Rainy Rhosella duduk dengan santai sambil menyantap makanan yang tersaji dengan begitu rakus. Ada sisa makanan di jarinya pun masih dijilatinya. Ia tak peduli dengan tatapan jijik pria yang duduk dihadapannya.
"Errggh"
Ia bahkan bersendawa begitu keras dan masih sempat tersenyum lebar seperti orang bodoh.
"Aku kenyang sekali. Terima kasih atas makanannya Tuan" ucapnya girang.
Pria itu hanya diam memandanginya. Dia seorang pria tampan, setelan jas, sepatu dan aksesoris yang dipakainya terlihat sangat mahal. Aroma parfumnya pun sangat menggoda. Tatapannya yang tajam dan penuh kharisma memang mampu menggetarkan jiwa para wanita.
(source : pinterest)
(Adimas modelannya kayak gini)
Sungguh berbanding terbalik dengan Rainy yang hanya memakai hoodie dan celana jeans, rambutnya dikuncir asal dengan tahi lalat besar dipipinya serta kacamata tebal yang dipakainya.
source : pinterest
(kurang lebih Rainy gini ya, mungkin kurang tompelnya saja 😅, mode menyamar)
"Kau tahu tujuan kita disini untuk apa, kan?" tanya pria itu.
"Tentu saja. Kakek sudah memberi tahuku. Tapi Tuan, kurasa perjodohan ini tidak bisa dilanjutkan"
"Melihat kualifikasimu memang kau tidak cocok denganku"
"Benar sekali. Aku memang tidak cocok dengan gaya anda. Lagipula asal anda tahu, aku ini sebenarnya anak seorang pembantu yang diangkat sebagai cucu oleh kakek" Rainy agak menyipitkan matanya, seolah itu adalah pengungkapan rahasia besar.
"Tidak masalah. Hanya sebatas surat nikah. Selebihnya bisa di atur"
Rainy terbelalak. 'Tidak mungkin kan? Aku sudah seperti ini' batinnya, merinding dengan ucapan pria itu.
"Ah, tunggu dulu. Ini tentang pernikahan. Bagi anda memang mudah. Tapi dimanapun, yang rugi tetaplah pihak wanita. Bahkan aku juga tidak yakin keluarga anda bisa menerimaku"
"Apa syaratmu?"
"Sudahlah Tuan, jikalau aku meminta syarat aku tetap tidak akan menikah. Aku sudah punya pacar, kami berjanji akan menikah bulan depan"
"Masih bulan depan kan, aku akan menikahimu besok" Pria itu semakin serius.
Rainy semakin merinding.
"Dia bahkan tak berkedip mengucapkan kata-kata itu, sebaiknya aku kabur" gumamnya lirih.
"Jangan berpikir untuk melarikan diri"
"Ahaha, mana mungkin aku melakukan-NYAA!!" Rainy langsung kabur.
"Sungguh merepotkan" pria itu mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang. "Kejar wanita itu, apapun yang terjadi bawa dia padaku"
Ia melihat sesuatu di terjatuh dilantai, sepertinya barang wanita itu, ia memungutnya. Dengan senyum yang sulit diartikan ia pergi dari sana.
...****************...
"Kakek mau aku menikah dengan pria es batu itu? Dia sangat menyeramkan" sungut Rainy.
"Haduh kau ini terlalu banyak bermain-main, ini juga untuk masa depanmu. Mungkin dia dingin, tapi kalau kau menunjukkan ketulusanmu dia bisa kau taklukkan. Coba kau pikir berapa banyak keuntungan yang bisa kau dapatkan. Dan juga impianmu bisa terwujud dengan mudah" ucap seorang kakek tua di layar tabnya.
Rainy terdiam sejenak. Tentang impiannya ia memang tak pernah main-main. Tapi ia tak yakin harus mengambil jalan seperti ini. Bergantung pada orang lain bukanlah dirinya.
"Kakek seperti ingin segera membuangku ya! Lagi pula masih banyak jalan untuk mewujudkannya. Apa kakek sudah tidak menyayangiku lagi?"
"Rho, kau tau kakek sudah tua, tidak bisa selamanya menjagamu"
"Itu menyebalkan. Aku yang akan menjaga kakek. Lagipula masih ada kak Barra, kan"
"Dasar anak nakal. Kakek tidak mau tahu kau tetap harus menikah dengan keluarga Wiyono, karena kakek sudah berjanji dengan mereka. Apa kau ingin kakekmu mati penasaran dengan mengingkari janji itu"
"Tapi kakek?"
"Sudah kututup dulu, jaga diri baik-baik"
"Eh?!"
Sambungan terputus.
Rainy menghela nafas, selalu seperti itu setiap kali ia berdebat dengan kakeknya. "Perjanjian pernikahan menyebalkan" umpatnya.
Ia merebahkan dirinya dikasur dan menatapi langit-langit dalam diam.
...****************...
"K-kenapa dia?" Rainy berdiri mematung mengetahui siapa pria dihadapannya saat ini.
Adimas Wiyono, CEO Damian Group. Pria tampan dan sangat berkarisma. Salah satu CEO termuda yang berprestasi. Dia adalah contoh lelaki yang sempurna. Juga terkenal berdarah dingin dikalangan para pebisnis. Oleh karena itu ia bisa berdiri di puncak saat ini.
"Anda lulusan terbaik di Universitas A" ucap lelaki itu membuat Rainy semakin gugup.
'Tenang Rainy, dia tidak akan mengenalimu, penampilanmu berbeda jauh dengan kemarin' batinnya mencoba tenang.
"Baiklah. Selamat anda di terima. Semoga kita bisa bekerja sama" Adimas menyeringai, "Nona Rainy Rhosella"
Seketika tubuh Rainy merinding, "Terima kasih Pak" ucapnya kaku.
Adimas menghampirinya dan berdiri tepat dihadapannya. "Saya merasa sedikit familiar dengan wajah anda. Apa kita pernah bertemu?"
"Tidak" refleks Rainy. "Tidak pernah, Pak, saya baru kembali dari Amerika kemarin. Jadi tidak mungkin pernah bertemu" tambahnya.
"Oh, mungkin saya yang salah ingat. Baiklah, tentang pekerjaanmu ada di dalam sini. Pelajari semua dalam 2 jam. Dan saya sangat benci kesalahan. Selamat bekerja Nona Rainy"
"Baik Pak, saya permisi" Rainy segera keluar dari ruangan itu. Ia bernafas lega karena pria itu benar-benar tidak menyadarinya.
Beberapa waktu lalu...
Adimas mengunjungi kakeknya yang kini tengah dirawat di rumah sakit.
"Bagaimana kondisi kakek?"
"Masih tetap sama Tuan, operasi kemarin hanya bisa menghambat pertumbuhan sel kankernya, seharusnya kasus seperti ini bisa diselesaikan dengan kemoterapi rutin, hanya saja usia Tuan Besar tidak memungkinkan untuk melakukan kemoterapi itu"
"Baiklah. Saya mengerti"
Adimas memandangi kakeknya yang terbaring lemah di ranjang dengan beberapa alat penunjang hidupnya. "Kenapa dia? Apa bagusnya wanita itu?"
Kakeknya tentu saja tak menanggapi. Ia pun pamit pergi.
...
"Pak Adi. Hari ini ada interview asisten baru anda, mereka sudah menunggu" ucap sekretaris Adimas.
"Panggil sesuai urutan. Saya sendiri yang akan melakukannya"
"Baik Pak"
Adimas membaca berkas para pelamar dan menemukan berkas atas nama Rainy Rhosella, ia tersenyum penuh siasat. "Karena kau mengajak bermain-main, aku akan bergabung dalam permainanmu, mari kita lihat wajah aslimu"
Ia sangat tidak tertarik dengan tiga kandidat yang baru masuk, semuanya wanita rendahan yang menyebalkan. Hingga akhirnya giliran Rainy.
Saat pertama kali Rainy masuk, ia agak terkejut karena wanita dihadapannya saat ini sungguh berbeda dengan wanita kasar kemarin.
Rainy yang sekarang lebih terlihat seperti wanita berkelas yang lugu. Setelan kemeja dan rok yang dipakainya memberikan kesan lebih dewasa, rambutnya tergerai rapi dan riasan yang tipis, terlihat sangat menawan.
'Mari kita mulai permainannya'
...****************...
Hari pertama Rainy terlihat berjalan lancar, ia melaksanakan semua tugas dengan baik. Adimas pun tak menyangka, wanita itu bisa begitu profesional dengan pekerjaan barunya, membuatnya semakin menarik.
Rainy baru menyelesaikan tugasnya, dan duduk di kursinya untuk istirahat sejenak sebelum ia pulang.
"Huh, dia bos gila. Kata-katanya sangat mematikan. Sudah 3 orang dipecat hari ini hanya karena menumpahkan air di meja. Apakah aku bisa bertahan disini?" Rainy meneguk airnya dengan rakus. "Tidak Rainy, kau harus bertahan demi impianmu!" yakinnya.
"Lagipula dia masih belum tahu siapa diriku. Ehe, aku akan terus berakting, ini sangat menyenangkan" ia sangat senang dengan pemikirannya.
Tanpa sadar, sebuah tangan melingkar di pundaknya. "Apa kau lelah Nona Rainy?" kalimat itu membuatnya langsung berdiri.
"Ti-tidak pak" ucap Rainy gugup.
"Ini sudah jam pulang, aku bukan bosmu lagi. Apakah kita bisa bermain sekarang?"
Rainy tercekat, pasalnya sekarang Adimas begitu dekat dengannya, bahkan ia bisa merasakan hembusan nafas pria itu. Entah sejak kapan tangan kekarnya itu memeluk erat pinggangnya.
"Ma-maaf, tolong lepaskan saya" ia mencoba memberontak, namun ia tak berdaya.
Tiba-tiba ciuman lembut mendarat bebas dibibirnya, matanya terbelalak.
"Bukankah kau suka? Calon Istriku?"
Bersambung...
Adimas menatap lekat wajah Rainy yang ketakutan saat ini. Namun hal ini membuatnya semakin ingin menjahilinya. Ia mencium lembut bibir Rainy yang menggoda itu. Lalu berlanjut keleher mulusnya, memberikan beberapa kecupan disana. Ia menyadari tubuh Rainy bergetar.
Ia tersenyum lebar dan berbisik ditelinga wanita itu. "Bukankah kau menyukainya? Calon istriku?"
Rainy yang sudah tidak tahan langsung menginjak kaki Adimas dan menendang perutnya, membuatnya terhempas kebelakang. Ia pun merintih kesakitan.
"Menjijikkan!" sakartis Rainy sambil mengusap kasar bibirnya. Ia menatap tajam pria gila didepannya dan langsung pergi dari sana.
Entah kenapa ada rasa bersalah dalam diri Adimas melihat Rainy pergi. Apalagi matanya yang sudah berkaca-kaca. Apakah dia sudah sangat keterlaluan. Ia memegangi perutnya yang nyeri karena tendangan Rainy.
Rainy berlari cepat dan menghentikan taxi, air mata yang ditahannya jatuh begitu saja. Ia masih syok. Ini pertama kalinya dia diperlakukan seperti ini. Bahkan ciuman pertamanya telah direnggut dengan menjijikkan. "Kenapa aku tidak membunuhnya sekalian, hiks" racaunya.
"Kakek kau memilihkanku orang jahat. Aku tidak mau"
--
Dalam perasaan kacau Rainy menyantap rakus sewadah besar eskrim di hadapannya.
"Kakek. Dia sangat menjijikkan. Aku membencinya"
"Haih, kau ini selalu saja mengeluh. Berhentilah makan, kau harus menjaga tubuhmu"
"Kakek kau sangat jahat padaku, dia memperlakukanku dengan buruk, dia bahkan me-me..." Rainy ragu melanjutkan kalimatnya.
"Apa? Aku tidak percaya. Dia anak yang baik"
"Bagaimana kakek tahu dia baik, bahkan kakek tidak pernah bertemu dengannya"
"Itu... eh, itu. Ah, kakek lupa mematikan kompor. Sampai jumpa cucuku tersayang"
Sambungan terputus.
"Arrgh kakek!!" kesal Rainy.
Tiba-tiba ada telepon masuk, Rainy segera mengangkatnya.
"Temui aku di rumah sakit N, sekarang"
Belum sempat ia menjawab sudah dimatikan. "Dia benar-benar gila. Setelah memperlakukanku seperti itu masih bisa memerintah tanpa meminta maaf? Aku akan membunuhnya nanti"
Dengan cepat Rainy berganti pakaian dan segera pergi ke tempat yang dimaksud.
-Di rumah sakit N-
"Kau telat 10 menit" ucap Adimas dengan wajah datarnya. Rainy hanya mengatur nafasnya tak peduli, dia masih kesal. "Kau pandai bersandiwara kan. Cukup tersenyum dan jawab Iya saja saat ditanya". Adimas meraih tangan Rainy dan menggenggamnya, dengan cepat Rainy menghempaskan, namun tidak bisa, genggaman pria itu terlalu kuat. Mereka pun masuk.
Rainy terdiam melihat seorang pria tua, mungkin seumuran dengan kakeknya tengah terbaring lemah di hadapannya. Tubuhnya begitu kurus hingga tulang pipinya pun terlihat jelas. Ia sudah membayangkan, bagaimana jika itu kakeknya.
"Aku membawanya, Kakek" ucap Adimas.
Kakek itu membuka matanya perlahan dan tersenyum menatap Rainy. "Kemarilah nak!" ucapnya lirih.
Rainy menatap Adimas seolah meminta persetujuan. Adimas hanya diam dan menuntun Rainy mendekati ranjang kakeknya.
"Kau sangat cantik, persis seperti Rosa, namun matamu lebih mirip Rivan. Haha, si tua itu bisa membesarkan cucu secantik ini"
"Kakek mengenal ayah ibuku?" tanya Rainy. Ia sendiri hanya tahu tentang kisah mereka, namun tak pernah mendapat kasih sayang mereka, karena mereka meninggal saat Rainy masih berumur satu tahun.
"Sangat. Sangat mengenal mereka" nafas kakek mulai berat.
"Siapa namamu nak?"
"Rainy Rhosella"
"Nama yang cantik" kakek menarik nafas agak panjang. "Aku meminta bantuanmu, tolong kau jaga cucuku ini, dia memang agak tidak menyenangkan, namun aku sangat tahu dia itu baik dan bertanggung jawab"
Rainy menatap Adimas yang hanya diam memandangi kakeknya. 'Dia baik? Aku meragukannya'
"Tapi kek.." belum sempat Rainy melanjutkan kalimatnya, Adimas memeluk bahu Rainy dengan erat, tak memberikan kesempatan Rainy bicara lebih lanjut.
"Aku berjanji akan menjaganya kek, sebaiknya kakek istirahat dulu" ucap Adimas.
"Eheh, i-iya kek" Rainy semakin kesal karena tak bisa menolak.
"Satu lagi, kakek ingin melihat kalian menikah, sebelum kakek pergi"
"Sesuai permintaan kakek" Adimas tersenyum dan berpamitan. Ia menggiring Rainy untuk segera pergi dari sana.
Setelah diluar, Rainy menghempaskan tangan Adimas dan menatapnya tajam. "Kenapa kau mengatakan itu, apa aku setuju?"
"Hanya 3 bulan, setelahnya kita bisa bercerai" ucap Adimas enteng.
"Kau benar-benar gila. Memangnya aku wanita seperti apa?" kesal Rainy.
"Maaf untuk perilakuku tadi"
Rainy memandangnya tak percaya, entah kenapa ia sedikit kasihan dengan pria itu. Sepertinya ucapan kakek tadi ada benarnya, kalau dia punya sedikit sisi baik. "Aku yang membuat peraturan" ucapnya.
Adimas menatapnya, "Terserahmu. Besok kita akan mengurus surat nikah. Jangan sampai telat" ia melenggang pergi meninggalkan Rainy begitu saja.
"Cih. Salah aku mengira dia itu baik" umpatnya. "Ah, kenapa aku harus menerimanya. Hari-hariku yang menyenangkan akan hilang"
"Tunggu. Haruskah aku mengabari Kak Barra?. Ah tidak perlu, lagipula cuma 3 bulan".
Rainy memandangi pintu kamar kakek Adimas dan pergi setelahnya.
...****************...
source : pinterest
Rainy dan Adimas memandangi surat nikah mereka. Begitu cepat dan mereka sudah resmi menikah.
Rainy menyerahkan sebuah map pada Adimas dan segera diperiksa.
"Untuk poin 3 dan 4 kurasa tidak bisa. Kita pasangan suami istri sekarang, jadi sudah seharusnya sekamar, dan saling berpelukan adalah hal normal" ucap Adimas seperti biasa tanpa ekspresi.
"Tapi, kita kan hanya berpura-pura jadi hal itu bukan hal penting. Aku tahu kau memang pria mesum, jadi..."
Belum sempat melanjutkan kalimatnya, bibirnya sudah dibungkam dengan ciuman Adimas. "Kau terlalu cerewet"
"Kau!" Rainy sudah akan menamparnya jika tangannya tidak ditahan oleh Adimas. "Jika kau ingin mengambil sebuah peran, kau harus totalitas dalam melakukannya. Aku bisa menerima semua syaratmu, tapi poin 3 dan 4 akan diubah sesuai keinginanku. Itu kesepakatannya"
Rainy merampas map itu dan menatap tajam Adimas, lalu pergi.
"Semua barangmu sudah dipindahkan ke rumahku. Jadi kita pulang bersama"
"Bagaimana kau bisa... Ah sudahlah. Aku tidak mau pulang bersamamu, aku ada urusan, pulanglah sendiri" rasanya percuma berdebat dengan pria kejam itu. Rainy menghentikan taxi dan pergi dari sana.
Adimas masih menatapnya hingga taxi itu menjauh. Ia memegangi bibirnya, masih ada rasa lipstik Rainy. Ia tersenyum, namun sekejap wajahnya kembali dingin. Ia masuk kedalam mobil dan meninggalkan tempat itu.
...****************...
"Apa kau sudah menikah?" suara lantang itu membuat seisi cafe menatap ke arahnya. Rainy menarik tangan wanita di sampingnya agar tenang.
"Wah Rho yang cantik ini, bagaimana bisa? Bukankah kau bilang kau akan menikah setelah impianmu terwujud?"
Dia, Celine Alexandra, sahabat Rainy dari Amerika, ia lebih dulu kembali ke tanah air dan bekerja di perusahaan ayahnya. Dan baru sempat bertemu Rainy hari ini.
"Aku terpuruk sekarang. Dia orang gila. Hiks"
Celine memeluk sahabatnya itu, ia tahu jika Rainy dijodohkan oleh kakeknya, ia juga tidak bisa membantu apa-apa.
"Tenang saja. Rho ku yang cantik pasti bisa melewatinya. Aku mendukungmu"
"Kau memang yang terbaik"
"Baiklah mari kita makan sepuasnya, dan lupakan masalah hari ini. Semangat untuk besok"
Rainy sedikit tersenyum, ia pun makan dengan senang. Setidaknya ia bisa melupakan ketidak beruntungannya itu sejenak. Untung saja ia tinggal dekat dengan Celine jadi dia masih bisa mendapat semangat menjalani hari-harinya.
Jam sudah menunjukkan pukul 22.30 dan Rainy masih belum pulang. Adimas pun menghubunginya.
"Kau dimana? Kau..." belum sempat melanjutkan kalimatnya ia bergegas mengambil kunci mobil dan pergi.
15 menit kemudian ia berhenti didepan cafe, ia melihat Rainy terduduk tak sadarkan diri, dan seorang wanita disampingnya.
"Anda, bos galak? Eh?" Celine bingung dengan ucapannya, ia tak tahu harus memanggilnya bagaimana karena itu yang tertera di kontak Rainy.
"Terima kasih sudah menjaganya, saya akan membawanya pulang" ucap Adimas segera menggendong Rainy kedalam mobil.
"Ah iya. Mohon jaga Rainy baik-baik" ucap Celine, ia sendiri seolah familiar dengan wajah pria itu. Meski khawatir ia membiarkan Rainy pergi dengan pria itu, karena bagaimanapun itu suaminya.
"Bukankah itu Adimas Wiyono?" sebuah suara dari belakang mengagetkan Celine. "Eh? Jadi dia?" gumamnya. Seorang pria menghampirinya. "Kita pulang sekarang?". Celine memeluk erat lengan pria itu.
"Aku khawatir pada Rainy. Dia tidak pernah dekat dengan lelaki sejak dulu. Ah, semoga dia baik-baik saja"
"Dia pasti baik-baik saja. Lagipula dia kan sudah menikah"
"Yaa dia membuatku iri. Kapan kau akan menikahiku?"
"Aku siap kapan pun. Bukankah kau sendiri yang belum mau menikah?"
"Maaf. Tapi memang aku..."
"Sudahlah, tenang saja, aku akan menunggumu. Sekarang kuantar pulang"
Celine tersenyum senang. Ia sungguh beruntung memiliki kekasih seperti Vino. Ia masih berharap Rainy akan baik-baik saja.
...****************...
Matahari sudah tinggi, sinarnya mengusik tidur Rainy. Ia pun mengerjap beberapa kali. Pemandangan sekeliling begitu asing, saat menoleh kesamping ia terperanjat hingga jatuh kebawah.
Pria itu duduk bersandar di ranjang sambil membaca bukunya. "Kau!" teriak Rainy.
Bersambung...
Rainy dengan cepat menutupi tubuhnya dengan selimut. Seingatnya ia terlalu banyak minum kemarin dan bersama Celine, tapi kenapa saat ini dia sudah disini. Kepalanya sedikit sakit, untuk mengingatnya.
"Kau! Apa yang kau lakukan padaku?!" teriaknya waspada. Adimas yang masih sibuk membaca bukunya hanya meliriknya sekilas. "Kau menutupi apa? Lagipula aku sudah melihat semuanya" santainya.
"Kau!" Rainy semakin kesal. Ia benar-benar banyak dirugikan.
"Minumlah air lemon itu" tambah Adimas, menunjuk segelas air diatas nakas disamping Rainy. Dengan ragu Rainy mengambilnya, dan mengendusnya.
"Siapa yang berniat meracunimu? Aku bisa langsung membunuhmu jika mau" ucap Adimas seolah tahu apa yang dipikirkan Rainy. "Cih" Rainy segera menghabiskan air lemonnya.
"Cepatlah mandi, setelah ini kita berangkat ke kantor. Telat akan kupotong gajimu" Adimas menutup bukunya dan segera menghilang dibalik pintu ruang ganti.
"Dia? Begitu seenaknya. Tunggu, dia bilang kita akan berangkat bersama? Tidak bisa, bagaimana jika hubungan kita terekspos?"
"Sudahlah, lebih baik aku mandi dulu"
Ia masih mencoba mengingat kejadian semalam. Adimas menggendongnya dan membantunya pulang. Lalu...
"Gawat, aku muntah di bajunya" Rainy begidik ngeri. "Tapi kenapa dia tidak membahasnya? Dan berbaik hati memberikan segelas air lemon?". Rainy mulai bimbang.
Selesai mandi ia menuju ruang ganti baju, ruangan nya begitu besar, sebelah kiri adalah lemari milik Adimas, dan sebelah kanan disediakan untuknya, semua baju miliknya tidak ada, semua baju baru dan ukurannya pas untuknya. "Bagaimana bisa?" gumamnya. "Apa aku boleh memakai semua barang ini?"
Tak banyak pikir Rainy segera ganti baju dan memoles wajahnya secepat mungkin.
"Sepertinya aku memang harus meminta maaf" gumamnya. Ia pun turun, dan melihat Adimas sudah duduk di ruang tengah menikmati kopinya. Duduk saja sudah sangat tampan, Rainy sempat terkecoh, ia segera menghapus pikiran anehnya.
"Aku berangkat naik taxi. Sampai jumpa" ucapnya sambil meninggalkan Adimas.
...****************...
Rainy menghela nafas kesal karena benar-benar tidak bisa menolak perintah Adimas, yang masih bosnya itu. Ia memperhatikan sekeliling dari kaca mobil, apakah ada orang atau tidak. Ya, akhirnya ia berangkat ke kantor bersama Adimas.
"Kau turunlah lebih dulu, 5 menit kemudian aku turun"
"Wah, kau bisa membaca pikiran ya?" kagum Rainy, karena Adimas selalu bisa membaca pikirannya.
"Oh iya, soal kemarin malam aku minta maaf, dan terima kasih" ucap Rainy cepat, ia pun membuka pintu mobil hingga tangan Adimas meraih tangannya, sontak membuatnya berbalik dan disambut ciuman manis dibibirnya.
"Kau?! Lagi?!" kesal Rainy yang selalu kecolongan. "Minta maaf harus memberikan kompensasi" ucap Adimas datar. "Kau! Siapa yang peduli? Dasar mesum" kesal Rainy segera keluar dari mobil. Ia berlari cepat menuju lift.
Selalu seperti itu, jantungnya akan berdegup kencang setiap kali Adimas menciumnya. Bibirnya begitu lembut, hanya saja caranya yang terlalu dadakan. Benar-benar menyebalkan. Namun ia sempat merasa senang.
"Apa yang kau pikirkan Rainy. Fokus, kau harus fokus dengan pekerjaanmu" batinnya.
"Pagi Rainy" Sapa Diana, sekretaris Adimas yang kemarin.
"Oh iya Kak Diana" balas Rainy ramah, ia pun duduk dikursinya.
"Kau mengambil libur kemarin? Apa ada sesuatu? Kau sakit?"
"Eh, tidak kak, aku mengurus surat pindahku dari Amerika. Jadi harus mengambil libur"
"Syukurlah. Aku takut kau tidak betah kerja disini karena Pak Adi yang seperti itu"
Kalau dipikir tentang sifat bosnya memang menyebalkan, kalau tidak karena sesuatu mungkin ia akan segera resign. "Ehe, memang dia agak menakutkan, tapi akan kucoba sedikit demi sedikit agar bisa lebih baik"
"Hah, untunglah Rainy punya pemikiran seperti itu. Tapi kalau kau sakit jangan dipaksakan juga"
Rainy tersenyum, ternyata disamping wajah sangarnya, Diana adalah orang yang cukup perhatian. Sepertinya tidak masalah jika ia berteman dengan wanita itu.
Tak berapa lama kemudian Adimas masuk, Rainy dan Diana langsung menyambutnya dengan membungkukkan sedikit badannya. "Semua jadwal Anda sudah saya letakkan dimeja" ucap Diana.
"Baiklah. Setelah ini Rainy ikut saya dalam rapat. Dan Diana, segera siapkan berkas dari PT. Petra"
"Baik Pak" ucap Rainy dan Diana hampir bersamaan.
Mereka segera melaksanakan tugas masing-masing.
...****************...
Jam makan siang, Rainy pergi makan dengan Diana ke cafe dilantai satu perusahaan.
Diana banyak bercerita tentang dirinya selama bekerja menjadi sekretaris pribadi Adimas. Banyak hal yang dipelajarinya.
Rainy pun baru tahu bahwa Diana sudah memiliki suami, dan dia berencana resign dari perusahaan karena ia tengah hamil saat ini. Mendengar kisah Diana, Rainy sedikit iri, karena Diana bisa menikah dengan orang yang dicintainya, menjalani hari-hari dengan bahagia. Tidak seperti dirinya.
Dia juga baru mengetahui bahwa Adimas yang tampak kejam itu juga sangat perhatian dengan para bawahannya, bahkan tidak pernah ada kata kerja lembur diperusahaan. Oleh karena itu ia sangat disegani. Dan satu hal lagi, CEO kejam itu sangat membenci wanita, bahkan ada rumor kalau dia itu seorang gay. Sungguh tidak seperti yang Rainy duga, pasalnya perilakunya padanya sangat keterlaluan mesum.
source : pinterest
"Wah makanmu banyak juga ya, tapi kau bisa menjaga tubuhmu tetap bagus seperti ini" kata Diana melihat nafsu makan Rainy yang bar-bar.
"Hm, apapun keadaannya kita harus makan, biar semangat. Ehe" ucap Rainy polos setelah meneguk segelas air.
"Aku sangat senang bisa mengenal Rainy. Karena hari ini hari terakhirku, biar aku yang mentraktir. Oh ya, nanti setelah aku pergi, kau bisa mempelajari semua data tentang perusahaan dalam flashdisk ini, aku sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari"
"Kakak sungguh sangat membantuku. Pokoknya kalau ada apa-apa, kakak bisa menghubungiku oke" Rainy memeluk lengan Diana dengan erat. "Pasti. Semangat ya Rainy"
"Oke, sekarang kita kembali bekerja. Lakukan yang terbaik"
Mereka pun kembali keruangannya.
Ternyata sejak tadi Adimas menguping pembicaraan mereka di ruang vip sebelah, dan tersenyum.
...****************...
"Ini peraturan barunya. Apa masih ada yang tidak setuju?" Rainy menyerahkan selembar kertas pada Adimas. Kini mereka sudah dirumah dan duduk berhadapan di ruang tengah.
"Peraturan lagi, bukankah aku pemilik rumah ini, seharusnya aku yang membuat peraturan, kan?"
"Masuk akal juga. Baiklah apa peraturannya?"
"Aku hanya akan mengatakannya sekali, jadi kau harus mengingatnya"
Rainy mengangguk serius.
"Yang pertama, harus tepat waktu, tidak ada terlambat tidur atau terlambat bangun. Kedua, rumah harus selalu bersih, tidak boleh berantakan. Ketiga, aku sangat menyukai masakan rumahan, kau harus memasak makan malam mulai besok, dan aku yang buat sarapan, agar adil. Keempat..."
Adimas mengucapkanya begitu cepat, ia agak ragu Rainy akan mengingatnya. "Jadi apa kau ingat semua?" tanyanya.
Rainy tersenyum lebar, dan menggeleng cepat "Tidak sama sekali. Kau berbicara tanpa jeda, seperti kereta, jadi aku tidak mendengarnya sama sekali, malah aku mengantuk. Ehe" ucap Rainy santai.
"Sudah kuduga, Kau!" Adimas merasa gemas dengan wanita itu.
"Tapi aku merekam semuanya, jadi nanti akan kupelajari. Dan lagi, kau juga harus mengikuti peraturanku. Tidak boleh bertindak mesum, tidak boleh memublikasikan hubungan diluar, tidak boleh mengurusi privasi masing-masing, dan satu lagi, aku ingin tempat tidur terpisah"
"Tidak untuk yang keempat"
"Kenapa?! Kalau begitu aku memakai kamar lain saja, lagipula disini banyak kamar, kan?"
"Tidak bisa. Kakek akan tahu jika kita hanya pura-pura. Mata-matanya ada dimana-mana, jadi agak sulit".
"Melihat kondisi kakek, masih sempat dia mengurusi masalah itu. Haih apa boleh buat, aku akan memikirkan cara lain"
Rainy menyusun bantal ditengah ranjang, sebagai pembatas, Adimas tak peduli dan memilih membaca bukunya. "Nah, seperti ini, kau tidak boleh melewati pembatas. Hehehe" Girang Rainy, ia pun langsung berbaring dan menarik selimutnya. "Selamat malam" ucapnya, tak butuh waktu lama ia sudah tertidur.
Adimas tersenyum melihat wajah polos istrinya yang tengah tertidur itu. Ia menyingkirkan pembatas itu dan meraih Rainy kedalam pelukannya, menatap lekat-lekat wajah wanita itu seolah menyiratkan rasa rindu yang sangat dalam. Dikecupnya lembut kening Rainy dan mulai memejamkan matanya.
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!