NovelToon NovelToon

DIA BUKAN MANUSIA

BAB 1

"Dasar anak Sialan! Ini semua karena ulahmu," teriak seorang wanita.

Bella, gadis yang telah diadopsi oleh wanita itu bersama suaminya sejak ia berumur 12 tahun. Sebelumnya, mereka sangat menyayangi Bella. Sampai ketika anak kandung semata wayang mereka tewas tenggelam, lalu setahun setelahnya suami wanita itu juga meninggal karena kecelakaan kerja. Semuanya terjadi di hari ulang tahun Bella.

Wanita itu menyalahkan Bella untuk semua "kesialan" yang menimpanya. Bella sudah tidak ambil pusing dengan semua makian yang dia terima setiap hari. Dia hanya mencoba tetap di sisi wanita itu. Biar bagaimanapun, Bella sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Menjaga dan menemani wanita itu adalah salah satu bentuk terima kasihnya.

"Aku pergi Ma." Bella masih memanggilnya mama.

"Bagus, sebaiknya kau tidak usah pulang. Dasar pembawa sial!"

Lagi-lagi teriakan makian itu ia dengar, Bella hanya memasang hoodie-nya, memakai sepatu dan berlari menuju sekolah.

Sejak pagi, hujan terus mengguyur. Tapi entah kenapa, Bella sangat menyukai hujan. Baginya hujan seperti teman yang ikut merasakan kesedihan dan kehampaan di hatinya.

Sesampainya di Sekolah, Bella menghela napas malas. Bahkan di Sekolah pun, bukan tempat yang menyenangkan untuknya juga. Bella hanya suka menyendiri ketika pelajaran berakhir, sambil menikmati roti yang ia beli di pinggir jalan.

Beberapa anak siswa lainnya pun senang menggodanya, karena Bella tidak menunjukkan reaksi apa pun. Karena ia memang tidak peduli.

"Halo Bella, Sayang.…" Seorang siswi dengan rok pendek dan baju ketatnya mendekati meja Bella.

Bella meliriknya, namanya Cintya, cewek yang terkenal sering membully siswa-siswa yang seperti dirinya. Penyendiri.

"Wah gadis cantik kita sedang berpura-pura belajar." Cintya sudah duduk di atas meja Bella. Tapi Bella tidak bereaksi apa pun, ia tetap membaca bukunya sambil mendengarkan musik melalui headset-nya.

Cintya dan teman-teman pengikutnya tampak kesal. Lalu seorang temannya mengeluarkan gunting, memberikan kepada Cintya dan tanpa ragu menggunting headset yang sedang dipakai Bella.

Bella terkejut. Ia ingin marah, tapi untuk apa? Ia hanya akan masuk ruang BK sendirian. Cintya adalah anak kepala dewan sekolah. Tidak akan ada gunanya melawannya. Bella melirik teman sekelasnya, tapi semua pura-pura tidak melihat. Tidak ada yang ingin ikut campur dengan apa pun yang dilakukan Cintya.

Bunyi bel pelajaran akan segera dimulai menggema diseluruh kelas. Cintya tampak kesal karena waktunya untuk “bermain” bersama Bella harus berakhir. Mereka meninggalkan Bella dengan tertawa melihat Bella tidak bisa melakukan apa-apa dan Bella merasa lega karena hari ini hanya headset-nya yang rusak.

...----------------...

Akhirnya satu hari telah terlewati lagi. Bella menghembuskan napasnya saat keluar pagar Sekolah. Ia tersenyum melihat langit yang masih mendung, seperti hatinya yang tidak akan pernah cerah.

Bella sudah sangat lelah dengan kehidupan yang ia jalani. Seakan tidak ada yang menginginkannya. Pernah suatu ketika ia berpikir untuk mengakhiri semuanya dan meninggalkan dunia ini. Tapi, janji yang dulu ia buat dengan seorang Ibu pengurus pantilah yang membuatnya harus bertahan hidup.

"Bella, janji sama Ibu, apa pun yang terjadi, seberat apa pun itu. Ibu mohon, tetaplah hidup."

Bella masih ingat jelas saat-saat itu, saat Ibu Rina jatuh sakit dan sekarat. Bella menggenggam tangannya dan mengucapkan janjinya. Ibunya hanya tersenyum lega dan meninggal dalam damai.

...----------------...

Bella berjalan hingga sampai di depan rumah, tapi ia tidak akan pernah masuk sampai mamanya tertidur. Sudah bertahun-tahun ia seperti ini. Biasanya ia akan bermain di taman sendirian atau ke minimarket terdekat untuk makan mie instan. Tapi malam itu, Bella ingin berjalan-jalan di tengah Kota. Sudah lama ia tidak melihat kerlap-kerlip lampu jalan.

Kota malam ini tidak begitu ramai seperti biasanya, mungkin karena hujan masih turun, meskipun tidak sederas siang tadi. Bella menyusuri jalan kota dengan berjalan kaki, sambil melihat orang-orang yang berlarian kecil menghindari hujan. Setelah puas melihat-lihat kota, Bella melihat jam di ponselnya, sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Mungkin mama sudah tertidur, batin Bella. Ia pun berputar arah menuju pulang.

"Bodoh." Bella merutuki dirinya.

Ia seharusnya kembali dari kota sebelum terlalu malam. Sekarang di hadapannya adalah jalan kosong yang basah. Ia sedikit takut, tapi kalaupun ia harus mati malam ini, berarti penderitaannya berakhir. Karena itu, Bella melanjutkan perjalanannya dengan santai.

Tapi, tiba-tiba ia mendengar suara dentuman keras terdengar dari lorong gelap di sebelah kanannya. Bella menghentikan langkahnya. Hening sejenak, kemudian ia mendengar suara erangan kesakitan dari seorang pria di ujung lorong itu. Bella berpikir, apakah ia harus memeriksanya atau melanjutkan perjalanannya. Saat otaknya masih menimbang-nimbang, kakinya sudah melangkah ke dalam lorong gelap itu.

Bella tampak berhati-hati melangkah, ia hanya ingin menolong. Ini perbuatan baik, pikirnya. Suara erangan kesakitan itu kembali terdengar, Bella berhenti sejenak, suaranya sudah sangat dekat. Ia mengambil langkah kecil dengan perlahan.

Diantara gelapnya malam dan cahaya redup dari lampu pilar yang tergantung tepat di atasnya, Bella melihat sosok itu. Seorang pria yang kesakitan, dia bukanlah seorang manusia.

Seorang pria yang masih membelakanginya, menyembunyikan sepasang sayap hitam pekat di belakang tubuhnya, terdapat luka sayatan di sekujur tubuh pria itu. Dia masih tidak sadar akan kehadiran Bella.

Bella membelalak terkejut, dia menutup mulutnya yang hampir mengeluarkan suara dan perlahan mundur ke arah tempatnya masuk tadi.

Bella melangkah pelan, sangat pelan. Saat ia akan mengambil langkah lagi, sebuah benda dibawah kakinya meninggalkan bunyi gaduh. Sial, kakinya menginjak pecahan botol kaca. Kakinya berhenti melangkah dan pria di depannya pun menyadari kehadiran Bella.

Saat Bella sudah siap untuk berbalik dan berlari, pria itu sudah berdiri tepat di hadapannya. Menatapnya marah. Lalu memegang kedua bahu Bella dan menabrakan punggung Bella ke dinding yang lembab dengan keras.

Bella mengaduh kesakitan, air matanya sudah hampir terjatuh. Tapi pria itu hanya menatapnya dengan jarak sangat dekat. Bella bisa melihat dengan jelas netra sebiru laut yang dimiliki pria itu.

"Apa yang kau lihat?" tanya pria itu tanpa melepas cengkramannya di kedua bahu Bella.

Bella terlalu takut untuk menjawab. Dia hanya bisa menggeleng. Pria itu ingin berkata lagi, tapi, bunyi letusan petir diatas mereka terdengar sangat keras. Pria itu pun mengalihkan wajahnya menatap keatas langit yang gelap.

"SIAL!" Pria itu memaki dengan suara keras.

Pria itu lalu menutup matanya sambil sedikit menunduk. Bella hanya menyaksikannya tanpa berkedip. Saat Pria itu membuka matanya lagi, tatapannya menjadi tajam, seperti siap membunuh. Bella hanya tersenyum dalam hati. Ah … ajalnya akan segera tiba, pikirnya.

"Lupakan yang terjadi malam ini, kembalilah ke tempatmu berasal!" perintah pria itu.

Ini adalah kata-kata yang terdengar di pikiran Bella. Tapi ia berani bersumpah, kalau kata-kata yang terdengar di telinganya adalah bahasa asing yang belum pernah ia dengar sebelumnya.

Pria itu mengeryitkan keningnya dan menatapnya heran, "Apa yang terjadi? Kenapa kau tidak terpengaruh?" tanya pria itu.

Bella yang tidak tau harus menjawab apa dikejutkan oleh suara petir yang lebih keras dari sebelumnya. Pria itu mengalihkan pandangannya lagi ke langit malam. Ia hanya memaki lalu menurunkan pandangannya ke Bella dan berkata, "Aku harus membereskanmu dulu."

...****************...

BAB 2

Bella hanya menurut saat pria itu mencengkeram tangannya dan membawanya menjauh dari lorong gelap itu. Meskipun penuh luka, tapi tidak mengurangi kecepatan pria itu berjalan, hingga setengah berlari.

Pria itu berhenti di depan kastil tua yang sudah lama tidak digunakan. Bella tau kastil itu. Tempat yang dijadikan tempat perlindungan para militer saat perang terjadi. Beratus-ratus tahun lalu. Itu yang dikatakan gurunya saat pelajaran sejarah tentang kota ini.

Pria itu melepas cengkeraman tangannya lalu membuka pintu itu dengan sekali dorongan. Tapi Bella heran, sepengetahuannya kastil itu selalu terkunci rapat.

Pria itu masuk terlebih dahulu, lalu menarik pergelangan tangan Bella. Bella hanya diam ketakutan. Kemudian, Pria itu menutup pintu itu dan meletakkan telapak tangannya diatas pintu, lalu menutup matanya dan mengucapkan sesuatu yang sangat asing.

"Κλείστε και κλειδώστε. προστατέψτε εμάς που βρισκόμαστε σε αυτό"

Tapi sekali lagi, Bella paham apa yang dikatakan pria itu.

"Tertutup dan terkuncilah. Lindungi kami yang berada di dalamnya."

Setelah pria itu mengucapkan mantranya tiba-tiba pria itu terjatuh, dia memegang luka yang berada di sekitar perutnya.

Bella yang iba, menghampirinya dan duduk bersimpuh depan pria itu. Dia tau, pria itu tidak berniat jahat padanya, dia hanya seorang pria-meskipun bukan seorang manusia-yang sedang terluka.

Bella mengeluarkan sapu tangan bersih dari tasnya dan membantu menahan luka di perut pria itu. Bella tidak peduli dengan tatapan aneh yang diberikan pria itu.

Dari jarak sedekat ini, Bella baru memperhatikan dengan jelas rupa pria ini. Sangat tampan. Wajahnya terpahat dengan sempurna, sangat memukau. Air yang menetes dari rambutnya karena hujan, semakin membuat aliran darah dalam tubuh Bella memanas. Bella hanya mengutuk siapa pun yang sudah melukai tubuh seindah ini. Tidak … tidak ... Bella menggeleng, apa yang dia pikirkan? Tidak mungkin ia tiba-tiba terpesona pada makhluk yang hampir membunuhnya beberapa menit yang lalu.

"Apa kau tidak takut padaku?" tanya pria itu mengalihkan pikiran Bella.

"Tentu saja aku takut padamu. Tapi apa kemungkinan terburuk dari menolongmu? Kematian? Aku sangat menantikannya," ucap Bella santai.

"Ck. Semua manusia sama naifnya." Pria itu memandang Bella.

"Iya, aku setuju denganmu," jawab Bella lagi. Ia masih mencoba menahan aliran darah yang sudah hampir mengering diluka pria itu.

"Maaf, aku tidak bermaksud untuk ikut campur dengan apa pun yang terjadi padamu, tapi aku tidak ingin menjadi tersangka jika orang-orang menemukanmu di sini dalam keadaan tidak bernyawa." Bella mencoba melirik pria itu yang sedang menahan sakitnya.

"Jangan pedulikan aku, semua luka ini akan hilang besok. Aku hanya perlu bertahan malam ini."

"Baiklah, aku pikir, aku sudah tidak diperlukan di sini. Aku akan pulang sekarang," celetuk Bella sambil mulai berdiri.

"Jangan pernah keluar dari kastil ini sampai matahari terbit!" perintah pria itu, ia serius. "Seseorang di atas sana sedang mencariku," lanjutnya.

Bella tampak menimbang yang akan diucapkannya. "Apa kau terjatuh dari sana?" Bella mendongakkan kepalanya, maksudnya adalah langit.

Pria itu hanya mengangguk. "Sebuah masalah besar terjadi, aku tidak bisa kembali dengan keadaan seperti ini," sahut pria itu.

"Apa yang kau inginkan dariku?" Bella bertanya ragu, "bukankah yang mereka cari adalah dirimu, bukan aku, kenapa aku harus ikut bersembunyi?" Bella mencari jawaban .

"Hahahah" Pria itu tertawa nyaring, hingga menggema di seluruh bangunan kastil, "Aku tidak perlu menyeretmu ke sini dan melindungimu, jika kau bisa terpengaruh pada perintahku."

Bella diam sejenak sambil mengingat-ingat. "Maksudmu, saat kau menyuruhku untuk kembali ke asalku?"

Pria itu kaget, wajahnya bertanya-tanya. "Bagaimana kau tau apa yang aku katakan?"

"Aku tidak tau, pikiranku menerjemahkannya padaku." Bella sendiri tidak mengerti.

Pria itu terdiam sejenak, sedangkan Bella mengalihkan perhatiannya dan melihat-lihat sekitar. Dia mencari tempat nyaman untuknya istrahat. Jujur, dia sedikit kelaparan, dia belum makan apa pun malam ini.

Suasana dalam kastil tidak seburuk dari tampilan bangunannya, masih terlihat sangat kokoh meskipun debu di mana-mana. Udara yang lembab dan suara hujan deras di luar menambah kesan mencekam.

"Nona, siapa namamu?" tanya pria itu lagi.

"Aku Bella, namamu?" Bella memandang pria itu sekilas.

"Arro," jawabnya sambil tersenyum aneh.

...****************...

Dari kaca tinggi dan besar yang berada di langit-langit kastil itu, Bella tau kalau hari sudah terang. Dia terhenyak, dan segera mencari pria itu, Arro, tapi dia tidak melihatnya. Bella kebingungan, apakah semalam hanya mimpinya? Atau dia terlalu lelah saat berjalan hingga berhalusinasi sendiri?

Saat sedang dengan kebingungannya, Bella melihat sehelai bulu sayap berwarna hitam pekat di dekatnya. Dia mengambilnya, mengamatinya dan saat itulah Bella sadar kalau yang terjadi padanya semalam bukanlah hanya halusinasi. Bella pun mengambil tasnya, memasukkan sehelai bulu itu dan berjalan menuju pulang.

Sesampainya di rumah, mamanya sudah tidak terlihat. Setiap hari Minggu, mamanya tidak pernah ada di rumah, entah ke mana. Ini adalah satu-satunya hari dimana Bella bisa bernapas. Ia bisa leluasa membersihkan pakaian dan rumah yang berantakan.

Saat membersihkan ruang pakaian, disudut ruangan terlihat banyak tumpukan kotak yang isinya berhamburan keluar. Bella menghembuskan napas berat. Mamanya lagi-lagi mengeluarkan barang-barang itu. Barang pribadi milik anaknya, Kenzo yang sudah meninggal.

Bella merasakan kesedihan di hatinya, saat dia mengambil satu-satu barang kesukaan Kenzo. Dia ingat bagaimana ia dan Kenzo akan berlari-larian dalam rumah hanya karena Bella menggodanya dengan mengatakan akan mengambil mobil-mobilan kesukaannya atau bagaimana Kenzo menjahilinya dengan menyembunyikan barang-barang milik Bella. Dia dan Kenzo sangat dekat. Kenzo sudah seperti adik kandungnya sendiri.

Tangannya terhenti saat ia menemukan surat adopsi di dasar kotak itu. Surat adopsinya, yang di amplopnya tertera tanda tangan mama angkatnya, Jocelyn, dan ayah angkatnya, Robert. Bella belum pernah melihatnya. Sebenarnya, ia tidak pernah penasaran dengan orang tua kandungnya. Menurutnya, orang tua yang meninggalkan anak mereka seorang diri apalagi saat baru berumur kurang dari seminggu, bukanlah orang tua yang baik. Selama ini, Bella hanya merasakan cinta dari Bu Rina pengurus panti. Robert dan Jocelyn tentu saja lebih menyayangi Kenzo, meskipun begitu, mereka memperlakukan Bella dengan baik. Yaa, setidaknya Jocelyn dulu seperti itu.

Dengan hati-hati ia membuka surat adopsi itu. Apakah ia siap mengetahui siapa orang tua kandungnya? Setidaknya, nama orang tua kandungnya. Sekalipun ia tau, ia tidak akan pernah mencari mereka, seperti bagaimana mereka tidak pernah mencarinya.

Tapi, yang dilihatnya adalah keterangan "UNKNOWN" tercetak di sana. Apa ini? apakah berarti orang tuanya meninggalkannya di depan panti asuhan seorang diri? Bella kecewa. Sangat Kecewa. Ia tersenyum lemah. Hatinya remuk. Sepertinya memang tidak ada yang menginginkannya di dunia ini.

...****************...

BAB 3

Hari sudah menjelang malam, Jocelyn belum pulang. Biasanya, di hari Minggu ia akan pulang tengah malam dengan keadaan sudah mabuk berat. Bella seperti kebiasannya juga akan menunggu Jocelyn, mendengar sedikit makian, lalu mengantarkan Jocelyn ke kamarnya.

Hujan di luar sana semakin deras. Bella menutup pintu jendela kamarnya yang terbuka karena angin yang terbawa oleh hujan. Saat akan menutup pintu jendelanya, tiba-tiba terdengar suara kepakan sayap yang berat, lalu sebuah tangan kekar muncul memegang ujung jendelanya.

"Hello Bella."

Arro dengan suara beratnya mendadak muncul di depan Bella, Bella yang tersentak hampir menjatuhkan dirinya.

"Arro? Astaga." Bella masih memperbaiki helaan napasnya yang memburu.

"Hahaha, maaf … maaf," Kata Arro masih berdiri depan jendelanya, "Boleh masuk?" tanya Arro sopan.

Bella belum menjawab apa pun, Arro sudah melangkah masuk melalui jendela. Bella hanya pasrah dan membiarkannya.

"Kamu tinggal sendiri?" tanya Arro sambil melihat-lihat isi kamar Bella.

"Sama Mama, tapi Mama lagi keluar, belum pulang," jawab Bella seadanya.

Bella memperhatikan tubuh Arro yang semalam penuh luka. Tapi ia sudah tidak menemukan luka apa pun, bahkan bekas luka pun tidak terlihat. Tubuhnya akhirnya kembali sempurna. Sangat Sempurna. Tubuh yang tegap dengan otot-otot yang sedikit menonjol, kulitnya yang cerah, dan tentu saja wajah indah tanpa celah. Tapi, apakah ia tidak kedinginan? Pikir Bella. Sudah dua kali Bella bertemu dengannya, tapi Arro selalu tidak memakai pakaian atas. Hanya celana panjang hitamnya yang dikenakannya.

Arro yang merasa sedang ditatap, berbalik melihat Bella. "Apa kau sedang mengamati tubuhku?"

"Astaga, Tidak. Aku hanya melihat kondisi tubuhmu, semalam kau penuh luka." Bella yang kedapatan, sedikit gelagapan.

"Jadi artinya ya … kau sedang memperhatikan tubuhku." Arro tersenyum tipis melihat ekspresi Bella.

"Tidak, bukan begitu …." Bella akan menyangkalnya lagi. Tapi ia teringat sesuatu yang lebih penting dari itu, "Tunggu, apa yang kau lakukan di kamar seorang gadis dan kenapa kau bisa mengetahui tempatku? Apa kau mengawasiku dari atas sana?" cecar Bella, ia belum pernah memasukkan laki-laki ke kamarnya. Jangankan kamar pribadinya, bahkan tidak ke ruang tamu sekalipun. Bella cukup tau diri untuk tidak mengundang lawan jenis ke rumah yang bukan miliknya.

Bella menatap Arro intens, mencari jawaban. Tapi bukannya menjawab, Arro menuju ke meja belajarnya, mengambil tas Bella, dan mengeluarkan sehelai sayap miliknya.

"Aku bisa mengetahui tempatmu dari ini, kau membawanya." Arro menunjukkan sehelai sayap itu.

"Jadi kalau aku tidak membawanya, kau tidak akan menemukanku?" tanya Bella lagi.

"Mungkin. Tapi aku tetap bisa menemukanmu. Kau tau? Aku punya semacam sihir untuk itu," jawab Arro santai. Ia mengambil kursi belajar Bella, duduk membelakangi meja, lalu menghadap Bella, dan melipat tangannya di atas sandaran kursi itu.

Bella hanya melihatnya, lalu bertanya lagi, "dan Mr. Arro. apa jawaban untuk, ‘apa yang kau lakukan disini? Dikamar seorang gadis?’" Bella berusaha mengintimidasi. Tapi, Arro melihatnya malah tersenyum manis.

Arro terdiam sejenak, lalu berkata, "seseorang di atas sana melihatmu kemarin. Aku hanya memastikan keselamatanmu." Wajah Arro berubah serius.

"Aku tidak berbuat kesalahan apa pun. Aku hanya mau menolongmu. Lagipula, apa yang bisa dilakukan oleh anak SMA sepertiku? Aku bahkan tidak punya sayap sepertimu." Bella tidak paham dengan situasi yang Arro gambarkan. Ia hanya berniat baik kemarin.

Arro hanya mendengarkan Bella, banyak yang ingin dia katakan. Ia ingin menjelaskan semuanya, tapi menurutnya, Bella hanya akan semakin masuk lebih dalam kemasalah dunianya.

"Bella, aku mengerti perasaanmu, tapi aku belum bisa menjelaskannya sekarang. Semua terlalu rumit. Duniaku sangat berbeda dengan duniamu yang damai ini. Di sana, sedang terjadi perang kekuasaan. Orang-orang yang tidak menyukaiku, akan melakukan apa pun untuk menghancurkan semua yang berhubungan denganku. Hanya ini yang bisa aku katakan sekarang.” Arro menjeda perkataannya, ia berdiri, mendekati Bella, lalu membungkuk agar setara dengan tinggi Bella yang sedang duduk di tepi ranjang.

Bella bisa merasakan hembusan napas Arro dari jarak ini. Ia mencium wangi manis yang sangat segar. Seperti wangi pohon pinus di musim semi.

Arro melanjutkan perkataanya, "Karena itu, izinkan aku membalas niat baikmu yang semalam. Izinkan aku setidaknya mengawasimu selama 3 hari ini. Setelah itu, aku tidak akan pernah muncul di depanmu lagi. Aku harus memastikan tidak ada satu manusia pun yang terluka dengan apa yang sedang terjadi di atas sana," kata Arro dengan sangat lembut .

Bella tidak menjawab perkataan Arro, dia hanya mengangguk mengiyakan dan mengizinkannya. Hati Bella sedikit menghangat. Belum ada yang pernah ingin melindunginya.

Arro ingin berkata lagi, tapi tiba-tiba terdengar suara pecahan kaca yang dibanting keras dari luar kamar Bella.

Arro dan Bella sama-sama menengok ke arah pintu yang masih tertutup, lalu Bella tiba-tiba bangun dari duduknya dan menyuruh Arro untuk segera pergi. Bella tau, itu Jocelyn yang sudah pulang.

"Arro, kalau kau mau menyelamatkanku, sekarang waktunya. Aku mohon pergilah!" Bella panik. Ia lupa mengunci pintu kamarnya.

Seketika itu, pintunya dibuka lebar, "Anak Sialan ini sudah pulang ternyata. Dimana kau menjual dirimu semalam, hah? Dasar Sampah!" Jocelyn sudah berdiri diambang pintu, menampilkan wajahnya yang sudah memerah karena kebanyakan minum minuman alkohol.

Bella kaget, ia segera berbalik ke arah Arro tadi berdiri, tapi ternyata Arro sudah pergi dengan jendelanya yang terbuka lebar. Bella mengembuskan napas lega. Saat Bella sedang menatap jendela itu, mendadak rambutnya dijambak dengan kasar. Bella mulai merintih kesakitan. Jocelyn yang marah karena diabaikan mengeluarkan kata-kata makian, lalu menampar Bella keras sampai Bella terjatuh ke lantai.

Saat Bella terjatuh, tiba-tiba sebuah bayangan besar dari jendelanya menutupi dirinya. Ia menoleh ke arah bayangan itu dan Arro sudah muncul disana dengan sayapnya yang terbentang lebar dan menatap marah ke arah Jocelyn. Mata biru yang sedalam lautan itu, sudah berubah menjadi merah seperti darah. Bahkan hujan yang tadinya sudah reda, kembali turun sangat deras ditambah suara petir yang menggelegar hebat.

Jocelyn yang melihat itu, terhenyak kaget, lalu berdiri seperti patung yang terdiam kaku. Bella menyaksikan Jocelyn yang mengeluarkan suara tertahan, seperti orang yang tidak bisa bernapas. Bella tau, itu adalah perbuatan Arro.

"ARRO, JANGAN!" Teriak Bella. Suaranya hampir kalah dengan suara deras hujan dan petir yang menyambar.

Arro tidak peduli dengan teriakan Bella. Ia masih terus menatap lurus ke Jocelyn.

"Arro, Aku mohon,” lirih Bella. Jocelyn sudah hampir membiru, Bella bisa melihat, tidak ada aliran darah di wajah Jocelyn.

"ARROOO!!!!" Teriak Bella lagi. Kali ini lebih keras.

Mendengar teriakan Bella, Arro berhenti menatap dan langsung menutup matanya. Sedangkan Jocelyn seketika itu ambruk jatuh ke lantai. Bella menghampiri Jocelyn dengan tertatih, lalu memeriksa apakah denyutnya masih berdetak.

Bella mengehmbuskan napas leganya ketika mengetahui denyut Jocelyn masih berdetak, meskipun sangat lemah. Bella berbalik menghadap Arro.

"APA YANG KAU LAKUKAN?!" Bella berteriak marah.

Arro yang mendengar pertanyaan Bella, menyembunyikan sayapnya, lalu masuk ke kamar Bella. Ia berlutut di depan Bella. Air hujan yang tersisa di tubuh Arro ikut jatuh di lantai. Bella bisa melihat, netra merah darah itu telah kembali menjadi biru.

"Bella, aku sudah meminta izinmu dan kau sudah mengizinkannya, kan?" Arro melihat lekat Bella. Ia menunggu Bella menyetujui perbuatannya.

"Tapi, aku tidak meminta kau menyakiti keluargaku." Suara Bella terdengar lirih, ia menahan tangisannya.

"Bella, aku tidak peduli siapa pun orangnya. Aku hanya akan melindungimu selama 3 hari. Kalau kau tidak ingin aku menyakiti siapa-siapa, pastikan tidak ada yang menyakitimu, mengerti?" ucap Arro sebelum ia berdiri, lalu berbalik menghadap jendela, siap untuk melangkah keluar.

"Arro!" Bella memanggilnya, masih ada pertanyaan dalam pikirannya. "Kenapa jika ada yang menyakitiku? Kau hanya perlu melindungiku dari orang-orangmu kan?"

Arro menghentikan langkahnya, berbalik menatap Bella , "Karena, saat perjanjian ini berlangsung, aku tidak peduli siapa pun yang menyakitimu, aku akan membunuh mereka." Arro menjeda, "Aku merasakan apa yang kau rasakan. Sakit di tubuhmu, dan sakit di hatimu."

Bella terkejut dengan perkataan Arro. Sebenarnya, Arro akan mengatakan hal ini tadi, sebelum Jocelyn menerobos masuk ke kamar Bella.

Saat Bella masih dengan pikirannya, Arro sudah menghilang dari hadapannya.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!