NovelToon NovelToon

JODOH 1 METER

SHANUM

"Pyar!" bunyi piring yang dilempar jatuh ke lantai. Dan pecahannya langsung berserakan di mana-mana.

"Kamu semakin hari semakin membuatku muak, Shanum!"

Ini bukan pertama kali Shanum melihat masakannya dibuang begitu saja oleh sang suami.

"Makanan seperti ini kamu hidangkan untuk Mas! Lalu uang belanja yang Mas berikan kepadamu setiap hari itu kamu buat apa?"

Ucapan kasar seperti itu sudah beberapa bulan ini Shanum dapatkan dari sang suami. Perlakuan buruk suami Shanum yang bernama Imran ini terjadi. Sejak sang ibu mertua terus meracuni otak Imran, kalau dia sampai saat ini belum punya anak selama menikah dengan Shanum.

Shanum adalah nama panggilannya. Nama lengkapnya adalah Azra Zahida Shanum. Yang mempunyai arti perempuan yang suci, rendah hati dan selalu diberkahi.

Terlahir dari keluarga yang sederhana membuat Shanum selalu hidup dengan apa adanya. Ke dua orang tua yang sudah meninggal sejak dirinya masih dibangku Mts, membuat Shanum sudah terbiasa banting tulang untuk menghidupi dirinya sendiri dan neneknya.

Ayah Shanum meninggal karena sakit yang sudah dideritanya sejak lama. Sedangkan sang ibu, dua tahun kemudian menyusul sang ayah karena tertabrak mobil saat pergi ke pasar untuk berdagang seperti biasanya.

Shanum remaja sangat kekurangan sekali kasih sayang ke dua orang tuanya. Walau begitu, Shanum tetap bersyukur mempunyai nenek yang begitu menyayanginya.

Kesedihan Shanum bertambah, ketika sang nenek harus pergi selama-lamanya dari hidupnya setelah dirinya menikah kurang lebih satu tahun lamanya.

Pernikahan yang awalnya di dasari dengan saling cinta. Berubah menjadi petaka. Ketika adik sang suami yang bernama Dyah baru saja menikah tiga bulan langsung dinyatakan positif hamil. Sedangkan dirinya yang sudah menikah dua tahun lamanya tak kunjung hamil juga.

Shanum adalah wanita yang lembut. Senyumnya manis karena ada lesung pipi di pipi sebelah kirinya. Serta jangan lupakan wajahnya yang kalem khas keibuan, membuat semua orang suka berteman dengannya.

Di saat sang suami sudah marah-marah dengannya seperti itu. Yang bisa Shanum lakukan cuma diam sambil menundukkan kepalanya.

"Benar kata ibu! Jika kamu itu tidak becus menjadi seorang istri!"

Ucapan kasar itu terdengar lagi dari mulut Imran.

Imran dulu laki-laki yang baik. Dia sangat menyayangi dan mencintai Shanum. Imran jatuh cinta dengan Shanum, karena setiap pulang kerja selalu melihat Shanum mengajar mengaji keponakannya sendiri yang rumahnya bersebelahan dengan rumah ibunya.

Ternyata cinta Imran tidak bertepuk sebelah tangan. Sering bertemu tanpa sengaja membuat benih-benih cinta akhirnya tubuh di dalam hati Shanum untuk Imran.

Singkat cerita. Imran pun melamar Shanum untuk menjadi istrinya. Dan satu tahun pernikahan mereka berjalan dengan indah. Seperti yang diharapakan oleh Shanum selama ini. Namun memasuki di tahun ke dua pernikahan. Sedikit demi sedikit watak sang ibu mertua mulai terlihat.

Terlebih lagi Shanum yang tidak kunjung mempunyai anak. Membuat sang ibu mertua selalu menjelek-jelekkannya dihadapan Imran. Hingga rasa cinta yang dirasakan oleh Imran untuk Shanum seakan semakin menipis.

"Maafkan Shanum, Mas."

Tidak mau menggubris Shanum. Imran pun berdiri dari duduknya. Dirinya lalu mengambil tas kerjanya. "Lebih baik Mas berangkat kerja! Daripada melihat wajahmu yang membuat Mas semakin emosi saja!"

Ketika Shanum ingin menyalami tangan Imran. Dengan angkuhnya Imran menampik tangan Shanum, hingga membuat Shanum menahan air matanya.

Melihat sang suami sudah pergi dengan motor dinasnya. Air mata Shanum pun jatuh tumpah membasahi pipi. Dengan berlinang air mata, Shanum membereskan pecahan piring yang tadi sudah dibanting oleh Imran.

"Ya Allah. Sampai kapan Engkau akan menguji hati hamba ini ya Allah," batin Shanum menangis.

Selesai membereskan pecahan beling itu. Shanum memilih bermunajat kepada sang pencipta dengan melakukan sholat dhuha.

Air mata Shanum tumpah membasahi mukena yang dipakainya. Dia menumpahkan semua keluh kesahnya kepada yang maha pemberi hidup, tentang perilaku sang suami kepadanya.

Belum selesai Shanum berdoa. Tiba-tiba terdengar seseorang yang baru saja masuk ke dalam rumahnya.

"Shanum! Shanum!"

Shanum sangat tahu sekali suara siapakah itu. Dan Shanum langsung bergegas keluar dari dalam kamar untuk menemui sang ibu mertua.

"Iya Ibu?"

Dengan ekspresi yang menyebalkan seperti biasanya. Sang ibu mertua yang bernama Ibu Mu'idah langsung bertanya kepada Shanum dengan pertanyaan sama seperti sebelumnya.

"Bagaimana? Kamu sudah ada kabar baik belum?"

Dengan wajah ketakutan. Shanum menjawab sambil menundukkan kepalanya. "Belum Bu. Masih negatif."

Ibu Mu'idah menggebrak meja di depannya. "Halah! Mau sampai kapan kamu tidak hamil Shanum! Imran itu seorang ASN! Dia bisa malu jika belum mempunyai anak sampai sekarang!"

"Tapi Shanum dan mas Imran sudah berusaha Bu. Yang namanya kehamilan itu adalah rejeki dari Allah. Bukan Shanum yang membuat."

"Ibu tahu itu dari Allah. Tapi jika kamunya mandul juga sama saja!"

Seberapa kuat Shanum menjelaskan. Tetap saja di mata sang ibu mertua, Shanum tetaplah salah.

Tanpa peduli dengan perasaan Shanum sama sekali. Ibu Mu'idah langsung berlalu pergi lagi dari rumah Shanum.

Rumah yang cuma berjarak sekitar enam rumah saja dari rumah ibu Mu'idah. Membuat Shanum seperti diteror setiap harinya oleh ibu mertuanya itu.

Ibu Mu'idah sendiri sebenarnya mertua yang baik. Sekali lagi semua itu berubah ketika mendengar kabar kehamilannya Dyah, sang anak ke duanya.

Setelah kepergian sang ibu mertua. Hanya istighfar yang bisa Shanum ucapkan.

"Hamba percaya. Ada pelangi setelah badai," Shanum berbicara di dalam hati.

Shanum selalu menyemangati diri sendiri untuk selalu kuat menghadapi setiap cobaan. Karena jika bukan dirinya lalu siapa lagi? Sedangkan sang suami pun sama saja sikapnya seperti ibu Mu'idah.

Shanum lalu melepaskan mukenanya. Dirinya segera memakai hijab instannya untuk bersih-bersih rumah.

Semenjak menikah dengan Imran. Shanum tidak lagi menjadi guru mengaji. Dirinya disuruh menjaga rumah dan menjadi ibu rumah tangga saja oleh Imran.

Semua itu Shanum lakukan untuk mengabdi dan menjadi istri yang baik untuk sang suami. Karena surga seorang istri ada pada suami.

“Wanita mana saja yang meninggal dunia lantas suaminya ridha padanya, maka ia akan masuk surga.” (HR. Tirmidzi no. 1161 dan Ibnu Majah no. 1854. Abu Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Sahabat Abu Hurairah r.a. pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:

"Orang Mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang memiliki akhlak mulia dan sebaik-baik kalian adalah mereka yang berperilaku baik terhadap perempuan-perempuan mereka." (H.R. At-Tirmidzi).

Shanum tahu. Jika sang suami sudah dzalim kepadanya. Tapi Shanum masih bersabar. Karena Shanum percaya! Suatu hari nanti sang suami bisa berubah lembut lagi seperti sebelumnya.

Shanum selalu berdoa. Semoga ujian rumah tangganya bisa berjalan dengan baik. Dan bisa mendatangkan kebaikan untuk pernikahannya dikemudian hari. Semuanya Shanum pasrahkan kepada Allah sang Maha Pencipta.

...☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️...

...~TBC~...

UCAPAN IBU MU'IDAH

Ibu Mu'idah, ibu mertuanya Shanum setelah keluar dari dalam rumah Shanum. Dia mengomel sendiri tidak jelas sambil terus berjalan ke rumahnya.

"Punya menantu wanita ko tidak becus memberikan seorang cucu! Aku ini juga ingin menimang cucu dari anak laki-lakiku! Dasar Shanum mandul, bodoh!"

Ada dua orang ibu-ibu yang berpapasan dengan ibu Mu'idah. Lalu mereka mencoba menegornya.

"Ibu Mu'idah kenapa? Ko menggerutu sendiri sambil berjalan."

"Eh Ibu Maemunah, Ibu Maesaroh. Itu lho Bu. Saya itu sedang sebal dengan menantu saya si Shanum. Dia sudah lama menikah dengan anak saya Imran. Tapi tidak kunjung hamil juga!"

"Hamil itu 'kan pemberian Allah, Bu. Janganlah Ibu seperti itu. Kasihan Nak Shanumnya."

Ibu Maesaroh menanggapi ucapan ibu Maemunah. "Iya memang itu pemberian Allah, Bu. Tapi jika si Shanum mandul, tetap tidak akan bisa hamil juga."

Ibu Mu'idah langsung membenarkan ucapan ibu Maesaroh. "Nah! Itu maksud ucapanku."

Ibu Maemunah mencoba mengingatkan ibu Mu'idah. "Istighfar Bu. Jangan seperti itu. Jangan jadi mertua yang dzalim. Nanti Allah bisa murka. Lebih baik Ibu doakan saja si Shanum supaya segera bisa punya anak."

"Mendoakan si Shanum! Iih! Ogah! Lebih baik saya carikan wanita lain saja untuk anak saya Imran. Biar Imran cerai sama si Shanum lalu menikah dengan wanita pilihanku itu."

"Astaghfirullah," ucap ibu Maemunah dan ibu Maesaroh secara bersamaan.

"Walau mandul. Tapi ibu jangan seperti itu sama menantu sendiri. Nanti bisa kualat lho Bu!"

"Yang kualat 'kan saya! Kenapa kalian berdua yang repot. Setidaknya saya bisa dapat cucu dari anak laki-laki saya! Humpt!"

Ibu Mu'idah seakan menulikan nasihat dari ibu Maesaroh dan ibu Maemunah. Dia langsung berlenggang pergi dengan pongahnya dari hadapan ibu Maesaroh dan ibu Maemunah.

Yang bisa ibu Maesaroh dan ibu Maemunah lakukan cuma beristighfar saja sambil mengusap dadanya. Setelahnya, mereka berdua memilih melanjutkan lagi langkah kakinya untuk pergi ke tempat tujuan.

Sedangkan seseorang yang daritadi tidak sengaja mendengar ucapan ibu Mu'idah kepada ibu Maesaroh dan ibu Maemunah. Dia langsung saja segera bergegas menuju ke rumah Shanum.

"Assalamu'alaikum."

Shanum yang mendengar ada tamu datang ke rumahnya. Dia pun langsung segera keluar rumah. "Wa'alaikumussalam. Eh Dyah. Ayo masuk."

Ternyata yang datang ke rumah Shanum adalah si Dyah. Adik iparnya sendiri.

"Ada apa Dyah?"

Bukannya menjawab. Dyah malah balik bertanya kepada Shanum. "Apakah Mbak Shanum baik-baik saja?"

Shanum menunjukkan wajah kebingungannya sambil tersenyum tipis. "Maksudnya apa Dyah? Mbak tidak apa-apa ko?"

"Tadi Dyah dengar sendiri. Ibu marah-marah lagi 'kan sama Mbak."

Dyah benar-benar sangat kasihan sekali dengan sang kakak ipar yang selalu di sakiti hatinya oleh sang ibu.

Shanum mencoba tegar. "Tidak apa-apa. Memang salah Mbak ko Dyah yang belum bisa memberikan seorang anak untuk mas Imran."

"Tapi semua itu bukan salah Mbak. Kehamilan itu pemberian dari Allah, Mbak!"

"Mbak tahu. Tapi apa suara Mbak pernah didengar oleh Ibu, Dyah?"

"Menjelaskan kepada orang yang sudah membenci kita itu percuma saja. Karena di otaknya kita sudah dinilai buruk olehnya. Membuat capek saja."

“Tiada sesuatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (al-Lauhul mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” (QS al-Hadiid:22).

"Ini ladang pahala bagi Mbak, Dyah. Walau sulit dan sakit. Jika Mbak bisa melewatinya. Mbak yakin derajat Mbak akan diangkat oleh Allah."

Dyah yang duduk di samping Shanum langsung menggenggam tangan Shanum dengan lembut. "Terbuat dari apa hati Mbak Shanum bisa sesabar dan selembut ini. Jika Dyah ada di posisi Mbak. Dyah pasti tidak kuat memiliki mertua seperti ibu dan suami seperti mas Imran."

Dyah memang baik sifatnya. Sejak awal Shanum menikah dengan Imran. Dyah tidak pernah sekalipun membenci atau mempunyai pikiran buruk sama sekali kepada Shanum. Itulah yang membuat Shanum merasa tenang di keluarga sang suami. Karena ada Dyah di dalamnya.

Shanum cuma bisa tersenyum saja menanggapi ucapan Dyah. Dan Dyah sebagai adik ipar yang sangat mengerti sekali bagaimana sifat Shanum selalu berdoa. Semoga sifat dari sang kakak laki-lakinya dan ibu kandungnya bisa berubah seperti sedia kala.

"Maafkan Dyah ya Mbak. Yang sudah hamil lebih dahulu dari Mbak."

Shanum tertawa. "Kamu ini bicara apa sih Dyah. Padahal tadi kamu sendiri yang mengatakan jika kehamilan itu dari Allah."

Dyah hanya bisa tersenyum tipis melihat suara tawa sang kakak ipar. Dyah sangat tahu jika dibalik tawa sang kakak ipar ada luka yang menganga di dalam hatinya. Sebab Dyah bisa melihat jelas di matanya.

Setelah mengobrol sebentar dengan Shanum. Dyah pun memutuskan kembali pulang ke rumah sang ibu.

Semenjak Dyah menikah. Dyah tidak tinggal dengan ibunya. Melainkan ikut dengan sang suami yang jarak rumahnya hanya sekitar dua puluh menit saja dari rumah sang ibu.

"Ibu. Bisakah kita berbicara."

Ibu Mu'idah yang sedang sibuk memotong kacang panjang langsung menanggapi ucapan sang putri. "Hmm! Ada apa?"

Dyah lalu duduk di depan sang ibu sambil ikut membantu memotong-motong sayuran yang dilakukan oleh sang ibu.

"Ibu janganlah kasar sama Mbak Shanum. Kasihan dia Bu. Bagaimana Mbak Shanum bisa hamil jika Ibu selalu membuatnya stres dan banyak pikiran."

Ibu Mu'idah menghentikan gerakan memotongnya. "Apa dia mengadu denganmu! Apa dia mencoba mengadu dombamu dengan Ibu!"

Dyah menggelengkan kepalanya. "Tidak! Tapi Dyah melihat dan mendengarnya sendiri."

Ibu Mu'idah memilih melanjutkan lagi kegiatannya dan tidak mau menanggapi Dyah.

"Bu. Sekali saja jangan ikut campur urusan rumah tangga mas Imran dan mbak Shanum. Bila mereka tidak dikaruniai anak itu urusan mereka sama Allah. Janganlah Ibu menambahi beban kepada mereka. Terutama kepada mbak Shanum."

"Kamu masih kecil. Lebih baik diam saja dan jangan coba-coba menasihati Ibu. Fokuslah saja sama kehamilanmu itu. Karena Ibu tidak mau terjadi apa-apa dengan calon cucu Ibu!"

Ibu Mu'idah memilih melenggang pergi dari hadapan Dyah dan tidak mau lagi melanjutkan pembicaraan mereka.

Dyah menatap sedih sikap sang ibu yang selalu seperti itu jika ia ajak berbicara.

Sore pun tiba. Itu artinya waktunya Imran pulang dari bekerja. Shanum sudah menunggunya sejak tadi. Dan ketika melihat kedatangan Imran. Shanum langsung menyalami tangan Imran dengan patuh.

"Mas pasti capek. Mau Shanum buatkan sesuatu?"

"Kepala Mas pusing. Tolong pijatlah sebentar."

Dengan sigap Shanum langsung memijat kepala Imran dengan penuh rasa hormat.

"Bisa lebih keras sedikit tidak sih! Lemah sekali jadi istri!"

Shanum mencoba lebih menguatkan lagi pijatannya. Dan ketika sedang sibuk memijat. Shanum baru teringat jika ia sedang mengisi bak mandi.

Shanum tentu saja langsung bergegas menuju ke dalam kamar mandi untuk mematikan kran airnya. Hal itu tentu saja membuat Imran menjadi penasaran dan mengikuti langkah kaki Shanum.

"Dasar istri bodoh! Sudah tahu sedang mengisi air malah ditinggal. Pantas saja pembayaran air setiap bulan selalu membengkak. Karena kamu ceroboh dan tidak bisa menghemat uang!"

Mencoba menahan air mata supaya tidak tumpah. Shanum pun hanya bisa menunduk saja ketika dimarahi sang suami. Sedang Imran lebih memilih berlalu masuk ke dalam kamar meninggalkan Shanum sendirian di depan kamar mandi.

...☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️...

...~TBC~...

SIKAP IBU MU'IDAH

Makan malam antara Shanum dan Imran pun sama seperti biasanya. Jika dulu Imran akan selalu memuji masakan Shanum. Sekarang dia lebih banyak diam saja. Itu lebih baik bagi Shanum. Sebab sekalinya berbicara akan membuat Shanum sakit hati.

Tanpa banyak berbicara sama sekali. Imran yang sudah selesai makan. Langsung berlalu pergi ke dalam kamar untuk melihat pekerjaannya yang dia bawa pulang ke rumah.

Namun baru beberapa langkah berjalan. Imran berbalik badan menghadap Shanum lagi.

"Buatkan Mas kopi. Karena Mas hari ini mau lembur untuk menyelesaikan pekerjaan yang tadi Mas bawa pulang."

Shanum mengangguk patuh. "Baik Mas."

Setelah itu. Imran pun berlalu menuju ke dalam kamar meninggalkan Shanum yang sedang membereskan meja makan.

Selesai membereskan meja makan. Shanum pun segera membuatkan kopi seperti sang suami inginkan.

Kopi yang sudah jadi langsung Shanum antarkan ke dalam kamar untuk dia berikan kepada sang suami.

"Mas! Ini kopinya."

Imran menjawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop. "Taruh saja di situ."

Shanum hanya mengangguk saja. Dia langsung menaruh kopi buatannya tadi ke atas meja samping Imran. Baru saja Shanum ingin menaruh kopi tersebut. Kakinya tidak sengaja tersandung kabel charger laptop, hingga kopi itu tumpah tepat di atas ponsel milik Imran.

Imran yang melihat sangat terkejut sekali dan langsung memarahi Shanum.

"Shanum! Apa yang kamu lakukan hah!" Imran segera membersihkan ponsel miliknya dari air kopi yang panas.

"Maaf Mas! Shanum tidak sengaja. Tadi tersandung kabel charger laptop."

"Halah banyak alasan kamu! Di dalam ponsel ini ada data penting pekerjaan Mas! Dasar istri tidak berguna!" Imran mendorong Shanum hingga jatuh ke atas ranjang.

Dengan menunjuk Shanum. Imran melanjutkan lagi ucapannya. "Jika kamu tidak bisa memberikan Mas anak. Lebih baik jangan menggangu Mas. Jadilah istri yang berguna!"

Shanum hanya bisa menangis dan menangis saja mendengar ucapan Imran yang sangat kasar kepadanya.

Begitulah sikap Imran semenjak mendengar sang adik sudah hamil. Imran yang sudah dikuasai amarah, dia lalu mengambil laptop dan memilih mengerjakan pekerjaannya di dalam ruang tamu saja.

Sedangkan Shanum sepeninggal Imran. Dia menangis dalam diamnya. Shanum menangis hingga tanpa sadar tertidur dengan sendirinya. Dan ketika dia tidak sengaja terbangun. Dia meraba ranjang disebelahnya yang ternyata kosong.

"Mas Imran?"

Shanum lalu beranjak turun dari atas ranjang untuk mencari sang suami yang ternyata memilih tidur di sofa ruang tamu. Dengan perlahan, Shanum mencoba membangunkan Imran untuk pindah di dalam kamar saja.

"Mas! Mas Imran! Pindah di dalam kamar saja yuk. Nanti badan Mas bisa sakit semua jika tidur di sini."

Tepukan tangan Shanum di pipinya, akhirnya membuat Imran terbangun. "Apa sih Num! Mengganggu saja!" sambil memilih ganti posisi membelakangi Shanum.

"Pindah ke dalam kamar yuk Mas. Biar lebih enak tidurnya."

"Aarrggh! Kamu menggangguku. Tidurlah sendiri saja kamu di kamar!" Imran berucap tanpa mempedulikan Shanum. Tapi Shanum seperti tanpa mengenal rasa lelah untuk membujuk Imran.

"Sudah Mas katakan! Tidurlah sendiri di dalam kamar!"

Kali ini Imran sambil mendorong tubuh Shanum. Hingga Shanum terjatuh dan lengannya tergores pinggiran meja yang lancip.

"Ah!" Shanum memegang lengannya yang membiru. Sedangkan Imran memilih melanjutkan tidurnya lagi tanpa mempedulikan Shanum sama sekali.

Kali ini Shanum memilih pasrah. Dia langsung berlalu masuk lagi ke dalam kamar dan membiarkan Imran tidur di situ.

Walau Shanum sudah berulang kali disakiti oleh Imran. Dia tetap berusaha menjadi istri yang baik. Dirinya pagi-pagi sekali sudah berada di dapur untuk memasakan sarapan untuk Imran.

Sedang sarapan berdua dengan Imran. Tiba-tiba ibu Mu'idah datang ke rumah.

"Imran! Shanum!"

"Kami ada di sini Bu!" jawab Imran dengan sedikit berteriak.

Ibu Mu'idah akhirnya sampai juga di ruang makan dan melihat Imran serta Shanum sedang asik sarapan.

"Mau sarapan bersama Bu?" Shanum mencoba menjadi menantu yang baik walau dia sudah terdzolimi.

Ibu Mu'idah lalu melihat menu makanan yang di masak oleh Shanum dengan tatapan mengejek.

"Kamu apa bisanya masak ini saja Shanum? Pantas saja tidak bisa hamil dari dulu!"

Shanum hanya bisa tertunduk malu sambil melirik ke arah Imran yang sedang menatapnya.

"Ada apa Ibu datang ke sini?" tanya Imran.

"Ibu cuma mau mengatakan. Nanti malam kalian berdua jangan pergi ke mana-mana. Karena ada seseorang yang ingin Ibu kenalkan kepada kalian berdua."

"Memangnya dia siapa Bu?" tanya Imran.

"Nanti kamu tahu sendiri," jawab ibu Mu'idah.

"Sudah! Ibu mau pulang dulu. Dan jika kamu tidak kenyang makan makanan ini. Makanlah lagi di rumah Ibu. Dijamin makanannya lebih enak dari masakan istri kamu yang payah itu!" sindir ibu Mu'idah kepada Shanum dengan mata melirik sadis.

"Iya Ibu," jawab Imran.

Setelahnya itu, ibu Mu'idah berlalu pergi dari rumah Imran untuk kembali ke rumahnya sendiri.

Imran tiba-tiba menjadi tidak selera makan karena mendengar ucapan sang ibu. "Besok lagi kalau masak yang lebih enak sedikit. Kesannya Mas seperti tidak memberikanmu uang belanja. Bikin malu saja!"

Setiap pagi dan setiap hari seperti ada saja hal yang membuat Shanum terlihat buruk di mata Imran dan ibu Mu'idah.

Malam harinya. Seperti yang dikatakan oleh ibu Mu'idah tadi pagi. Jam tujuh malam ibu Mu'idah sudah datang ke rumah Imran dan Shanum.

Bukan kedatangan ibu Mu'idah yang membuat Shanum terkejut. Melainkan seseorang yang datang bersama ibu Mu'idah.

Saat ini Shanum, Imran, ibu Mu'idah dan orang yang diajaknya. Sudah duduk santai di ruang tamu rumah Imran.

"Imran! Perkenalkan. Dia namanya Linda."

Imran menatap Linda dengan serius sekali. Dengan rambut tergerai panjang, pakaian yang cukup seksi dan juga wajah yang masih terbilang lebih cantik Shanum.

"Linda! Ini anak, Ibu. Imran namanya."

Linda langsung mengulurkan tangannya dengan gaya genitnya untuk mengajak Imran bersalaman.

Hati Shanum sebagai seorang wanita dan seorang istri sangat tahu sekali akan menjurus ke mana maksud tujuan sang ibu mertua mengenalkan Linda kepada sang suami.

Hal yang membuat Shanum sedikit merasa lega adalah Imran tidak menanggapi uluran tangan Linda. Imran hanya menatapnya saja tanpa mau membalas jabat tangannya.

Linda merasa malu sekali karena Imran tidak membalas jabat tangannya. Hal itu membuat ibu Mu'idah langsung menegur Imran.

"Imran! Kenapa kamu tidak mau diajak salaman sama Linda! Linda ini calon istri kamu! Yang pastinya bisa membuatkan Ibu cucu! Jaga sikap kamu Imran!

Jedar!

Seperti tersambar petir di siang bolong yang tidak ada angin maupun hujan. Apa yang sudah ditebak Shanum ternyata benar. Dan tetap saja hati Shanum terasa sangat sakit sekali.

Imran yang tidak tahu apa-apa tujuan sang ibu juga merasa terkejut mendengar ucapan sang ibu. Bahkan matanya sampai melotot sangat lebar sekali.

...☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️...

...~TBC~...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!