NovelToon NovelToon

LOVASAINS

GARA-GARA TELAT

Hari ini tanggal 7 Februari 2023 dan tujuh hari hari Valentine. Enak iya yang punya pacar di kasih surprise sama pacarnya sedangkan gue, boro-boro surprise pacar saja nggak punya. Nasib jadi cewe tomboy jarang ada cowok melirik gue. Ah, bodoh amat gue cari pacar juga yang tulus mencintai gue dan bisa langsung sampai ke pelaminan dan itu namanya cinta sejati.

Senin. Awal kegiatan untuk melakukan rutinitas dan hari Senin juga adalah hari yang menyebalkan tak terkecuali Dera. Bagaimana tidak sebal jadwal yang membuat otak di kuras habis-habis. Matematika, Kimia, Fisika. Itu hitungan semua apalagi semua mata pelajaran itu guru killer semua. Ngebayangin jadwal tersebut membuat kepala Dera pusing tujuh keliling. Dari dulu dia tidak mau masuk IPA melainkan Bahasa, namun orang tuanya bersikeras agar gue masuk IPA dengan alasan nanti kalau masuk Universitas gampang.

“Ya Tuhan jam setengah tujuh lebih lima. Gila, bakalan telat gue. Mana jalanan macet lagi. Sial!” Dera langsung meraih tas ransel warna hitam dan langsung berlari ke bawah menuju meja makan. Langsung saja dia comot roti bakar dengan selai strawberry.

“Dera, semalam kamu pulang jam berapa?” tanya mama Dera saat anaknya lahap makan roti bakar dengan terburu-buru.

“Tenang, Ma. Dera tadi malam pulang nggak telat kok, jam sepuluh baru nyampai rumah.” Jawab Dera santai sambil melahap roti bakar yang masih setia di mulutnya.

“Jangan bohong ke mama. Tadi malam bioskop Avatar saja main jam sembilan dan kata Derren baru selesai jam sebelas. Mama nunggu sampai jam dia belas belum pulang juga. Dera, kamu ini perempuan! Kalau terjadi apa-apa bagaimana? Orang tua yang bingung. Baiklah, mama tegaskan sekali lagi untuk nonton bioskop di larang jam sembilan malam. Titik tidak pakai koma dan tanda seru.”

Dera hanya terdiam saat mama memarahinya.

Dasar Derren si kompor meleduk sudah di kasih uang tutup mulut masih saja kompor. Awas lo! Gue bikin sapi panggang baru tahu rasa. Batin Dera kesal.

Tin … Tin … Tin …

Bunyi klakson mobil membuyarkan lamunan Dera. Dua puluh menit lagi dia harus sampai di sekolahan.

“Sial, Gue telat! Ma, Dera berangkat dulu!” Dera menyalami mamanya.

Melihat Dera terburu-buru mama Dera hanya bisa geleng-geleng kepala. Beruntung papanya tidak ada di sini masih sibuk dengan tender di Jakarta. Jika papanya tahu anak gadisnya pulang telat bisa di hukum dia mengingat papa Dera sangat disiplin.

“Urusan mama dan kamu belum selesai, Dera.” Mama mengingatkan.

“Itu bisa diatur, Ma. Dah … Mama!” Dera langsung berlari.

Bruk …

Gadis itu jatuh terpeleset di depan ruang tamu.

“Iya ampun! Siapa sih yang taruh air di lantai? Pantat gue jadi sakit, Nih!” Rintih Dera dan perlahan bangkit sesekali dia meringis kesakitan. Dera melihat banyak genangan air yang tumpah.

“Ini pasti ulah Derren si kutu kampret itu! Bumi telan aku! Aku tidak sanggup jika mempunyai adik se nakal dia.” Dera hanya bisa pasrah sambil menepuk jidatnya. “Aish … rok gue jadi basah kan. Mana mau upacara bendera lagi. Tidak lucu jika banyak teman-teman menganggap diriku sedang ngompol. DEREEN! AWAS IYA LO!” Teriak Dera kesal.

Dera langsung buru-buru masuk ke dalam mobil. Di sana Derren dan pak Anton sopir sudah menunggu. Dera memasang wajah marah sedangkan Derren memasang muka polos.

“Woi, si kompor meleduk lo sudah gue kasih uang tutup mulut bukan? Kenapa lo kasih tahu mama kalau gue nonton bioskop malam. Sialan lo, Derr!” Dera memarahi adiknya.

Derren dengan earphone nya cuek tidak memedulikan perkataan Dera. Melihat tingkah Derren yang cuek langsung saja Dera mencopot earphone secara paksa dari telinganya. Memang Derren bilang kepada mamanya. Wajar karena uang tutup mulut yang di berikan kakaknya itu gopek. Buat apa? Nggak ngeyangin perut. Beli es cincau station juga nggak cukup, woeh. Dera memang tidak sadar diri.

“Kalau kakak ngomong dengerin! Lo juga tanggung jawab, kalau muntahin air itu di pel, kakak yang kena. Kepeleset tahu! Mana hari ini upacara! Duh, nyebelin jadi adik.” Dera masih mengomel.

“Bawel lu jadi kakak!” jawab Derren singkat, padat dan jelas lalu mengambil lagi earphone yang di ambil Dera. Langsung saja dia pakai di kedua telinganya. Memutar lagu kesukaannya Stay oleh The Kid Laroi and Justin Bieber daripada harus mendengar omelan kakaknya yang bagai kerupuk rombeng. Bikin suasana pagi hari nggak mood.

Dera masih menatapnya kesal, benar-benar kesal. Rasanya ingin jitak kepala adiknya ini. Ternyata hari ini adalah hari sial bagi Dera. Entah dia mimpi apa tadi malam. Semoga saja di sekolah dia tidak sial lagi.

“Lo ini harusnya bersyukur punya kakak kayak gue. Perhatian, baik sama lo tapi lo juga jangan air susu di balas air tuba kayak gini,” Dera masih setia mengomel dan menyindir Derren.

"Kak Dera, Lo bisa diem? Berisik mulu." Dereen mulai meninggikan suaranya, dan melirikku sekilas dengan tatapannya yang tajam.

Dera berdecak geram, "Gue kesel sama lo." Aku melipat tangan di depan dada, ku tatap adikku dengan wajah cemberut, cowok itu hanya melirik sekilas tanpa menghiraukan. “Pak Anton, ngebut dikit! Telat nih! Oh iya, antar aku duluan saja. Si Derren belakangan.”

“Woi … Woi … tidak semuda itu Ferguso. Lo tahu sendiri sekolah gue duluan. Masa iya pak Anton muter-muter dulu. Ih, gila lo Kak!” Derren protes.

“Bodoh amat. Pak Anton ke sekolahku dulu!”

“Jangan pak Anton! Saya dulu.”

“Saya dulu, pak Anton!”

“Ih … kakak, gue dulu!”

Dan terjadi perdebatan antara mereka berdua. Pak Anton jadi stres apalagi jalanan Surabaya macet di tambah anak majikannya yang dari tadi ribut dan debat terus.

Ccitt …

Dera dan Derren terpental ke depan karena pak Anton merem mendadak.

“Sudah jangan berdebat Nona dan Tuan muda. Sesuai map yang ada. Tuan muda Derren yang lebih dulu saya antar ke sekolah dan benar katanya, saya tidak mungkin mutar-mutar jalanan Surabaya nanti bukanya malah sampai telat iya.” Pak Anton berkata dengan nada tegas.

“Tuh dengerin pak Anton ngomong!”

Dera hanya terdiam dan seonggok hati yang berisi komponen bom atom yang ingin meledak. Benar-benar Derren buat Dera kesal.

***

Langkah Dera berlari dengan cepat kemungkinan tidak terlambat tapi saat menuju gerbang, aku benar-benar terburu-buru sampai-sampai membuat Dera  hampir saja jatuh terpeleset, tapi untunglah refleks ku lebih cepat sehingga aku bisa langsung berpegangan dengan pilar terdekat, pilar beton yang di cat putih dengan perpaduan warna krem, dan sudah pasti kuat untuk menopang tubuhku.

“Haduh, telat lagi.” Terdengar suara lantang. Siapa lagi kalau bukan pak Dono security yang terkenal nyentrik.

“Hehehe.” Dera hanya bisa terkekeh melihat satpam Dono melihatnya dengan tatapan sinis. “Pak Dono yang baik hati dan tidak sombong ijinkan saya masuk. Please.” Dera memohon.

Hening seketika dan datang motor sport hitam milik Keenan. Bad boy yang terkenal di sekolahan. Dera hanya bisa menghela nafas, di saat genting si Keenan muncul. Keenan datang tanpa ada rasa takut. Gila cowok ini sudah tahu terlambat masih saja gaya cool dan santai.

“Hadeh, dua sejoli ini sama saja.” Sindir pak Dono.

“Pak bukain pintu, dong!” Keenan nyelonong. “Seratus ribu buat bapak.” Keenan memberikan uang berwarna merah ke pak Dono.

Dera terbelalak melihat aksi Keenan.

“Eits …”

Uang seratus ribuan langsung di ambil paksa oleh Bu Guru Yasmin yang datang tiba-tiba. Keenan gila bisa-bisanya tuh cowok, nyogok pak Dono.

“Tidak ada ceritanya murid terlambat menyogok uang.” Bu Yasmin dengan kaca mata tebalnya memandang Keenan dan Dera. “Kalian lagi … kalian lagi. Dua sejoli yang sering terlambat saat upacara. Kalian lihat bendera Sang saka merah putih sedang berkibar? Apa kalian tidak malu sebagai murid tidak bisa melihat proses bendera berkibar.” Bu Yasmin menunjuk ke arah atas.

Dera dan Keenan melihat bendera merah putih berkibar.

“Halah Bu, nanti Senin bisa lihat kembali. Begitu saja repot.”

“Keenan. Haduh, tahan nafas … tahan! Kalau kamu bukan anak donatur terbesar disini saya bisa memukul kamu.”

“Pukul saja, Bu apa susahnya.” Tantang Keenan.

Dera langsung mencolek lengan Keenan.

“Lo gila nantang Bu Yasmin.” Dera melotot.

“Biarin. Biar gue bisa di hukum sama lo. Lo juga terlambat bukan. Dera, Lo belum jawab cinta gue. Gue nggak mau penolakan.”

“Amit-amit gue sama lo. Gue nggak suka sama cowok berandalan tidak sopan dengan orang tua. Mau jadi apa Lo, Kee”

Melihat dua sejoli yang ada di depannya Bu Yasmin tertunduk sambil menurunkan kaca mata tebalnya.

“Ehem … di larang bisik-bisik. Keenan dan Dera. Masuk kali ini ibu Yasmin akan memberi kelonggaran untuk kalian tapi setelah upacara selesai kalian harus baca pantun semua kelas dua belas.”

Dera langsung kaget. What? Harus keliling semua kelas dan dengan lihai membaca pantun. Mau di taruh mana muka Dera?

“Sama Dera juga, Bu?” Keenan menunjuk ke arah Dera.

“Betul. Keenan kau adalah anak IPS jadi baca pantunnya sesuai dengan bidangmu entah Sosiologi, geografis, sejarah, ekonomi dan kamu Dera sama entah fisika, biologi, kimia.”

“Kalau sejarah percintaan saya dengan Dera. Bagaimana Bu Yasmin?” Goda Keenan.

Manusia ini apa-apaan sih? Nggak lucu. Gue nggak suka masih saja di kejar. Kalau gue manfaatin dia oke juga kali iya. Keenan kan seperti artis di sekolahan jadi jika gue pacaran sama dia, gue ikutan artis. Ah, nggak gue bukan cewek yang mempermainkan cowok. Batin Dera sambil menatap Keenan.

Keenan menyadari jika cewek yang di cintainya itu sedang memandang dirinya. Senyuman mengembang di wajahnya.

“Tunggu, kamu pacaran sama Dera?”

Keenan hanya tersenyum. Dera dengan wajah tegangnya hanya melambaikan tangannya. Dera menyenggol lengan Keenan dengan keras. Sebagai wujud ketidak kesukaannya.

Upacara masih berlangsung. Dera dan Keenan baris di belakang. Hanya dia dan Keenan yang terlambat.

“Dera, Lo habis ngompol?” Keenan melihat rok Dera yang belakang basah. “Gila kamu, Ra. Cewek yang gue cintai masih ngompol. Memalukan banget sih Lo! Nggak ada rok cadangan? Jangan sampai semua orang menertawai Lo. Gue nggak terima.

“Emang urusan buat, Lo. Kalau nggak tahu jangan banyak omong. Rok cadangan gue ada di tas. Hei, lo kenapa sih bilang ke Bu Yasmin seolah kita pacaran. Gue udah bilang sama Lo kalau ….”

“Kalau Lo cinta gue kan, Dera.” Keenan langsung memotong pembicaraan Dera. Sudahlah jangan malu-malu. Banyak cewek yang suka gue tapi lo harus bersyukur kalau gue memilih Lo.” Keenan dengan percaya dirinya. Dari kelas X Keenan memendam cinta ke Dera. Entah kenapa cewek ini punya karisma yang kuat.

“Nggak. Aku bilang nggak.”

“Ehem …” Bu Yasmin berdehem memeringatkan kedua insan yang di mabuk asmara agar tidak heboh. “Hormat.” Perintah Bu Yasmin sekali lagi.

“Dasar cowok aneh. Kaya’ nggak punya cewek lain saja. Hei, Lo tahu Natasya ketua OSIS, bukan? Dia lebih cantik, seksi, bodinya kaya’ gitar spanyol. Sempurna. Lo bisa pacarin dia.”

“Nggak mau. Habis uang jajan gue buat tuh cewek. Jajanan buat balap motor gue ludes, skincare, belum ngajak dia ke mall. Haduh, nggak. Mending buat Lo saja.” Keenan tersenyum genit ke arah Dera.

Muka Dera bagai kepiting rebus. Nih cowok serius nggak sih? Tapi Dera tidak punya perasaan apa-apa ke Keenan. Kasihan juga melihat si Keenan cintanya bertepuk sebelah tangan. Namun, itulah hati tidak bisa di bolak-balikkan.

Setelah selesai upacara, Dera langsung ganti rok dan kembali menerima hukuman dari Bu Yasmin. Kali ini hukumannya bukan pantun tapi gombalan. Astaga, hari ini hari sial buat Dera.

“Kalian sudah siap apa gombalan untuk teman-teman kalian?”

Dera gugup. Rasanya malu jika bergombal ria mengelilingi kelas XII. Memalukan sekali apalagi hukumannya dengan Keenan. Ah, pasti banyak teman-teman mengira Dera ada hubungan.

“Kalau saya siap, Bu. Nggak tahu dengan Dera.” Keenan menatap Dera.

“Saya siap, Bu Yasmin.” Jawab Dera dengan mulut sedikit bergetar. Dera malu sekali dan tidak bisa membayangkan harus menggombal di seluruh kelas XII.

“Apa kamu tahu perbedaan kamu sama Alkana? Kalau Alkana kan rumus kimianya CnH2n+2, kalau kamu itu rumusnya C1n+4 \= cinta.” Dera mulai menggombal pertama di XII-1.

Muka Dera benar-benar bagai kepiting rebus, harga dirinya seolah di injak-injak. Rasanya dia ingin pingsan. Malu. Banyak sorakan anak-anak menggema di seluruh kelas.

“Gantian Keenan, dong.” Celoteh Natasya yang mengidolakan si Keenan.

Melihat Dera tertunduk malu, langsung dia menggeser tubuhnya dekat dengan Dera dan memegang tangannya.

“Jangan bergerak.” Keenan mengedipkan kedua tangannya. Lelaki ini membuat Dera pusing. “Seandainya sekarang adalah tanggal 28 Oktober 1928, aku akan ubah naskah Sumpah Pemuda menjadi Sumpah Aku Cinta Kamu”

“Cieh … cieh Keenan sama Dera! Jadian saja nggak usah lama-lama” Teriak Teddy teman sejawat gang Dewa Riders.

Keenan sangat senang tidak dengan Dera.

Hari ini aku sial! Aku ingin pindah di planet Mars saja kalau seperti ini.  Batin Dera yang meronta-ronta.

Melihat Keenan sangat mesra dengan Dera, Natasya sangat cemburu, dia harus mendapatkan Keenan.

Dera dan Keenan kembali melanjutkan hukumannya dan menyelusuri satu persatu kelas XII.

 

 

MISI GENG DEWA RIDERS

Lonceng berbunyi. Pertanda selesai pelajaran hari ini. Di kelas IPS 3 segerombolan cowok masih setia di bangku mereka masing-masing. Geng Dewa Riders. Ritual mereka adalah mencari sisa-sisa barang di laci meja temannya. Giandra mencari satu persatu laci. Kemarin dia menemukan uang sepuluh ribuan, lumayan buat beli pertalite.

“Masih belum nemuin sesuatu, Ndra?” Tanya Bima yang dari tadi mengamati Giandra masih belum menemukan sesuatu yang berharga.

“Gila, nyet! Apaan ini!” Giandra sedikit jijik mengambil bungkusan putih yang empuk seperti kapas dan empuk dan dia pegang sampai ke atas. Mengamati segala penjuru benda persegi panjang itu.

“Woi … itu pembalut! Ngapain Lo ambil! Lo mau jadi cewek. Gila lo Ndra. Balikin! Punya siapa itu?” Bima syok melihat apa yang di bawa Giandra.

“Ini lacinya Calista. Pantas dia dari tadi kaya’ kucing garong. Eh, nggak tahunya PMS. Cewek kalau PMS emang gitu iya, Bim?”

“Mana gue tahu. Memang gue Alodok bisa tahu semuanya. Ndra, balikin tuh pembalut dalam laci. Jijik gue lihatnya, nyet. Cari yang lain tanpa bau-bau wanita.”

“Kaya’nya nggak ada deh, Bim. Hah … nggak dapat apa-apa kalau gini.” Giandra frustasi.

Kedua pasang matanya melihat ketua gangnya sedang asyik bermain ponsel. Beruntung Geng mereka tidak ketahuan membawa ponsel karena sekolahan mereka melarang siapa saja membawa ponsel. Tinggal nitipin saja ke ibu kantin. Beres.

“Kee, serius amat Lo! Ngapain? Mau cari wangsit?”

“Cari wangsit pala Lo. Gue dari tadi lihat tingkah kalian kesel sendiri. Gaes, tadi ada undangan dari ketua club balapan jika Mr In mau nantang kita dan berhadiah. Coba lihat,” Keenan menyodorkan ponselnya. Giandra dan Bima serius mengamati undangan tersebut.

“Lumayan gede gaes hadiahnya enam ratus ribu. Ayo, Kee kita ladeni saja. Lumayan satu orang dua ratus ribu.” Bima antusias.

“Tunggu. Gue ngerasa aneh dengan undangan ini. Nggak biasanya panitia mengadakan hadiah. Hadiahnya gede lagi. Kalian ingat nggak saat Geng Elang kalah, Mr In bilang kalau akan mengalahkan kita tanpa ampun. Gue jadi curiga ini adalah inisiatifnya.” Keenan tampak serius sambil bersendagu.

Mr In adalah ketua geng motor Elang yang terkenal brutal. Barang siapa yang menyenggol mereka akan kena akibatnya. Pernah saat itu Bima hampir mati karena salah satu dari mereka aduh silat. Satu lawan tiga jelas Bima kalah. Saat ini Keenan masih penasaran dengan muka Mr In. Pasalnya dia selalu memakai helm teropong cargloss dengan ciri khas memakai plaster di pipi sebelah kanan. Misi Keenan hanya satu melihat wajah asli Mr In. Sepertinya dia masih sekolah ataupun kuliah.

“Kee, Lo nggak ada niatan buat hancurkan geng Elang. Jujur gue nggak terima saat Bima di bantai.” Giandra geram sambil mengepalkan kedua tangannya.

“Mr I itu terkenal brutal gaes, main cantik saja. Ingat iya intinya di dalam geng kita anti tawuran.” Keenan mengingatkan kepada teman-temannya kerena dalam motto Dewa Riders anti tawuran.

Bima dan Giandra hanya mengangguk menuruti Keenan.

Brak ….

Suara gebrakan meja membuat ketiga cowok yang serius langsung buyar ketika dan langsung terpelojat karena kaget. Mereka menatap secara bersamaan dengan tatapan tajam.

“Loh buat kaget aja sih, Ted!” Bentak Keenan. “Lo dari mana saja tidak ikut konferensi meja kotak. Hah …! Wajah Lo kenapa habis di kejar hantu toilet.” Keenan sewot.

Nafas Teddy tidak beraturan, ada sesuatu yang membuatnya kaget setengah mati.

“Butuh nafas buatan nggak Lo, Ted?” Goda Bima.

“Anjir, ogah gue. Tebak ada hal apa yang terjadi?” Teddy masih mengatur nafasnya.

“Martabak pak Dodik laku? Kalau laku gue mau beli. Gila martabak isi dua saja dua puluh ribu. Mana dikit, asin lagi.”

“Bukan dodol, ayo tebak lagi. Cepat!”

“Lo habis ketemu bidadari.” Timpal Keenan.

“Anjir salah nyet, Ayo cepat tebak! Ah kelamaan kalian bertiga. Gila, mbak Santi penjaga kantin akhirnya nggak jadi nikah. Gue bisa sama dia.” Teddy sangat senang, dia langsung menghempaskan tubuhnya dia bangku dekat Keenan.

“Dodol Lo, Ted. Ingat masih pelajar. Senang banget sih Lo, sama cewek lebih tua. Ingat umur.” Keenan menjedok kepala Teddy.

“Yang penting cinta.” Kata Teddy dengan wajah bahagia.

 Teddy memang menyimpang perasaan kepada mbak Santi. Perempuan lima tahun lebih tua darinya, tetapi pesonanya mbak Santi buat Teddy tidak bisa bernafas. Parasnya yang kalem, dan cantik. Teddy baha

“Makan tuh cinta.” Keenan membungkam mulut Teddy dengan kertas.

***

Bu Yasmin mengamati Dera yang sedari tadi masih sibuk mengerjakan tugas Fisikanya. Gini kalau sebangku tidak ada temannya. Tidak bisa di mintai contekan. Minta tolong Rere sahabatnya yang di depan tidak mungkin. Karena contoh soal beda. Hanya satu bangku saja yang sama.

Yah ampun ingin keluar saja dari kelas IPA. Otak gue sudah loading lemah. Baterai tinggal 15%. Mana dari pagi sampai siang hitung melulu. Kebul rasanya kepala ini.. Batin Dera menggerutu dan frustasi.

Dera masih menghitung soal Termodinamika, ilmu yang membahas tentang kalor dan semua bentuk energi pada sistem. Lebih baik kimia daripada fisika.

"Dera, kamu kebiasaan sekali, selalu terlambat mengumpulkan tugas. Cepat! ibu mau ke kantor sekarang. Sudah telat upacara sekarang telat mengumpulkan tugas." Kata Bu Yasmin yang sudah mengomel sejak satu menit terakhir karena muridnya yang satu ini begitu ngaret mengumpulkan pekerjannya.

"Bentar, Bu, bentar ... dikit lagi. Ini tadi masih hitung kalau salah angka salah semua." Dera menulis dengan terburu-buru. Namun, tanpa ampun Bu Yasmin segera menghampiri mejanya dan menarik lembar jawaban yang masih belum selesai tersebut.

Dera hanya cemberut melihat kertasnya sekarang sudah berada di tangan guru berkacama itu. "Yah, Bu Yasmin! Nggak seru ah! Kan, aku belom selesai." Katanya lesu.

“Bodoh amat.” Bu Yasmin pun hanya menggeleng kan kepala lalu meninggalkan ruang kelas.

Rere yang sedari tadi menunggu Dera di koridor pun akhirnya kembali memasuki kelas, "Woi, Neng ... cepetan dong. Lama bener sih lo. Astaga, makanya ada pasangan di bangku lo, tahu sendiri bu Yasmin sering berikan tugas. Kalau kaya’ gini nilai fisika mu bisa turun.” Omel Rere.

"Sabar, orang sabar disayang  Tuhan. Dah, ah jangan ngedumel deh Lo!" Ucap Dera sebal.

Rere menghampiri Dera yang tengah membereskan tumpukan buku yang menghambur di atas meja nya dengan sabar. Tanpa diperintah Rere segera membatu sahabatnya itu, agar mereka bisa segera keluar dari kelas yang cukup memanas.

"Thank you, Rere. Eh ... entar temani gue ke kelas XII IPS 3 yah." Kata Dera saat mengintip laci bawah meja nya yang berisi beberapa buku catatan. Ia pun meraih buku-buku tersebut dan memindahkannya ke dalam ransel.

"Ngapain?" Tanya Rere bingung.

“Balikin pulpennya si Keenan.” Dera men cangklong tas ransel hitamnya.

“Cieh … ngembaliin pulpen atau kangen nih? Tahu sendiri kan, Keenan ngejar lo.” Goda Rere.

“Apaan sih Lo, Re. Gue nggak ada perasaan sama sekali sama Keenan. Udah ah, Lo nggak usah ikut. Nanti jadi kompor ke Keenan.” Dera cemberut lalu melangkah keluar.

“Nggak asyik loh, Ra. Keenan itu cakep loh. Kok Lo nggak mau sih. Kalau gue sih mau aja.” Rere berjalan mengekori Dera.

Bima melihat dua gadis sedang masuk ke kelas XII IPS 3

“Gebetan Lo tuh nyamperin.” Teddy menyenggol lengan Keenan yang asyik main hp. Mendengar kata gebetan Keenan langsung melempar ponselnya di atas meja.

“Sayang. Godain Abang dong!" Kata Keenan genit sambil bersiul. Betapa senangnya jika Dera menghampirinya di kelas.

“Sayang, sandal gue melayang nih! Nih pulpen loh, gue kembalikan.” Dera menyodorkan pulpen warna hitam ke Keenan. “Gue nggak mau nyimpen barang yang bukan hak gue.”

“Dera … Dera … sudah itu buat Lo aja. Anggap saja pemberian calon pacar.”

“Ih amit … Amit. Ogah gue, makasih.” Dera meraih lengan Rere dan mengajaknya pergi.

Bima, Teddy, Giandra hanya bisa melongo dan merekapun sama-sama menengok ke arah Keenan.

“Lo ditolak, Kee?” Tanya mereka serempak. Lalu tertawa terbahak-bahak.

“Apa yang lucu?” Keenan sewot. Dera masih saja menolaknya.

“Seorang Keenan Bad boy dan artis di sekolah ini ditolak mentah-mentah dengan cewek tomboy. Gila, nggak sih nyet,” Giandra tidak bisa menyembunyikan kelucuan dan keanehan ini.

“Udah deh, gue saranin lo jangan berharap sama cewek tomboi itu. Natasya gadis cantik yang ngejar lo. Lumayan jadi koleksi.” Terang Bima.

“Gila Lo, anjir.” Keenan kesal.

 

SOSOK MR IN YANG MISTERIUS

Suasana taman Bungkul lumayan ramai. Anak kecil, muda mudi bahkan orang tua menikmati indahnya taman Bungkul sekedar mengeluarkan penat. Hari Senin membuat Dera pusing tujuh keliling. Bola basketnya dia peluk. Sampai mereka menuju lapangan basket. Mungkin wajah Dera sudah terlihat cemberut saat ini, tapi sudahlah biarkan saja. Tanpa peduli dengan raut wajahnya, Dera tetap melangkah dengan kaki sedikit membentak seolah-olah ingin melampiaskan segala kekesalannya pada ubin-ubin yang sama sekali tidak bersalah.

Rasanya gue ingin menjadi toy stories agar bisa berpetualang. Gue bosen, jenuh.

Dengan suasana lapangan yang sepi karena tidak ada yang main bola basket. Gue bisa menangkap suara dentuman bola basket yang membentur permukaan. Ada seseorang yang tengah mendribble bola merah bata itu di lapangan. Dengan cepat aku segera menuju lapangan basket outdoor.

Wow. Yang gue temukan di lapangan saat ini adalah, si cogan. Baiklah, gue akan meralat jika hari ini hari yang buruk, tetapi tetap saja, cowok kelihatan manis sayang mukanya ditutup pakai masker dan ada plaster di wajahnya. Namun, kelihatan cakep sih. Astaga apa yang gue pikirkan. Mungkin hari ini tidak terlalu buruk seperti apa yang aku pikirkan sebelumnya. Tanpa embel-embel, segera aku menghampiri cowok itu. Ya Tuhan dia semakin keren.

Gue hanya menatap permainannya yang gesit dan sangat mempesona, mungkin dia tidak sadar jika gue memperhatikannya. Ya sudahlah, tidak masalah, yang penting gue bisa menontonnya dengan tenang.

Hup …

Cowok itu memasukkan bola basket di ring dari jarak jauh permainan yang menakjubkan.

“Kenapa?” Tanya cowok itu tiba-tiba. Dera yang dari tadi memperhatikan cowok itu dan ketahuan langsung gugup. Langsung memalingkan wajahnya dan berjalan ke arah Rere yang duduk di dekat air mancur sambil enak makan pentol bakar. Dasar sahabat satunya ini tidak tahu kalau gue lagi berhadapan dengan cowok ganteng. Mati kutu rasanya.

Seketika rambut Dera yang di kuncir di lepas oleh tangan cowok itu. Rambut panjang Dera berkibar. Memang dia tomboy tapi untuk masalah rambut tidak mau dia potong pendek. Otomatis Dera langsung kaget.

“Gue bukan patung yang di tinggal pergi. Jawab pertanyaan gue?” Nada cowok kali ini tegas.

Mampus gue, kaya’nya nih cowok jahat deh. Dera langsung membalikkan wajahnya sambil terkekeh.

“Dera. Sekolah Tunas Bangsa.” Mata cowok itu memandang name tag dan atribut seragam Dera.

Deg. Cowok ini tahu identitas gue. Kedua tangannya di lipat di depan dada sambil memutar tubuh Dera yang sedang berdiri.

“Gue tadi lihat Lo main bola basket. Nggak ada niatan aneh-aneh karena permainan Lo bagus banget. Nggak boleh memang?” Aku memberanikan bicara ke cowok yang terlihat cool tersebut.

“Hem tidak dengan sekolah Tunas Bangsa. Gue nggak suka di lihat. Lo pasti kenal geng Dewa Riders yang kampungan itu, bukan?”

“Jaga mulut Lo, iya!” Aku menunjuk ke arah cowok itu. “Terlihat tampan tapi menjijikkan. Dewa Riders teman gue dan gue nggak rela ada orang lain mengatai dia termasuk Lo! Aish … gue MENYESAL MENGAGUMI PERMAINAN LO!” Nada Dera semakin tinggi.

Lelaki itu langsung menepis tangan Dera yang tepat di wajahnya.

“Bilang ke mereka jadi Geng jangan sok lebay dan Lo bilang ke teman Lo pecundang namanya Quissy. Gue benci dia. Sampai mati gue benci dia. Ingat itu!” Sorot mata tajam itu langsung ke Dera. Melihat cowok itu memandangnya Dera dengan polosnya hanya mengedipkan kedua matanya.

“Quissy? Siapa? Kelas berapa, jurusan apa? Gue belum pernah dengar nama itu,”

“Jurusan Surabaya Gubeng arah Jakarta Gambir. Yah, mana gue tahu. Dasar bodoh.” Cowok itu langsung balik badan dan melenggang pergi dengan membawa bola basketnya.

Dera terdiam sambil memikirkan sesuatu. Ada yang ingin dia ingin utarakan tapi dia bingung apa itu.

Ayo Dera apa yang kamu pikirkan!

Dera memegang kepalanya. Gara-gara hari ini full hitungan otak dia ngebleng.

Ayo Dera!

Dera memukul kepalanya berkali-kali. Gila, Gue rasanya punya penyakit amnesia.

“Lo, Mr In bukan?” Akhirnya kata itu terlontar di mulutnya. Gue pernah dengar Keenan bilang mempunyai musuh bebuyutan geng Elang di bawah naungan Mr In.

Langkah cowok itu terhenti hanya melirik tanpa melihat Dera. Dera semakin yakin jika itu Mr In. Mr In banyak yang mengatakan dia khasnya ada plaster di wajah kanannya dan menambah keyakinan lagi jika dia tahu seluk beluk geng Dewa Riders.

Dera langsung menghampirinya dan menarik lengan yang di duga Mr In. Kedua mata mereka saling tatap.

“Jawab dengan jujur, Lo Mr In bukan?” Kata Dera memastikan, dia butuh jawaban yang pasti.

“Siapa sih, Lo? Nggak penting. Lepas!” Cowok itu sepertinya geram dan melepas paksa tangan Dera. “Jijik, gue.” Dengan percaya dirinya, dia mengibaskan lengannya seolah tangan Dera kotor bagai sampah.

“LO … IH NYEBELIN! DASAR KEPALA BATU!” Dera menghentakkan kedua kakinya.

Gue nggak terima! Gue nggak terima, seolah tangan gue yang mulus ini adalah sampah. Cowok kurang ajar!

“Jangan macam-macam sama gue. Gue nggak pandang lo cewek, jika perlu gue patahkan kaki Lo supaya nggak bisa main basket lagi. Gue benci SMA Tunas Bangsa.” Ancamnya dengan menunjuk ke arah wajah Dera.

Bagai di sambat petir yang menembakkan telinga. Ancamannya sangat menusuk hati. Siapa dia sebenarnya?

Cowok itu langsung pergi meninggalkan Dera tanpa rasa berdosa dan bersalah. Dera mengikuti cowok misterius, namun dia menyadari jika gadis itu mengikutinya sampai langkahnya dia sedikit percepat. Gadis itu mengikuti langkahnya. Hingga di parkiran. Cowok itu mengambil helm.

“Gue butuh jawaban.” Dera mengambil alih kunci motor. Yes, si cowok akhirnya mati kutu juga.

Diam dan tanpa sengaja si cowok memegang pinggang Dera sehingga tubuh mereka saling berdekatan. Gila nih cowok. Tatapannya kali ini beda dengan yang tadi. Bulu matanya sedikit lentik.

“Dasar cewek perasaan. Gue sudah bilang ke Lo, lo terlalu ikut campur. Gue tandai muka lo.” Akhirnya dia bisa mengambil kunci yang ada di tangan Dera.

Suara deru mobil sport menggema. Cowok itu langsung ngegas motor sport warna hitam dan perlahan menghilang dari pandangannya. Dera melihat sekilas ada logo elang. Fix, dia adalah Mr In. Dera memegang pinggangnya bekas di sentuh oleh cowok tadi. Rasanya masih membekas.

Kenapa gue nggak nolak dia nyentuh tubuh gue? Dera, Lo bego atau dodol sih. Parfumnya saja masih membekas di hidung gue. Ah, apaan ini?

“DER!” Rere mengagetkan Dera. “Itu cowok siapa lagi? Keenan saja belum selesai pakai cari cowok lain.”

Dera hanya diam dan melamun.

“Kesambet bau tau rasa. DERA!” Rere menepuk bahunya dengan keras.

“Apaan sih Lo, Re!”

“Lo kenapa?” Rere masih bingung.

“Tadi itu Mr In. Gue yakin.” Dera menunjuk ke arah jalanan. “Lo tahu nggak, dia sudah merenggut pinggang gue.” Dera menahan malu sambil menutup kedua matanya dengan tangan.

“Maksud Lo?”

“Mr In meluk gue.”

“Hah! Gila lo, Ra. Kalau si Keenan tahu bakal cemburu berat dan lo juga harus tahu mereka musuh bebuyutan. Ih, nggak, Ra. Gue nggak ikut campur. Jangan-jangan si ketua geng Elang suka sama Lo.”

“Rere, mimpi kali. Udah ah, pulang yuk! Capek. Eh, mana pentol bakar sama es Doger gue!” Dera baru ingat jika nanti ke taman Bungkul menikmati pentol bakar dan es doger tetapi gara-gara di duga Mr In. Semua tidak sesuai kenyataan.

“Habis. Hehehe”  Kata Rere dengan nada polos.

“Aish … Rere!” Dera marah dan frustasi.

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!