NovelToon NovelToon

Ketika Cinta Tak Harus Memiliki

Bab satu.

"Jeni, Radit masuklah papa ingin bicara." Pak Tio nampak mendudukkan dirinya pada sofa sederhana di dalam ruang tamu yang juga sederhana.

Dua manusia yang sedang asik berbincang didepan teras rumahnya segera memasuki ruang tamu untuk menemui papa dari Jeni yang akrab disapa dengan nama Tio.

"Ada apa pa?" tanya Jeni penasaran, karna tiba tiba saja sang papa memanggil dirinya dan sang pujaan hatinya.

"Jeni," ucap Tio dengan sedikit ragu.

"Mulai hari ini kalian harus memutuskan hubungan!"

Deg

Hatinya tiba tiba mencelos, seakan tersayat sayat, tubuhnya melemas, berdiri pun seakan tak lagi berpijak. Pikirannya seketika menjadi gelap. Sepasang kekasih itu terpaku menatap lelaki yang tak lagi muda itu dengan segudang pertanyaan.

Jeni menatap nanar sang ayah yang kini tertunduk dan berdaya. Tak ada angin dan tak ada hujan tiba - tiba saja sang ayah meminta agar dirinya memutuskan hubungannya dengan sang kekasih yang sudah terjalin selama lima tahun itu.

"Apa maksud papa, aku sama sekali tidak mengerti! Kenapa papa tiba - tiba ingin kita putus?" tanya Jeni dengan mata yang sudah mulai berkaca - kaca.

Sama halnya dengan Radit yang kini tatapannya menghunus pada ayah sang kekasih, banyak sekali pertanyaan yang terlintas dalam benaknya.

"Maafkan papa nak, papa terpaksa harus menikahkan mu dengan anak lelaki dari keluarga Anggoro!" sesal sang papa.

Sesungguhnya ia pun berat karna harus mengorbankan kebahagiaan sang anak. Namun ia juga tidak bisa berbuat apa - apa selain menikahkan putri kesayangannya itu dengan anak dari Anggoro demi melunasi hutangnya yang jumlahnya tidak sedikit itu.

Pak Tio sangat menyukai Radit karna sikapnya yang begitu sopan kepadanya. Walaupun Radit masih belum punya kerjaan namun Pak Tio memaklumi itu karna Radit dan Jeni sendiri masih sama - sama mengenyam bangku kuliah.

"Tapi kenapa pa?" tanya Jeni yang kini sudah mulai terisak.

"Perusahaan satu satunya milik papa telah bangkrut dan hutang pada keluarga Anggoro sangat besar nak, papa tidak memiliki apapun untuk membayar hutang yang tidak sedikit itu. Siang tadi Pak Anggoro datang dan beliau ingin kau menjadi istri dari anaknya," tutur Tio dengan raut kesedihan dan ketidakberdayaan.

Tanpa bisa lagi mengeluarkan kata katanya Jeni menggelengkam kepala.

"Jika boleh tahu berapa banyak hutangnya om?" sela Radit memberanikan diri untuk bertanya.

"Banyak sekali Radit, hampir mendekati satu miliar rupiah," tutur Tio kepada kekasih sang anak.

Radit pun hanya tertunduk lemah tanpa ada kata - kata lagi yang keluar dari mulutnya.

Mulutnya seakan terkunci kala mendengar jumlah hutang yang harus dibayarkan oleh ayah dari kekasihnya itu.

"Apa tidak ada cara lain om, Aku sangat mencintai Jeni," tanyanya lagi dengan raut sedihnya.

Sementara Pak Tio hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah.

"Baiklah om, jika memang itu satu - satunya jalan, aku bisa apa?"

"Enggak Radit, aku tidak bisa kehilanganmu. Aku sangat mencintaimu, aku hanya ingin menikah denganmu, bukan orang lain!" Jeni menggelengkan kepalanya sambil terus menangis sesenggukan.

"Aku juga menginginkan itu sayang, tapi aku bisa apa. Aku masih pengangguran. Belum ada penghasilan tetap. Kamu tau sendiri penghasilanku sebagai 'Penulis Novel Online' tidak seberapa. Jika saja aku punya banyak uang, aku ingin membayar semua hutang - hutang itu, agar kamu tidak menikah dengan orang lain. Tapi aku tak bisa sayang! Aku pamit, selamat tinggal Jeni." Radit mencoba bersikap tegar dihadapan Jeni.

Radit beranjak dari duduknya lalu berpamitan dengan sopan kepada Pak Tio tanpa ada perasaan marah ataupun benci. Walau jauh didalam lubuk hatinya yang paling dalam ia sangatlah kecewa.

Bohong, jika Radit tidak merasakan sakit dihatinya.

Kisah cinta yang telah ia rajut bersama wanita pujaannya selama lima tahun itu kini kandas sudah.

Hati siapapun akan sakit jika harus kehilangan seseorang yang begitu dicintainya.

Namun papa dari kekasihnya itu sedang dalam kesulitan dan tidak berdaya. Jika membantu dengan materi dia tidak mampu, maka berkorban adalah satu satunya cara untuk membantunya.

Radit harus mengorbankan cintanya yang begitu besar dan tulus kepada Jeni dengan merelakannya menikah dengan orang lain. Demi kebaikan keluarganya.

Radit pergi dengan perasan sakit yang teramat dihatinya yang tidak bisa diungkapkan dengan kata kata.

"Radiiiiiit......!" teriak Jeni disela isak tangisnya.

Suaranya terdengar begitu pilu dan menyayat hati.

"Papa, apa tidak ada cara lain pa? Jeni mohon pa. Jeni tidak sanggup jika harus berpisah dengan Radit pa!" tanyanya lagi dengan nada suara yang sudah terdengar serak karna sejak tadi terus menangis.

Tio meraih wajah sang anak lantas menghapus air matanya yang terus saja mengalir tanpa henti itu.

"Maafkan papa nak, hanya itu satu satunya cara yang bisa papa lakukan!" ada rasa sesak didadanya saat melihat tangisan pilu sang anak yang begitu ia sayangi.

Setelahnya Tio meninggalkan Jeni yang masih terus menangis.

Tio tahu, pasti Jeni beranggapan bahwa dirinya begitu kejam kepada anak kandungnya sendiri namun iapun tak punya pilihan lain.

Hidupnya yang sudah divonis dokter tidak akan lama lagi itu membuat dirinya harus segera mengambil keputusan sebelum dia meninggalkan dunia ini dengan hutang yang menumpuk.

Karna itu sama saja akan membuat hidup sang anak menjadi susah nantinya dan ia tidak mau membawa rasa bersalahnya itu sampai mati.

Jeni beranjak dari duduknya, mengusap air matanya dengan kedua tangannya sambil menatap punggung sang ayah yang sudah tidak muda lagi. Andaikan sang mama masih ada mungkin ia tidak akan serapuh dan sesakit ini.

Dengan langkah yang begitu lemah Jeni berjalan menapaki anak tangga menuju kelantai dua kamarnya.

Langit sore itu seakan ikut menangis menyaksikan sepasang kekasih yang saling mencintai itu tiba - tiba harus berakhir begitu saja.

Radit terus berjalan ditengah hujan lebat yang tiba - tiba saja turun bersamaan dengan berakhirnya hubungannya dengan Jeni wanita yang begitu dicintainya.

Hubungan yang sudah terjalin sejak duduk dibangku SMA itu terpaksa harus kandas ditengah jalan.

Lagi - lagi definisi uang adalah segalanya memang sangatlah benar. Dengan uang seseorang bisa melakukan apapun. Bisa mendapatkan apapun yang dia inginkan termasuk wanita.

Tak jauh nampak sebuah pondok kecil. Lelaki itu mempercepat langkah kakinya menuju pondok tersebut.

Dengan pakaian yang basah kuyup lelaki rapuh yang sedang berpura pura tegar itu menyandarkan tubuhnya pada dinding pondok yang terbuat dari kayu. Punggung kokoh itu terlihat bergetar. Sepertinya lelaki itu kini sedang menangis. Dadanya yang terasa begitu sesak tak lagi dapat ia tahan. Hingga akhirnya ia pun menumpahkan segala kepedihan hatinya.

"Haaaaaaaaaaaaaaaa!" teriakan lelaki itu disertai bunyi petir yang begitu menggelegar, "Kenapa Tuhan? Kenapa engkau memisahkanku dengan wanita yang begitu aku cintai, kenapa?!" Teriaknya lagi dengan menggelegar dan lagi - lagi disambut oleh kilatan petir.

"Aku bersumpah! Aku akan menjadi orang kaya dan aku akan mendapatkan semua yang aku inginkan termasuk merebutmu kembali Zeni! Aku bersumpaaaaaah!"

DUARRRRR.........

Suara petir kembali menggelegar. Lelaki itu kembali berjalan dibawah guyuran air hujan yang begitu lebat dengan air mata yang terus mengalir deras.

Bab dua

"Keringkan tubuhmu dan minumlah teh hangat ini!" titah sang kakek.

Radit menyambut handuk tersebut lalu mengeringkan tubuhnya.

"Sekarang katakan masalah berat apa yang sedang kau alami?" tanya sang kakek setelah Radit berhasil menyeruput teh hangat buatannya itu.

"Jeni. Kita baru saja putus." Radit menundukkan wajahnya.

"Kenapa, Tio menikahkannya dengan anak konglomerat itu?" tanya sang kakek seolah telah tau dan membuat Radit mengernyitkan keningnya.

"Kakek sudah tahu?" tanya Radit lalu kembali menyeruput air teh yang masih berada ditangannya.

"Hemm, Siang tadi Tio datang kesini membicarakan soal itu denganku. Hutangnya terhadap keluarga Anggoro itu tidak sedikit." Kakek Tomo menghela napasnya berat seolah ia merasakan kesulitan yang sedang Tio rasakan saat ini

"Perusahaannya bangkrut, ia mengidap suatu penyakit yang mematikan bahkan dokter telah memvonis umurnya tinggal beberapa bulan saja. Itu sebabnya Tio harus segera mengambil keputusan, sebelum semuanya terjadi!" tutur sang kakek lagi.

"Belajarlah legowo menerima takdir Gusti Allah, yakinlah bahwa rencanaNYA yang terbaik dari rencana terbaik seorang manusia manapun!" Kakek Tomo menepuk pundak sang cucu dengan lembut.

"Ya kek, aku akan menerimanya dengan ikhlas walaupun semuanya teras begitu menyakitkan, tapi aku pun tak bisa berbuat apa - apa, andai aku saat ini telah sukses dan banyak uang, aku pasti akan melunasi semua hutangnya hingga Jeni akan menjadi istriku," ucap Radit dengan suara tercekat menahan rasa sakit yang teramat.

Radit menatap layar wallpaper pada ponselnya. Nampak gadis pujaannya dengan senyuman manisnya dan raut wajahnya yang terlihat begitu bahagia.

"I love you, Jeni." Radit mengusap layar ponselnya layaknya sedang mengusap wajah gadis pujaannya itu.

Radit beranjak dari duduknya, menatap dirinya pada pantulan cermin yang tergantung pada dinding kamarnya. Tubuhnya yang tinggi tegap, manik matanya bulat sempurna dengan kedua alis yang tebal. Lelaki itu menyibakkan rambutnya kebelakang.

"Kelak aku sukses nanti, akan aku rebut kembali saat kau tidak merasa bahagia Jeni. Aku mencintaimu dengan segenap jiwa dan ragaku. Tidak akan ada yang bisa menggantikan posisimu didalam lubuk hatiku," ucap Radit dengan mantap.

Keesokan harinya.

Keluarga Anggoro berkunjung ke kediaman sederhana milik Tio.

Seorang lelaki dengan tinggi tubuh proposional menghampirinya dan mengulurkan tangannya untuk menyalami calon mertuanya itu.

Lelaki itu adalah Dimas Anggoro. Seorang lelaki mapan dan sukses di usianya yang masih terbilang muda.

"Selamat pagi paman," sapa Dimas dengan sopan.

"Selamat pagi Nak Dimas," sahut Tio dengan senyum hangatnya.

Dari arah kamar nampak seorang perempuan cantik sedang berjalan menghampiri semua orang yang sudah berada diruang tamu sederhana rumahnya.

Dimas hampir tak berkedip melihat kecantikan yang begitu luar biasa dari calon istrinya itu.

Semula Dimas mengira bahwa wanita yang akan dinikahkan dengannya adalah wanita sederhana biasa. Namun nyatanya kecantikan yang dimiliki Jeni membuat Dimas takjub.

Wanita itu menatap datar pada lelaki yang kini sedang tersenyum ramah kepadanya.

Tidak bisa dipungkiri jika Dimas juga lelaki yang begitu tampan juga rupawan, sikap ramah yang selalu mendominasi membuat ketampanannya semakin bertambah berkali lipat.

Namun saat ini di hati Jeni hanya pada Radit kekasihnya lebih tepatnya mantan kekasih sebab mereka sudah putus satu hari yang lalu.

"Jeni, ini Dimas, dan ini paman Anggoro!" sang ayah mengenalkan

Jeni mengulurkan tangannya sopan. Dan sedikit mengulas senyuman sebagai tanda ia menghormati orang yang lebih tua.

Namun saat tangannya beralih pada Dimas raut wajah itu kembali terlihat datar.

Jeni mengulurkan tangan pada lelaki tampan itu.

"Jeni," ucapnya dengan memaksakan sedikit senyuman disudut bibirnya.

"Dimas Anggoro, kamu boleh panggil Dimas saja," ucap Dimas antusias..

"Ternyata Jeni tumbuh menjadi gadis yang begitu cantik, mirip sekali dengan mendiang ibunya," ucap Anggoro sembari terkekeh.

Mengingat dulu dirinya begitu mencintai Serly namun karna keadaan ekonomi yang sangat sulit saat itu membuat Anggoro harus rela melepaskan wanita yang begitu ia cintai. Karna orang tua dari serly dulu menentang keras hubungan mereka.

"Ya kau benar Anggoro," anakku begitu mirip dengan mendiang istriku.

Sesaat Tio termenung mengingat istrinya yang sudah meninggal 20 tahun lalu.

Jeni menuangkan air teh yang berada di atas meja lalu meletakan dihadapan tamunya satu persatu.

"Victor, tolong kemarikan berkasnya!" titah Dimas pada sang asisten.

"Paman ini adalah berkas yang harus ditanda tangani olehmu." Dimas menyodorkan beberapa lembar berkas pada calon mertuanya.

Tio membaca berkas itu dengan seksama.

Tiba pada lembar kedua Tio mengernyitkan keningnya sudut matanya melirik kearah Anggoro yang sedang menatap Tio.

Lalu Anggoro menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

Jadi semua ini ada campur tangan istriku, jadi istriku telah menjodohkan Jeni dengan Dimas sejak mereka kecil. Siapa sebenarnya Tuan Anggoro? banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam benak Tio.

"Bisa kita bicara empat mata?" pinta Tio akhirnya dan mendapat anggukan dari Anggoro.

"Sebenarnya apa hubunganmu dengan mendiang istriku Tuan Anggoro?"

Anggoro nampak mengulas senyuman. Lalu menepuk pundak Tio.

"Sejak Anda menikahi kekasihku yang bernama Serly dulu, sejak saat itu pula hubunganku dan Serly berakhir."

"Maksud Anda, Serly dulu adalah kekasih anda?"

Lagi - lagi Anggoro mengulas senyuman.

"Aku dan Serly adalah sepasang kekasih yang saling mencintai namun keadaan ekonomi ku yang begitu buruk saat itu, sehingga tak bisa menikahinya secepatnya atas permintaan ayah Serly yang saat itu umurnya sudah tidak lama lagi. Karna saat itu aku tidak punya cukup uang untuk menggelar sebuah pesta pernikahan yang diimpikan kedua orang tua Serly. Lalu tiba tiba saja anda datang melamar Serly yang langsung mendapat restu dari kedua orang tuanya," jelas Anggoro panjang lebar.

"Lalu surat perjanjian yang telah ditanda tangani oleh istriku ini,"

"Saat Serly di vonis mengidap kanker stadium akhir dia mendatangiku dan memintaku untuk menikahkan anak gadisnya kelak dengan anakku, sebagai bentuk rasa cinta kami yang tidak bisa bersatu. Lalu dia menceritakan keadaan perusahaan anda yang mulai memburuk karna banyaknya biaya pengobatan yang harus anda keluarkan untuk Serly saat itu. Sebagai janjiku yang selalu ingin membahagiakan Serly saat saya sukses, saya pun mengabulkan permintaan terakhir Serly."

"Baiklah sekarang saya mengerti kenapa anda begitu bersikeras untuk menikahkan Anak anak kita! ternyata bukan semata karna hutang hutangku, tapi karna janjimu pada mendiang istriku. Sekarang saya merasa lega, tidak lagi merasa telah menjual anak gadisku demi membayar hutangku," ucapnya seraya menghembuskan napas lega.

"Terima kasih Anggoro." Tio memeluk Anggoro dengan penuh kebahagian.

"Sama - sama Tio, hanya itulah yang bisa saya lakukan untuk memenuhi janjiku pada Mendiang istrimu." Anggoro membalas pelukan Tio.

Setelahnya mereka kembali keruang tamu.

Setelah kedua belah pihak saling sepakat untuk melakukan pernikahan itu seminggu lagi mereka pun pamit.

Senyuman hangat terus mengembang dibibir Dimas, apalagi saat menatap Jeni, jantung Dimas berdegup dengan sangat kencang. Ada debaran aneh yang tak bisa hilang dari hati laki laki tampan dan juga mapan itu.

Jeni menghela napas lega saat mobil keluarga Anggoro tak terlihat lagi.

Bab Tiga

Seorang wanita yang masih mengenakan gaun pengantinnya itu berjalan menuju kamarnya.

Lebih tepatnya kamar baru di rumah yang baru saja ia tempati malam ini Jeni kini telah berada di rumah Dimas, lelaki yang baru saja menikahinya hari itu.

Jeni sedang berusaha membuka resleting gaun pengantinnya.

"Ck." berdecak karna sejak tadi resleting gaunnya tak kunjung terbuka.

"Perlu aku bantu?" tanya Dimas yang baru saja memasuki kamarnya.

"Tidak perlu aku bisa sendiri. Sahut Jeni tanpa ekspresi.

"Baiklah jika kamu tidak butuh bantuan, aku ke kamar mandi dulu ya." Ucap Dimas Seraya berjalan menuju ke kamar mandi.

"Huh dasar tidak peka!" gerutunya kepada Dimas yang sudah sudah menghilang dibalik pintu kamar mandi yang mulai tertutup itu.

Sejujurnya Jeni berharap Dimas mau membantunya tanpa harus bertanya dulu. Rasa gengsinya yang begitu besar membuatnya menolak bantuan sang pria yang kini telah menjadi suaminya.

Tak lama Dimas pun keluar dari kamar mandi. Melihat Jeni yang masih menggunakan gaun pengantinnya Dimas tersenyum. Lalu berjalan mendekat ke arahnya. Tiba-tiba saja tangannya dengan cekatan membukakan resleting di bagian belakang tubuh Jeni.

Jeni terpaku seketika karna tiba-tiba ada lengan kokoh yang menyentuh punggungnya.

"Kamu aku bilang tidak usah!" cap Jeni dengan raut wajahnya yang masih tetap datar.

"Memangnya sepanjang malam kamu mau mengenakan gaun itu, segeralah ganti!" titahnya lelaki itu.

Dimas lantas mendudukkan dirinya di atas kasurnya dan terus menatap lekat Jeni yang sedang membuka gaun pengantinnya itu.

"Kenapa kau menatapku seperti itu keluarlah aku tidak bisa berganti pakaian Jika kamu masih ada di dalam kamar ini!" titah Jeni dengan nada kesal.

"Kenapa, Bukankah kau sekarang adalah istriku?" ucap lelaki itu dengan santainya.

Jeni menghela napas kasar. Karena lagi-lagi ucapan lelaki itu adalah benar mereka kini sudah resmi menjadi suami istri.

Mengingat kata suami istri membuat Jeni seketika menjadi murung. Wanita itu menatap Nanar pada kasur King size yang sudah didekorasi seindah mungkin untuk sepasang pengantin baru. Andai saja lelaki itu adalah Radit sang kekasih betapa bahagianya dirinya saat ini.

Selama ini wanita itu selalu memimpikan hari-hari Indah itu bersama Radit sang kekasih. Tapi semua itu hanya tinggal mimpi belaka.

Kini ia telah menjadi seorang istri dari lelaki lain. Lelaki yang sama sekali tidak ia kenal apalagi cinta.

"Apa kau akan meminta hakmu malam ini?" Tanya Jeni tanpa menatap Dimas.

"Tentu saja kenapa aku harus menundanya," goda Dimas membuat Jeni menjadi gugup

Lagi lagi Dimas hanya tersenyum melihat kegugupan sang istri. Bagi Dimas raut gugup sang istri menjadi keunikan tersendiri dalam diri wanita itu.

"Apa kau sedang teringat dengan kekasihmu?" Sindirnya.

Wanita itu semakin terlihat gugup dan kini menjadi salah tingkah.

"Tidak usah gugup seperti itu. Aku tahu malam ini adalah impianmu bersama kekasihmu yang sudah terjalin selama 5 tahun itu bukan?" lelaki itu tersenyum miring.

"Kamu.., kamu tahu semua itu?" Tanyanya heran.

"Tentu saja aku tahu. Aku sudah menyelidiki terlebih dahulu, karna aku juga harus tahu tentang wanita yang akan aku nikahi itu seperti apa sebelumnya," ujar Dimas

"Jika kamu sudah tahu lalu kenapa kamu masih bersedia menikahi aku?"

"Ingat Jeni hutang ayahmu bukanlah sedikit hampir satu miliar rupiah!" Dimas menekankan kata miliar rupiah.

"Ya aku sangat tahu itu, tidak perlu kamu ingatkan. Aku menikah denganmu hanya untuk menebus hutang-hutang Ayahku bukan?" sahutnya.

"Baguslah jika kamu sadar! Dan mulai malam ini lupakan kekasih 5 tahunmu itu. Kamu harus bisa melayaniku dengan sebaik mungkin!" ucapnya lagi dengan penuh penekanan.

Wanita itu memejamkan matanya kesal. Ia cukup sadar dan tahu diri jika dirinya berada di rumah mewah itu hanyalah sebagai alat penebus hutang sang ayah.

"Lalu apa mau kamu sekarang?" tanyanya memastikan.

"Seperti pengantin baru pada umumnya!"

"Malam pertama?" Tanya Jeni datar.

"Hmmm."

Jeni tak bisa bicara apapun lagi, hingga akhirnya ia pun pasrah dengan keadaan malam itu.

Mau tidak mau, suka atau tidak, Dimas menginginkan dirinya menjadi istri seutuhnya.

Sebenarnya Dimas tidak pernah menganggap Jeni sebagai alat penebus Hutang, hanya saja Dimas ingin wanita itu menurut padanya. Dimas jatuh cinta pada pandangan pertama terhadap Jeni. Namun saat Dimas mengetahui dari orang suruhannya jika Jeni memiliki seorang kekasih sebelum menikah dengannya bahkan hubungan mereka sudah terjalin begitu lama. Itu membuat Dimas yakin tidak akan mudah mendapatkan hati wanita yang sejatinya telah resmi menjadi istrinya saat ini. Lelaki itu terpaksa memanfaatkan kata hutang. Agar wanita itu sedikit luluh kepadanya.

Setelah melewati malam panjang bersama sang istri kini Dimas terduduk di atas kasur king size-nya. Menatap wanita yang kini telah tertidur lelap karna pertarungannya melewati malam pertama.

"Aku jatuh cinta padamu, sejak pertama kali bertemu denganmu Jeni, semua yang aku lakukan malam ini atas dasar cinta, kamu bukan penebus hutang, kamu istriku yang ku pilih karna cinta." lirihnya.

Dimas mengusap kening sang istri. Lalu membaringkan tubuhnya di samping wanitanya, memeluknya dengan posesif dan tak lama ia pun ikut terbuai ke alam mimpi bersama sang istri.

Di sisi lain.

Radit sedang gelisah.

Bagaimana tidak, malam ini adalah malam pertama pernikahan Jeni mantan kekasihnya.

Radit tidak Rela membayangkan wanita yang sangat dicintainya itu disentuh lelaki lain. Namun ia pun sadar jika wanita yang begitu dicintainya itu kini telah menjadi istri orang lain. Mau tidak mau suka atau tidak, dirinya harus bisa merelakan wanita pujaannya hatinya untuk menjadi milik orang lain saat itu dan selamanya.

"Jen, aku hanya bisa berdoa semoga kamu selalu bahagia."

Radit menghembuskan napas berat.

Sungguh ia tidak bisa tidur membayangkan wanita yang sangat dicintainya itu.

Radit kembali memejamkan matanya. Tapi bayangan Jeni sedang melakukan malam pertamanya terus menari - nari indah di atas kepalanya saat ini.

"Shitt!! Kenapa semuanya jadi seperti ini?! Relakan Dit, kau tidak bisa terus menerus memikirkan wanita yang saat ini telah menjadi istri orang lain!" Lelaki itu terus bergumam sendiri di dalam kamar sederhananya. Seraya mengacak rambutnya dengan kasar.

Radit beranjak dari ranjang jati sederhana miliknya. Menuju ke teras depan rumahnya, hendak mencari angin segar.

Dihisapnya satu batang rokok untuk menemani secangkir kopinya yang baru saja ia buat.

Tak lama, ponselnya berdering.

"Syifana," gumamnya.

Ternyata Syifana yang saat ini menelpon dirinya dengan panggilan Video.

"Ya syifana," sahutnya.

"Radit, kau baik baik saja kan?" tanyanya dengan penuh kekhawatiran.

"Seperti yang kamu lihat, aku bahkan masih bisa merokok dan duduk di depan teras, ada apa kamu mengkhawatirkan aku?" Tanya Radit heran.

"Tak apa Dit, aku hanya khawatir, karna malam ini kan malam pernikahan mantan kekasihmu dengan lelaki kaya itu! Kamu beneran tidak apa apa kan?" Syifana penuh perhatian

"Tidak, terima kasih telah mengkhawatirkan aku."

"Baiklah, aku tutup telponnya ya Dit, semalam malam!"

Tut tut tut....

Radit menatap layar ponsel yang masih menampilkan foto kontak Syifana.

Syifana. Gamamnya lirih.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!