~Mungkin memang aku terlihat menjauh, namun aku terpaksa melakukan itu.~
Jujur saja, sedari tadi Humayra sangat merasa risih dengan cowok yang berada di hadapannya ini. Karena sedari tadi cowok tersebut menatapi dirinya tanpa mempedulikan kerisihan Humayra sedikit pun.
"Ekhem, jangan menatapi seorang perempuan yang bukan mahram kamu secara berlebihan karena bisa mendatangkan zina!" ujar Humayra yang masih setia menundukan kepalanya sambil meminum jus alvokadnya.
"Eh, ma-maaf." ujar cowok tersebut dengan gugupnya. Sedangkan Humayra hanya bersikap acuh dan tidak peduli saja akan respon cowok itu.
"Kenalin nama saya Aldi." ujar cowok tersebut dengan mengulurkan tangannya kepada Humayra.
"Maaf, Humayra." ujar Humayra yang menyatukan telapak tangannya di depan dada. Aldi yang melihat tindakan Humayra langsung menarik tangannya dengan ragu-ragu.
"Maaf, saya duluan, permisi." pamit Humayra yang langsung bangkit dari duduknya dan pergi dari sana.
"Eh, tunggu dulu!" seru Aldi yang sama sekali tidak ditanggapi oleh Humayra karena Humayra terus saja melanjutkan langkahnya untuk meninggalkan kantin.
Berbeda dengan keadaan di sini, yaitu di sudut kantin. Seorang cewek yang bernama Belqis dan dua orang teman lainnya yang bernama Rani dan Kina kini tengah menatap Humayra dengan penuh amarah.
"Liat aja tu cewek, berani-beraninya dia mendekati cowok gue kayak gitu." ujar Belqis yang menatap tajam ke arah Humayra.
"Iya Bel, dia harus kita kasih pelajaran tuh dan nggak bisa kita biarin begitu aja yang ada nanti dia malah semakin ganjeran sama cowok lo." ujar Kina yang ikut memanas-manasi sahabatnya itu.
"Iiih ... gue nggak nyangka deh, cewek yang berpenampilan kayak dia bisa kayak gitu ya?" ujar Rani yang menatap jijik ke arah Humayra.
"Emang dasar tu cewek murahan." ujar Belqis yang masih setia menatap Humayra dengan senyuman meremehkannya.
Di taman sekolah ini, Humayra tengah menyenderkan tubuhnya di sebuah pohon yang rindang ini. Merasakan kesejukan yang menerpa tubuhnya sambil menutup mata dan membayangkan masa-masa bahagianya dulu bersama orang-orang yang dia sayangi, akan tetapi semua itu sudah hilang sekarang. Semuanya begitu cepat berlalu dan kini sebuah kepercayaan yang dulunya dimiliki oleh Humayra pun sudah mulai menghilang.
Humayra sudah berjanji pada dirinya, bahwa dia tidak akan pernah lagi mempercayai seseorang dan dia tidak akan mau berharap lagi kepada seseorang.
"Hai!" sapa seseorang yang ikut duduk di samping Humayra. Humayra sama sekali tidak mempedulikan cewek itu, melainkan dia hanya diam dengan menikmati sensasi kesejukan di bawah pohon ini sambil menutup matanya. Mengenai cewek itu, dia merupakan cewek yang sempat meminta persetujuan Humayra untuk duduk di sampingnya, sewaktu di kelas tadi.
"Ternyata udara di sini sejuk ya?" ujar cewek itu yang juga ikut menutup matanya. Dan begitu juga dengan Humayra yang masih setia menutup matanya dan tidak memberikan jawaban atas pertanyaan cewek itu padanya.
"Oh iya kita belum kenalan ya? Kenalin nama aku Keisya." ujar cewek itu sambil mengulurkan tangannya ke arah Humayra, yang masih setia menutup matanya.
"Humayra." Tanpa membalas uluran tangan dari Keisya, Humayra langsung bangkit dari duduknya dan ingin mencari tempat lain yang bisa dia duduki sekarang ini tanpa ada yang mengganggu ketenangannya.
"Eh, mau ke mana?" tanya Keisya yang juga ikut bangkit dari duduknya. Sedangkan Humayra memilih untuk tidak menjawab dan berlalu begitu saja dari hadapan Keisya.
Setelah meninggalkan Keisya sendirian, Humayra pun mencari-cari tempat yang bisa dia duduki seorang diri. Setelah mendapatkan tempat yang bisa membuat dia nyaman Humayra pun langsung ingin mendudukan dirinya di tempat itu. Akan tetapi, pergerakan Humayra menjadi terhenti karena tiba-tiba dua orang cewek menarik lengannya dan satu orang cewek lagi berdiri di hadapannya sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Maaf ada apa ya?" tanya Humayra yang sudah kembali berdiri sekarang dengan lengan yang masih dicekat oleh kedua orang cewek yang sama sekali tidak memiliki sopan santun dalam berpakaian. Karena mereka mengenakan baju yang ketat tanpa hijab, terlebih-lebih lagi cewek yang di hadapannya ini yang lebih tidak sopan. Karena mengunakan pakaian yang lebih ketat dan bagian dua kancing atas di buka, sehingga menampakan sedikit belah dadanya dan rok yang sangat minim bisa saja membuat pahanya menjadi salah satu objek fokus para ikhwan yang memiliki hawa nafsu tinggi.
"Gue mau peringatin lo, kalau lo jangan pernah dekatin cowok gue lagi. Awas aja, kalau lo sampai dekatin dia lagi! Lo bakalan habis di tangan gue." ujar Cewek yang bernama Belqis itu.
"Maaf, maksud antum siapa ya?" ujar Humayra yang masih dengan sopannya berbicara, meskipun ia sudah disakiti dengan kedua lengan yang dicekat oleh Rani dan Kina.
"Huhhhh ... ayolah kita pergi!" ajak Belqis kepada teman-temannya itu dengan sangat kesal kepada Humayra.
"Dasar cewek aneh!" ujar Humayra setelah Belqis dan kedua teman lainnya pergi meninggalkan Humayra sendirian.
Humayra pun kembali duduk di tempat itu. Kini dia tengah berada di salah satu bangku penonton di lapangan basket. Humayra memilih untuk duduk di sana karena menurutnya di sinilah tempat ternyaman yang bisa ia duduki sekarang ini tanpa ada yang bisa mengganggunya.
Sekolah Humayra ini memang terkesan luas karena tempat-tempat yang sangat di butuhkan oleh para siswa sangat lengkap di sini. Dan Humayra juga merasa beruntung bisa bersekolah di sini karena hanya di sekolah inilah dia bisa menenangkan pikirannya, meskipun dia selalu diganggu.
Tiba-tiba saja, di saat Humayra tengah melamun sebuah bola basket mengenai kepalanya, sehingga membuat lamunannya buyar dan membuat kepalanya langsung berdenyut. Hampir saja Humayra pingsan tadi, akan tetapi untunglah Humayra tidak terlalu terkejut, sehingga tidak membuat dia syok.
"Upsss!! Maaf." ujar seorang cowok yang merasa bersalah saat dia menghampiri Humayra yang tengah memegangi kepalanya karena merasa pusing.
"Iya tidak apa-apa." ujar Humayra yang masih menundukan kepalanya tanpa menatap cowok tersebut.
"Tapi kamu tidak apa-apakan?" tanya cowok itu dengan rasa khawatirnya sambil mengambil bola basket yang tergeletak di bawah kaki humayra.
"Iya, saya baik-baik saja, kamu bisa-" ujar Humayra yang terpotong saat menengadahkan kepalanya untuk menatap cowok yang berdiri di hadapannya ini. Dan betapa terkejutnya Humayra saat mendapati wajah cowok tersebut, yang sangat dekat dengan wajahnya karena hanya berjarak 15 cm. Sehingga membuat tatapan mereka berdua bertemu.
"Astaghfirullah! Maaf, saya harus pergi, permisi." ujar Humayra yang sadar akan kesalahannya dan langsung pergi dari hadapan Aldi yang kini tengah menatap heran Humayra. Ya, cowok tadi adalah Aldi.
Sekarang Humayra sudah berada di UKS karena bantuan dari Keisya yang melihat Humayra berjalan oleng di saat dia melintasi lapangan basket. Dan untung saja Keisya datang tepat waktu sebelum Humayra pingsan.
"Udah kamu tiduran aja dulu!" suruh Keisya yang menghampiri Humayra yang ingin bangkit dari tidurnya.
"Nggak saya mau ke kelas saja." ujar Humayra yang bersikeras untuk pergi ke kelasnya. "Tapi keadaan kamu masih belum stabil." khawatir Keisya akan kondisi Humayra sekarang ini.
"Saya sudah baik-baik saja, terima kasih karena sudah mau membantu saya, tapi tolong jangan ganggu saya dulu! Permisi." tegas Humayra dengan ketusnya kepada Keisya, sehingga membuat Keisya tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dan setelah mengatakan itu semua Humayra pun langsung pergi dari sana dan pergi ke kelasnya seorang diri.
~Aku hanya bisa berharap kepada Sang Illahi atas apa yang sangat aku impikan selama ini, karena hanya Dia-lah yang Maha Penyayang dan Maha Pengasih.~
"Kriiingg!!"
Akhirnya bel pertanda pulang pun berbunyi. Di saat itulah para siswa dan siswi mulai berhamburan keluar dari kelas mereka masing-masing, menuju gerbang sekolah. Berbeda dengan Humayra yang masih setia di dalam kelas dengan menenggelamkan kepalanya pada lipatan kedua tangan yang diletakannya di atas meja.
"Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Aldi yang menemui Humayra. Aldi hanya takut, jika Humayra tidak akan baik-baik saja. Karena sekarang di dalam kelas ini hanya tinggal mereka berdua saja, sebab yang lainnya sudah pada pulang ke rumah mereka masing-masing. Mendengar suara Aldi, Humayra pun menegakan kepalanya dan menatap Aldi untuk beberapa detik.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Aldi sekali lagi karena dia belum mendapatkan jawaban dari Humayra.
"Hmmm ...." jawab Humayra hanya dengan berdehem saja.
"Lalu kenapa masih ada di sini?" bingung Aldi yang mengerutkan keningnya.
"Iiihh, bukan urusan anta." ketus Humayra yang terkesan galak dan jutek. "Tentu saja ini menjadi urusan saya, karena tadi saya yang sudah membuat kamu pusing." ujar Aldi dengan santainya. "Ini bukan salah kamu!" seru Humayra yang sudah merasa sangat kesal dengan Aldi.
"Ooh, syukurlah kalau bukan salah saya, tapi kenapa kamu masih ada di sini? Kan ini sudah jam pulangnya sekolah? Dan apa kamu tidak takut sendirian di sini, karena sudah tidak ada siapa-siapa lagi di sini?" tanya Aldi bertubi-tubi kepada Humayra dan menyebabkan gadis itu menjadi semakin kesal.
"Iiiihhhh!!! Bisa diam nggak?" tanya Humayra dengan begitu kesalnya. "Kalau nggak, gimana?" Bukannya memberikan jawaban atas pertanyaan Humayra, Aldi malah bertanya balik kepadanya.
"Taulah, minggir!!" sentak Humayra begitu saja. Dengan kesalnya Humayra pun bangkit dari duduknya dan menyampirkan tasnya di pundak. "Kamu lucu deh." ujar Aldi saat Humayra lewat di depannya, sehingga membuat Humayra terpaksa menghentikan langkahnya.
"Anta bisa nggak, kalau jangan gangguin saya lagi?" tanya Humayra dengan begitu ketusnya sambil menatap Aldi dengan tajam. "Kalau nggak bisa, gimana?" Lagi-lagi, bukannya menjawab Aldi malah melontarkan pertanyaan yang sama sekali tidak berfaedah.
"Woiiiii ... lo tuli, ya? Udah gue bilangin, jangan gangguin cowok gue lagi!" teriak Belqis yang tiba-tiba saja memasuki kelas mereka dan langsung menghampiri Humayra dan Aldi. Lalu, mendorong tubuh Humayra hingga terhempas ke belakang. Kelakuan Belqis membuat Humayra benar-benar terkejut, begitu juga dengan Aldi, namun di balik keterkejutan itu ada sebuah amarah yang sedang bergejolak terhadap kelakuan Belqis ini.
"Belqis!!" bentak Aldi kepada Belqis yang berdiri di sampingnya bersama dengan kedua temannya, Rani dan Kina. "Sayang, dia itu sudah dekatin kamu. Ya, wajar aja kalau aku kayak gitu." Ujar Belqis sambil memajukan bibirnya beberapa senti.
Humayra yang terjatuh pun langsung berdiri dan berniat untuk meninggalkan mereka semua. Jujur saja, di hari pertama sekolah ini Humayra benar-benar merasa sangat kesal. "Maaf, permisi." pamit Humayra yang membelah jarak di antara Aldi dan Belqis, lalu pergi dari hadapan mereka semua.
"Ingat kita sudah putus dan lo nggak ada hubungan apa-apa lagi dengan gue." ujar Aldi yang juga ikut meninggalkan kelasnya, sehingga kini hanya meninggalkan Belqis dan kedua temannya di kelas itu.
"Iiiihhhh, ini semua pasti gara-gara cewek sok alim itu." gerutu Belqis begitu saja karena merasa kesal dengan perkataan Aldi.
~°●°~
Sudah sejak tadi Humayra berada di jalanan, namun dia tidak juga sampai-sampai di rumahnya. Karena jarak sekolah dan rumahnya yang memang terbilang jauh. Humayra melakukan ini bukan berarti sejak tadi tidak ada kendaraan umum yang lewat ataupun tidak memiliki ongkos naik angkutan. Namun, dia melakukan ini agar dia bisa lama sampai di rumah dan dia juga bisa menghemat uang jajannya.
Selama di perjalanan Humayra hanya menatap nanar jalanan, sambil memikirkan semua masalah yang terjadi pada dirinya. Bayangan-bayangan di mana saat sang mama yang pergi meninggalkannya pun terngiang begitu saja. Dan tidak hanya itu bayangan-bayangan sang papa yang suka membawa wanita murahan kerumahnya juga memasuki pikirannya kini. Serta bayangan-bayangan semua kejadian yang terjadi di sekolah hari ini, sangatlah membuat Humayra merasa pusing.
"Ya Allah, hanya Engkau-lah yang tau bagaimana perasaan hamba-Mu ini sekarang dan hanya kepada-Mu juga hamba memohon pertolongan." batin Humayra di dalam hatinya. Setelah mengatakan itu air matanya pun melocos begitu saja tanpa terkendali. Sehingga membuat pipi putih yang cubby tanpa polesan sedikit bedak itu menjadi basah karena air matanya sendiri.
~°●°~
Kini siang pun telah berganti dengan malam. Berbeda dengan hati yang masih setia merasakan kesepian setiap harinya. Tidak ada yang mau menemaninya di meja ini. Bahkan, sang papa saja belum pulang sampai sekarang, padahal sekarang sudah jam 09.00 pm. Di mana seharusnya sekarang ini papanya sudah pulang dari kantor, tapi mungkin tidak untuk sekarang. Humayra pun hanya bisa pasrah dengan ini semua, karena dia sudah benar-benar lelah akan semua ini. Ingin rasanya ajal cepat-cepat menjemputnya seperti sang mama, namun apalah daya Humayra, dia hanya tidak ingin mamanya merasa sedih dan kecewa dengannya.
Di ruangan ini tak ada sedikit suara pun, melainkan hanya kesunyian yang mendominasi dengan suara jangkrik dari halaman samping dan suara gesekan garpu dengan piring. Humayra benar-benar sendiri di sini. Membuat gadis itu menjadi semakin merindukan ibunya.
"Ma, Humayra kangen mama. Rasanya Humayra sangat ingin menyusul mama. Humayra takut ma, Humayra takut karena sekarang Humayra sendirian, ma. Nggak ada yang mau menemani Humayra di sini, ma. Seandainya, mama masih ada di sini, pasti Humayra tidak akan sendirian seperti ini. Humayra rindu mama!! Hikss ...." Tak terasa air mata pun kembali membasahi pipinya.
Setelah lama menangis, tiba-tiba indra pendengarannya menangkap sebuah suara seseorang yang sangat dikenalnya, yaitu sang papa.
"Rara!!" teriak suara besar itu dari arah ruang tamu.
"Papa??" lirih Humayra yang terkejut, namun keterkejutan itupun tidak berlangsung lama. Karena Humayra pun langsung bangkit dari duduknya, namun sebelum itu air mata yang sempat membasahi pipi itu diusapnya dengan begitu kasar. Dan barulah dia sedikit agak berlari menuju sang papa, di ruang tamu. Humayra hanya takut, jika sang papa akan memarahinya karena tidak mendengarkan panggilan darinya.
"Astaghfirullah, papa?" ujar Humayra ketika melihat keadaan Herman yang sudah berantakan gegara sehabis minum.
"Rara ... ayo duduk sini!" suruh Herman dengan keadaan setengah sadar. Dia pun menepuk sofa yang di sebelahnya masih kosong.
Tak ada sedikit pun respon atau jawaban dari Humayra. Karena ketakutan yang sangat mendalam sudah menyelimutinya. Dan kekhawatiran yang akan membuatnya menyesal dan marah kepada sang papa nanti juga telah menguasainya.
"Ayo ... sini bentar!" perintah Herman lagi, namun kali ini dia langsung menarik tangan Humayra, sehingga membuat Humayra tertarik dan terduduk di sofa yang kosong di samping dirinya.
"Papa ...." lirih Humayra yang mulai merasa risih dengan sang papa karena Herman mulai merangkul tubuhnya secara tiba-tiba.
"Shutttt ...." ujar Herman yang melepaskan rangkulannya dan meletakan jari telunjuknya di depan bibir Humayra sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan.
Humayra hanya bisa diam dengan diselimuti oleh rasa takut yang mendalam. Ditambah lagi sekarang Herman kembali merangkul tubuhnya. Namun, rangkulan ini lebih erat daripada sebelumnya. Sehingga membuat jarak di antara mereka berdua semakin menipis.
Rasa was-was pun menyeruak begitu saja di dalam hati Humayra. Apalagi ketika sang papa mulai mendekatkan wajahnya ke arah Humayra, sehingga membuat Humayra bisa mencium bau alkohol yang begitu jelas dari diri Herman.
"Papa!!!" teriak Humayra ketika Herman tiba-tiba saja mencium pipi Humayra. Jujur saja sebenarnya, Humayra tidak akan marah seperti ini, apabila sang papa sedang tidak mabuk. Namun, kali ini papanya sedang mabuk dan dia takut papanya akan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan nantinya kepada dirinya.
Dengan bersusah payah Humayra pun mencoba untuk melepaskan dirinya dari Herman. Namun, sayangnya tenaga yang dimiliki oleh Herman tentu lebih besar dibandingkan dirinya.
"Papa lepasin!! Hikss ... hikss ...." tangis Humayra di saat dirinya bersusah payah melepaskan rangkulan tangan sang papa.
"Ayolah Rara, temanin papa, jangan membantah!" ujar Herman yang malahan semakin merangkul tubuh putrinya.
"Nggak pa!! Humayra nggak mau, Humayra nggak mau, papa itu lagi mabuk ... hikss ...." tangis Humayra yang masih berusaha melepaskan rangkulan tangan Herman.
Dan setelah lama bersusah payah, akhirnya Humayra pun berhasil melepaskan rangkulan tangan Herman. Dengan segera Humayra beranjak dari sana dan berlari ke dalam kamarnya yang terletak di lantai dua. Humayra marah sangat marah, dia marah pada dirinya sendiri. Kenapa dia harus pergi memenuhi panggilan sang papa tadi, seandainya dia tidak menuruti panggian papanya tadi, mungkin air mata ini tidak akan mengalir sederas ini sekarang.
Di dalam kamarnya Humayra terus-terusan saja menangis tanpa henti-hentinya. "Hiksss ... mama, Humayra takut!!! Hiksss ... hiksss ...." tangisnya yang tiada henti, sampai pada akhirnya Humayra pun tidak sadar, bahwa dia telah tertidur di balik pintu kamarnya ini, di mana dia tengah duduk sekarang ini.
~Saya tidak peduli dengan hinaan dan cacian yang sudah kalian lontarkan, karena semua yang kalian katakan itu tidak benar. Jadi, untuk apa saya marah? Lebih baik saya berdoa kepada Sang Illahi, agar kalian segera diberikan hidayah untuk bertaubat.~
"Allahu akbar, Allahu akbar!!"
Dengan merduanya seruan azan berkumandang dari sebuah masjid yang terletak tidak jauh dari rumah Humayra. Sehingga membuat gadis yang tengah terlelap di balik pintu kamar itu menggeliat tidak nyaman.
Perlahan-lahan, tapi pasti. Mata indah itupun terbuka. Humayra pun mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya. Setelah nyawanya terkumpu penuh, matanya pun menatap jam dinding yang berada di hadapannya.
"Astaghfirullah!!" terkejut Humayra saat melihat jam dinding yang sudah menunjukan pukul 04.30 am.
"Berarti semalam aku tertidur di sini?" monolog Humayra dengan menatap nanar lantai yang tengah dia duduki. Tak lama kemudian Humayra pun langsung bangkit dari duduknya dan menuju kamar mandi, untuk membersihkan diri terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan shalat subuh setelah itu.
~°●°~
Setelah melaksanakan Shalat subuh tadi, Humayra pun langsung bersiap-siap pergi ke sekolah. Dan sekarang Humayra tengah sarapan dengan segelas susu dan dua buah roti bakar yang dia buat sendiri tadi, sesudah bersiap-siap.
Tiba-tiba, di saat Humayra tengah menikmati roti bakarnya, Herman datang ke meja makan dengan berpakaian yang sudah rapi. Melihat Herman yang juga ikut duduk dan mulai mengolesi roti tawar dengan selai nanas, seketika kejadian semalam kembali berputar di pikiran Humayra. Dan hal itu kembali membuat Humayra merasa ketakutan.
Dengan bersusah payah Humayra menelan makanannya secepat mungkin. Dia takut jika kejadian semalam akan terulang lagi. Setelah bersusah payah, akhirnya sarapannya pun habis. Dengan sigapnya Humayra langsung bangkit dari duduknya dan menyampirkan tasnya di pundak. Setelah itu, barulah Humayra berlalu begitu saja di hadapan Herman, tanpa berpamitan terlebih dahulu kepada sang ayah.
"Humayra!!" bentak Herman tiba-tiba. Sontak Humayra langsung terkejut dan langkahnya pun langsung terhenti secara tiba-tiba. Takut? Ya, itulah yang kini tengah dirasakan oleh Humayra.
"Apa kamu tidak pernah diajarkan sopan santun di sekolah?" tanya Herman dengan menurunkan nada suaranya. Dia tau, jika Humayra pasti merasa ketakutan dengan bentakan tadi. Herman memang tidak menatap putrinya, namun dia bisa mengetahui jika Humayra ketakutan melalui pergerakan Humayra yang berhenti secara tiba-tiba.
"Ma-maafin Rara, pa." gugup Humayra yang memilih untuk meremas tepian bajunya. "Yasudah, hari ini kamu berangkat sama papa." perintah Herman yang sekarang sudah menyelesaikan sarapannya. Lalu, dia pun memutar badannya menghadap Humayra yang kini tengah meremas seragamnya karena ketakutan.
"Ra-ra pergi sen-sendiri aja, pa." tolak Humayra yang masih ketakutan. "Hari ini papa tidak mau menerima penolakan kamu." ujar Herman yang bangkit dari duduknya dan mulai berjalan keluar rumah. Sedangkan Humayra masih berdiri di tempatnya tadi, tanpa berniat untuk mengikuti langkah sang papa.
"Tit ... titt ...."
Akhirnya, karena bunyi klakson dari mobil Herman terpaksa harus membuat Humayra memberanikan dirinya melangkah menuju teras rumah. Lalu, setelah mengunci pintu rumahnya, Humayra kembali mengumpulkan keberanian untuk memasuki mobilnya Herman.
Selama di perjalanan hanya ada keheningan yang menyelimuti mereka berdua. Tidak ada yang mau memulai pembicaraan sedari tadi, sampai pada akhirnya mobil Herman berhenti di depan gerbang sekolah Humayra.
"Nanti pulang sekolah papa jemput lagi." beritahu Herman dengan singkatnya. Tak ada sedikit pun jawaban dari sang putri, melainkan Humayra langsung berpamitan kepada Herman tanpa mencium punggung tangan sang ayah. "Humayra berangkat dulu, Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam." lirih Herman dengan sangat pelannya, sehingga Humayra tidak mendengarnya. Terlebih lagi kini Humayra sudah menutup pintu mobilnya.
"Humayra, papa janji, nak. Papa akan selalu ngejagain kamu dan papa juga janji akan selalu ada buat kamu. Maafin papa yang sudah menjadi brengsek ini, ya. Papa janji, kalau papa akan berubah." ujar Herman di dalam hatinya sambil menatapi Humayra yang sudah memunggunginya dari luar mobil. Senyuman di bibirnya pun akhirnya mengembang sebelum dia melajukan mobil meninggalkan pekarangan sekolah Humayra.
~°●°~
Baru saja Humayra memasuki gerbang sekolah, kini dia sudah mulai diganggui oleh para lelaki brandalan di sekolah ini.
"Hai cewek cantik!" goda mereka serentak kepada Humayra yang tengah berjalan di hadapan mereka semua. Tak ada sedikit pun balasan dari Humayra, melainkan hanya ekspresi datar yang dia tampilkan sedari tadi dan Humayra terus saja berjalan di hadapan mereka semua, tanpa mempedulikan para lelaki itu.
"Iiihhh, jadi cewek kok sombong amat sih, sok suci lo!" bentak seorang cowok kepada Humayra. Humayra masih tetap diam dan tetap saja meneruskan jalannya menuju kelasnya. Bagi Humayra, hal ini sudah biasa karena sejak masuk sekolah ini, setiap paginya Humayra pasti akan selalu diganggu seperti ini. Jadi, Humayra tidak akan pernah menanggapi semua perkataan para pria yang mencoba menghinanya ataupun menggodanya seperti hari ini.
"Assalamu'alaikum." salam Humayra ketika memasuki kelas. Hanya dua atau tiga orang saja yang menjawab salam dari Humayra. Dan hal itu bisa Humayra maklumi, karena setahunya teman sekelasnya ini ada yang non muslim, jadi wajar saja kalau mereka tidak menjawab salam dari Humayra.
Humayra pun segera duduk di bangkunya yang berada di barisan paling depan dan setelah itu Humayra pun membuka tasnya dan mengeluarkan buku novel yang sengaja dia bawa.
"Selamat pagi Humayra!" sapa seseorang yang menghampiri Humayra. Mendengar namanya, Humayra pun mendongakan wajahnya melihat siapa pemilik suara itu.
Setelah melihat siapa orangnya, Humayra pun kembali fokus pada bacaannya, tanpa mempedulikan Aldi yang tengah menunggu balasan dari Humayra. "Upss maaf, saya menganggu, ya?" tany Aldi merasa sedikit bersalah. "Nggak," jawab Humayra dengan ketusnya, tanpa berniat mengalihkan pandangannya kepada Aldi.
"Syukurlah ...." ujar Aldi yang mengusap dadanya karena merasa lega. Lalu, setelah itu Aldi pun pergi ke tempat duduknya dan meletakan tasnya di sana. Dan kembali lagi ke mejanya Humayra. "Kamu mau ke kantin, nggak?" ajak Aldi dengan santainya.
"Nggak!" Ketus Humayra lagi.
"Oooh, udah sarapan, ya?" tanya Aldi yang menyebabkan emosi Humayra menjadi membludak sekarang. "Astaghfirullah, anta bisa berhenti bertanya-tanya, nggak? Sedari tadi anta selalu nanya-nanyain saya, emangnya anta siapa saya? Bapak juga bukan, kakak saya juga bukan, dan adik saya juga bukan, trus kembaran saya? Ya, tentu nggaklah sayakan tidak punya kembaran. Trus om saya? Tumben sekali om saya nanya-nanya seperti itu." ujar Humayra yang memberanikan dirinya untuk menatap Aldi kali ini.
"Uppsss, Sorry ...." ujar Aldi dengan terkejutnya karena mendengar Humayra yang berbicara panjang kali lebar hari ini. Bahkan, semenjak kemarin Humayra selalu berbicara singkat padanya, berbeda dengan saat ini.
"Udah pergi sana! Jangan gangguin saya lagi, nanti cewek kamu marah lagi sama saya." ujar Humayra yang memutar bola matanya dengan malas dan setelah itu dia pun kembali fokus pada bacaannya yang tadi sempat tertunda.
"Jangan pernah bilang dia cewek saya lagi, karena kami sudah putus." ujar Aldi yang juga memutar bola matanya dengan malas sambil melipat kedua tangannya di depan dada.
"Lho kok bisa putus? Karena saya, ya? Astaghfirullah ...." terkejut Humayra yang berakhir dengan hembusan kasar nafasnya.
"Bu-" ujar Aldi yang terputus karena ucapan dari seseorang yang tiba-tiba saja muncul. "Sayang!! Kamu kok masih dekat-dekat sama cewek sok suci itu sih?" tanya Belqis yang langsung bergelayut manja pada lengan Aldi. Sedangkan dua orang temannya lagi, yaitu Rani dan Kina tengah berdiri di belakang Belqis.
"Huhhh ...." lirihan dari Humayra yang kembali memutar bola matanya dengan malas untuk kesekian kalinya dan kembali melanjutkan bacaannya pada buku novelnya tadi.
"Iih, lo apa-apaan sih, lepasin nggak?" perintah Aldi yang berusaha melepaskan gelayutan Belqis di lengannya.
"Iihhh, kamu apa-apaan sih Yang, kok kasar banget sama aku?" kesal Belqis dengan memajukan bibirnya beberapa senti di saat Aldi berhasil melepaskan gelayutan Belqis pada lengannya.
"Masa bodo, minggir deh lu, gue mau ke kantin." ujar Aldi yang sedikit mendorong tubuh Belqis.
"Liat aja lo, ya! Gue nggak akan biarin Aldi jadi milik lo." ujar Belqis sambil menunjuk-nunjuk Humayra yang tengah fokus membaca novel.
Tak ada sedikit pun jawaban dari Humayra, melainkan hanya gelengan kepala ke kiri dan ke kanan yang mewakili keheranannya terhadap kelakukan Belqis yang sama sekali tidak berfaedah baginya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!