NovelToon NovelToon

RECYCLE LOVE

Bab 1

Terik sinar matahari disenin pagi mampu menusuk kulit beberapa siswa yang sedang upacara. Ada yang menurunkan topinya hingga hanya terlihat bagian hidung bawah dan mulut, ada yang menutup sebelah wajah dengan telapak tangan, ada yang mengipas menggunakan dasi dan ada juga siswa yang pasrah menerima amukan dari sinar matahari yang terasa sangat terik hari ini. Namun Eca asik melindungi diri dari Fahim yang bertubuh tinggi kurus. Meskipun tidak mampu menghadang badan Eca dengan sempurna, tapi Eca tetap mengucap syukur setidaknya Fahim lebih tinggi darinya sehingga wajahnya tidak perlu ikut gosong seperti kedua tangannya yang harus menerima paparan sinar matahari dengan pasrah. Salahkan saja badan Eca yang dua kali lipat dari badan Fahim.

Eca melenggokkan kepala ke kiri dan ke kanan. Menajamkan indra penglihatannya untuk memastikan keberadaan seseorang. Eca menggerakkan kepala dengan gerakan sedikit lebih pelan dari sebelumnya karna lirikan maut dari Ibu Ana, salah seorang guru BK dari jajaran barisan guru kearahnya. Sial, dia tidak mau kena teguran ditengah banyaknya siswa dilapangan ini. Tapi dia perlu memastikan keberadaan seseorang yang sejak bunyi lonceng baris tidak menampakkan batang hidungnya.

"Hi Ca", bisik seseorang dari arah belakang sambil menepuk pundak sebelah kirinya.

"astagaa", Eca terlonjak sambil melirik kearah belakang.

"cari siapa?"

"cari kamulah. Dari mana saja kamu?", tanya Eca sambil berbisik dan memberikan tatapan penuh selidik kearah pria itu.

"hehehe . . . Aku telat sayang. Untung bisa nyelip masuk barisan."

"ck, kebiasaan kamu." Eca berdecak pelan lalu melihat kearah depan.

"Nehan, aku tadi bawa bekal. Kita makan kalau istirahat ya?"

"siap. Makasih Ca." Nehan berbisik sambil melempar senyum termanisnya untuk Eca.

Eca segera memalingkan wajahnya lagi kedepan. Sekarang wajahnya merah, bukan karna Fahim yang tiba-tiba lebih pendek sehingga Eca terkena sinar matahari tapi efek dari senyum Nehan yang mampu membuat Eca salah tingkah. Sudah dua tahun berlalu tapi Eca selalu gagal mengontrol dirinya setiap kali Nehan tersenyum dengan tulus padanya. Rasanya seperti ribuan kupu-kupu mengelilinginya. Sungguh menggelikan tapi Eca menyukainya.

"pacaran terosss" tegur Cio dari samping sambil melirik Eca dengan sengit.

"iri?! Bilang babi!" tegas Eca sambil berbisik pada Cio.

"noh! Itu badanmu yang babi"

Langsung saja Eca menginjak kaki Cio setelah barisan dibubarkan. Cio merasakan kakinya mati rasa sebelah seperti diinjak kaki gajah. Cio meringis dan meratapi nasib kakinya. Sambil memastikan keberadaan Eca, Cio melangkah cepat sambil tertatih-tatih ke arah perempuan itu. Eca yang menyadari keberadaan Cio semakin dekat ikut mempercepat kakinya. Hingga aksi lari-larian dilapangan tak terelakkan. Eca mencoba berlindung pada beberapa badan teman sekelasnya namun seakan tak mengabaikan aksi kejar-kejaran mereka berdua, teman-temannya memilih menyingkir untuk segera mengadem di kelas.

"nah, mau lari kemana kau?? Sini sama om"

"iss Cio asu pergi sana hush huss"

"akh anak sinting kau kira aku anjingmu? Kau tidak akan lepas kali ini Eca babi" segera setelah mengatakan itu, Cio mengejar Eca dengan lebih serius.

Eca yang melihat Cio mulai mengejarnya seperti anjing rabies, secepat mungkin berlari berputar arah. Dia berlari kearah kantin dengan ngos-ngosan. Dilihat ke belakang Cio ikut berhenti mengejarnya dan sedang mengatur pernapasan.

"ci-cio. Sudah. Sudah. Aku nyerah" bisik Eca putus-putus. Dia merasakan seluruh aliran darahnya mengalir lebih cepat.

Seperti diberikan tanda peringatan Cio malah kembali mengejar Eca. Dia memanfaatkan keadaan perempuan itu yang kelelahan.

"Cio asu!" seru Eca mau tak mau ikut berlari dari pada ditangkap oleh anjing rabies seperti Cio.

Brak!

Buku-buku berserakan dilantai. Eca segera menghentikan larinya. Melihat dengan miris pada buku paket yang sudah berhamburan. Tidak dirasakannya lagi sakit pada lengan kanan yang terkena senggolan buku yang tebal ketika mengangkat pandangannya. Mampus.

"ma-maaf" cicit Eca dengan sangat pelan nyaris tidak terdengar.

"maaf, aku tidak sengaja. Aku tadi dikejar oleh . . ." perkataan Eca ikut terputus ketika melihat dibelakang ternyata Cio sudah menghilang. Cio asu!

"ck!" pria itu berdecak dengan keras, sengaja supaya perempuan di depannya sadar kalau dia benar-benar kesal.

Eca merasa bersalah disituasi ini. Dia ikut mengumpulkan buku cetak yang berhamburan dilantai. Sambil memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya? Bagaimana dia menghadapi orang itu? Apalagi ini Gian, yang se-taunya salah seorang siswa ambis dari angkatannya. Yah, memang hanya sebatas itu yang dia ketahui tetang sosok pria yang sekarang tengah berdiri dan menatapnya dengan malas. Menunggu buku paket lain yang ada di tangan Eca.

"ini. Maaf. Aku benar-benar tidak sengaja"

"iya." balas Gian seadanya. Segera saja dia melangkahkan kaki menuju kelasnya.

Eca menghembuskan nafasnya dengan berat. Benar-benar hari yang sial. Sambil pergi menuju kelasnya, Eca terbayang wajah kesal Gian. Dia merasa tidak enak jika bertemu dengan Gian kedepannya. Meskipun tidak pernah bicara sebelumnya namun Eca mengetahui Gian, sekedar kenal-kenal presiden. Sekalinya berhubungan dengan orang ambis membuat dia takut sendiri. Itulah sebabnya dia dari dulu kurang bergaul dengan orang-orang ambis karna modelannya kayak si Gian tadi. Songong. Yah meskipun dia sadar, dia yang salah tadi.

...***...

Di taman yang tidak terlalu ramai siswa, Eca dan Nehan sedang makan berdua pada satu tempat bekal dengan masing-masing sendok ditangan. Meskipun tidak suap-suapan, namun kegiatan itu cukup romantis dikalangan pelajar. Tidak heran beberapa teman mereka yang menyaksikan ikut menggoda. Namun mereka santai saja selama guru tidak melihat, hal itu tidak menjadi masalah.

"Ca, semester depan kita udah banyak ujian. Ditambah ujian masuk univ. Kamu udah tau mau kemana?"

Eca terdiam cukup lama. Antara heran dan tersadarkan. Selama mereka pacaran ini adalah topik serius pertama yang mereka bicarakan biasanya mereka hanya asik ngebucin. Dia juga ikut sadar kalau sebentar lagi mereka akan tamat dan akan menentukan jalan masing-masing.

"emm, jujur aku masih belum tau Han. Jangankan masuk univ mana, belajar untuk ujian semester depan aja, aku masih belum." Eca mendesah dengan pasrah.

"ia sih. Tapi bunda aku udah memaksa untuk mencari univ yang bagus."

"kamu udah tau mau kemana?"

"masih belum. Tapi aku tertarik dengan teknik sipil. Om aku tamatan teknik sipil, sekarang gajinya lumayan"

"yakin?" Eca menatap Nehan dengan horor, bukan apa-apa tapi Eca tau kemampuan Nehan. Kapasitas otak Nehan dan Eca sebelas dua belas. Artinya biasa-biasa saja. Eca tau kalau masuk jurusan teknik dibutuhkan mental dan otak yang tidak main-main.

"yeee meremehkan. Ca, aku kalau serius belajar si Gian aja bisa kalah."

"hahahaaa" ngaco.

***

Nehan mengambil daun yang jatuh diatas kepala Eca. Mereka duduk tepat di bawah pohon rindang jadi tidak heran jika terdapat daun yang jatuh. Lagi, Eca salah tingkah dan mengigit bibir bawahnya. Eca selalu kalah dengan senyuman Nehan yang melebar kearahnya sehingga menampakkan lesung pipi pria itu. Ditambah Nehan mengacak pelan rambut Eca diakhir.

Dari kejahuan Gian sedang mencari keberadaan Rani yang sudah berjanji membahas soal tes masuk perguruan tinggi. Bukannya keberadaan Rani yang ditemukannya malah Eca dan Nehan yang sedang kasmaran sambil tatapan dengan melempar senyum satu sama lain.

"benar-benar" Gian mengeleng-gelengkan kepala sambil menatap jenuh kearah mereka.

Eca memutuskan pandangannya dengan Nehan. Perempuan itu tidak sanggup menatap wajah pacarnya yang manis. Kalau bukan di area sekolah sudah dipastikan Eca akan menerkam Nehan, dia akan mencubit pipi Nehan dengan kuat. Eca mengalihkan pandangan dan secara tidak sengaja tatapannya bertrubrukan dengan Gian. Refleks Eca memberikan senyum kaku terhadap Gian yang dibalas pria itu dengan menaikan sebelah alisnya. Buru-buru Eca memalingkan wajahnya dan menatap Nehan lagi. Nah ini baru benar.

Bab 2

Suasana hening dalam ruang perpustakaan tidak melunturkan semangat Gian dan Rani untuk belajar dengan serius. Setelah lelah mencari keberadaan Rani saat istrirahat yang tiba-tiba sulit ditemukan seperti jarum ditumpukan jerami akhirnya mereka sepakat untuk belajar bersama saat pulang sekolah. Disinilah mereka berdua, sengaja menjebak diri untuk membahas soal masuk perguruan tinggi. Dengan tingkat ambis yang mampir kejar-kejaran, Gian dan Rani sangat asik membahas soal. Terkadang mereka akan berdebat pada soal-soal yang cukup rumit.

"Ran, bagian ini pembilang dan penyebutnya dikali empat akar dua" Gian mencoret tulisan dua akar dua yang ditulis Rani.

"loh kok bisa?"

"biar kita dapat bilangan bulatnya. Jadinya tiga puluh dua dikurang satu per enam belas tambah dua, hasilnya . ."

"tiga puluh satu per delapan belas." bisik mereka bersamaan.

Langsung saja senyum Gian terukir kecil. Rani menatap dan merekam dimemorinya bentuk senyum khas Gian. Bagian sudut bibir kirinya terangkat keatas dengan kedua alis ikut mengangkat keatas juga. Dengan mata yang memandang puas pada kertas dihadapannya. Seperti sebuah kesenangan karna menyelesaikan soal tersebut. Kesenangan ini yang membuat dia kecanduan untuk menyelesaikan soal-soal berikutnya. Sama seperti pemain basket yang kecanduan mendribel bola dan memasukkan dalam basket atau pemain sepak bola yang kecanduan menendang bola dan memasukkannya dalam gawang. Gian sangat bangga dengan belajar dan memecahkan soal-soal yang sulit seperti menantang naluri Gian untuk menyelesaikannya dengan hasil yang akurat.

"oh iya, rencana kamu mau kemana Gi setelah tamat?" Rani melemparkan pertanyaan saat dia merasa ini waktu yang tepat untuk bertanya karna soal berikutnya hanya menggunakan rumus yang sebelumnya.

"Aku rencana mau ambil teknik pertambangan di ITB" jawab Gian dengan yakin.

"wow! keren. Aku dengar masuk ITB susahhhh banget"

"iya. Itu sebabnya aku udah persiapan sejak kelas 11. Aku juga udah banyak ambil les waktu kelas 11."

"Gila persiapan kamu hebat banget. Aku baru banyakin les awal naik kelas 12. Aku cukup sibuk dikelas 12 ini, rasanya kepala mau pecah menghadapi soal-soal itu." Rani melirik sekilas pada tumbukan soal di atas meja.

"gak apa-apa. Kamu anak yang pintar. Kamu pasti bisa mengejar, masih ada waktu kok. Fokus aja pada tujuan kamu." Gian berbicara dengan tenang dan suara berat yang membuat Rani tiba-tiba merinding. Dia merasa jantungnya mulai bergemuruh.

"heheheh . . . Makasih Gian. Kamu emang paling best jadi support system" kata Rani malu-malu sambil menyelipkan rambut sisi kanannya ke belakang telinga.

"support system apaan" Gian geleng-geleng.

"ihh Gian gak bisa diajak kerja sama. Biar kayak di konten tik tok gitu, ada support systemnya jadi belajarnya makin rajin."

Gian tidak menjawab lagi. Dia hanya geleng-geleng pelan. Dia mulai miris melihat serangan tik tok yang sudah masuk hingga ke tulang-tulang temannya ini.

"oh iya, aku rencana mau coba desain grafis. Menurut kamu, aku cocok gak?"

"em. . . menurut aku cocok, kamu juga suka ngerjain sampul majalahkan? Kalau kamu punya minat dibidang itu kamu bisa lebih seriusin dengan masuk jurusan desain."

"iya betul! Menurut aku peluang desain grafis saat ini sangat besar karna perkembangan media sosial yang gila-gilaan."

"Nah itu, kamu udah tau kan peluangnya kedepan jadi kamu tidak perlu khawatir lagi. Fokus aja untuk tes masuknya"

"Siap! Makasih Gian. Oh iya aku mau cabut, mau lanjut les setelah ini. See you" Setelah mengumpulkan barang-barangnya, Rani berjalan menuju ke arah pintu. Belum sampai lima langkah Rani berbalik lagi.

"Gian, kalau aku diterima masuk desain grafis ada yang mau aku bilang sama kamu" bisik Rani ditelinga Gian sebelum melangkah lagi. Kali ini benar-benar keluar perpustakaan.

Tertinggal Gian yang bingung dengan pernyataan Rani. Kenapa Rani tidak bilang aja sekarang? Atau besok? Kenapa harus setelah lulus pengumuman masuk desain grafis? Kan kelamaan. Tanpa ambil pusing lagi Gian membereskan barang-barangnya dan melangkah keluar perpustakaan.

Sekolah sudah mulai sepi. Wajar saja sekarang sudah pukul empat sore. Sudah berlalu dua jam sejak pulang sekolah. Siswa yang lain pasti sudah pulang. Gian memakai airpodsnya dan menyetel lagu favoritnya akhir-akhir ini dari Coldplay-Yellow.

Baru setengah lagu berputar, Gian melihat bunga yang cukup melebar di sebelah pagar sekolah bergerak. Bunga itu mampu menyembunyikan siapa saja dibalik bunga itu apabila seseorang berjongkok. Gian mengantongi airpodsnya dan berjalan pelan penuh penasaran.

"akh!" teriak seseorang tiba-tiba. Lalu berdiri sambil menginjak-injak tanah.

"aduh .. Aduh .. Sial, semut gila ini sembunyi dimana sih??!" tanya gadis itu dengan jengkel. Badannya menempel beberapa daun, bentuk roknya sudah acak-acakan dan mata itu. Matanya berair! Sedikit lagi akan jatuh dengan satu dorongan.

"kenapa?" Gian mencoba bertanya karna iba melihat wajah perempuan itu yang antara menahan amarah dan tangis disatu waktu.

"se-semut. Sa-sakit banget gigitannya." cicit perempuan itu dan mengeluarkan satu butir air mata disebelah kiri.

"dimana?"

"disini." unjuknya pada bagian sepatunya.

"coba buka dulu sepatunya. Lalu lepas kaos kaki." seperti anak buah, perempuan itu melakukan perintah Gian dengan patuh.

"kamu udah coba buka sepatu tadi?"

"udah. ta-tadi aku kira semutnya udah keluarkan terus aku pakai lagi sepatunya eh tiba-tiba digigit lagi tapi ini lebih sakit." sekali lagi air mata lolos dari matanya tanpa bisa dia tahan lagi. Entah mengapa kalau ditanya-tanya begini dia semakin ingin menangis aja.

"sudah-sudah. Sini biar aku bantu keluarin semutnya" kata Gian tak enak melihat perempuan di depannya menangis semakin kencang. Bisa-bisa dikira dia udah menjahati wanita ini lagi.

Gian mulai mengetuk-ngetukkan sepatu dan kaos kaki ke arah tanah cukup lama sampai dia melihat ada semut yang keluar barulah dia berhenti. Antara berterima kasih atau mau mengumpat, perempuan itu melihat sepatunya yang sudah agak penyot dan kaos kakinya yang agak melar karna sangking kuatnya Gian mengetuk. Perempuan itu tidak bisa berkata-kata lagi.

"Ini. Eh, kamu perempuan yang senggol buku tadi kan?" baru saja Gian sadar setelah melihat wajah perempuan itu dengan seksama.

"iya. Makasih yah." jawab Eca dengan pasrah sambil menghembuskan nafas dengan berat.

"Aku Gian." Gian menyodorkan tangannya setelah mengusapnya di celana.

"sudah tau. Dan aku Eca"

"eh? Kok bisa tau?"

"anak pintar kan terkenal"

"ah gak juga"

"aku tau kamu dari anak-anak lain yah sekedar kenal-kenal presidenlah. Btw, makasih banyak yang tadi," yah meskipun sepatu aku penyok. Kata Eca dengan senyum mengembang hingga matanya menyipit.

"iya."

"oke, kalau gitu deluan yah Gian." Kata Eca berjalan mundur sambil melihat Gian.

"iya ha-" belum selesai Gian berbicara Eca sudah menabrak tong sampah dibelakangnya.

"Hati-hati" sambung Gian sangat pelan setelah kejadian.

"sial! Heheheh daah" Eca cepat-cepat berdiri dan jalan dengan cepat meninggalkan Gian di belakang.

"malu cok. . . malu malu . . ." runtuk Eca pada dirinya sendiri.

* * *

Bab 3

"Hi Nehan! Kantin yuk laparrr" ajak Eca sambil menarik tangan Nehan.

"iya-iya sabar bentar lagi menang sayang." Nehan menepis pelan tangan Eca dan kembali fokus bermain Mobile Legend di handphone-nya bersama dengan teman-temannya yang lain di dalam kelas.

"ihhh cepatan Nehan! Keburu masuk!"

"alah! Pergi sendirilah Ca, emangnya mesti pake ditemani segala? Manja!" sahut Cio dengan sengit karna Eca mengganggu konsentrasi mereka yang sedang asik pada permainan.

"bentar lagi yah sayang. Janji setelah ini kita langsung ke kantin." Nehan melirik sebentar pada kekasihnya.

"terserah!"

"tirsirih. . ." ledek Cio memanas-manasi

"diam Cio asu!"

"diim cii isi"

Eca menarik rambut Cio dengan kuat. Membuat Cio berteriak keras.

"Eca babi! Sakit asu!!"

"akh! Eca babi kan aku jadi kalah! Tanggung jawab" kata Cio lagi menarik kerah baju Eca.

Belum sempat Eca membalas, Nehan melerai keduanya. Dan membawa Eca keluar menuju kantin. Dia mengusap punggung Eca lembut untuk menenangkan kekasihnya. Sepanjang jalan menuju kantin tidak henti-hentinya Eca menyumpah serapah Cio.

"mau makan apa?"

"gak tau" jawab Eca bete.

"hmm mi goreng mau?"

"terserah!"

"sa-sayang maaf dong. Kamu mau pesan apa? Biar aku ambilin."

"udah gak minat! Dari tadi aku lapar malah dibirin sampai aku harus berantam dulu sama si Cio baru mau ke kantin."

"iya iya maaf kan lagi seru tadi."

"oh seru?? Yaudah main aja lagi sana! Gak usah temani aku!"

"yah salah lagi" desah Nehan pasrah.

"yaudah, kamu mau apa Ca? katanya tadi lapar? Ini mau masuk loh. Kalau gak makan sekarang nanti gak sempat."

Setelah menimbang -nimbang Eca akhirnya luluh juga. Mau bagaimana lagi perutnya sudah menjerit-jerit ingin diisi. Dia belum sarapan tadi pagi.

Selesai makan, Eca tidak langsung masuk ke kelasnya dia mampir dulu ke kelas Nehan untuk membalaskan dendam pada Cio. Dia mendekat dengan pelan pada Cio yang masih asik main ML bersama teman laki-laki di kelas Nehan. Setelah di rasa aman, Eca menarik telinga Cio dengan kuat dan langsung berlari menuju kelasnya. Disusul oleh Cio yang ikut mengejar Eca keluar.

"ck dasar anak-anak yang gak punya tujuan!" seru Rani dengan pelan dan duduk disebelah Gian yang daritadi menatap adegan Cio dan Eca.

"kamu tau mereka?"

"tau. Eca dan Cio. Mereka dari kelas sebelah. Kalau si Eca asik pacaran mulu dan sering apelin Nehan di kelas kita. Sedangkan Cio sama Nehan dan gengnya yang lain asik main ML terus. Aku heran apa mereka gak mikiran masa depan apa? Mengapa mereka gak mulai belajar?"

"iya" Gian mengangguk-angguk. Dia setuju dengan Rani. Dia kurang suka dengan anak-anak yang asik bermain tanpa memikirkan masa depannya. Orang-orang yang terlalu asik dalam zona nyaman dan santai.

"bukan hanya itu, kemarin waktu aku pulang dari perpus aku lihat Nehan dan ceweknya asik mojok di lapangan futsal. Bukannya pulang atau belajar. Malah mojok."

"si Eca?"

"iya Eca yang tadi. Ceweknya si Nehan"

Sekali lagi Gian mengangguk-angguk dia memang kurang suka modelan anak-anak seperti itu. Padahal kemarin dia sempat mengira Eca anak yang lucu. Tapi setelah mendengar cerita dari Rani dia jadi tidak suka dengan Eca dan orang-orang seperti mereka. Dia juga sempat terpikir kenapa Eca terlambat pulang ternyata dia pacaran dulu disekolah.

***

Rani, Gian, Nehan, Hendra, dan Salsa berkumpul di samping lapangan futsal untuk membicarakan tugas yang diberikan oleh Ibu Ana untuk mencari perguruan tinggi yang memiliki beasiswa yang nantinya akan dipaparkan saat Ibu Ana masuk kelas. Mereka membagi masing-masing tugas kelompok. Nehan kebagian untuk membuat power point. Rani dan Gian mencari data. Hendra menyusun makalah dan Salsa kebagian presentasi.

"Sorry, aku gak bisa buat power point, laptop aku udah rusak" kata Nehan.

"yaudah kamu yang menjelaskan kalau gitu." sahut Rani dengan sewot.

"Gak bisa gitu dong, aku gak berani."

"terus mau kamu apa? Mau nompang nama aja gitu?!" kali ini Rani agak menaikkan volume suaranya.

"ya gak gitu juga! Aku mau cari datanya aja. Kan bisa aku cari pake hp" balas Nehan mulai tersulut karna cara bicara Rani yang tidak santai.

"yah gak bisa gitu lah. Kan udah dibagi tadi. Aku sama Gian kebagian cari data. Kamu buat power point. Pinjam dulu laptop siapa kek buat ngerjainnya."

"kenapa sih Ran, ka-" suara Nehan terputus. Dia melihat Eca berjalan mulai mendekat ke arah mereka.

"hi" sapa Eca sambil tersenyum.

"alah bilang aja kamu mau pacaran kan? Makanya gak bisa usahakan pinjam laptop."

"Rani!"

Suara bentakan Nehan membuat suasana hening. Eca merasa canggung disituasi ini. Seharusnya dia pulang saja sama Cio tadi. Daripada dia harus merasa gak enak di sini.

"kamu gak bisa usahain minjam laptop teman?" kata Gian dengan tenang.

"yang lain juga pasti pake laptopnya buat ngerjain tugas, Gian."

"sama cewekmu emang gak ada?!" tanya Rani sambil menatap Eca dengan sengit.

"laptop aku lagi di bawa kakak aku ke luar kota." jelas Eca dengan pelan

"ck alasan"

"maksud kamu apa?!" Nehan mulai tersulut karna pacarnya dibawa-bawa dalam permasalahan ini.

"udah udah gak usah pake berantam" lerai Salsa.

"Yaudah kita tukar aja kalau gitu" setelah berkata demikian, Gian langsung pergi di susul Rani.

"Kita pergi juga ya Han, Eca" seru Hendra dan Salsa.

"iya hati-hati yah."

"kenapa dia kayak gitu?" tanya Eca pada Nehan.

Nehan menjelaskan kejadiannya pada Eca. Setelah mengerti jalan ceritanya dari awal, Eca bisa mengambil kesimpulan kalau Rani iri dengan mereka atau karena mereka pacaran? Tapi Eca tidak terlalu mempedulikan selagi dia tidak berlebih. Eca masih memakluminya.

"setelah ini mau kemana?"

"duduk dulu yah? Aku mau bolos les lagi sore ini."

"Han seriusan? Nanti bunda kamu marah loh. Kemarin kamu udah bolos."

"stres aku lihat soal-soal di les itu Ca."

"iya sih. Aku juga malas melihatnya apalagi mengerjakannya."

"nah itu kan, kamu juga sama. Udahlah yang penting gak ketahuan."

"tapi kalau bunda kamu nanti tau, gimana?"

"urusan nantilah itu."

"biar mampus kamu sama bundamu."

"biarin"

Nehan mulai menggenggam tangan Eca dan mengelusnya pelan. Dia tersenyum saat dia bertatapan dengan Eca. Memang melihat pujaan hati setelah melihat malaikat maut yang adalah Rani seperti obat penawar bagi Nehan. Beberapa kali mereka bercanda gurau. Dan sesekali mereka melepaskan tautan tangan mereka ketika ada guru yang lewat. Saat ditanya kenapa tidak pulang, mereka dengan kompak menjawab menunggu jemputan. Entah kenapa berbuat nakal di masa muda memang memacu adrenalin tapi rasanya juga seperti dipenuhi oleh jutaan bunga, seru!

"ck" terdengar suara decakan sangat pelan di depan mereka. Hanya Eca yang mendengar.

Refleks Eca melepaskan tautan tangannya bersama Nehan setelah mengetahui bahwa yang lewat tadi adalah Gian. Aduh, udah lagi tadi mereka disudutkan karna pacaran masa ketahuan lagi masih pacaran disekolah. Benar-benar tidak nyaman. Apalagi ketika Gian melihat sebelum berbelok masuk kedalam kelasnya. Tatapan Gian seperti menyiratkan kalau dia meremehkan. Siapa yang dia remehkan? Mereka? Eca dan Nehan? Sialan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!