NovelToon NovelToon

Cinta Sebelah Pihak

'1

'Saat itu, aku merasa, jika hanya aku yang mencintainya maka itu sudah cukup. Tapi aku salah. Karena hanya aku yang mencintainya saja, maka itu tidak akan cukup. Rumah tangga ini tidak akan bisa bertahan dengan cinta hanya dari sebelah pihak.'

Buliran bening pun jatuh secara perlahan melintasi pipi putih Rere yang saat ini sedang menyandarkan dirinya di balik pintu kamar. Rere pun langsung memejamkan mata sambil menahan isak tangis agar tidak terdengar oleh siapa pun.

Saat itu, dua tahun yang lalu, dia mengatakan pada kedua orang tuanya kalau ia jatuh cinta pada Rohan. Tanggapan kedua orang tuanya pun sangat membuat hati Rere bahagia.

"Kamu beneran suka Rohan, Re?" Sang mama yang sangat antusias, langsung memastikan ucapan Rere dengan senyum lebar di bibirnya.

Rere pun langsung menjawab dengan anggukan pelan. Wajahnya pun langsung memperlihatkan rona merah karena sedikit malu.

Sementara itu, papanya yang juga ada di sana ikut mengukir senyum. "Rohan anak yang baik, Re. Papa juga tidak akan keberatan jika kamu menyukainya. Tapi ... yang jadi pertanyaannya sekarang, apakah Rohan juga suka sama kamu, Rere?"

Dengan penuh keyakinan, Rere pun menjawab ucapan papanya. "Rere masih belum yakin akan hal itu, Pah. Tapi ... Rere yakin akan satu hal, Rere bisa bikin mas Rohan jatuh cinta sama Rere."

Entah mendapatkan keyakinan dari mana sampai Rere bisa begitu yakin saat itu. Tapi yang jelas, keyakinan itu membuat Rere berada di posisi yang sangat sulit seperti saat ini.

Satu setengah tahun sudah berlalu sejak hari di mana mereka menikah. Hari di mana Rere sangat bahagia tanpa memikirkan bagaimana perasaan Rohan yang menjadi suaminya. Dan, tanpa memikirkan bagaimana perasaan cinta Rohan untuknya. Karena saat itu, dia begitu yakin akan kekuatan cinta yang ia miliki. Dia bisa membuat Rohan jatuh cinta padanya seiring berjalannya waktu.

Itu adalah pemikiran yang sangat amat egois ternyata. Karena pemikiran itu, telah membuat rumah tangga Rere berada diambang kehancuran.

Satu setengah tahun tidak bisa membuat Rohan jatuh cinta pada Rere. Meskipun perlakuan Rohan sangat manis, layaknya suami pada umumnya, tapi saat mengetahui kebenaran dibalik semua itu membuat Rere sangat amat sakit.

Rohan sudah punya kekasih hati yang ia cintai dengan sepenuh hatinya. Sangking penuhnya, sampai tidak ada sedikitpun celah untuk Rere masuk ke dalam hati Rohan lagi.

'Aku yang terlalu percaya diri ternyata sangat bodoh. Mas Rohan bukan milikku sejak awal hingga saat ini. Aku miliki raganya, tapi tidak dengan hatinya. Cinta dari sebelah pihak ini ternyata sangat menyakitkan.'

Rere kembali menahan isak tangis saat ia ingat apa yang baru saja ia dengar ketika datang ke kantor beberapa jam yang lalu. Tadi, niatnya ia ingin berkunjung ke kantor Rohan sambil memberikan kejutan buat si suami. Karena kebetulan, hari ini adalah hari ulang tahun Rohan.

Namun, saat ia ingin membuka pintu ruangan tersebut, tangannya malah tertahan seketika karena perkataan Rohan pada Amira, adik tiri yang hanya berselisih dua bulan dari umur Rere. Amira, adik tiri Rere itu tinggal bersama dengan Rere sejak masih anak-anak.

Mama Rere begitu berbesar hati merawat anak dari madunya sendiri setelah madunya tiada. Mama Amira meninggal ketika Amira masih berusia setahun lebih. Karena kasihan, mama Rere menyanggupi permintaan suaminya untuk merawat Amira dengan penuh kasih. Ya meskipun Rere adalah prioritas utama. Tapi dia juga tidak menelantarkan Amira karena Amira tidak bersalah.

Sementara itu, Rere pun tidak mengganggap Amira sebagai adik tiri. Melainkan, adik kandung atau lebih tepatnya sebagai teman dekat.

Rere pun tidak memikirkan dari mana asal usul Amira. Karena sama seperti sang mama, Rere juga beranggapan sama. Amira tidak salah atas apa yang mamanya lakukan. Karena tidak ada satu orang pun di atas dunia ini yang ingin hidup dengan latar belakang yang tidak baik.

Rere siap berbagi semua yang ia punya. Tempat tinggal, kasih sayang sang mama, juga apa saja yang bisa ia bagikan pada Amira.

Tapi ... kenyataan hari ini membuat dia menyesali semua itu. Amira adalah orang yang suaminya cintai. Itu dengan jelas ia dengar ketika tangannya ingin memutar gagang pintu dari ruangan suaminya beberapa jam yang lalu.

"Selamat ulang tahun, Mas Rohan. Aku tidak punya hadian yang mewah untukmu. Hanya jam tangan sederhana ini saja yang bisa aku berikan. Semoga kamu suka ya." Amira berucap dengan lembut. Dan Rere mendengarnya dengan sangat baik.

Awalnya, dia pikir itu hal biasa. Tapi setelah ia mendengar ucapan Rohan, seketika dunia Rere berubah.

"Apapun yang kamu berikan, itu adalah kado yang paling istimewa di setiap bertambahnya usia aku, Ami. Karena tidak ada satupun hadiah yang lebih berharga dari pada yang kamu berikan."

"Kamu adalah duniaku, Ami. Aku mencintai kamu dengan sepenuh hati. Tidak sedikitpun berubah dari perasaan ku itu. Sejak dulu, hingga saat ini. Hanya kamu yang aku sayangi."

"Mas! Jangan bicara seperti itu. Ini kantor. Apa kamu lupa di mana kita berada saat ini?"

"Kenapa memangnya? Kenapa kalau ini kantor? Apakah ada yang salah dengan ini semua, Ami?"

"Mas."

"Amira. Biarkan aku bicara apa saja di sini selagi kita hanya berdua saja. Karena aku tidak akan bisa menjadi diriku yang mencintai kamu ketika aku berada di tengah orang-orang."

"Tapi, Mas .... "

"Amira. Aku sangat mencintai kamu. Aku mencintai semua yang kamu miliki dari dirimu. Kesederhanaan mu, kecerdasan mu, kelembutan mu, kedewasaan mu, dan ... semua yang kamu miliki dari dirimu pokoknya. Aku suka semuanya."

Sungguh, itu ucapan yang sangat menyakitkan buat Rere. Karena ucapan itu, Rere tidak kuat untuk bertahan di depan pintu buat mendengarkan pembicaraan dua orang terdekat yang sangat ia sayangi sebelumnya, lebih jauh lagi.

Ia pun memilih kembali setelah berpesan pada semua karyawan yang ia temui di kantor tersebut. "Jangan katakan pada mas Rohan kalau aku datang ke sini barusan yah. Aku akan buat kejutan di rumah soalnya."

Sebisa mungkin, Rere bicara dengan semua ketenangan yang sebelumnya ia kumpulkan dengan susah payah. Karena pada saat ini, hatinya sungguh sangat hancur.

Setelah tiba di rumah, dia pun menutup pintu kamarnya rapat-rapat sambil terus memikirkan apa yang sudah ia dengar. Kenyataan pahit yang dia terima di hari ulang tahun yang ke dua puluh delapan dari suaminya, sungguh sangat amat menyakitkan.

'Kau suka semua yang Amira miliki, Mas? Sebenarnya, apa yang dia miliki, yang tidak aku miliki, Mas Rohan? Apakah aku begitu buruk selama menjadi istrimu sampai kamu tidak bisa melihat sedikitpun kelebihan yang aku punya?'

Rere terus menangis sampai tubuhnya merasa lelah. Hingga akhirnya, dia terlelap di atas lantai depan pintu kamarnya sendiri.

'2

Rere terus menangis sampai tubuhnya merasa lelah. Hingga akhirnya, dia terlelap di atas lantai depan pintu kamarnya sendiri.

...

"Re ... Rere .... "

"Re ... bukan pintunya! Kamu ada di dalam, kan Re?"

Sayup-sayup suara itu terdengar di kuping Rere. Dengan perasaan malas, dia membuka matanya. Seketika, Rere baru menyadari apa yang sudah terjadi. Dia tidur dengan pulas karena kelelahan sehingga menghabiskan beberapa jam dengan begitu saja.

Dengan perasaan campur aduk, Rere pun memaksakan diri untuk bangun. Tapi, dia hanya duduk bersandar di depan pintu tanpa berniat untuk langsung beranjak dari pintu tersebut.

"Bi Sari. Rere beneran ada di dalam atau tidak sih? Kok nggak ada jawaban juga setelah aku panggil beberapa kali."

Suara itu terdengar cukup mencemaskan Rere. Jika dulu, suara itu yang sangat Rere rindukan pada saat berjauhan. Yang selalu ingin Rere dengar ketika berpisah. Meskipun berpisahnya hanya ke kantor selama seharian saja. Tapi, suara itu selalu Rere tunggu setiap detik dan menitnya.

Tapi saat ini, suara itu sangat menyakitkan buat Rere. Rasanya, dia sangat tidak ingin melihat pemilik dari suara itu karena apa yang baru saja terjadi. Suara itu sudah memuji orang lain dengan semua pujian yang ia miliki. Yang Rere sendiri tidak pernah mendapatkan pujian itu sekalipun.

Lagi-lagi, air mata tidak bisa Rere bendung. Dia cukup rapuh saat ini. Sampai tidak bisa menguasai emosi sedikitpun. Dia terus saja terhanyut dalam kesedihan meskipun dia sendiri tidak menginginkan akan hal tersebut.

Sementara di luar kamar, Rohan terus mengetuk pintu setelah mendengar kepastian yang bi Sari ucapkan. "Non Rere ada kok di dalam, Tuan. Tadi siang, non Rere kembali dari luar langsung masuk ke kamar. Setelah itu, bibi tidak melihat non Rere keluar dari kamar ini."

Penjelasan itu memang membuat Rohan langsung memasang wajah yang tidak enak. Sedikit rasa cemas menghantui hatinya. Bagaimana tidak? Selama ini, Rere adalah perempuan yang manja. Dia bisa melakukan apa saja atas kemauannya sendiri. Itulah kesan Rohan untuk Rere selama ini.

"Kalau begitu, ambilkan aku kunci cadangan kamar ini, bi! Aku tidak tahu apa yang majikan mu lakukan di dalam sana. Tapi yang jelas, aku tidak ingin dia bersikap yang tidak jelas yang akan merugikan semua orang nanti."

Bi Sari menatap Rohan sesaat sebelum ia melakukan apa yang Rohan perintahkan. Yah, ucapan itu memang terdengar sedikit tidak mengenakkan hati. Tapi, ini memang bukan yang pertama kalinya Rohan berucap kata-kata seperti itu.

Sering kali Rahan berkata dengan nada seperti tidak menyukai Rere. Tapi, itu terjadi jika Rere tidak ada di dekat Rohan saja. Karena jika mereka bersama, Rohan akan jadi pria yang cukup penyabar dengan semua tingkah Rere yang memang terkesan sangat kekanak-kanakan.

Sementara bi Sari beranjak untuk mengambil kunci cadangan untuk membuka kamar tersebut, Rere pun langsung memutuskan untuk membuka pintu kamar itu.

Ia seka air mata yang tadinya tumpah perlahan melintasi kedua pipi. Kemudian, dia tarik napas dalam-dalam untuk membuat hatinya merasa tenang.

'Tenanglah, Re! Meskipun kamu tahu akan semua yang telah terjadi. Tapi ini bukan saatnya kamu marah. Karena masih ada banyak hal yang harus kamu coba lakukan untuk membuktikan kalau cinta yang datang dari sebelah pihak ini tidak salah.'

'Yah, walaupun pada kenyataannya, hatimu sakit karena kenyataan pahit yang baru saja kamu alami. Tapi, kenyataan pahit ini juga bukan murni kesalahan dari mas Rohan. Karena di sini juga ada kesalahan dari diriku sendiri. Aku yang terlalu percaya diri selama ini. Karena itu, aku harus mencoba satu kali lagi. Hanya satu kali saja. Setelah itu, aku mungkin akan berpikir ulang untuk kelanjutan dari pernikahan yang saat ini sedang aku jalani.'

Karena pikiran itulah, Rere bisa sedikit menenangkan diri. Dia pun langsung membuka pintu kamar tersebut dengan cepat.

Mata Rere dan Rohan pun saling bertemu ketika pintu sudah terbuka lebar. Untuk beberapa detik lamanya, mereka saling diam dengan posisi yang saling tatap satu sama lain.

Tapi, itu hanya terjadi selama beberapa detik saja. Setelah itu, Rohan langsung menghindari wajahnya dari pandangan Rere.

"Kamu lagi ngapain sih, Re? Kenapa gak menjawab saat aku memanggilmu tadi?"

"Eh, maaf ... mas. Aku ... aku ketiduran. Karena itu, aku tidak menjawab panggilan dari kamu."

"Ketiduran? Sejak kapan kamu tidur? Kenapa matamu jadi bengkak seperti ini? Seperti ... seseorang yang baru saja habis mengeluarkan banyak air mata."

"Kamu menangis, Rere? Kenapa?"

Pertanyaan dengan tatapan tajam itu membuat Rere terdiam. Dia sangat ingin menjawab dengan jawaban yang sebenarnya. Tapi, itu tidak bisa ia lakukan untuk waktu saat ini.

"Iya, Mas. Aku menangis. Tapi itu tidak ada hubungannya dengan kamu. Orang aku menangis karena aku tadi nonton drama sedih."

'Drama sedih antara diriku dengan kalian berdua. Dua orang yang paling dekat denganku. Yang paling aku percaya selama ini,' kata Rere dalam hati.

Dan, semua itu berlalu begitu saja. Setelah penjelasan yang Rere berikan, Rohan langsung menerima saja penjelasan itu tanpa berkomentar lagi.

Karena yang ada dalam pikiran Rohan, Rere itu adalah perempuan yang sangat manja. Jadi, jika ia menangis hanya karena menonton sebuah drama, itu mungkin masuk akal. Karena selama ini, Rere juga bisa melakukan apa saja dengan sesuka hati.

....

Tidak ada obrolan setelah Rohan masuk ke kamar. Kemudian, makan malam malam ini juga terasa sedikit berbeda dari biasanya. Karena biasanya, Rere akan ngomong panjang lebar saat mereka menyantap makanan. Tapi malam ini, Rere malah terus diam sambil menikmati makanan dengan tenang.

Lalu, keanehan terjadi lagi. Rere yang biasanya selalu memaksa Rohan untuk menghabiskan waktu di depan televisi setelah makan malam, kini malah langsung masuk ke kamar tanpa bicara.

Hal yang sangat amat langka bagi Rohan. Dan saat itulah, Rohan mulai merasakan ada yang tidak beres dengan Rere sekarang.

"Kamu kenapa sih, Re? Kek ada yang tidak beres aja. Diam melulu sejak tadi."

"Gak ada apa-apa kok, Mas. Cuma lagi gak enak badan aja."

"Udah minum obat?"

Rere terdiam. Perhatian kecil yang biasanya sangat ia harapkan. Tapi sekarang, malah menciptakan rasa sakit dari perhatian kecil itu.

'Heh! Udah minum obat katamu, Mas? Untuk apa bertanya jika hanya sekedar basa-basi saja. Aku tidak butuh basa-basi itu.' Rere berucap dalam hati sambil menahan diri agar tidak menangis lagi.

"Sudah."

Jawaban singkat itu membuat Rohan semakin merasa canggung. Bagaimana tidak? Ini adalah yang pertama kalinya Rere bersikap secuek dengannya saat mereka ingin tidur.

'3

"Sudah."

Jawaban singkat itu membuat Rohan semakin merasa canggung. Bagaimana tidak? Ini adalah yang pertama kalinya Rere bersikap secuek ini dengannya saat mereka ingin tidur.

Bahkan, Rere yang biasanya selalu ingin memeluk Rohan ketika ingin tidur pun, kini berubah membelakangi Rohan. Sungguh, sikap dingin yang sangat-sangat membuat Rohan merasa bingung.

Namun, semua itu tidak membuat Rohan ingin tahu akan lebih jelas tentang Rere. Apa yang Rere rasakan? Apa penyebab Rere berubah sikap dari hangat menjadi sangat dingin? Dan, bagaimana semua ini bisa terjadi? Rohan tidak ingin tahu semua itu. Dia malah ikut bersikap cuek dengan mengabaikan sikap dingin Rere saat ini.

Bagi Rohan, mau bersikap seperti apapun Rere sekarang, itu tidak penting. Yang terpenting adalah, Rere tidak mengusik ketenangannya dengan merengek meminta hal yang macam-macam.

Detik waktu terus berjalan. Rohan yang sebelumnya sibuk dengan gawai yang ia mainkan, kini susah tidur duluan. Sementara Rere yang sebelumnya berpura-pura tidur, kini langsung bangun untuk melihat keadaan Rohan.

Rere pun menyadarkan punggungnya. Dia lihat dengan mata berkaca-kaca wajah Rohan yang saat ini sedang terlalu. Sungguh sayang, dia masih mengangumi wajah itu meskipun hatinya sedang sangat terluka.

'Dia masih tampan sama seperti pertama kali aku melihatnya. Sayang, waktu itu aku terlalu gegabah menginginkan dirinya. Orang yang sama sekali tidak menginginkan aku,' kata Rere sambil menahan isak tangisnya.

'Tenanglah, Re! Tenanglah. Kenapa harus terus meratapi nasib yang tidak akan pernah bisa kamu kembalikan ke sebelumnya. Sekarang, kamu hanya bisa membalikkan keadaan yang buruk agar sedikit lebih baik.'

Lalu, Rere langsung tergerak untuk melihat ponsel Rohan yang saat ini ada di atas nakas samping tempat tidur Rohan. Perlahan dia bergerak, lalu membuka ponsel itu dengan dada yang sedikit bergemuruh.

Ponsel itu memakai sandi angka enam digit. Rere pun mencoba membuka dengan tanggal lahir Rohan. Sayangnya, tidak terbuka sama sekali. Malah muncul tulisan, *kata sandi salah.*

'Sial! Apa sih sandinya ini?' ucap Rere dalam hati sambil mengigit kuku dari jari telunjuknya.

Saat itu, Rere teringat akan semua pujian Rohan untuk Amira. Dengan berat hati, Rere pun langsung mencoba memasukkan tanggal lahir Amira ke kolom yang tersedia.

'Hah? Masih tidak terbuka? Ini sebenarnya, apa sih yang mas Rohan buat untuk kata sandi ponselnya.'

Rere pun dengan keras mencoba memasukan kata sandi pernikahan mereka. Sayang, hasilnya sama saja. Lalu, dia dengan iseng menekan enam angka tanggal lahirnya. Sontak, hal yang sama sekali tak Rere duga sebelumnya. Ponsel itu langsung terbuka.

Untuk sesaat, Rere terdiam memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa bisa Rohan memakai tanggal lahirnya untuk mengunci ponsel. Sungguh hal yang membingungkan buat Rere.

'Apa semua ini, Tuhan? Dia tidak bisa jatuh cinta padaku, tapi kenapa tanggal lahir aku yang ia pakai untuk sandi gawai nya? Apa mungkin ... ah, lupakan saja, Re! Jika hanya masalah tanggal lahir yang ia gunakan, itu sama sekali tidak ada hal yang spesial sedikitpun. Karena bisa saja ia hanya ingin ingat tanggal lahir mu supaya kamu tidak ngamuk-ngamuk seperti tahun lalu, bukan?'

Karena pikiran itulah, Rere langsung menjelajah ponsel sang suami. Tujuan pertama adalah aplikasi dengan warna hijau agar dia tahu, siapa saja yang sudah berkomunikasi dengan suaminya melalui aplikasi tersebut.

Rere pun langsung membuka aplikasi itu. Tidak ada pesan lain selain pesan dengan nama Amir. Siapa lagi dia kalau bukan Amira? Rere pun langsung menguatkan hati sebelum jarinya membuka pesan dari seseorang dengan nama Amir ini.

Sesuai dugaan Rere, pesan itu dari Amira. Ada ratusan pesan yang tersimpan di chat tersebut. Entahlah, Rere rasanya malas untuk melihat keseluruhan dari awal hingga akhir chat. Dia pun memilih untuk membaca chat di bawah saja.

*Tidak. Dia tidak memberikan aku kado hari ini, Mi. Entah kenapa, sikapnya juga terkesan sangat aneh.*

*Aneh bagaimana sih maksud kamu, Mas?*

*Ya aneh saja. Mendadak bersikap dingin padaku. Entah karena apa. Tapi ... aku tidak perduli sih dengan sikap yang dia perlihatkan.*

*Lho kok kamu gitu sih, Mas?*

*Ya habis aku harus gimana, Amira ku sayang?

Mata Rere terasa memanas saat membaca tulisan, 'Amira ku sayang.' Karena selama ini, Rohan tidak pernah sekalipun menyebut kata sayang untuk dirinya. Bahkan, saat Rere memaksa juga Rohan akan menghindar dari mengucapkan kata itu.

'Ternyata, kata sayang ini begitu lancar kamu tulis untuk dia, Mas. Tanpa dia meminta, tanpa dia memaksa, maka kata itu sudah tertulis dengan baik untuknya. Sementara aku yang jelas-jelas istrimu, tidak sekalipun kata itu hadir dari mulutmu.'

Rere lagi-lagi menahan isak tangis. Ia tarik napas dalam-dalam, lalu ia lepas secara perlahan agar perasaannya bisa sedikit tenang.

'Malang sekali nasibku yang merasakan cinta dari sebelah pihak ini. Mau di sebut sayang juga aku harus mengemis. Tapi tetap saja, aku tidak mendapatkannya.' Rere berucap lagi dalam hati.

Dia pun menyeka air mata yang masih tersisa. Niatnya untuk tidak melanjutkan membaca chat antara suami dengan adik tirinya itu ia batalkan karena rasa penasaran. Hati, meski terasa sangat sakit, juga masih tetap ingin tahu. Karena itu, dia pun melanjutkan bacaannya.

*Ya tanya kek, Mas. Dia ingin apa gituh.

*Males, ah! Kamu kan tahu dia seperti apa, Mi. Dia anak manja yang suka bikin ulah. Selalu memaksakan kehendaknya sendiri tanpa memikirkan orang lain. Selama ini, aku sudah cukup bersabar dengan sikapnya yang sangat kekanak-kanakan itu. Rasanya, ingin sekali aku akhiri pernikahan yang membosankan ini.

'Ap-- apa?' Rere langsung menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan suara. Dia juga langsung mengigit tangannya agar tangisannya tidak terdengar. 'Ternyata, kamu ingin mengakhiri pernikahan ini, Mas? Tapi kenapa kamu tidak langsung mengatakannya padaku? Kenapa harus bercerita dengan Amira terlebih dahulu?'

Rere pun tidak kuat untuk melanjutkan bacaannya. Dengan berat hati, ia akhiri bacaannya, lalu dia letakkan kembali ponsel Rohan ke atas nakas seperti sebelumnya.

Setelah itu, Rere mencoba menenangkan dirinya dengan pergi ke kamar mandi. Mencuci muka agar terasa segara, walau pada kenyataannya, itu sama sekali tidak membantu.

Kemudian, Rere terdiam sambil menatap wajahnya di depan cermin yang ada di kamar mandi. 'Aku manja katamu, Mas Rohan? Selalu memaksa apa yang aku inginkan tanpa memikirkan perasaan orang lain. Dan, karena itu kamu merasa bosan padaku. Kamu ingin mengakhiri pernikahan kita.'

'Baiklah. Aku akan bersikap layaknya diriku mulai dari detik ini. Aku akan menganggap kamu tidak lagi menjadi milikku mulai dari sekarang. Tapi untuk melepaskan mu, aku masih belum akan melakukannya. Aku ingin membuat kamu merasa, hadirku mungkin akan menyakitkan dirimu.'

'Kamu tidak suka aku yang manja, bukan? Maka kamu tidak akan melihat sisiku yang itu mulai dari detik ini. Karena itu, bersiap-siaplah dengan sikap baruku, Mas. Karena sikap ini akan jauh mengejutkan dari sikapku yang manja sebelumnya.'

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!