NovelToon NovelToon

BAPER (BAwa PERasaan)

Episode 1 -SAHABAT-

Sahabat..

Bukan tentang orang yang telah lama berteman dengan kita, melainkan tentang orang yang selalu ada untuk kita, baik dikala senang maupun susah.

Kisah ini menceritakan tentang 6 orang sahabat yang terdiri dari 3 orang laki-laki; Kenzo, Nathan, Dave, dan 3 orang perempuan; Sheryl, Milly, dan Megan.

Ke-enamnya telah bersahabat baik sejak mereka sama-sama masuk SMA.

Biasanya, ketika seorang lelaki dan perempuan menjalani persahabatan, selalu ada salah satu pihak yang diam-diam menyimpan rasa.

Apakah hal itu juga akan berlaku pada mereka?

Yah.. kita akan segera mengetahuinya.

***

Suatu Hari..

Di dalam sebuah basecamp yang berukuran cukup luas, terlihat 2 anak manusia yang sedang duduk berdampingan di sofa. Keduanya tampak sibuk dengan handphone masing-masing. Yang satu tengah asyik chattingan, Sedang satunya tengah khusyu bermain game.

Tak lama, sebuah notifikasi masuk ke handphone pemuda berponi dan berparas rupawan tersebut.

[Whatsapp From Kenzo: Tan, gw sma Megan mau bli cemilan dlu ke minimarket]

Nathan. Begitulah orang-orang memanggilnya.

Ia pun segera memberi tahu informasi tersebut pada seseorang yang sedang duduk disampingnya.

"Si Kenzo sama si Megan mau beli cemilan ke minimarket dulu katanya."

Tidak ada respon dari lawan bicaranya. Akhirnya Nathan menoleh. "DEV!"

Pemuda yang semula senyum-senyum sendiri dan disinyalir bernama Dave itu, sontak terperanjat. Ia pun memutar kepalanya tanpa menghilangkan senyum manis di bibirnya. "Eh.. Kenapa Than?"

"Loe lagi lihatin apaan sih?" tanya Nathan kesal, sekaligus heran.

Dave nyengir, memamerkan giginya yang putih dan rapi. "Kepo lu, kaya Dora."

Nathan yang semakin dongkol akhirnya memilih diam dan meneruskan bermain game. Tidak ada gunanya juga ia tahu apa yang sedang dilakukan Dave dengan handphonenya.

5 menit berselang, datang seorang gadis berkulit putih, berambut panjang, berpipi chubby, dan bermata indah.

Ialah Milly, yang langsung menghempaskan dirinya di samping Dave. "Yang dateng baru segini?" tanyanya pada pemuda tampan yang sekilas mirip Billy Davidson tersebut.

Namun seperti saat Nathan bertanya, Dave juga tidak merespon pertanyaan Milly. Bahkan tampaknya dia belum menyadari kedatangan gadis tersebut saking fokusnya dia chattingan.

Akhirnya Milly menatap Nathan dan bertanya hal yang sama. Namun belum selesai Milly menuntaskan pertanyaannya, Nathan sudah memotong, "Udah tahu yang dateng baru segini, masih aja nanya," katanya, pedas.

Milly menghela nafas, berusaha meredam emosinya. "Tapi anak-anak lain bakal kesini kan? Loe udah hubungin mereka?"

Nathan hanya mengangguk tanpa mengalihkan perhatiannya dari benda pipih yang berada digenggamannya.

"Terus mereka semua bakal dateng?"

Mendengar Milly yang tak henti-hentinya bertanya, Nathan jadi kesal. "Duh.. Jangan nanya sama gue deh! pusing gue denger suara loe!"

Milly sendiri tidak mengerti. "Loe tuh kenapa sih selalu sinis sama gue?!"

"Perasaan loe aja kali, gak usah lebay deh," jawab Nathan cuek, dan kembali bermain game.

Milly akhirnya mengunci bibirnya rapat-rapat. Ia sadar, tidak akan ada gunanya berdebat dengan pemuda yang ngeselinnya Naudzubillah itu. Yang ada ia hanya buang-buang waktu dan tenaga saja.

Dave sendiri baru menyadari keberadaan Milly di sampingnya. "Eh, si pipi bakpau.. Kapan dateng?"

"Tahun seribu delapan ratus tujuh puluh sebelum masehi!" Celetuk Milly, sewot.

Dave tertawa kecil. "Hha.. Sa ae lu."

Tak lama kemudian, pintu basecamp terbuka dan menampakkan sesosok pemuda yang menenteng plastik belanjaan. Dibelakangnya, terlihat pula seorang gadis yang sedang sibuk mengikat rambutnya yang digerai sebahu.

"Hai Guys," sapa Kenzo. Pemuda yang sebelumnya mengirim Pesan singkat pada Nathan.

Dave membalas sapaan Kenzo dengan senyuman dan lambaian tangan. Sementara Nathan dan Milly tidak merespon.

"Si Sheryl mana? Belum dateng tuh anak?" Tanya Megan setelah rambutnya terikat sempurna.

"Kaya nggak tahu dia aja.. Dia kan selalu ngaret," jawab Milly yang masih tampak Badmood.

"Iya juga sih."

Milly pun bangkit dan mendekati Kenzo yang sedang berdiri sambil meminum air dalam kemasan. "Loe beli cemilan kesukaan gue nggak?"

"Apaan? Martabak?" Kenzo balik bertanya setelah minum.

"Ih! Bukan."

Dave menatap Kenzo heran. "Emang di minimarket ada martabak?"

"Nggak ada sih," jawab Kenzo polos. Ia menggaruk pipinya yang tidak gatal. "Terus apaan?"

"Semen tiga roda," celetuk Nathan.

Dave dan Kenzo tertawa ngakak. Berbeda dengan Milly yang langsung merebut botol minum Kenzo dan melemparnya ke arah Nathan. "Sekate-kate loe kalo ngomong! Loe pikir gue si Limbad apa?"

"Apaan sih loe? Orang gue lagi ngomong sendiri."

"Diem deh loe!"

"Loe yang diem!"

Melihat kelakuan Nathan dan Milly, Megan geleng-geleng kepala, prihatin. "Ckckck.. Dasar orang-orang stress!"

Milly pun mendekati Megan dan mengadu padanya. "Meg, mereka jahat banget sih! Tiap kali ngumpul, mereka selalu ngebully gue. Apalagi orang gila itu tuh." Milly melirik Nathan tajam.

Tapi Nathan pura-pura tidak mendengar dan masih asyik bermain game. Padahal daritadi ia kalah terus.

Megan sendiri merangkul Milly, membelanya, "Cup.. Cup.. Kacian..

Tapi loe tenang aja Mil, ntar gue laporin mereka semua ke polisi, biar mereka semua dijeblosin ke penjara .. Muahahaha." Megan tertawa sadis.

"Bukannya loe anti sama polisi?" Ledek Dave sambil mengingat kejadian beberapa bulan silam.

Awalnya Kenzo bingung. Tapi kemudian dia juga ingat, dan akhirnya tertawa. "Haha .. gara-gara waktu itu dia pernah ditilang karena gak pake helm kan? Dia jadi punya dendam tersendiri sama isilop."

"Makasih loh udah ngingetin!" Megan mengerucutkan bibirnya. Dave dan Kenzo hanya tersenyum.

Sementara Nathan yang sudah bosan, akhirnya menyimpan handphonenya ke dalam saku celananya. "Yaudah, kita mau nonton film apa sekarang?"

Sedikitnya seminggu sekali, mereka memang selalu menyempatkan diri untuk berkumpul dan menonton film bersama di basecamp tersebut. Mungkin bisa disebut tradisi, yang sudah berjalan sekian lama.

"London love story 3," jawab Megan seraya berjalan mendekati laptopnya yang terletak di atas sebuah meja.

Dave dan Kenzo mengeluh. Bahkan Nathan terang-terangan protes, "Gak ada film lain apa? Film horor kek, atau thriller."

Milly mewanti-wanti, "Kalau horor gue balik yah."

"Bodo amat."

"NATHAN!"

"Gak ada, gue belum download lagi soalnya," jawab Megan.

"Ya tinggal ngedownload sekarang..

Gue lagi pengen nonton film horor nih." Nathan tetap bersikeras. Padahal ia juga tahu jika Milly adalah gadis yang penakut setengah mati.

Disaat seperti itu, tanpa diduga Dave membela Milly, "Jangan lah, kasihan Milly..

Bisa-bisa ntar malem dia nggak bisa tidur."

Milly girang bukan main, dan langsung mencubit pipi Dave gemas. "Aaa... Dave emang baik."

Dave hanya tersenyum. Sementara Nathan mendengus kesal.

"Yaudah terus jadinya mau film apa?" Megan meminta kepastian.

"Adanya film apa aja?" Tanya Kenzo.

"Ada Susah Sinyal, Meet me after sunset, Fast Furious 8, sama--"

"FAST FURIOUS 8!" Seru ketiga pemuda itu, kompak.

Tapi lagi-lagi Milly keberatan. "Kenapa harus film barat sih?"

"Duh! Udah deh gak usah protes! Rewel amat sih jadi

orang!" kecam Nathan, sadis.

Milly terdiam seribu bahasa. Perkataan Nathan memang tak ubahnya pisau yang selalu menusuk perasaanya setiap saat. Apapun yang ia katakan, selalu berhasil menyakiti hati Milly.

Megan menghela nafas panjang. "Yaudah, berarti sepakat yah, Fast furious 8." Gadis berambut coklat itu menatap Milly. "Mill, gak papa kan?"

Milly hanya mengangguk. Sakit hati membuatnya pasrah dan tak ingin mengatakan apa-apa lagi.

"Oke.. Mau nonton sekarang,apa nungguin si Sheryl?"

"Sekarang aja.. Lama kalo harus nungguin tuh

bocah. Mending kalo dia dateng," usul Dave.

Megan mengerti dan langsung menyiapkan infocusnya.

Tapi bukannya membantu, keempat temannya malah sibuk masing-masing.

Dave dan Kenzo sibuk menggosip, "Loe tahu gak? Ada donat yang harganya 80 juta!"

"Oiyah?"

"Iyah!"

"Donat apaan?"

Nathan sibuk mencari makanan di plastik belanjaan yang dibawa Kenzo. "Zoe, loe gak beli permen milkita apa?"

Sementara Milly sibuk melamun.

Melihat semua itu, Megan langsung protes "Woy para kamvret! Bantuin kek! Gak berperikemanusiaan banget sih!"

Kenzo nyengir dan akhirnya turun tangan membantu Megan, yang notabene merupakan sahabat sekaligus tetangganya.

Dave sendiri membuka kemasan keripik kentang, lalu menawarkannya pada Milly. "Mau?"

"Gak!"

Disaat yang sama, Sheryl baru datang. Seorang Gadis primadona sekolah yang banyak digandrungi kaum adam, karena kecantikan wajahnya yang tiada tara.

Betapa tidak? Bibirnya yang mungil dan merah alami, hidungnya yang mancung, kulitnya yang putih, alisnya yang tebal, dan matanya yang bulat, membuat siapa pun jatuh cinta pada parasnya.

Bahkan orang-orang kerap menjulukinya Barbie Hidup.

"Hallo everybody, Princess datang.." sapanya.

"Woooo.." sorak mereka ber-lima.

"Ngaret banget sih lu," seloroh Megan.

Sheryl duduk disamping Milly. "Ya sorry, sebelum kesini kan gue musti dandan syantik dulu."

"Dasar ratu make up!" celetuk Nathan.

"Bodo!"

"Cowok loe tahu gak, kalau loe mau nobar sama kita?" Tanya Dave dengan mulut penuh makanan.

"Kalau dia tahu, gue gak bakal mungkin ada disini Dev."

Dave manggut-manggut. "Prihatin gue sama loe."

Sheryl tersenyum kecut. Ia memang memiliki pacar yang posesif sekali. Entah saking apanya, Sheryl bahkan dilarang dekat-dekat dengan pria lain, meskipun itu hanya sekedar teman.

"Loe gak ngerasa di kekang ya?" tanya Dave kemudian.

"Mau gimana lagi Dave? Yang namanya udah terlanjur cinta kan susah," jawab Sheryl pahit.

"Iya juga sih."

Setelah memasang infocusnya, Megan langsung

memutar Film Fast & Furious 8 di laptopnya.

Dirinya, Kenzo, Nathan, Sheryl,dan Dave pun langsung memantengi layar besar yang ada di hadapan mereka.

Lain halnya dengan Milly. Ia malah asyik menonton film di youtube. Kenapa? Karena pada dasarnya, ia memang tidak suka film barat, apapun genrenya.

Sesaat kemudian, Nathan merasa terganggu oleh Milly yang memutar filmnya dengan volume tinggi. Bahkan saking tingginya hampir menandingi film yang sedang mereka tonton.

Akibatnya bukan hanya Nathan, yang lainnya juga jadi merasa terganggu. Namun mereka memilih bungkam.

Berbeda dengan Nathan. "Duh! Kalau mau nonton film lain mendingan di luar aja sono! Kasihan yang lain! Mereka jadi gak fokus nonton gara-gara loe!" Hardik Nathan tanpa mempedulikan perasaan Milly.

Milly menelan ludah pahit. Ia tahu diri dan langsung keluar tanpa sepatah katapun.

Kenzo, Dave, dan Megan terdiam. Sedangkan Sheryl langsung memprotes sikap Nathan. "Kelewatan banget sih loe."

Nathan seakan tak peduli dan tetap memantengi layar besar dihadapannya.

Diluar basecamp, Milly duduk seorang diri.

Tatapannya memang terarah ke layar handphonenya yang saat itu masih memutar film London Love Story 3. Namun fikirannya justru terus memutar ucapan menyakitkan Nathan tadi.

Mengingat hal itu, Milly membatin, 'Dulu loe baik banget Nathan..

Tapi kenapa sekarang loe berubah dan seakan benci sama gue? Apa salah gue sebenernya?' Milly menunduk dan menghela nafas panjang. Sekuat tenaga ia menahan airmatanya agar tidak luruh.

"Loe lagi nonton film apa sih?" Tanya seseorang tiba-tiba.

Milly terperanjat dan langsung menatap orang tersebut. Rupanya Dave, yang kemudian duduk disampingnya.

Milly balik bertanya. "Kenapa loe keluar?"

"Kasihan gue sama loe, jadi gue keluar," jawab Dave, terdengar tulus.

Milly menelan ludah getir. "Gue gak papa kok, udah sana loe masuk lagi."

"Nggak. Pokoknya gue pengen nemenin loe, titik!"

Milly tak memaksa Dave dan akhirnya membiarkan pemuda itu tetap disana.

Ia pun kembali menonton film di handphonenya..

"Mil.." Panggil Dave.

"Hmm?"

"Omongan Nathan jangan diambil hati yah?

Loe kan tahu sendiri dia orangnya kaya gimana."

Milly hanya diam. Karena ia sendiri tidak tahu harus menjawab apa.

"By the way, loe lagi nonton film apa?" tanya Dave seraya menggeser posisi duduknya, lebih dekat dengan Milly.

"London Love Story 3"

"Owh.. Pemainnya siapa?"

"Loe nggak tahu?"

"Nggak."

"Michelle Ziudith sama Dimas Anggara."

"Owh ..." Dave manggut-manggut sambil menatap layar ponsel Milly.

Milly tersenyum saat menyadari sesuatu. "Loe tahu nggak Dave? Nama lead male-nya sama kaya nama loe."

"Serius? Namanya Dave?"

Milly tersenyum dan mengangguk.

"Kalo nama ceweknya?"

"Karamel."

Dave tertawa geli. "Kenapa nggak tiramisu aja sekalian?"

"Haha.."

"Yaudah, Ayo kita nonton..

Eh dari awal dong, gue kan juga pengen tahu."

Milly mengerti dan langsung memutar filmnya kembali dari awal.

Bersambung...

Episode 2 -Don't judge a book by its cover -

Pukul 05.00 pagi, Nathan sudah membuka mata.

Ia pun bergegas mandi, kemudian tak lupa menunaikan ibadah shalat subuh.

Setelah itu, ia keluar rumah dan membantu Neneknya yang berjualan nasi uduk di halaman depan.

"Selamat pagi nenekku sayang." ucap Nathan seraya memeluk neneknya yang saat itu sedang melayani seorang pembeli.

"Eh, cucuk nenek udah bangun.. Ayo bantuin nenek."

"Siap bos! Apa yang harus Nathan kerjain?"

"Goreng bakwannya."

"Oke."

Begitulah Nathan. Meskipun kata-katanya seringkali membuat orang sakit hati, namun sebenarnya dia adalah pemuda yang baik.

Setiap hari, tanpa merasa gengsi, ia membantu Neneknya berjualan nasi uduk.

Nathan memang tidak tinggal dengan orangtuanya. Ayahnya meninggal saat Nathan masih berusia 10 tahun. Sedangkan ibunya menjadi TKW di luar negeri.

"Oiyah Nek, Kakek udah pergi ke ladang?" Tanya Nathan sambil membalikkan bakwan yang kini tengah berenang di genangan minyak panas.

"Iyah.. Kakek udah pergi pagi-pagi. "

Tiba-tiba, muncul seorang ibu-ibu yang merupakan pelanggan setia nenek Nathan. "Duh .. Nathan rajin banget."

Nathan tersenyum. "iyah dong bu.. Anak baik."

Nenek Nathan membenarkan. "Nathan memang baik, tidak seperti pamannya..

Oiyah, Paman kamu udah bangun belum?"

"Kayanya belum deh nek.. Dia kan kebo."

"Haha kamu ini.. Yaudah bangunin sana."

Nathan mengerti dan langsung masuk ke dalam rumah.

Sesampainya di sebuah kamar, Nathan mendapati pamannya yang masih terlelap sambil berpeluk mesra dengan guling buluknya.

"Huffh..." Cowok berponi itu berjalan mendekatinya. "Paman.. Oh Paman.. Bangunlah, udah siang." panggilnya ala Upin Ipin memanggil Atok.

Tidak ada respon.

Ia pun mengguncang kaki si paman. "Man! Paman! Bangun!" Nihil.

Nathan mendengus kesal. Sedetik kemudian, ia mendapat ide, dan tersenyum penuh makna.

Ia dekatkan bibirnya ke telinga si Paman yang entah tidur, entah mati. "Ashadu Alla .. Ilaha ilallah.. Wa ashadu anna--" belum selesai Nathan bersyahadat, si paman sudah terjaga dan langsung memukulinya dengan bantal.

"Kamvret! Kamvret! Loe pikir gue lagi sakaratul maut?" Sungut si Paman.

"Ya abisnya loe nggak bangun-bangun." Jawab Nathan tanpa dosa.

"Ya tapi gak gitu caranya kali! Loe nyumpahin gue mati yah?"

Nathan mengangkat bahunya. "Buruan mandi, kita berangkat sekolah pagi-pagi."

"Kenapa emang?"

"Gue piket hari ini."

"So rajin lu."

"Bodo!" Nathan berlalu dari kamar sang paman.

Pemuda yang usianya terpaut 6 bulan lebih tua dengan Nathan itu pun, menyingkap selimutnya dan meraih handuk yang tergantung di balik pintu kamarnya.

Tapi dasarnya kebo, bukannya buru-buru mandi, ia justru pergi ke ruang tamu dan tidur kembali di kursi panjang.

Disaat yang sama, Nathan masuk rumah dan melihat pemandangan itu. "DAVE WIRAWAN! MANDI!"

Tak hanya bersahabat, rupanya mereka berdua juga bersaudara. Dave merupakan adik bungsu Almarhum Ayah Nathan, yang merupakan putra sulung keluarga Wirawan.

Dan itu artinya, Nathan merupakan keponakan Dave.

**

Sementara itu, di sebuah rumah megah, terdapat satu keluarga yang sedang sarapan di ruang makan.

Semua hidangan yang tersaji di atas meja tampak begitu menggiurkan. Ada nasi goreng, salad buah, Roti Panggang, dan masih banyak lagi.

Namun semua itu tidak cukup membuat seorang Gadis merasa bahagia. Karena baginya, tidak ada yang lebih sesak daripada berkumpul bersama orang-orang yang ada di sekelilingnya saat ini.

"Pah.. Aku boleh minta uang 15 juta nggak?" Ucap seorang Pemuda yang duduk di seberangnya.

Gadis berpipi bulat itu sontak menatap tajam ke arahnya.

"Buat apa?" Pria berusia 45 tahun itu, bertanya.

"Aku mau beli handphone baru.. Yang lama udah ketinggalan zaman soalnya."

Wanita berpenampilan anggun yang duduk di sampingnya, langsung menyela. "Tapi kan handphone kamu masih bagus nak."

"Tapi udah ketinggalan jaman mah...," pemuda itu memohon, "..., boleh ya pah?"

Akhirnya, Pria paruh baya itu mengangguk pasrah. Daripada harus berdebat dengan anak yang dibawa istri barunya, lebih baik ia menurut. Toh baginya uang 15 juta bukanlah apa-apa.

"Milly kamu mau kemana?" Tanya Pria tersebut saat melihat Puteri kesayangannya bangkit, sambil menggendong tas sekolahnya.

"Berangkat." jawab Milly singkat. Ia tak ingin berlama-lama melihat wajah Franky. Pemuda yang sangat amat tidak tahu diri.

***

Setelah sarapan Nasi uduk, Dave dan Nathan langsung pamit pada Ibu Wirawan.

Keduanya bergantian mencium tangan Ibu, merangkap Nenek mereka.

"Bu.. Dave pergi dulu yah."

"Nathan juga nek."

"Iyah, hati-hati di jalan yah.. Jangan ngebut." Nasihat Ibu Wirawan sembari menatap Cucunya.

Nathan hormat sambil berseru. "Siap gerak! Oiyah nek.. Nasi pesenan temen-temen Nathan mana?"

"Udah nenek gantungin di motor kamu."

Nathan kemudian menaiki motor trail peninggalan Ayahnya, disusul Dave yang duduk di kursi belakang.

Setelah itu, ia langsung melesat meninggalkan pekarangan rumahnya menuju tempat mereka menimba ilmu, SMA NEGERI SETIA BUDI.

Sepanjang perjalanan keduanya saling diam. Nathan menatap ke depan dan fokus menyetir, sementara Dave memerhatikan pepohonan yang berdiri di sepanjang jalan sambil memikirkan sesuatu.

Setelah meyakinkan diri, akhirnya Dave membuka suara. "Tan.."

"Hmm?"

"Loe kenapa sih sama Milly?"

Nathan tak mengerti. "Kenapa apanya?"

"Ya bukan cuma gue, tapi anak-anak lain juga ngerasa, kalo belakangan ini sikap loe tuh jahat banget sama dia."

Nathan membeku. Segala sesuatu memang ada sebabnya. Ia akui itu.

Namun bukannya memilih berterus terang, ia justru menjawab. "Masa sih? Perasaan biasa aja."

"Loe benci yah sama Milly?"

"Apaan sih Dave? Jangan suudzon deh."

"Ya terus?"

Nathan malah mengalihkan pembicaraan. "Nggak papa.. Dave, ntar siang anter gue ziarah ke makam bokap yuk?"

Meski kesal dengan sikap Nathan, namun Dave tetap menuruti permintaannya. "Oke."

*****

Hanya butuh waktu 10 menit, mereka berdua akhirnya tiba di sekolah.

"Loe mau langsung ke kelas, apa ke kantin dulu?" tanya Dave setelah Nathan memarkirkan motornya.

"Ke kantin emang mau ngapain?"

"Ya gengs kan nungguin nasi uduk dari kita."

"Oh iya yah."

Tadinya Nathan ingin ke kantin. Tapi setelah teringat sesuatu, ia langsung berubah pikiran. "Loe duluan aja ke kantin, dan bawain nasi uduk pesenan mereka.

Gue mau piket kelas dulu soalnya."

Dave tersenyum meremehkan. "Tumben banget loe mau piket. Ada angin apa sih, sampai-sampai loe jadi sok rajin kaya gini? "

"Gue kan emang anak rajin, gak kaya loe.

Udah ah, gue pergi dulu.. Bye!" Nathan melangkah meninggalkan Dave yang mematung ditempatnya.

Setibanya di ruangan kelasnya, yakni kelas 11 IPS 3, Nathan mendapati Milly yang sedang menyapu lantai seorang diri.

Perlahan, Nathan mengingat kembali ucapan kasar yang ia lontarkan pada Milly kemarin.

"Duh! Kalau mau nonton film lain, mendingan di luar aja sono! Kasihan yang lain! Mereka jadi gak fokus nonton gara-gara loe !" Nathan menghela nafas berat. Entah kenapa dadanya terasa sesak.

Milly sendiri baru menyadari keberadaan Nathan di ruangan itu.

"Piket!" Serunya, ketus.

Lamunan Nathan ambyar seketika. Tak kalah ketus ia menjawab. "Tahu!"

Pemuda itu menaruh tasnya kemudian mengambil sapu yang berada di pojok kelas, dan langsung menyapu debu yang mengotori lantai.

"Loe nggak mau minta maaf sama gue?" tanya Milly di sela-sela menyapu.

"Minta maaf buat apa?"

"Buat kata-kata kejam yang loe ucapin kemaren! Sakitnya masih kerasa sampe sekarang loh."

Nathan membeku. Apa yang ia pikirkan sangat bertentangan dengan ucapannya. "Nggak."

Milly tersenyum sinis. "Loe emang kaya pohon pisang.. Punya jantung, tapi gak punya hati."

"Terserah!"

*

Di kantin, Dave tengah membagikan nasi uduk pesanan teman-temannya. Ketiga orang itupun menerimanya dan berterima kasih. Tak lupa mereka juga membayar nasi tersebut dengan harga lima ribu rupiah per bungkus.

"Dan tersisa satu bungkus lagi, buat si pipi Bakpau."

Kenzo tertawa mendengar nama panggilan Milly yang dibuat Dave. "Haha.. Ngomong-ngomong kemana dia? Oiyah, si Nathan juga kemana? Gak kelihatan tuh anak."

"Si Milly lagi piket kelas." jawab Sheryl, seraya membuka bungkusan nasinya. Tanpa menunggu lama ia pun langsung melahapnya.

"Oiyah? Si Nathan juga lagi piket.." kata Dave, sebelum kemudian meneguk botol air yang berada di genggamannya.

Megan tampak khawatir. "Semoga si Nathan nggak ngomong pedes lagi sama Milly," doanya.

"Sepedes apa?" Kenzo meliriknya.

"Sepedes muka loe!"

"Sialan loe!" ucap Kenzo, sewot. Megan nyengir.

"Kalian nggak makan?" tanya Sheryl dengan mulut yang dipenuhi makanan. Meski tubuhnya kecil, namun ternyata dia doyan makan.

"Gue nungguin si Milly.." jawab Megan sambil bersender ke kursi.

"Loe?" Dave menatap Kenzo.

Kenzo menunjuk Megan. "Gue nungguin dia.."

Sheryl dan Dave langsung menggodanya "Cie.. Cie.."

Apakah Megan baper? Tidak. Dia malah terlihat mual. Karena dirinya yakin, ucapan Kenzo tidak bermakna apa-apa.

Lagipula bukan hanya sebatas sahabat, Megan juga sudah menganggap Kenzo seperti Abangnya sendiri.

Satu lagi, Megan bukanlah tipikal cewek yang gampang baper hanya karena sikap ataupun ucapan manis seorang lelaki.

Beberapa lama kemudian, Nathan tiba di kantin, disusul Milly.

Nathan langsung duduk di dekat Sheryl.

Sementara Milly menolak duduk di satu-satunya kursi yang tersisa, karena letaknya berada di antara Nathan dan Dave.

Akhirnya ia mendekati Kenzo, yang duduk di tengah-tengah Dave dan Megan. "Zoe loe pindah kesana dong."

"Kenapa?"

"Males gue duduk deket dia." ucap Milly terang-terangan, tanpa memikirkan perasaan Nathan.

Ia tidak peduli. Karena bukankah pemuda itu pun kalau ngomong tidak pernah disaring dulu?

Mendengar ucapan Milly, keempat orang itupun langsung mengalihkan perhatiannya pada Nathan.

Penasaran, bagaimana reaksinya?

Dan tenyata...

Datar, bagai jalan tol. Bahkan ia terkesan tidak mendengar ucapan Milly, alias pura-pura budek.

Kenzo sendiri tidak mau ribet, dan akhirnya mengalah. Ia bangkit, dan duduk di sebelah Nathan yang saat itu tampak sibuk dengan handphonenya.

"Nasi pesenan gue mana?" tanya Milly pada Dave, sesaat setelah ia duduk.

Dave tersenyum dan langsung menyerahkannya.

"Makasih.." Milly menatap Kenzo dan Megan. "Makan yuk? Kalian belum makan karena nungguin gue kan?"

"Pede!" cetus Nathan tiba-tiba.

Milly langsung meliriknya pedas. "Gue gak ngomong sama loe yah."

"Gue juga gak ngomong sama loe."

"Etdah.. ni bocah dua ngapa yak?

Tiap kali ngumpul, selalu aja berantem," Megan heran. Melihat mereka berdua tak ubahnya menonton film Tom And Jerry. "Ngomong-ngomong.. bukannya loe udah sarapan ya Mil?"

Milly mengangguk sambil membuka bungkusan nasinya.

Megan tak habis fikir. Lalu jika Milly sudah sarapan, kenapa sekarang dia makan lagi?

"Jawabannya sederhana.. Karena gue masih laper.." jawab Milly dengan penuh keluguan.

Dave tersenyum geli. "Tapi anehnya, kok badannya nggak gede-gede yah?"

"Lemaknya kan nggak ke badan, tapi ke pipi..

Lihat aja tuh pipinya, udah segede baskom." kata Sheryl yang sudah selesai makan.

"Sialan loe.." ujar Milly sewot.

Mereka hanya tersenyum. Terkecuali Nathan.

Ia justru terus memperhatikan Milly diam-diam.

Tapi saat Milly memergokinya, pemuda itu langsung membuang muka, menatap ke arah lain.

Dari jauh, seseorang memperhatikan mereka dengan tatapan sinis.

***

Pelajaran pertama di kelas 11 IPS 3 hari itu adalah sosiologi. Sambil menunggu guru, Sheryl mengisi waktunya dengan berselfie ria. Sedangkan Milly yang duduk di sebelahnya, memilih menggambar dibukunya.

Tiba-tiba, Sheryl teringat sesuatu "Eh Mil.."

"Hmm?"

"Gimana si Frangky? Dia masih suka morotin bokap loe?"

Mendengar pertanyaan Sheryl, Milly langsung berhenti menggambar. Padahal saat ini ia sedang berusaha keras tidak mengingat hal itu. Namun mengapa Sheryl malah mengungkitnya?

Dengan berat, Milly pun mengangguk. "Bahkan tadi pagi, dia minta uang 15 juta sama bokap."

Mulut Sheryl ternganga. "Serius loe? uang 15 juta buat apa?"

Milly tersenyum miris. "Katanya buat beli handphone baru.. Karena punya dia udah ketinggalan jaman."

"Gila tuh cowok.. Dia pikir nyari duit gampang apa?

terus bokap loe ngasih?"

Milly mengangguk perih. Betapapun ia ingin melarang Sang Ayah, ia tahu semua itu tidak ada gunanya.

Sheryl ikut prihatin dan langsung merangkul Milly. "Sabar ya beb.."

Milly tersenyum kecut. Saat ia menoleh ke belakang, ia melihat Nathan yang sedang tiduran di atas meja.

Ia fikir Nathan sedang menguping. Karena biasanya, Nathan selalu seperti itu. Bahkan tak jarang ia juga ikut menimbrung obrolan mereka.

Milly jadi penasaran. "Ril.."

"Hmm?"

"Loe ngerasa nggak, kalo sikap Nathan sama gue belakangan ini bener-bener kejam?

Dia sering banget nyakitin gue dengan kata-katanya.."

Sheryl ikut menatap Nathan, sebelum kemudian ia menjawab. "Iya juga sih..

Kemaren aja omongan dia bener-bener pedes sama loe."

"Menurut loe kenapa dia kaya gitu?"

Sheryl mengangkat bahu. Dia juga tidak tahu.

***

Sementara itu, di ruang kelas 11 IPS 5, telihat Kenzo dan Dave yang duduk bersebelahan sambil bermain game. Saat itu para Guru memang sedang rapat. Sebab itulah tidak ada Guru yang mengajar di satu kelas pun.

"Dave.." Panggil Kenzo di sela-sela main game.

"Hem." Dave menyahut tanpa mengalihkan pandangan dari handphonenya.

"Kemaren kan, gue gak sengaja lihat W.A loe..

Dan di sana, gue lihat chatt-an loe sama cewek yang namanya Maurice.. Siapa dia?"

Dave tersenyum tipis. Bayangan gadis bernama lengkap Maurice Dewinta itu seakan melintas di benaknya. Dia tersenyum. Senyum yang sangat manis dan seakan mengandung candu.

"Temen." jawab Dave sambil mesem-mesem.

"Temen apa temen?" Goda Kenzo yang memang tidak percaya pada ucapan Dave.

"Mm.. Oke.. Jujur, gue emang suka sama dia." Dave akhirnya mengaku.

"Wih.. kalo gitu tembak dong."

"Nggak ah.."

"Kenapa?"

"Ntar dia mati."

Plak! Kenzo refleks memukul bahu lebar Dave. "Maksud gue nyatain perasaan loe kamvret!"

Dave nyengir. "Ntar aja.. Gue masih nyari waktu yang pas."

Kenzo manggut-manggut. "By the way, loe kenal dia darimana?"

"Dia itu temen SMP gue."

"Owh.."

"Tapi soal gue yang suka sama Maurice, loe jangan dulu cerita sama siapa-siapa yah?" Dave mewanti-wanti.

Kenzo tersenyum. "Tenang, rahasia loe aman sama gue."

"Sip.."

Megan yang duduk di depan mereka berbalik, dan langsung nimbrung. "Lagi pada ngomongin apaan sih? Kayanya seru banget."

"Kepo!" jawab keduanya kompak sambil menjulurkan lidah.

*

Pukul 12 Siang, bel istirahat kedua berbunyi. Kantin tidak seramai saat istirahat pertama. Hanya ada segelintir murid yang makan, atau hanya sekedar nongkrong, seperti ke-lima orang ini.

"Si Nathan kemana?" tanya Megan sambil mengipasi diri dengan kipas angin mini bergambar Hello kitty lucu, milik Sheryl. Maklum, pukul 12 siang, Jakarta sedang panas-panasnya.

"Entah, tiap istirahat kedua kan, dia selalu ngilang." jawab Sheryl seraya meneguk sekaleng minuman soda. Lalu ia menatap Dave. "Loe tahu gak dia kemana? Dia kan keponakan loe."

"Sayangnya meskipun Nathan keponakan gue, tapi gue gak tahu banyak tentang dia." jawab Dave, cuek.

"Mungkin gak sih, kalo dia bolos?" Megan berspekulasi.

Kenzo langsung menyemprotnya. "Jangan Suudzon! Dosa!"

"Gue bilang kan 'mungkin'! Gak denger yah?Mungkin! MUNGKIN!!" Megan berteriak di dekat telinga Kenzo.

Saat semua orang sibuk membicarakan Nathan, Milly hanya diam dengan pikirannya.

Sebenarnya ia tahu kemana Nathan pergi, dan apa yang dia lakukan setiap jam istirahat kedua. Namun ia memilih tutup mulut. Karena sejujurnya ia malas membicarakan Cowok Kampret itu. Iyah, dia memang masih sakit hati.

Selain itu, Milly juga sudah berjanji pada Nathan untuk tidak memberi tahu siapapun tentang hal itu.

Lalu, kemana Nathan pergi sebenarnya?

Rupanya ia pulang ke rumahnya.

Setelah menstandarkan motornya, Pemuda itu pun langsung menghampiri neneknya yang saat itu sedang mengangkat jemuran. "Nenek.."

"Eh, cucu nenek udah dateng."

Nathan tersenyum manis. "Mana makan siang kakek?"

"Sebentar, nenek ambilkan dulu."

Ternyata itulah alasan sebenarnya kenapa Nathan selalu pulang setiap jam istirahat ke-2.

Ia selalu mengantarkan makan siang untuk Kakeknya yang bekerja di ladang. Karena ia tidak tega jika harus melihat Sang Nenek yang mengantarkannya sendiri dengan berjalan kaki, mengingat jarak dari rumah ke ladang tidaklah dekat.

Sebenarnya, jika Ibu Wirawan mau, beliau bisa saja naik angkot untuk menuju ke ladang. Sayangnya beliau tidak mau, dengan alasan ingin menghemat ongkos.

*

Sesampainya di ladang, Nathan langsung menghentikan motornya. Dilihatnya Sang Kakek yang sedang duduk sambil mengipasi diri dengan topi kesayangannya.

Nathan tersenyum dan langsung menghampirinya, sambil menenteng rantang susun berisi makanan. "Kakek..."

Kakek Nathan menoleh. Senyumnya mengembang seketika. "Eh Si ganteng udah datang."

Nathan duduk disamping Sang Kakek, kemudian membuka penutup rantangnya. "Nih, Nathan bawain makan siang khusus buat kakek. Hari ini menunya spesial loh."

"Apa?"

"Ada tempe goreng, tahu goreng, sama sayur asem."

"Wah.. Semuanya makanan kesukaan kakek." Pak Wirawan tampak antusias.

Nathan tersenyum sambil memandang wajah kakeknya yang telah keriput. "Makanya, Kakek harus makan yang banyak. Biar kuat kerjanya."

"Iyah Nathan.. Kamu juga makan yah? Temenin kakek."

Nathan menolak halus. Ia mengaku masih kenyang.

Tak hanya sekedar mengantarkan makan siang, Nathan juga setia menunggu sang Kakek makan.

Sesekali mereka bercerita dan tertawa bersama.

Sungguh hubungan yang indah.

Hingga akhirnya, Sang Kakek selesai makan. Beliau pun langsung menyuruh Nathan kembali ke sekolahannya.

Namun lagi-lagi Nathan menolak, "Nathan masih pengen nemenin kakek."

"Kalau kamu telat masuk gimana?"

"Gampang, Nathan bisa ngebut biar cepet nyampe."

Plok! Nathan langsung mendapat gamparan di punggungnya, "Nih anak yah! Kaya punya nyawa cadangan aja. Kalau kamu jatuh gimana?"

Nathan malah tersenyum. "Ya daripada telat dan akhirnya dapet hukuman? Dan nanti kalo hukumannya disuruh ngedatengin orang tua, gimana? Kakek mau dateng?"

"Apa? Ih! Ih! Ih! Nih anak bisa aja yah ngejawabnya." omel Kakek Nathan seraya memukuli cucunya.

"Hahaha."

***

Bel masuk sudah berbunyi. Para siswa pun sudah masuk kelas dan duduk manis di bangku masing-masing. Namun Nathan sama sekali belum tampak batang hidungnya.

Sheryl jadi khawatir, "Si Nathan kok belom dateng yah?"

Milly hanya mengangkat bahu. Walau sejujurnya ia juga khawatir.

"Coba loe telfon."

"Males!"

"Loe masih marah sama..." ucapan Sheryl mendadak terhenti ketika melihat kedatangan Nathan. "Loe abis darimana si?" tanya Gadis berparas cantik itu, heran.

Nathan langsung duduk ditempatnya. "Gue abis dari planet Mars."

"Stress!"

Milly hanya diam. Bahkan untuk menoleh ke arah Nathan yang duduk di belakangnya pun, ia merasa segan.

Tak lama kemudian, Guru bahasa Indonesia merangkap wali kelas mereka datang, dan memberitahu informasi tentang perkemahan yang akan berlangsung hari senin depan.

"Dan tentang biaya, per siswa dikenakan uang sebesar seratus ribu rupiah."

"Loe mau ikut?" tanya Sheryl pada Milly.

Lawan bicaranya itu hanya mengangguk.

Sheryl lalu bertanya pada Nathan, "Loe mau ikut?"

"Males."

"Kenapa? Ini kan kemping terakhir kita."

"Gak punya duit."

"Dih, kalo gitu minta aja sama nyokap loe yang di Hongkong."

"Gak sudi!"

Bersambung....

Episode 3 -Resiko bersahabat dengan lawan jenis adalah JATUH CINTA-

"Oh My God! Headset gue ketinggalan di kolong meja!" Seru Sheryl saat ia sedang berjalan bersama Milly dan Nathan menuju tempat parkir. Ia pun menyuruh mereka berdua pergi duluan, sementara dirinya kembali ke kelas.

Mau tak mau, Milly dan Nathan menurut.

Sepanjang perjalanan, keduanya seperti orang bisu. Tidak ada yang mau memulai pembicaraan, bahkan suasana pun begitu terasa canggung.

Nathan terus berjalan dengan tatapan lurus.

Sementara Milly sesekali melirik Nathan yang berjalan di sampingnya.

Hingga akhirnya, mereka sampai di tempat parkir.

Namun tentu saja keduanya tidak langsung pergi.

Nathan duduk di atas motornya, menunggu Dave. Sementara Milly berdiri di dekat pintu mobilnya, menunggu Sheryl.

Sebenarnya ingin sekali Milly memulai pembicaraan. Namun saat teringat akan ucapan-ucapan menyakitkan yang dilontarkan Nathan, rasa sakit kembali menyeruak di dadanya.

Akhirnya Milly tetap menutup mulutnya rapat-rapat.

Tak lama kemudian, Sheryl akhirnya datang.

"Si Dave belum keluar?" tanyanya. Nathan hanya mengangguk.

Milly sendiri langsung menyuruh Sheryl untuk segera masuk ke mobilnya. Sheryl mengerti. Ia pun pamit pada Nathan.

Sebelum Milly pergi, Nathan sempat melihat Milly yang menatap sekilas ke arahnya.

Menyadari hal itu, Nathan menghela nafas panjang..

Fikirannya pun menerawang, mengingat kenangannya bersama Milly beberapa waktu lalu..

Saat itu, keduanya duduk berdampingan di sofa basecamp.

"Jadi loe nggak bisa dateng?" tanya Milly pada Sheryl, lewat telfon.

'Iyah, gue tiba-tiba dijemput sama Leon. Dia ngajakin gue jalan. Sory yah'.

Milly terlihat kecewa. Meski begitu, ia berkata, "Yaudah gapapa."

Setelah menutup telfonnya, Milly langsung menatap Nathan yang duduk di sampingnya. "si Sheryl juga nggak bisa dateng."

Nathan menghela nafas panjang. Sok sibuk sekali teman-temannya itu.

Megan dan Kenzo beralasan ada acara keluarga. Dave katanya ada janji dengan temannya yang lain. Dan sekarang, lagi-lagi Sheryl juga tidak bisa datang karena pacarnya.

"Terus gimana dong? Gue kan pengen banget nonton Dilan." Kata Milly dengan wajah memelas.

Nathan tersenyum manis. "Tenang, kan masih ada gue."

Milly antusias. "Serius? Loe mau nemenin gue nonton Dilan?"

Nathan tersenyum dan mengangguk.

Merekapun langsung memasang infocusnya.

"Milea cantik yah, kaya gue." kata Milly, PeDe.

"Iyah.. Bahkan loe lebih cantik dari Milea." Nathan terdengar tulus.

Milly tersipu. "Serius?"

Nathan tersenyum menyebalkan. "Tapi bo'ong."

Milly langsung memukulnya. "Ih! Nyebelin!"

"Haha.. Loe mah bukan Milea, tapi Milo."

"Kalo gitu loe Santan."

"Milo, huuu.."

"wuuu.. Santan."

Rupanya mereka pernah sedekat itu..

"WAYOOO!!" Kenzo datang mengagetkan Nathan.

Nathan terlonjak. Ia sewot. "Loe ngagetin aja ish!"

"Lagian loe, siang-siang ngelamun." seloroh Megan.

"Emang ada undang-undang yang ngelarang kita ngelamun siang hari? Nggak ada kan? Yaudah."

"Terserah!"

Nathan pun menyuruh Dave untuk segera naik ke motornya.

Saat motor trail berwarna hijau itu keluar dari gerbang sekolah, tiba-tiba Dave mendengar suara seseorang yang memanggil namanya dengan keras.

Sontak ia meminta Nathan menghentikan laju motornya.

"Ada apaan?" Tanya Nathan heran.

"Perasaan gue denger seseorang manggil nama gue deh."

"Siapa?"

"DEVV!" Suara itu terdengar lagi.

"Tuh, bener kan?" Dave langsung membalikkan badan.

Ternyata Maurice. Gadis yang dibicarakan Dave dan Kenzo tadi pagi. Dave pun segera turun dari motor Nathan. Sementara Gadis itu berlari menghampiri Dave dan meninggalkan mini coopernya.

"Hai."

Dave tersenyum kikuk. "Hai.. Ada apa kamu kesini?"

Maurice tersenyum, menunjukkan giginya yang berkawat. "Aku mau nganterin kamu pulang." Ia menatap Nathan, dan menyapanya. "Hai Tan.."

Nathan hanya tersenyum tipis. Tentu saja ia juga mengenal Maurice, bahkan mempunyai sejarah dengannya.

"Yuk, pulang bareng sama aku." Ajak Maurice.

Dave tentu sangat bersedia. Namun ia sudah terlanjur berjanji pada Nathan untuk menemaninya ziarah ke makam Ayahnya.

Nathan sendiri menyadari kebimbangan Dave, dan berbaik hati. "Udah gak apa apa, kita bisa pergi lain kali."

"Beneran?" Dave merasa tidak enak.

"Eh, emang kalian udah punya janji yah?" tanya Maurice.

Nathan langsung berbohong. "Nggak kok, silahkan loe bawa dia."

Akhirnya Dave pamit, setelah sebelumnya meminta maaf. Nathan pun menatap kepergian mereka, kemudian menghela nafas panjang.

***

Langit sudah gelap. Sepotong bulan menggantung indah di angkasa, ditemani ribuan bintang yang bertabur di sekelilingnya.

Setelah merenung beberapa lama di teras rumahnya, Dave bangkit dan memutuskan menemui Ibunya.

Sesampainya di kamar Bu Wirawan, Cowok itu mendapati ibunya yang tengah menyimpan pakaian ke dalam lemari.

"Bu.."

Wanita yang hampir berusia 60 tahun itu menoleh. "iyah?"

Dave pun duduk di dekatnya. "Minggu depan ada kemping, dan per siswa dikenakan biaya seratus ribu.

Dave bisa ikut kan?" Tanyanya dengan nada memohon.

Sesaat sang Ibu terdiam dan tampak berfikir. Baginya, seratus ribu bukanlah uang yang sedikit.

Apalagi jika Dave ikut, Nathan juga pasti harus ikut.

Belum lagi uang jajannya.

Akhirnya beliau berkata, "Ngomong sama bapak gih, Ibu nggak bisa memastikan. Soalnya ibu nggak punya uang. Apalagi kalau kamu ikut, Nathan pasti harus ikut juga."

Mendengar ucapan ibunya, Dave terdiam dan menunduk.

Sang Ibu menyadari hal itu. "Kenapa? Kamu nggak berani ngomong sama bapak?" Tanya beliau.

Hubungan Dave dan Ayahnya memang sudah tidak baik sejak 5 tahun terakhir.

Dan pertanyaan itu dijawab Dave dengan anggukan kepala.

"Yaudah, biar nanti ibu yang ngomong sama bapak."

Dave mengerti dan langsung permisi pada ibunya.

Lalu ia mendatangi Nathan di kamarnya, dan meminjam kunci motornya.

Saat ia sudah hampir pergi, ia teringat sesuatu.

"Tan loe mau ikut kemping?"

Nathan yang sedang membaca buku sambil tengkurap, hanya menggeleng.

"Kenapa?"

"Gapapa."

Ketika Dave hendak keluar rumah, ia berpapasan dengan sang Ayah yang baru kembali dari warung.

Mereka sempat bertatapan beberapa lama, sebelum akhirnya Sang Ayah berlalu melewati Dave tanpa berkata sedikitpun.

**

Dave mengendarai motor Nathan dengan kecepatan standar. Dari sorot matanya terlihat jelas bahwa ia sedang banyak pikiran. Sesekali ia menutup mata, dan menarik nafas dalam-dalam.

5 menit kemudian, ia akhirnya tiba di sebuah taman.

Mendekati sebuah bangku, dan duduk disana.

Tak lama, seseorang tiba-tiba mendekatinya.

"Dev!"

Dave yang sedang melamun langsung terperanjat. Ia pun menoleh. "Eh Milly.."

Milly duduk disampingnya. "Loe lagi ngapain disini?"

Dave tersenyum. "Gue lagi nyari udara seger."

"Owh.."

Tiba-tiba tanpa diduga, Dave menyandarkan kepalanya di pundak Milly.

Membuat Milly serasa disengat listrik, dan jantungnya berdebar seketika.

"Mil.."

"I.. Iyah?"

"Gue boleh curhat nggak sama loe?"

"B.. Boleh." jawab Milly, gugup.

"Gimana caranya biar gue bisa deket lagi sama bokap gue?"

"Emang kalian nggak deket?"

Dave mengangguk dengan tatapan lurus.

"Kenapa bisa?" Milly penasaran.

Dave menarik kepalanya dari pundak Milly. "Loe nggak tahu? Perasaan gue pernah cerita."

Milly menggeleng. Akhirnya, Dave pun menceritakan semuanya..

Berawal saat Dave masih kelas 7 SMP. Ketika itu, dirinya terlibat tawuran dengan anak SMP lain.

Dan karena insiden tersebut, Ayah Dave langsung dipanggil ke sekolah.

Dave pun di skors selama 2 minggu.

"Waktu tahu gue ikutan tawuran, bokap marah besar.

Bahkan gue sampai dikurung di toilet seharian, dan gak dikasih makan sama sekali.

Dari situlah gue mulai benci sama bokap gue, dan mutusin buat gak ngomong lagi sama beliau," Dave mengatur nafasnya sesaat, "Tadinya gue pikir, bokap gue nggak bakal balik ngediemin gue, tapi ternyata gue salah.

Bahkan sampai detik ini, kami belum pernah bertegur sapa lagi sejak peristiwa itu."

Milly prihatin sekaligus tak menyangka mendengarnya, "Berarti, meskipun kalian tinggal serumah, tapi kalian nggak pernah ngobrol?"

Dave tersenyum kecut. "Boro-boro ngobrol, nyapa aja gak pernah," ia menengadah, menatap langit malam yang gelap, segelap hatinya. "Kadang gue iri sama Nathan, karena dia deket banget sama bokap gue..

Padahal dia cuma cucunya, sedangkan gue anaknya."

Milly menghela nafas panjang, dan tampak berfikir. Sedetik kemudian, ia mendapat ide. "Dev.. Gimana kalau loe ngelakuin ini?"

***

"BU, BAPAK BERANGKAT DULU YA!" Teriak Pak Wirawan pada Istrinya yang sedang berada di kamar mandi.

"Iyah Pak, hati-hati. " sahut Sang Istri.

Baru saja Pak Wirawan hendak mengambil langkah, tiba-tiba terdengar sebuah suara.

"B.. Bapak.."

Pak Wirawan menoleh. Dilihatnya Dave yang sedang berdiri di ambang pintu dapur sambil menenteng rantang makanan.

Dengan takut-takut, Putera bungsunya itu kemudian berjalan mendekatinya. "Ini.. Dave buatin makanan buat bapak."

Pak Wirawan tidak langsung menerimanya, dan justru menatap Dave dengan pandangan dingin.

"Bapak tenang aja, makanan ini nggak Dave kasih sianida kok." Dave mencoba melucu, agar suasana diantara mereka tidak terlalu canggung.

Namun, apakah usaha Dave membuat Ayahnya tersenyum, berhasil? Tidak. Wajah yang penuh wibawa itu masih tetap dingin tanpa eksrpesi.

Tapi sekian detik kemudian, beliau langsung mengambil rantang makanan itu dari tangan Dave, kemudian berlalu.

Dave menunduk dan menghela nafas panjang.

Sepertinya usahanya mencairkan hati Sang Ayah belum berhasil. Atau memang sampai detik ini, beliau belum mampu memaafkan kesalahannya?

Wallahu alam.

"Dev.." tiba-tiba Pak Wirawan memanggilnya.

Dave terkejut dan sontak menatap Ayahnya. "Iya Pak?"

Tanpa diduga, Lelaki tua itu tersenyum manis. "Terimakasih."

Dave tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.

Ia bahagia. Melebihi apapun. "Sama-sama Pak."

****

"Apa? Loe gak bakal ikut kemping?" tanya Kenzo, seakan mendapat berita heboh.

Nathan mengangguk santai, sambil meneguk minuman kaleng yang ia peroleh dari mesin minuman.

Sheryl pun berusaha membujuk Nathan. "Tan.. Kalau masalah biaya, Inshaa Allah gue bisa bantu, yang penting loe ikut yah?"

"Nggak Ril, gue gak mau." Nathan tetap bersikeras.

"Kenapa nggak mau?" Megan ikut-ikutan. "Ini kan kemping terakhir kita. Karena kelas tiga nanti, kita udah pensiun."

"Bodo amat. Intinya gue gak mau."

"Huuuufff." Dave menghela nafas dalam-dalam. Ia juga sangat berharap Nathan ikut. Namun jika keponakannya itu tetap tidak mau, ia bisa apa?

Berbeda dengan mereka yang berusaha membujuk Nathan agar ia mau ikut, Milly sendiri hanya diam membisu.

Tiba-tiba datang seorang pemuda beserta kedua temannya, dan langsung ikut nimbrung pembicaraan mereka. "Ya iyalah dia nggak ikut, Keluarganya kan misqueen. Mereka mana punya uang buat bayar kemping." ucap Sandy. Pemuda yang sangat membenci Nathan dari dulu.

Saat mereka masih SMP, Sandy pernah menyukai seorang Gadis. Tapi Gadis itu menolak Sandy, dengan alasan sudah memilikki seseorang yang dia suka, yang tak lain adalah Nathan.

Sejak itulah Sandy begitu membenci Nathan.

Karena pada dasarnya, Sandy iri padanya.

BRAAK!!

Kenzo memukul meja yang ada dihadapannya dengan penuh emosi. Ia pun bangkit, dan berdiri di hadapan pemuda berambut pirang itu. "Ngomong apa loe barusan?"

"Kenapa? Loe gak terima? Gue ngomong apa adanya."

Tangan Kenzo mulai mengepal. Nathan sendiri hanya bisa diam sambil menahan diri agar amarahnya tidak terpancing.

Sementara Megan, Milly, Sheryl, dan Dave menatap Sandy dengan murka.

"Lagian kok loe mau-maunya sih temenan sama cowok kere kaya mereka (baca:Dave dan Nathan)?Kalian gak selevel Man!"

Kenzo tidak tahan lagi. Ia pun sudah hampir memukul Sandy, jika saja Dave tidak menahannya. "Zo, Zo, udah.. Jangan buang waktu loe cuma buat cowok Najis kaya dia."

"TAPI DIA UDAH NGERENDAHIN LOE SAMA NATHAN, DEV!" Teriak Kenzo. Emosinya meluap tak terbendung.

Sandy dan kedua temannya tersenyum sinis,

"Iya gue ngerti, tapi gue gak pengen loe dapet masalah kalau misalkan loe mukul dia nantinya." Jelas Dave sambil melepaskan tangan Kenzo yang semula ia tahan.

Nathan akhirnya ikut bangkit. Ia menepuk pundak Kenzo dan berkata, "Dev bener Zo.. Jangan ngotorin tangan loe cuma buat cowok bajingan kaya Sandy."

Kenzo memejamkan mata, dan mencoba meredam emosinya. Jujur, ia paling tidak tahan saat ada seseorang yang menjelekkan sahabat-sahabatnya.

Ia pun menatap Sandy "Pergi, sebelum gue bener-bener mukul loe."

"Siapa sih tu cowok? Gue tendang 'anu' nya baru tahu rasa dia." celetuk Megan, setelah cowok laknat itu berlalu.

Suasana yang sempat tegang pun, akhirnya cair kembali. Mereka semua tertawa. Termasuk Kenzo yang emosinya mulai mereda.

Sheryl ikut-ikutan. "Kalian bertiga tenang aja. Kalau nanti dia nyari masalah lagi, kita para cewek yang bakal ngadepin," Sheryl menatap Milly, "Iya gak?"

"Betul! Kita bakal ngeluarin jurus bebek nungging buat ngalahin dia. Ciaattt!!" Milly mempraktekkan jurus bebek nunggingnya.

Kenzo dan Dave ngakak dibuatnya. Sementara Nathan membuang muka, dan diam-diam tersenyum manis.

**

Sambil menunggu kedatangan guru yang mengajar saat itu, Sheryl berbincang dengan Nathan. "Cowok tadi siapa sih? Loe kenal sama dia?"

"Sandy. Dia temen SMP gue."

"Owh.. Loe punya masalah sama dia?"

Nathan tersenyum tipis. "Ril, Gue gak pernah nyari masalah sama siapapun. Orang lain aja yang nyari masalah sama gue."

Sheryl manggut-manggut. Ia percaya, Nathan orang baik.

Milly sendiri baru kembali dari toilet. Namun baru saja ia duduk di bangkunya, tiba-tiba Ketua Kelasnya yang bernama Andra mendekatinya, dan mengajak Milly keluar untuk membicarakan sesuatu.

Sheryl heran. "Ada perlu apa Andra sama Milly?"

Dengan ekspresi datar, Nathan mengangkat bahunya.

Sementara itu, di kelas lain...

"Oh.. Jadi si brengsek itu benci sama si Nathan gara-gara itu?" Tanya Kenzo, setelah Dave menceritakan masalah Sandy dan Nathan.

Dave membenarkan. Kenzo tersenyum meremehkan.

"Ya iyalah cewek itu nolak Sandy dan lebih milih suka sama Nathan. Mereka berdua kan jauh banget kaya langit dan bumi.

Si Nathan ganteng, lah dia? Sama Pak Jono juga gantengan Pak Jono." Seloroh Megan.

Dave tersenyum. "Tapi siapa Pak Jono?"

"Supir bokapnya Megan." jawab Kenzo.

"Owh..

By the way, kayanya loe tahu banyak tentang Megan ya Zo?" Tanya Dave.

"Ya iyalah.. Kita kan udah sahabatan dari kecil..

Jadi malah aneh kalo gue gak tahu apa-apa tentang dia." Kenzo mengambil minum dari dalam tasnya, kemudian meneguknya.

"Kalo gitu kenapa kalian gak jadian?"

Byuuurrr! Kenzo menyembur Dave dengan air yang ada dimulutnya.

"Ish! Jorok banget sih loe!" Dave mengelap mukanya yang basah.

"Ohok.. Ohok.. Lagian loe apa-apaan coba?!"

"Apa-apaan apanya? Gue cuma nanya kamvret!"

"Pertanyaan loe gak lucu Pe.A!" Kenzo mengelap mulutnya.

"Tahu nih. Gue sama Kenzo tuh just friend.

Dan selamanya akan kaya gitu." Tutur Megan.

Dave manggut-manggut. "Gue pegang omongan loe."

"Silahkan."

Kenzo terdiam. Tanpa sebab yang jelas, hatinya terasa nyeri mendengar penuturan Megan. Selamanya berteman? Benarkah?

***

Saat jam istirahat, Gengs sudah berkumpul di kantin. Kecuali Nathan yang saat itu sedang pergi ke toilet.

"Bu Fatma ngasih tahu mau ulangan gak, ke kelas kalian?" tanya Dave sambil memainkan garpu dan sendok.

Sheryl mengangguk. "Iyah kemaren."

Kenzo menghela nafas. "Gak papa deh ulangan sosiologi, yang penting bukan matematika."

Mereka semua tersenyum.

Disaat yang sama, Nathan baru datang.

Dan satu-satunya kursi yang tersisa diantara mereka adalah, kursi yang berada di tengah-tengah Milly dan Kenzo.

Mau tak mau, Nathan pun duduk disana, di dekat Milly.

Gadis itu sempat menatapnya, sebelum akhirnya ia membuang muka, dan mencoba tidak menghiraukan keberadaan Nathan di dekatnya.

Tak lama, makanan pesanan mereka datang.

Milly, Kenzo, dan Megan memesan baso. Sementara Sheryl, Dave dan Nathan memesan mie ayam.

"Selamat makan." kata Sheryl, kemudian segera melahap mie-nya. Namun sebelumnya, ia berdoa terlebih dahulu.

Tiba-tiba Dave teringat sesuatu, dan langsung menatap Milly yang duduk disampingnya, "Oiyah Mil, ide loe semalem ternyata berhasil."

Milly tersenyum dan ikut senang. "Oiyah? bagus dong."

"Ide Milly semalem? Apa maksudnya?" Megan penasaran.

"Kepo." jawab Milly dan Dave kompak.

"Sialan." Megan cemberut. Ia pun menatap Nathan "Eh Tan, tiap istirahat ke-2 loe selalu kemana sih?"

"Opek." kata Nathan cuek.

"Opek? Apaan tuh?"

"Kepo dibalikin."

"Hahahaha." Mereka semua langsung tertawa.

Milly sendiri kemudian memasukkan beberapa sendok sambal ke dalam basonya. Membuat Dave ternganga sekaligus speechles. "Buset, loe mau makan sambel apa makan baso?"

Milly nyengir dan berkata dengan sok sexy. "I Like Spicy."

Dave tersenyum geli, dan mengusap puncak kepala Milly. Membuat jantung Milly kembali merasakan debaran yang hebat.

Oh Tuhan.. Rasa apakah ini?

Diam-diam, Nathan menyaksikan hal itu. Tak lama kemudian, Ia mendapat telfon dari Ibu kandungnya.

Namun Nathan membiarkanya, dan sama sekali tak berniat untuk mengangkatnya.

Selanjutnya, sebuah pesan masuk ke WhatsApp-nya.

(Nathan..

Kenapa kamu tidak mengangkat telepon mamah?

Mamah cuma mau ngasih tahu kalau Mamah udah ngirim uang bulanan..

Dipakai baik-baik yah..

Mamah sayang kamu ❤️❤️)

Nathan tersenyum miris. Ia pun menyimpan handphonenya, tanpa berniat membalas pesan dari ibunya.

Milly yang memperhatikan gerak-gerik Nathan dari awal, tampak memikirkan sesuatu.

"Eh Guys, ntar malem kita nobar yuk?" ajak Megan.

Kelimanya langsung mengangguk dengan kompak.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!