Sore hari, di sebuah Desa yang begitu asri, dua gadis cantik duduk dibawah pohon, mereka terlihat sedang bersenda gurau.
"Aku merasa lega, akhirnya kita lulus sekolah juga ya Sen."Ucap Dewi tersenyum bahagia, Dewi adalah satu-satunya sahabat Sena. Mereka telah bersahabat dari kecil. Meskipun Dewi berasal dari keluarga yang berada, tapi Dewi adalah gadis yang baik, dia mau berteman dengan Sena yang berasal dari keluarga sederhana.
"Iya Wi, akhirnya kita lulus. Oh ya, rencana kamu mau melanjutkan sekolah kemana?" tanya Sena.
"mungkin aku akan pergi ke Kota Sen, kamu kan tahu ibu dan bapak menginginkan aku untuk Kuliah di Kota."Ucap Dewi terlihat sedih.
" Jangan sedih gitu, kamu harusnya bersyukur bisa melanjutkan sekolah. Tidak seperti aku ini?" ucap Sena tersenyum
"Aku selalu bersyukur Sen, hanya saja aku merasa sedih jika harus berpisah denganmu?" ucap Dewi menatap Sena.
"Kamu tenang saja, nanti setiap kamu pulang dari Kota kitakan bisa bertemu Wi." ucap Sena.
"Hehehe iya, Oh ya kamu sendiri bagaimana Sen? Apa rencana kamu selanjutnya? tanya Dewi
"Hem, Aku juga bingung Wi. Aku ingin pergi ke Kota untuk bekerja, tapi aku tidak tega jika harus meninggalkan orang tuaku." Ucap Sena terlihat sendu.
"Kamu yang sabar ya Sen." ucap Dewi merasa iba dengan sahabatnya.
"Apa aku terima lamaran Mas Bagas aja ya Wi?" ucap Sena terlihat putus asa.
"Kamu yakin Sen, akan menikah dengan Mas Bagas? Menikah itu bukan hal yang mudah lho Sen? apalagi kamu masih muda sedangkan mas Bagas usianya sudah matang, apakah kamu yakin mengingat perbedaan usia kalian yang terpaut jauh? Tanya Dewi memastikan.
"Selama ini hubungan kami baik-baik saja, Mas Bagas juga terlihat seperti seorang laki-laki yang baik dan sopan. Aku yakin dengan usianya yang sudah matang akan mampu membimbingku." Ucap Sena dengan yakin.
"Kalau memang itu keputusanmu, aku sebagai sahabat hanya bisa mendo'akan yang terbaik Sen." Ucap Dewi tersenyum.
"Terima kasih Wi, kamu memang sahabatku yang baik." Ucap Sena tersenyum manis.
"Sama-sama Sen?Oh ya, kapan rencananya Mas Bagas akan melamar mu? Tanya Dewi
"Untuk itu aku belum tahu Wi. Tapi, kemarin Mas Bagas ada berbicara denganku, secepatnya dia akan melamar ku." Ucap Sena tersipu malu.
"Semoga niat baik, akan segera terlaksana ya Sen." Ucap Dewi
"Aamiin, makasih ya Wi". Ucap Sena tulus.
ΩΩΩΩ
Malam hari, di Rumah Sena,
Ibu Arum, terlihat sibuk di dapur. Sementara Pak Agung sedang asyik menonton bola di ruang tamu.
"Malam-malam begini ibu sedang masak apa?" tanya Sena menghampiri ibunya di dapur.
"Ini lho nduk, ibu cuma goreng pisang? lumayan kan untuk ganjal perut." Ucap Bu Arum tersenyum.
"memangnya beras ibu sudah habis? Tanya Sena.
"Sudah nduk, terakhir ibu masak tadi pagi, mau beli bapak kamu juga belum gajian. Untuk sementara kita makan pisang ini aja ya nduk, besok pagi ibu tak pinjam beras di warung Bu Yuli?" Ucap Bu Arum tersenyum.
"Maafin Sena ya Bu, Sena belum bisa membahagiakan ibu dan juga bapak?" Ucap Sena menunduk.
"Huss !!, ngomong apa to kamu nduk? Ibu dan bapak sudah merasa bahagia memiliki anak sepertimu nduk. Udah sekarang panggil bapakmu, kita makan pisang bersama, mumpung masih anget." Ucap Bu Arum.
Sena memang terlahir dari keluarga sederhana, dia menjadi anak perempuan satu-satunya di keluarganya. Dia tinggal hanya bersama orangtuanya. Bu Arum hanya sebagai Ibu rumah tangga, sedangkan Pak Agung berkerja sebagai buruh di ladang milik tetangga.
ΩΩΩΩ
Mereka bertiga duduk bersama dilantai dengan beralaskan tikar. Tidak ada meja makan ataupun kursi, yang mereka punya hanyalah tikar yang telah usang. Tidak ada benda berharga yang ada didalam rumahnya, satu-satunya benda berharga miliknya adalah sebuah televisi pemberian tetangganya.
"maafin bapak ya, karena bapak kalian jadi ikut merasakan susah." Ucap Pak Agung mengambil pisang goreng yang ada didepannya.
"bapak tidak boleh bicara seperti itu, bagaimana pun kehidupan kita, ibu selalu bersyukur karena kita masih diberikan kesehatan, dengan kondisi badan yang sehat uang dapat dicari pak?" Ucap Bu Arum
"Ibu benar pak, bapak tidak boleh bicara seperti itu lagi." Ucap Sena tersenyum.
"Bu, Pak, bagaimana jika Sena mencari pekerjaan di kota?" tanya Sena dengan hati-hati.
"Ke Kota?" jauh sekali nduk?" Ucap Bu Arum
"Di kota kamu mau bekerja apa nduk?" Tanya Pak Agung.
"Apa aja pak, yang penting halal. Sena hanya ingin membantu bapak dan ibu". Ucap Sena menunduk.
"Bapak tidak tega jika membiarkan kamu pergi ke kota." Ucap Pak Agung tidak setuju, jika putri satu-satunya pergi ke kota.
"Ibu juga tidak setuju nduk."Ucap Bu Arum sependapat dengan suaminya.
Sena hanya menunduk diam.
ΩΩΩΩ
Di sebuah kamar yang tidak begitu luas dan terlihat sederhana, Sena merebahkan tubuhnya. Malam semakin larut, tetapi Sena belum bisa memejamkan matanya, meskipun sesekali ia terlihat menguap.
"Bagaimana caranya aku bisa bantu ibu dan bapak? Apa aku terima saja lamaran Mas Bagas? Meskipun aku pacaran belum terlalu lama, tapi sepertinya Mas Bagas adalah orang yang baik." Gumam Sena sebelum terlelap tidur.
sementara ditempat lain, di dalam rumah bercat putih yang terlihat bersih.
"Kamu yakin Nak, ingin menikah dengan Sena?" tanya Bu Rena pada Bagas.
"Menikah bukan perkara yang mudah nak, ada tanggung jawab yang besar didalamnya." Ucap Pak Rudi.
"Bagas tau Bu, Pak, dan Bagas yakin dengan pilihan Bagas". Ucap Bagas pada orang tuanya.
"Kalau memang itu keputusanmu, kami hanya bisa memberikan restu." Ucap Pak Rudi.
Bagas terlahir dari keluarga yang sedikit berkecukupan, dibandingkan dengan keluarga Sena sedikit berbeda. Bu Rena yang bekerja sebagai penjahit, sedangkan Pak Rudi sebagai Mandor di sebuah perkebunan. Bagas seperti halnya Sena, ia merupakan anak tunggal. Di dalam keluarga, Bagas tumbuh menjadi laki-laki yang sedikit manja.
ΩΩΩΩ
Mentari pagi mulai menampakan cahayanya. Udara pagi khas pedesaan begitu terasa.
"Bu, pagi-pagi begini ibu dari mana?" tanya Pak Agung pada istrinya. Dilihatnya istrinya membawa kantong plastik berwarna hitam.
"ini pak, ibu dari warung Bu Yuli, hutang beras." Ucap Bu Arum jujur.
"Maafin bapak ya buk, nanti kalau bapak sudah gajian, secepatnya kita bayar hutang ke Bu Yuli." Ucap Pak Agung merasa bersalah.
"iya pak, ya udah ibu masuk dulu ya pak." Ucap Bu Arum tersenyum.
Di dapur Bu Arum terlihat sibuk memasak nasi dan lauk untuk makan mereka hari ini.
"Ada yang bisa Sena bantu Bu?" ucap Sena mendatangi ibunya ke dapur.
"tolong siapkan piring dan juga sendok nduk." Ucap Bu Arum.
Tidak perlu waktu yang lama, masakan sudah siap. Terlihat menu sederhana ikan asin dan sayur bening tertata di atas tikar. Mereka memulai sarapan bersama.
ΩΩΩΩ
Setelah sarapan Sena terlihat mondar-mandir sambil memegang sebuah sapu.
"Nduk, kamu kenapa? dari tadi ibu perhatikan hanya mondar-mandir saja?" Tanya Ibu Arum.
"Em Bu, seumpama Sena ingin menikah, bagaimana menurut ibu?" tanya Sena dengan hati-hati.
"Menikah!!", menikah sama siapa nduk?" tanya Bu Arum terkejut.
Setelah mendengar, permintaan putrinya, Bu Arum terlihat gelisah. Seperti sore ini sesekali ia keluar rumah, berharap melihat suaminya pulang dari bekerja. Selain terkejut ia juga bingung dengan keinginan putrinya itu.
"Bu, ibu kenapa, sejak tadi Sena perhatikan seperti sedang menunggu seseorang?" tanya Sena menghampiri ibunya.
"Ibu sedang nunggu bapakmu nduk, udah sore kok belum pulang juga?" jawab Bu Arum melihat ke arah jalan.
"Mungkin sebentar lagi bapak pulang Bu? Ibu juga, tidak biasanya nunggu bapak seperti ini. Memangnya ada apa Bu?" tanya Sena merasa bingung dengan sikap ibunya.
"Kamu ini gimana to nduk, ibu ini sudah tidak sabar ingin bertemu dengan bapakmu. Ibu ingin menyampaikan permintaanmu tadi pagi itu." Ucap Bu Arum, Sena yang mengerti pun mengangguk.
Tak berapa lama, pak Agung pun pulang dari kerja.
"Assalamualaikum," ucap pak Agung
"Wa'alaikumssalam," jawab Bu Arum dan Sena bersamaan.
"Kalian ini sedang apa, sudah sore bukannya masuk kedalam rumah, malah duduk di teras." Tanya pak Agung pada istri dan anaknya.
"Ini Lo pak, ada hal penting yang harus ibu sampaikan." Ucap Bu Arum sudah tidak sabar.
"Iya sudah, kita masuk saja dulu. Sebentar lagi adzan magrib, kita bicarakan nanti setelah solat magrib." Ucap pak Agung
Mereka pun masuk kedalam rumah.
ΩΩΩΩ
Di ruang tamu yang terlihat begitu sederhana, ruangan dengan pencahayaan yang begitu minim. Hanya terdapat satu lampu yang meneranginya, lampu dengan cahaya sedikit redup, bahkan terkadang mati dan nyala dengan sendirinya. Disinilah keluarga pak Agung berkumpul.
"sebenarnya tadi ibu ingin bicara apa dengan bapak?" tanya pak Agung pada istrinya.
" gini lho pak, ibu hanya ingin menyampaikan keinginan Sena putri kita. Tadi Sena sudah bicara dengan ibu, kalau dia ingin menikah pak?" ucap Bu Arum.
Pak Agung terkejut mendengar perkataan istrinya.
"Menikah !!, benar begitu nduk? Tanya Pak Agung pada putrinya, Sena hanya mengangguk dan menunduk takut.
Pak Agung menghela nafas panjang sebelum kembali berbicara.
"Kamu ingin menikah dengan siapa nduk? Tanya pak Agung dengan lembut.
"Jawab saja nduk, tidak usah takut." Ucap Bu Arum yang melihat putrinya hanya diam dan menunduk saja.
" Bicaralah nduk, bapak tidak marah." Ucap pak Agung.
"Sena ingin menikah dengan Mas Bagas pak?" ucap Sena dengan jujur.
"Bagas? Bagas anaknya pak Rudi mandor di perkebunan itu nduk? Tanya pak Agung ingin memastikan.
"Iya pak." Ucap Sena lirih.
"Apa kalian berdua sudah membicarakan hal ini? Tanya pak Agung.
"Sudah pak, kemarin kita sudah membicarakannya." Ucap Sena
"Apa kamu sudah yakin nduk?" tanya pak Agung.
"Sena sudah yakin pak, meskipun Sena baru sebentar mengenal Mas Bagas, tapi Sena yakin jika Mas Bagas laki-laki yang baik pak." jawab Sena.
"Bukannya bapak tidak setuju dengan keputusanmu nduk, orang tua hanya bisa memberikan restu dan wejangan (nasihat) yang baik. Berumah tangga itu dibilang mudah ya mudah, dibilang tidak juga tidak nduk. Maksudnya begini, berumah tangga kalau ingin adem ayem ya harus saling jujur, menjaga, menghargai, dan melengkapi kekurangan masing-masing. Dan tidak selamanya rumah tangga itu akan adem ayem, ada saatnya nanti kamu menemukan kerikil maupun ombak. jika itu terjadi kamu harus bisa melewatinya, kamu harus bisa menyelesaikan masalah yang ada. jangan sampai berlarut-larut kalau tidak ingin menjadi sebuah bumerang nantinya." ucap pak Agung memberikan wejangan (nasihat).
"Apa yang dikatakan bapakmu itu benar nduk." Ucap Bu Arum
"Iya Bu, Pak, Sena mengerti. Meskipun usia Sena masih muda, semoga saja Sena bisa menjadi istri yang baik untuk suami Sena nanti." ucap Sena tersenyum.
"Besok kebetulan bapak libur kerja, kamu bisa ajak nak Bagas main kesini nduk, bapak ingin berbicara dengannya." Ucap pak Agung pada putrinya.
"iya pak besok sena ajak Mas Bagas kesini." Ucap Sena.
"Iya sudah, sekarang kamu istirahat nduk, sudah malam." Ucap Bu Arum
"iya Bu, Sena istirahat dulu ya Bu, Pak." Ucap Sena sebelum pergi ke kamarnya.
ΩΩΩΩ
Pagi hari di sebuah gubuk dipinggir sawah yang terdapat hamparan padi begitu luas, Sena bertemu dengan Bagas.
"sebenarnya ada apa dik, kenapa kamu ngajak aku ketemuan disini?" tanya Bagas.
"Sena ingin bertanya, apa Mas Bagas sungguh-sungguh ingin menikah dengan ku?" tanya Sena
"Apa kamu tidak percaya dengan ucapan ku dik? Tanya Bagas.
"Bukannya Sena tidak percaya mas, jika mas memang bersungguh-sungguh, bapak ingin bertemu dengan Mas Bagas." Ucap Sena menyampaikan pesan dari bapaknya.
"Iya dik, nanti siang mas akan kerumah menemui bapak." ucap Bagas, Sena yang mendengarnya pun merasa bahagia.
ΩΩΩΩ
Siang ini Bagas benar-benar mendatangi rumah Sena.
"silahkan, diminum dulu tehnya nak Bagas?" ucap Bu Arum, meletakkan teh dan cemilan sederhana yang ia buat bersama Sena pagi tadi.
"Terima kasih Bu." ucap Bagas tersenyum
"sebelumnya maaf, mungkin Sena sudah mengatakan mengapa nak Bagas bapak minta untuk datang kemari. Sebenarnya begini, bapak hanya ingin menanyakan perihal niat nak Bagas yang ingin menikahi putri bapak, Sena. Apa nak Bagas yakin dengan keputusan nak bagas?" Tanya pak Agung.
"Bagas sudah yakin ingin menikahi Sena pak." ucap Bagas dengan yakin.
"Bapak sebagai orang tua hanya bisa berpesan pada nak Bagas, jika kalian menikah nanti. Bapak ingin nak Bagas sabar ketika menghadapi Sena, Sena masih perlu banyak belajar. ketika kalian nanti menemukan masalah selesaikan lah secara baik-baik. ketika salah satu dari kalian ada yang menjadi api (marah) berarti salah satunya harus menjadi air (penenang), jangan dua-duanya menjadi api." Ucap pak Agung, sementara sejak tadi Bu Arum dan Sena hanya diam saja.
"iya pak, Bagas mengerti." Ucap Bagas tersenyum.
"kalau begitu kami tunggu kabar baik dari nak Bagas sekeluarga." Ucap pak Agung.
"Baik pak." ucap Bagas.
ΩΩΩΩ
sejak siang tadi Sena terlihat begitu bahagia, senyum manis terlihat di bibirnya.
"Kelihatannya kamu sedang bahagia Sen?" tanya Dewi.
"Aku bahagia Wi, tadi siang Mas Bagas datang kerumah." ucap Sena tersenyum bahagia, duduk bersama Dewi di bawah pohon.
"Jadi kamu sudah dilamar Sen?" tanya Dewi penasaran.
"Belum Wi, mas Bagas hanya bertemu dengan bapak. Bapak dan ibu merestui hubungan kami Wi." ucap sena antusias.
"Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya." Ucap Dewi ikut merasa senang.
"Makasih ya Wi." Ucap Sena memeluk sahabatnya.
"Oh ya, kamu tidak jalan-jalan dengan mas mu itu? Tanya Dewi
"Tadinya aku mau mengajak mas Bagas jalan-jalan Wi. Tapi mas Bagas bilang tidak bisa, karena neneknya akan datang dari kota." Ucap Sena.
"Tapi tadi aku melihatnya menaiki motor berboncengan dengan Udin Sen, mereka terlihat berpakaian rapi." ucap Dewi yang memang sempat berpapasan dengan Bagas dan juga Udin, sahabat Bagas.
"Kamu yakin Wi? Kamu nggak salah lihat Wi?" ucap Sena tak percaya.
"Aku yakin kalau itu mas Bagas Sen." ucap Dewi.
Sena yang mendengarnya sedikit terkejut.
"Jika yang di katakan Dewi itu benar, kenapa mas Bagas harus berbohong." Ucap Sena dalam hati.
Sepanjang jalan menuju rumah, Sena nampak terlihat termenung. Ia terus melangkahkan kakinya menuju rumah. Pikiran dan langkah kakinya sedang tidak sejalan. Ia masih memikirkan ucapan sahabatnya mengenai Bagas.
"Assalamualaikum Bu, Sena pulang?" ucap Sena masuk kedalam rumah.
"Walaikumsalam, kamu sudah pulang nduk?" tanya Bu Arum.
"Sudah Bu." Jawab Sena.
"Kamu pergi dari mana nduk?" tanya pak Agung, yang memang tidak tahu kemana putrinya pergi.
"Sena tadi habis bertemu Dewi pak." Ucap Sena.
"Sini nduk, duduk dulu sebentar. Bapak ingin bicara sebentar." Ucap pak Agung tersenyum, Sena pun nurut duduk disebelah bapaknya.
"Gini nduk, mungkin saat ini bapak masih berkewajiban membimbing dan mengingatkan mu. Nanti kalau kamu sudah menikah peran bapak akan di gantikan oleh suamimu. Bukannya bapak melarang kamu bermain atau bertemu dengan siapapun, hanya saja kamu ini anak perempuan nduk, nggak baik kalau bermain sampai senja begini baru pulang." Ucap pak Agung.
"Maaf pak, tadi Sena keasyikan ngobrol dengan Dewi, Sena jadi lupa waktu." Ucap Sena dengan lembut.
"Iya sudah nduk, bapak hanya sekedar mengingatkan. Meskipun usiamu masih muda, jika kamu sudah menikah, kamu akan dituntut dewasa oleh keadaan. Nanti kamu akan mengerti maksud ucapan bapak ini nduk, yang terpenting sekarang dan seterusnya kamu harus selalu belajar, karena bukan hanya suami saja yang memiliki tanggung jawab yang besar, seorang istri pun sama." ucap pak Agung mewanti-wanti putrinya. Sena hanya mengangguk, mengerti.
"Iya sudah, kamu mandi dulu nduk, sebentar lagi adzan magrib." Ucap Bu Arum.
"Iya Bu."Jawab Sena, pergi menuju kamar mandi.
Selepas kepergian Sena, Bu Arum duduk disebelah suaminya.
"Pak, Bapak ini kenapa to, kok seperti mengekang Sena?" tanya Bu Arum, ia merasa akhir-akhir ini suaminya bersikap tidak seperti biasanya.
"Mengekang bagaimana to Bu? bapak hanya memberinya nasihat, mengingatkan jika ada hal-hal yang kurang tepat Bu. Ibu kan tahu Sena putri kita satu-satunya dan sebentar lagi ia akan menikah, bapak cuma tidak ingin sesuatu terjadi dengan putri kita Bu, mengingat Sena usianya masih muda." Ucap pak Agung, entahlah sebenarnya ia merasa ada sedikit keraguan di hatinya.
"Bapak khawatir dengan Sena?" tanya Bu Arum.
"Orang tua mana Bu, yang tidak khawatir melihat anaknya sebentar lagi akan menikah. Bapak tahu, cepat atau lambat Sena akan menikah. Tapi, bapak tidak menyangka akan secepat ini." ucap pak Agung, terlihat jelas guratan kesedihan di wajahnya.
"iya sudah pak, sebagai orang tua kita do'akan saja semoga kelak Sena selalu bahagia, rumah tangganya selalu adem ayem." Ucap Bu Arum.
"Aamiin, hanya itulah yang bisa kita lakukan untuk Sena." Ucap pak Agung, tersenyum menatap istrinya.
ΩΩΩΩ
Malam terasa sunyi, sesekali hanya terdengar suara jangkrik. Beginilah suasana di pedesaan ketika malam hari. Selepas magrib sebagian orang memilih untuk berdiam diri di dalam rumah. Seperti keluarga pak Agung, mereka memilih berkumpul bersama.
"Wah, makan enak ini?" ucap pak Agung melihat istri dan anaknya menata makanan di atas tikar.
"makan enak apa to pak? cuma tumis kangkung dan ikan asin, kecuali ada ikan bakar, itu baru enak pak?" ucap Bu Arum duduk di atas tikar.
"ibu bicara apa, tidak boleh berbicara seperti itu Bu? begini pun sudah enak. Selama kita pandai bersyukur, apapun makanannya akan terasa enak bu." Ucap pak Agung, menyesap teh buatan Sena.
"hehehe ibu cuma bercanda pak, ibu selalu bersyukur kok pak." Ucap Bu Arum tersenyum.
"Kamu kenapa nduk, bapak lihat dari tadi kok diam saja?" tanya pak Agung memperhatikan Sena yang sejak tadi diam saja.
"Tidak papa pak, mungkin karena Sena merasa ngantuk saja?." Ucap Sena dengan pura-pura menguap.
"Iya sudah, ayo makan dulu, setelah itu sholat Isya dan istirahat ya nduk." ucap pak Agung begitu menyayangi putrinya. Sena tersenyum mengangguk.
ΩΩΩΩ
Selesai sholat, Sena merebahkan tubuhnya di atas kasur. Sejak tadi dia hanya menatap langit-langit atap kamarnya. Secercah cahaya rembulan nampak masuk menembus atap kamar yang sedikit berlubang.
"untung malam ini tidak hujan." Gumam Sena.
Sejak lahir ia di takdir kan hidup dengan sederhana, hidup jauh dari kata mewah. Membuatnya tumbuh menjadi gadis sederhana. Hanya cita-cita sederhana yang ingin ia coba wujudkan, membahagiakan orang tuanya selagi mereka masih ada. Paling tidak dengan menikah, ia berharap tidak lagi merepotkan orang tuanya.
"Kenapa aku menjadi ragu untuk menikah dengan mas Bagas." Gumam Sena, mengingat sikap Bagas yang telah berbohong kepadanya.
Sementara di tempat lain,
" Apa semua yang kamu bicarakan itu benar nak?" tanya pak Rudi pada putranya.
"Benar pak, tadi Bagas sudah bertemu dengan pak Agung. Bagas sudah mengutarakan niat Bagas pak, dan keluarga pak Agung menerimanya dengan baik. Keluarga pak Agung menunggu kabar baik dari keluarga kita pak?." ucap Bagas menjelaskan.
" Kamu sungguh-sungguh nak?" tanya Bu Rena duduk disebelah Bagas. Bu Rena sedikit terkejut dengan perkataan putranya.
"iya Bu, aku sungguh-sungguh." Jawab Bagas
"kalau itu sudah menjadi niat mu, ibu dan bapak secepatnya akan melamar Sena untukmu. ucap Bu Rena, membuat Bagas tersenyum bahagia.
"Kamu jangan senang dulu nak, menikah itu bukan perkara mudah, apalagi kamu seorang laki-laki, tanggung jawabnya besar. Saran bapak, selagi ada waktu ikutlah bapak ke perkebunan bantu-bantu bapak bekerja disana. Jadi nanti ketika kamu sudah menikah kamu sudah terbiasa nak." Ucap pak Rudi memberikan nasihat.
"Betul kata bapakmu nak? usia mu sudah tidak muda lagi, sudah tidak sepatutnya kamu bermain kesana-kemari bersama Udin." Ucap Bu Rena pada putranya.
"Nanti kalau sudah menikah, Bagas juga akan bekerja pak, justru sebelum nikah, ini kesempatan Bagas untuk sepuas-puasnya bermain dengan Udin pak, nanti kalau sudah menikah pasti Bagas akan sibuk bekerja dan mengurus rumah tangga." Ucap Bagas pergi begitu saja
Pak Rudi dan Bu Rena hanya menggelengkan kepala, rasanya mereka sudah lelah jika mengingatkan putranya mengenai pekerjaan. Bagas memang sejak dulu paling malas jika di ajari bagaimana caranya bekerja. Pernah sekali pak Rudi mengajaknya pergi ke perkebunan, tapi tidak lama kemudian Bagas memilih pulang, dengan alasan diperkebunan banyak nyamuk.
"Pak, ibu pusing memikirkan Bagas? Bagaimana nasib keluarganya nanti jika dia terus-terusan malas seperti itu? Bekerja saja dia tidak mau." Ucap Bu Rena
"Bapak juga pusing Bu?, Usia ia sudah cukup matang, tapi pikirannya hanya bermain saja." Ucap pak Rudi memegang pelipisnya, tiba-tiba merasakan pusing.
"Ibu kira, waktu itu ia mengutarakan ingin menikah, masih dalam waktu yang lama. Eh, sekalinya dalam waktu dekat ini?." Ucap Bu Rena bingung.
"Makanya itu Bu, keluarga Pak Agung saja sudah menunggu kedatangan kita, itu artinya kita sesegera mungkin untuk melamar dan menikahkan anak kita Bu." Ucap pak Rudi semakin pusing.
"Sudah pak, besok saja kita bicarakan lagi, sekarang kita istirahat." Ucap Bu Rena, Pak Rudi mengangguk setuju.
"Kamu mau kemana nak, malam-malam begini berpakaian rapi." Tanya pak Rudi mendapati putranya berjalan melangkah keluar rumah.
"Bagas mau bertemu Udin pak, tadi sudah janjian sama Udin." ucap Bagas dengan santainya.
"Tapi ini sudah jam berapa nak, sudah malam? Apa sebaiknya besok saja?." ucap Bu Rena .
"Bagas sebentar saja Bu." Ucap Bagas berlalu pergi.
Bruk!!
"Pak, bapak kenapa?" tanya bu Rena terkejut melihat suaminya terduduk dilantai, sambil memegang pelipisnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!