. Perempuan itu menunduk, Dery tahu Tasha tengah menangis.
Semua yang melihatnya menganggap tangis Tasha adalah tangis haru. Dery tau istrinya tengah bersedih sekarang. Lucu memang tapi ini kenyataan.
"Silakan dicium kening istrinya," ucap Pak RT yang duduk sebagai saksi di sana. la gemas melihat Dery yang khusyuk memandangi istri yang baru saja di akadnya.
cuma sedikit dari orang orang yang hadir tahu perubahan rencana itu, sebab asisten pribadi Waluyo sudah mengatakan pada pihak KUA yang mengurus pernikahan Natasha untuk menyembunyikan identitas Husain dan berjanji untuk segera mengirimkan berkas-berkas Dery. Saking tertutupnya hubungan Husain dan Tasha, bahkan teman-teman dekat mereka pun sama sekali tidak sadar dan percaya saja jika nama Husain hanya salah cetak di undangan itu.
Dengan gerakan ragu, Dery mulai mengangkat tangan memegang ubun ubun istri untuk mendo'akan nya.
"Alaahumma inni as-aluka khoirohaa, wakhoiro maa jabaltahaa 'alaihi, wa-a'uuzubika min syarrihaa, wasyarrimaa jabaltahaa 'alaihi."
Perlahan pria itu mendekatkan wajah dan mendaratkan satu kecupan di kening Tasha.
Sebagai gantinya, Tasha mencium telapak tangan Dery. Tanda bakti seorang istri, meski ia menjalani pernikahan itu dengan seperempat hati. Tasha sulit menerima bahwa laki-laki yang seharusnya menjadi adik iparnya, justru menjadi suaminya.
Setelahnya mereka saling bertukar cincin. Cincin yang di beli mendadak oleh asisten pribadi Dery.
Karena lelaki itu sedang berusaha untuk tidak menyakiti hati istrinya dengan memakaikan cincin dengan inisial nama Husain di jarinya.
"Mbak sha ayo." ajak Kaba sambil sesekali menarik gaun kakak iparnya. Yang baru saja memakaikan Abang tengahnya itu cincin.
"Kita cari batagor yuk" ajak Kaba dengan wajah yang dibuat seimut mungkin. Orang yang menyaksikan tertawa gemas melihat tingkah anak manja itu.
Entah bagaimana dia bisa lari dari asuhan susternya.
Tak terkecuali Dery dan Tasha mereka cukup terhibur dengan tingkah konyol Kaba.
Asiah datang menghampiri menjemput putra bungsunya yang kelewat aktif itu.
Kaba tampak murung karena sedari tadi tidak menemukan Abang sulungnya. Husain pernah berjanji pada Kaba kalau dia akan membawakan seorang kakak ke rumah mereka setelah dia masuk SD.
Tapi dengan syarat Tasha yang harus menjadi kakaknya.
Meski pada akhirnya Tasha tetap menjadi kakak ipar seperti keinginannya, rasa kecewanya terhadap Husain nyatanya lebih besar.
Karena kenakalan Husain kakak perempuan yang sangat sangat dia impikan harus bersedih. Kaba tau karena tadi saat Ezwar memberikan surat pada Tasha bocah lelaki itu sedang mengintip. Dia bermaksud untuk menemui Tasha guna menunjukkan penampilannya setelah memakai baju batik. Begitulah yang kepala kecilnya pikirkan.
***
Pesta pernikahan akhirnya selesai setelah ribuan tamu pulang. Dengan tenaga yang hampir habis, Tasha memutuskan untuk pergi ke kamar dan di buntuti Dery.
Suasana hatinya sedang kacau. Tak pernah terpikir di benaknya kalau penantian itu akan sia-sia dan berakhir menyakitkan seperti ini.
Cklek!
Pintu kamar mandi terbuka, membuat Tasha tidak mau menoleh ke arah sumber suara. Ternyata suaminya itu sungguh sangat lancang masuk kamar mandi pribadinya tanpa izin.
Tak lama setelahnya, Dery keluar dengan tubuh yang nampak segar dengan rambut yang basah hingga airnya menetes ke dahi.
Tasha hanya menatap suaminya itu dari pantulan cermin, sementara dirinya sendiri tidak melakukan apapun. Bahkan sekedar membuka lilitan kerudungnya.
"Kenapa?" tanya Dery.
Natasha menggeleng. "Enggak."
"Kamu nyaman tidur pakai baju kaya gitu?" tanya Dery sambil melirik baju pengantin istrinya
"Enggak. Ini mau ganti."
Tasha cepat-cepat mengambil asal baju dari dalam lemarinya dan berjalan gontai menuju kamar mandi. Tasha berusaha menetralkan detak di jantungnya.
Dia takut setengah mati kalau Dery menagih hak batinnya sebagai seorang suami malam ini juga.
"Kamu tidur pakai kerudung?" Dery mengerutkan dahi. la bingung, bagaimana bisa ada perempuan yang sanggup tidur dengan kerudung? Padahal Umi kalau di rumah tidak ada orang saja kadang membuka kerudungnya.
"l-iya..." jawab Tasha gugup.
Dery tersenyum nakal "tapi kok keluar nggak pake kerudung" tambahnya sambil menaik turunkan alisnya menggoda sang istri.
Tasha kelimpungan gugup akan pertanyaan yang dilontarkan suami.
"hmm aku resmi pakai kerudung kemarin" jawab perempuan itu dengan suara sedikit gemetar.
Tasha masih saja berdiri mematung, bingung harus duduk di mana sebab kasur miliknya sudah diduduki oleh Dery Sangat canggung bila ia harus berada terlalu dekat dengan suaminya itu. Meski demikian, ia tetap setuju saat Waluyo meminta agar mereka tidur satu kamar.
"Udah mau tidur?" Lagi-lagi Dery bertanya kali ini dengan nada yang lembut.
"Emm..."
Laki-laki pemilik netra cokelat itu mengulum senyum geli, la tahu apa yang ada di pikiran Tasha.
"Aku nggak akan nyentuh kamu, sha. Jangan takut gitu. Kita juga bisa tidur terpisah, aku di sofa kamu di sini," ucapnya sambil menepuk kasur yang didudukinya.
Tasha menghembuskan napas lega. Sebetulnya ia sudah sedikit menebak bahwa Dery bukan laki-laki brengsek hanya berbekal nafsu, sekalipun Tasha sudah halal baginya.
"Ya udah. Aku mau tidur."
Dery mengangguk, kemudian mengambil satu bantal dan berjalan menuju sofa yang persis terletak di dekat meja rias tasha. Ia membiarkan istrinya tidur sendirian di ranjang agar keduanya merasa nyaman. Dery juga sudah mengerti alasan mengapa Tasha tidak mau melepas kerudungnya.
Tasha menenggelamkan tubuhnya di balik selimut menghindari tatapan Dery yang seolah menghunus nya. Mati-matian ia memejamkan mata tapi nihil dia tetap tidak bisa, entah kenapa tiba-tiba suhu ruangnya meningkat padahal AC sudah di atur 17°celcius.
Dery juga yang notabenenya tidak pernah menyentuh perempuan asing selama hidupnya. Sekarang, ketika memiliki istri, ia cukup kesulitan menyesuaikan diri.
Tasha telah halal baginya. Tapi untuk melakukan kontak fisik kecil saja, Dery tidak berani. Selain karena memang ia tidak terbiasa, lelaki itu juga takut Tasha merasa tidak nyaman dan kemudian protes. Dery cukup menghargai Tasha yang setuju dinikahinya karena terpaksa.
"Sha bangun yuk? Salat subuh dulu," ucap Dery pelan. Tangannya mengguncang bahu wanita itu untuk membangunkannya.
"Eunggg.... Lima menit! " Alih-alih membuka mata, Tasha malah kembali melanjutkan tidur dan memeluk gulingnya dengan sangat erat.
"Nggak bisa."
"Kamu bisa salat duluan kalau kamu mau Der aku nanti."
"Kalau bisa berjamaah, kenapa harus sendiri?
Lagi pula dari tadi kamu bilang nanti-nanti terus, tapi sampai sekarang belum bangun"
Tasha membuka matanya, lantas melirik Dery kesal. 'kenapa Dery jadi pemaksa?' batinnya
Perasaan papa dan adiknya saja tidak pernah memaksanya melakukan ini itu.
"Ishhh! Iya-iya!" kesal Tasha sambil sedikit menghentakkan kakinya sambil berjalan. Mulut wanita itu komat-kamit bagai merapal mantra.
Tercetak senyum tipis di wajah Dery.
Kerudung yang perempuan itu kenakan terlihat berantakan. Tapi meski begitu, ia tetap enggan melepasnya di depan sang suami.
Ketika Tasha kembali, Dery sudah menggelar sajadah yang ia ambil dari tumpukan mukena istrinya. Beruntung ada dua sajadah di sana, sehingga ia bisa memakai salah satunya.
"Sudah?" tanyanya basa-basi ketika Tasha sudah mulai mengenakan mukena di sajadah yang ia gelar di belakang.
"Sudah," jawab Tasha datar.
Setelahnya, Dery mulai menuntun salat sampai tamat dua rakaat. Dalam sujud, ia meminta kepada Allah untuk meridhoi keputusannya. Pernikahan yang suci itu dibangunnya bukan atas cinta, bukan atas dasar suka dan suka. Tapi hatinya tak mungkin bohong, ia hanya ingin menikah sekali seumur hidup. Kalau sudah dengan Tasha, maka tidak dengan yang lain lagi.
Namun Tasha tidak demikian. la tak peduli sejauh apa masa depan yang akan dia arungi dengan jodoh diadakannya. Yang perempuan itu tahu hanya menyelamatkan rasa malu keluarganya, juga membungkam mulut masyarakat yang akan mempertanyakan kekurangannya karena ditinggal oleh calon mempelai laki-laki.
Tasha boleh saja terlihat tidak peduli tapi kenyataannya, Tasha menangis. Perempuan itu terisak begitu menutup salatnya dengan salam. Suara Dery yang melantunkan surah-surah pendek sungguh mengajaknya hanyut dalam bayang-bayang Husain.
Dalam sekejap, mimpi tentang beribadah bersama Husain sampai hari tua itu hancur berantakan. Semuanya begitu tiba-tiba sampai Tasha tidak memiliki waktu untuk merasakan apa pun selain rasa sakit.
"Kamu kenapa, sha?"
Mendengar isakan istri Dery langsung balik badan.
Ia tidak pernah menghadapi perempuan menangis.
"Maaf..." cicit Tasha pelan, sangat pelan.
"Maaf untuk apa?"
"Maaf karena menjebak kamu untuk berada di posisi ini. Maaf, karena terpaksa menikahi aku, kamu jadi kehilangan kesempatan untuk menikahi perempuan sesempurna Nasyisah"
Tasha mengusap hidungnya yang berair, sebelum akhirnya menatap Dery lamat lamat.
"Tapi tenang! Kalau semuanya sudah terkendali, kita bisa pisah baik-baik. Kamu dan aku bisa melanjutkan hidup tanpa perlu dikekang oleh kenyataan seperti ini," lanjutnya.
Rahang Dery mengeras. Ia tidak suka ucapan Tasha terkesan melantur di telinganya. Dengan gerakan tegas, ia membawa pundak Tasha dan memaksa sang istri untuk menghadap wajahnya.
"Pertama. Kamu nggak perlu khawatir karena kamu nggak merebut aku dari siapa pun."
"Kedua. Sekalipun terpaksa dan terkesan buru-buru, aku nggak pernah berniat menjadikan pernikahan kita sebagai mainan. Jadi jangan harap kamu bisa mengucap kata cerai semudah itu, karena bagiku menikah hanya sekali seumur hidup."
"Dan ketiga. Ayo duduk bersama. Kita bisa bicara apapun, kecuali tentang perpisahan."
Kesungguhan sebesar galaksi bima sakti itu seolah tak cukup lagi bila digambarkan di dalam obsidian gelapnya. Tak sedikit yang ingin membuncah keluar, mengatakan pada Tasha bahwa pemiliknya sedang sungguh-sungguh.
"Tapi mustahil rumah tangga itu tanpa cinta," tuturnya sebagai jawaban.
"Aku tahu sha. Tapi kita belum mencoba kamu lupa Tuhan kita siapa? Allah. Nggak akan ada yang mustahil, selama kita masih berbaik sangka sama Allah."
"Sayangnya, kemungkinan besar kamu akan kecewa. Jangan berharap terlalu berlebihan. Aku pernah begitu sakit hanya karena sebuah harapan." Tasha bangkit dari duduknya, melepas mukena itu kemudian berlalu ke luar kamar.
la meninggalkan Dery begitu saja, seorang diri. Tak peduli dengan pikiran lelaki itu terhadapnya. Percaya atau tidak, Dery mulai ketakutan dengan apa yang akan terjadi di masa depan bila ia hanya diam di tempat.
Begitu sampai di dapur, Tasha menyusul Nining yang kebetulan tengah sibuk mengawasi para koki memasak. Kepala pelayan itu tampak heran dengan ekspresi wajah nona mudanya.
"kenapa?" tanya Nining serius
"lagi kesal aja Bu sama Dery.” rengek Tasha pada wanita hampir berkepala empat itu.
wanita kepercayaan almarhum mamanya itu telah di anggap seperti ibunya sendiri. Karena dia yang merawat Tasha dan Ezwar sejak mamanya meninggal.
Nining mengernyitkan kening begitu mendengar jawaban Tasha. la merasa aneh dengan panggilan yang perempuan itu gunakan untuk menyebut suaminya.
"Apa? Kamu panggil suamimu apa tadi?" tanyanya berusaha memastikan kata yang sempat terdengar oleh telinganya.
Tasha ikut bingung. "Dery? Kan namanya emang Dery Ada yang salah?"
"Ck! Ck! Mana ada istri jaman sekarang yang panggil suaminya cuma pakai nama? Nggak sopan!" hardiknya.
"Emang kenapa, Bu? Dari dulu sebelum nikah, aku juga panggil nama." Tasha tidak berbohong, ia tidak pernah memanggil Dery dengan embel-embel apapun. Ah jangankan Dery, Husain saja yang lebih tua tiga tahun darinya tidak diberinya panggilan khusus.
"Ya apa kek. Mas, sayang, honey,baby atau apa gitu! Masa cuma nama doang? Pasangan itu biasanya punya panggilan masing-masing yang manis. Nanti kamu dikira istri yang kurang ajar kalau sampai orang lain dengar," ," omel Nining sekali lagi.
"Iya. Nanti aku ganti panggilannya," sahut Tasha, memilih mengalah.
Tasha membantu Nining menyiapkan sarapan, sesekali mencuri dengar karena kerumunan orang di luar sana sedang membereskan tenda bekas resepsi. Tak lama setelahnya, Dery turun dengan kemeja yang digelung sampai siku.
Mata Tasha tak lepas dari langkah kaki suaminya sampai menghilang di telan pintu.
"Bu, tim WO udah dikasih konsumsi? Ini kayaknya kita cuma masak sedikit. Kasihan mereka udah lembur dari tadi malem."
Nining mengangguk sambil menyusun sendok makan. "Udah kok. Tadi tuan pesan diluar"
"sha ingat nasihat ibu ya!"
Tasha menoleh, padahal ia sedang sibuk menata piring di meja makan. "yang mana Bu?" tanyanya bingung.
"Kamu tahu kan tujuan pernikahan itu untuk memperoleh keturunan? ibu denger, generasi kalian ini banyak banget yang nggak pengen punya anak. Kamu sendiri gimana?" tanya Nining penasaran.
Tasha membisu. Kakinya serasa lemas tak bertenaga. la tahu dalam sebuah pernikahan, orang tua mempelai atau bahkan pasangan itu sendiri menanti keturunan. Sayangnya, dengan motif pernikahan terpaksa, Tasha tidak berpikir untuk memiliki anak. Hatinya masih seperti mengkhianati Husain kalau hubungannya dengan Dery sampai melampaui batas apalagi punya anak.
Tasha juga tidak tahu kapan ia siap memberi hak Dery sebagai suami.
"Kalau kamu dan suamimu memang nggak punya kendala kesuburan atau hal lain yang menyebabkan kalian kesulitan memiliki anak, tolong jangan tunda. Kalau perlu, buru-buru ikut program kehamilan. Syukur, kalau kamu bisa dikasih rezeki secepatnya. ibu paham, pasangan baru seperti kalian masih ingin menikmati waktu berdua, tapi tolong jangan sampai menunda untuk memiliki anak. kamu paham sha?" terang wanita itu dengan lembut.
Tasha hanya mengangguk, meski tidak menganggap petuah Nining sebagai suatu hal yang penting. Baginya, tidak ada yang berubah antara ia dan Dery. Mereka akan tetap menjadi teman seperti dulu.
"Assalamualaikum," sapa Dery. Di belakangnya ada Waluyo dan Ezwar yang menyusul.
"Walalaikumussalam."
"Tuh, suami kamu dateng. Layani sana," perintah Nining sambil mendorong Tasha.
'Layani layani Emang aku pembantu dia?' batin Tasha
Dery menurut saja saat Tasha meraih piringnya dan mulai menyendok nasi goreng. la mampu menangkap raut wajah kesal itu, tapi kemudian tidak ambil pusing. Mungkin saja Tasha masih terbawa emosi karena insiden selepas salat subuh tadi.
"Aku alergi kacang sha"
"Tapi kata Kaba dulu kamu suka ba—“
"Itu Husain." potong Dery
Tasha tidak jadi mengisi sambal berisi kacang dan ikan teri ke piring suaminya. Ia menoleh ke arah Dery dengan tatapan sendu, seakan sedang meminta maaf karena keceplosan. Bagaimanapun, meski tidak ada cinta, Tasha tahu bahwa memikirkan laki-laki lain setelah ia diperistri adalah hal yang tidak baik.
"Aku makan pakai telur mata sapi aja nggak papa," ucap Dery dengan senyum manis. la meraih piring yang tidak sempat diberi lauk oleh istrinya
Dery mengerti bahwa tidak akan mudah melepas bayang-bayang Husain dari hidup tasha, mengingat tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk sebuah janji manis dan penantian. Kalaupun gadis itu tiba-tiba bersikap baik padanya, mungkin Tasha sedang lupa kalau yang menjadi suaminya adalah Dery. Entah mengapa Dery jadi menyesal karena terlahir dengan rupa yang mirip dengan Husain.
Mereka berempat kemudian menyantap sarapan bersama. suasananya hening karena Ezwar sudah lebih dulu pergi entah kemana.
#jodogh dari langhit
Dua puluh menit selepas azan Dzuhur berkumandang, Tasha duduk di tepi ranjang dengan perasaan gelisah. Jemarinya saling bertaut menyiratkan kekhawatiran.
la menunggu suaminya pulang dari masjid karena tidak sengaja menganggap Dery sebagai Husain cukup membuatnya merasa bersalah .
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam." Tasha berdiri spontan. la menatap fokus Dery yang sedang menutup pintu kamarnya. Laki-laki itu mengenakan perlengkapan sholat yang baru saja ia pinjam dari Ezwar.
Dery tidak mengatakan sepatah kata pun saat melewati Tasha. lelaki jakun itu berjalan mengabaikan istrinya mendekati nakas meletakkan peci yang ia pakai.
"Mas mau kemana lagi?" tanya Tasha memberanikan diri bicara mungkin tak ada salahnya, ini harus segera diselesaikan Tasha pikir dia harus minta maaf pada Dery.
Dery mematung. Matanya memicing ketika dua telinganya menangkap kata yang cukup asing didengar.
"Ya?" Dery justru balik melontarkan pertanyaan.
"Aku nanya kamu mau kemana lagi Mas?"
"Mas? Kamu panggil aku Mas?"
Tasha mengalihkan pandangan tidak sanggup lama lama menatap mata Dery entah mengapa setelah akad itu setiap menatap mata Dery jantung wanita tidak bisa di ajak kompromi.
Tasha mengangguk pelan, pertanda "benar" untuk menjawab pertanyaan sang suami.
"Jangan ge'er! Kata ibu kalau aku cuma panggil nama, nanti aku dinilai kurang ajar sama suami" ketusnya, tak ingin Dery berpikir macam-macam.
"Ya udah iya. Asal kamu nyaman."
Lain di mulut lain di hati. Faktanya Dery setengah mati menahan senyum agar tidak terlihat istrinya.
Dery geli mendengar Tasha menyebutnya dengan panggilan seperti itu. Di balik itu hatinya juga lega ketika menangkap sinyal bahwa hubungannya bisa saja memiliki harapan untuk berjalan seperti rumah tangga lain pada umumnya.
"Maaf untuk yang tadi ya?” Tasha mulai melunak, ia tidak seketus sebelumnya.
"Maaf untuk apa lagi? Mau berapa kali kamu minta maaf sama aku?"
Dery duduk di pinggir ranjang, agak jauh dari tempat Tasha berdiri. Laki-laki itu memandang Tasha sampai wanita itu harus menilik dirinya sendiri dari atas sampai bawah, takut kalau ada sesuatu yang salah.
"Aku tahu, pasti sulit melupakan Husain. Tapi coba ingat, kamu punya kenangan apa sama dia?" tanya Dery.
Tasha merasa suaminya itu tengah menyudutkannya terang terangan. Padahal kenyataannya, memang aneh. Bagaimana bisa Tasha menangisi penantian kosong tanpa kenangan apa pun.
Penantiannya terbilang lama tapi tidak ada momen yang bisa di kenang.
Tasha mengakui bahwa tujuh tahun memang tak bermakna apa pun Tasha dan Husain hanya saling bertukar pesan.
Tapi bukankah Tasha menjaga batasan juga demi menghargai Husain yang katanya tidak mau terjerembab di dalam hubungan haram? Lantas meski terasa kosong apakah berpindah hati adalah hal yang dibenarkan.?
Tasha mengerti bahwa manusia tidak bisa memilih kepada siapa hatinya akan berlabuh,namun sebagai laki-laki dewasa tidak bisakah Husain mengatakan sejak awal bila ia sudah tidak memiliki rasa terhadap Tasha?
Mengapa membuat wanita itu bahagia, Di hari dimana dia akan menjadi pengantin dan pernikahan impiannya yang harus berantakan.
Husain hanya datang memberi kebahagiaan sesaat kemudian pergi dengan luka besar yang dia tinggalkan.
"Memang nggak ada kenangan. Tapi tujuh tahun kamu pasti mengerti bahwa itu bukan waktu yang sebentar Mas. Sekarang semua sia-sia aku cuma buang-buang waktu."
Dery bingung harus menanggapi bagaimana sebab ia memang tidak berada di posisi Tasha.
Mungkin jika dia yang mengalami Dery tidak sempat berpikir untuk menyelamatkan harga diri keluarga dengan menikahi calon adik iparnya sendiri.
"Kita sudahi aja bahas Husain," ucap Tasha
"Kenapa? Dia laki-laki yang kamu puja kan? Dan dia kakak iparmu sekarang. Aku pikir sulit untuk kita berhenti membahas dia." jawab lelaki itu Sabil menaik turunkan alisnya menggoda sang istri.
"Ya terus wajahnya juga mirip sama suami aku"jawab wanita itu penuh emosi.
Kalau bisa Tasha ingin menghapus sejarah bahwa ia pernah mengenal Husain ia berharap punya kucing robot seperti Doraemon yang punya mesin waktu lalu esoknya ia bisa bertemu Husain sebagai ipar tanpa perasaan tidak nyaman.
"Dulu ya aku menolak banyak laki-laki yang datang karena yang aku mau cuma dia tapi sekarang Husain dimata aku cuma laki-laki yang nggak bisa pegang omongannya sendiri."
Dery memang pernah menjadi incaran banyak perempuan bahkan sekarang pun masih. Namun lelaki itu ragu bahwa semesta akan memberinya perempuan setulus Tasha.
Husain selalu menang dalam segala hal begitu pun tentang mendapatkan cinta yang tulus. Bodohnya lelaki itu malah menyia-nyiakannya.
Terlibat dalam pembicaraan serius dengan sang suami Tasha sampai tidak menyadari bahwa ponselnya bergetar sejak tadi di saku gamisnya.
Sepasang matanya bulat itu membaca deretan kalimat di salah satu aplikasi chatting, sebuah pesan dari nomer baru yang mengaku sebagai Alsan asisten pribadi suaminya yang mengirim pesan karena teleponnya tidak kunjung mendapat jawaban dari Dery.
('Bu, tolong bilang Dery kalau rumahnya bisa dilihat hari ini. Saya udah buat janji sama pemiliknya.')
Dalam hitungan detik Tasha melirik Dery yang masih duduk di ranjang.
"Mas?" panggil Tasha
"Hm?" Dery tidak menoleh.
"Kata Alsan dia udah dapet rumahnya."
"Oh ya? Bagus dong."
Melihat respons suaminya tidak sesuai harapan Tasha mendekat. Ia mendudukkan dirinya di samping sang suami dalam jarak satu lengan.
"Buat apa? Emang mas punya rencana kalau kita bakal tinggal terpisah? Pakai beli rumah baru segala."
Mendengar celotehan istrinya Dery mendongakkan kepalanya yang sedari tadi menunduk kemudian beralih menatap Tasha dengan serius.
"Siapa bilang kita bakal tinggal terpisah? Justru aku beli rumah itu, karena aku tahu mungkin kamu nggak nyaman kalau tinggal serumah bareng Abi sama Umi," ucapnya.
Tasha terperanjat. "Jadi kita bakalan pindah dari sini?" la menunjuk lantai kamarnya.
"Nggak mau!" katanya sambil menggeleng sok imut "Kamu kan bisa tinggal bareng keluarga kamu, dan aku di sini," protesnya.
Dery geli melihat ekspresi istrinya "Tasha kita ini pasangan suami istri ada cinta atau tidak kamu tetap istriku dan aku bertanggung jawab membahagiakan kamu. Memang benar kamu bahagia kalau tinggal di sini karena kamu bisa leluasa mengekspresikan diri.
beda kalau tinggal sama Abi dan Umi. Makanya sekarang aku cari rumah buat kita tinggali berdua, supaya kamu merasa rumah itu cuma milik kamu," jelas Dery sabar.
"Mas terpaksa beli rumah gara-gara aku ya?" Tasha tak terima seolah dirinya sungguh sangat merepotkan.
"Demi Allah enggak sha Udah dari lama sebenarnya aku mau beli rumah sendiri tapi selalu terhalang Umi yang nggak mau aku pergi dari rumah. Setelah pulang dari Mesir, Husain boleh beli rumah karena memang niatnya untuk ditinggali bersama kamu."
wajah Tasha pucat. Rasanya ia ingin membungkam mulut suaminya agar tidak terus menerus menyebut nama Husain. Lukanya memang tidak akan sembuh, tapi setidaknya Tasha tidak perlu merasakan perih berulang kali hanya karena lukanya disenggol.
Napas Tasha tercekat la buru-buru menyembunyikan wajahnya namun sayang sudah lebih dulu ditangkap oleh netra Dery. Suaminya itu merasa tak tega tapi Dery tidak terima juga bila Tasha tidak bisa melepas bayang-bayang Husain karena perempuan itu hanya sibuk menghindar alih-alih mengikhlaskan.
"Tolong untuk sekarang jangan sebut nama itu, apalagi mengingatkan kalau aku pernah mencintai dia sekarang suami aku itu kamu Mas. Walaupun sedikit sulit aku bakal tetap mencoba berusaha agar tidak menodai pernikahan kita.
Kalaupun kita sama-sama siap, kita bisa berpisah secara baik-baik tanpa perlu mengotori hubungan suci yang sudah ada,"
Dery merasa bagian hatinya ter cubit sakit rasanya bila mengingat bahwa ia menikah hanya karena terpaksa. Tapi di satu sisi ia tidak menyesali apa pun sekarang ia bersama Tasha jodoh yang sempat Dery minta dari sang pemilik langit.
“Aku udah bilang sha, Kita bisa bicara apapun kecuali tentang perpisahan. Di saat aku lebih memilih untuk menikahi kamu daripada Nasyisah itu artinya aku juga siap menerima kamu sebagai istri untuk seumur hidup."
Bohong kalau Tasha tidak menangis semua terasa terlalu berat untuk ia jalani.
kali ini rasanya ia ingin membunuh Husain sebab pemuda itu telah menciptakan penyesalan yang sangat dalam di hatinya. Andai Tasha tahu semuanya akan berakhir seperti ini, ia pasti lebih memilih menerima lamaran dari laki-laki yang datang padanya ketika Husain masih ada di Mesir.
Wanita itu terduduk memeluk lutut wajahnya disembunyikan diantara kedua lututnya, bahunya bergetar pertanda ia sedang menangis.
Dery bangkit dan memaksa Tasha untuk berdiri dan duduk berhadapan di tepian ranjang. Laki-laki itu memeluk pinggang istrinya dan telapak tangannya menghapus air mata yang memenuhi wajah Tasha sesaat lupa bahwa ia tidak boleh menyentuh Tasha selama perempuan itu tidak memberi izin.
Tasha semakin terisak dan menenggelamkan wajahnya di dada Dery. Ia menangis di dalam dekapan suaminya untuk waktu yang lama. keduanya hanyut dengan pikiran masing-masing tanpa bicara barang sepatah kata.
Persetan dengan rasa tidak nyaman karena disentuh oleh laki-laki asing Tasha butuh sandaran terima atau tidak tempatnya bersandar sekarang adalah dery suaminya yang sah di mata hukum dan agama.
**
Sore ini selepas melaksanakan sholat ashar Dery mengajak Tasha melihat-lihat rumah. awalnya Tasha menolak dengan alasan mager dan masih lelah karena acara pernikahan kemarin.
Tapi mengingat bahwa dirinya juga yang akan menempati rumah tersebut Tasha tiba-tiba setuju untuk ikut karena takut kalau Dery salah pilih.
"Loh? Kok bajunya begitu?" tanya Dery saat melihat istrinya sudah turun dari tangga.
Tasha yang ditanya begitu tentu saja menjadi bingung, la mengamati dirinya sendiri, lantas kemudian bergumam bahwa tidak ada yang salah dengan penampilannya.
Tidak ada yang salah dengan gaun army selutut itu lengannya tiga perempat tentu saja masih sangat masuk dalam kategori sopan lalu rambutnya ia gerai begitu saja.
"Apa? Kenapa emang? Kok lihatin aku begitu?" tanya Tasha sembari menunjuk dirinya sendiri.
"Ganti baju. Pakai gamis sama kerudung, sekarang!" perintah Dery tegas.
"Tadi malam tidur aja kamu pakai jilbab, sekarang mau keluar dengan baju begitu"
Tasha memandangi penampilan diri, Tasha baru ingat kalau sekarang dia telah resmi menutup aurat baik didepan orang maupun suaminya.
Wanita itu lari tunggang-langgang kembali menaiki tangga, sambil merutuki kebodohannya, kenapa dia bisa lupa kalau sekarang sudah berhijab.
*
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!