NovelToon NovelToon

Mungkin Memang Jodoh

1. Kecelakaan

Siang itu seorang pemuda mengendarai motor maticnya dengan raut bahagia menuju pulang ke rumahnya setelah mengajar di sebuah sekolah menengah di kota tersebut. Ketika sedang asyik mengendarai motornya Revan di buat kaget tersentak oleh ibu - ibu yang tiba - tiba nyelonong dari salah satu gang dengan mengendarai motor. Revan yang kaget pun lantas mengerem mendadak dan sialnya dari belakang ada truk dengan kecepatan lumayan tinggi. Revan tertabrak oleh truk tersebut yang membuat ia terpental sampai ke sisi jalan. Revan terjatuh merangsek hingga helm yang ia sematkan di kepala pun terlepas dan itu tidak dapat menghindarkan dari luka yang di dapat di wajahnya. Tidak hanya wajah tapi juga lengannya juga ikut terluka karena pakaiannya yang sobek tergores aspal. Suara teriakan histeris dari beberapa wanita yang ada di tempat kejadian membuat suasana semakin riuh. Revanpun segera di larikan ke rumah sakit terdekat sedang truk yang menabraknya sedang di urus oleh petugas kepolisian.

"telulit...telulit... ", suara handphone pak Andi yang tidak lain adalah ayahnya Revan.

" Iya halo? ini dari mana? apa? innalillahi... baik - baik bu saya akan segera ke sana"

"Ada apa pak? ", tanya sang istri bernama Yani

" Revan kecelakaan buk"

"Innalillahi... ", sejurus kemudian bu Yani langsung menangis.

" Sudah buk ayo kita segera ke rumah sakit! "

Mereka pun bergegas namun sebelum pergi ke rumah sakit ibu Yani mendatangi anak ke duanya yang tak lain adalah adik Revan, Sandi yang berada di kamar. Ibu Yani memberitahu Sandi kalau Revan mengalami kecelakaan dan sekarang di rumah sakit. Sandi kaget mendengar penuturan ibunya. Kemudian mereka berangkat bersama menuju rumah sakit dengan membawa mobil yang di kemudikan oleh Sandi sendiri.

Sesampai di rumah sakit tidak lama dokter keluar dari ruangan ICU dan di belakangnya di ikuti brankar yang di dorong perawat. Revan masih belum sadarkan diri namun sudah di pindah menuju kamar inap karena kondisinya tidak mengkhawatirkan. Orangtua Revan dan adiknya yang tadinya menunggu di depan ruang ICU pun mengikuti perawat yang mendorong brankar. Begitu sampai di ruang inap yang akan di tempati Revan dokter menjelaskan pada keluarga Revan,

"Anda keluarga pak Revan? "

"Iya dok saya ayahnya dan ini ibunya"

"Bapak dan ibu tidak perlu khawatir karna lukanya tidak parah hanya saja mungkin butuh waktu agak lama untuk menyembuhkan luka yang ada di wajah pak Revan. Dan mungkin juga psikisnya saat ini kurang baik karena terguncang . Namun itu tidak perlu di khawatirkan karena seiring waktu pasti akan membaik. Yang penting di beri suport terus"

"Baik dok. Terimakasih dok", dokter menganggukan kepala sembari tersenyum. Setelah itu beliau pun keluar meninggalkan ruangan.

" San, udah telpon Mila? ", tanya Yani.

" Udah buk mungkin sekarang lagi perjalanan ke sini"

Bu Yani mendekati anak pertamanya yang saat ini terbaring di brankar sambil berucap,

"Ya allah nak kok bisa sampai begini padahal sebentar lagi kamu nikah"

"Udahlah buk namanya juga musibah siapa yang tau", pak Andi mengingatkan istrinya kemudian melanjutkan " sekarang yang penting Revan bisa secepatnya pulih, kita juga harus mengurus keperluan untuk pernikahan Revan".

Lima belas menit kemudian terdengar suara pintu di ketuk.

"Tok tok tok... assalamualaikum...? " suara yang familiar sekali. Itu adalah suara Kamila tunangan Revan.

"Waalaikumsalam Mila... ", bu Yani menyambut kedatangan calon menantunya dengan bahagia. Baginya Kamila adalah calon menantu idaman dan pasti sangat cocok dengan Revan. Punya wajah cantik, putih, langsing, baik, dari keluarga berada, dan pendidikan yang setara dengan putranya, Revan. Seperti paket komplit.

"Lihat tuh mas mu Mil...! " seru bu Yani pada Mila setelah berjabat tangan dengan di cium punggung tanganya oleh calon menantu.

"Ya allah mas Revan kok bisa begini", Mila berucap sedih. Ibu Yani hanya menghela napas sedang suami dan anak keduanya sedang duduk di kursi yang tersedia. Dari tempat duduknya Sandi memperhatikan calon kakak iparnya. Entah apa yang di pikirkannya saat ini. Semua hening di ruangan itu hanya sesekali Ibu Yani bicara dengan Mila. Sekitar dua puluh menit, Revan pun sadar. Ia menoleh melihat wanita yang sedang duduk di sampingnya.

"Sayang... ", ucap Revan pada kekasihnya dan mendapat balasan senyum dari Mila.

" Aduh... wajahku yang kiri sakit", Revan meringis menahan rasa sakit.

"Udah jangan banyak bicara dulu", tegur Mila dan di tambahi sang ibu,

" iya kamu jangan banyak bicara itu masih sakit"

"Ciye... yang di sapa duluan mbak Mila", goda Sandi pada sang kakak.

" Iya ibuk aja gak di sapa padahal ibuk juga ada di sampingnya", ibu Yani menimpali.

"Gimana... sakit ? ", tanya pak Andi mendekati sang putra sambil tersenyum. Memang pada dasarnya beliau orang tidak terlalu banyak bicara hingga kalimat itu yang mampu keluar dari mulutnya untuk sang putra.

" Iya sakit pak".

"O iya jadi pernikahan kalian tetap di laksanakan seperti rencana awal atau mau di undur dulu? ", tanya pak Andi pada Revan dan Mila. Revan terlihat biasa saja tapi tidak dengan Mila, ia seperti bingung. Tanpa ada yang menyadari Sandi melirik ke arah Mila namun dengan wajah datar.

"Kalau Revan sih tidak masalah pak dilanjut saja sesuai rencana. Kalau kamu gimana yank? ", tanya Revan pada calon istrinya.

" Emm... kalau aku sih terserah aja"

"Kalau kamu mau di undur dulu juga ga papa lho yank ? hm ?", Revan memberi pilihan pada Mila.

" Nggaklah yang aku ngikut kamu aja"

"Oke kalau gitu"

"Iya lagian persiapannya juga udah sembilan puluh persen, sayang kalau di undur", ibu Yani menimpali dan melanjutkan ucapannya,

" Tapi kamu yakin Van dengan keadaan kamu yang seperti ini. Apa nanti kamu tidak malu di depan para tamu? "

"Tenang saja buk! Revan tidak malu kok asal Mila ada di samping Revan", Revan tersenyum bangga sambil memandang ke arah Mila. Ia sangat mengagumi kekasihnya itu. Baginya Mila adalah wanita yang sempurna yang akan menjadi istri sekaligus partner dalam menjalani hidupnya.

"Ya sudah kalau begitu sudah di tentukan ya jadi tidak usah di rubah - rubah lag! ", pak Andi menekankan pada semua orang yang ada di situ. Tiba - tiba sering ponsel Mila berbunyi.

" Halo...Assalamu'alaikum ma..., iya bentar lagi Mila pulang. Ini lagi di rumah sakit, mas Revan kecelakaan. Maafin Mila lupa kasih tahu mama sama papa soalnya Mila tadi panik banget. Iya... ya udah ya ma. Assalamualaikum".

"Mama kamu Mil? ", bu Yani yang bertanya saat ini.

" Iya bu. Maaf ya ibu dan bapak Mila lupa memberitahu mama sama papa soalnya tadi Mila panik? Mama juga berpesan minta maaf belum bisa menjenguk mas Revan karena saat ini mereka berada di rumah salah satu keluarga kami yang agak jauh"

"Iya tidak apa - apa Mila. Sepertinya kamu di suruh cepat pulang. Kalau begitu kamu pulang saja. Lagian Revan juga sudah ada kami yang menunggu di sini", ucap pak Andi.

" Iya pak. Maaf ya pak, bu... biasalah mama Mila begitu kalau pulang telat dikit pasti langsung di telpon".

"Iya iya maklum. Udah pulang sana! ", ucap bu Yani yang kemudian dapat protes dari Revan,

" yah... ibuk gimana sih kok malah di suruh pulang Mila nya? Revan kan mau lama - lama sama Mila"

"Hus... kamu ini bentar lagi juga bakal tiap hari Mila temani kamu. Sabar dikit napa? "

Hahaha, semua tertawa. Kemudian Mila berpamitan untuk pulang dengan pikiran yang tidak karu - karuan. Dan tentu saja hanya Mila yang tahu.

2. Mengerikan

Setelah kepergian Mila dari kamar inap yang di tempati Revan saat ini tinggalah kedua orangtua Revan dan adiknya yang berada di ruangan itu.

"Van, kamu yakin akan melanjutkan acara pernikahanmu yang tinggal dua minggu lebih ? ", tiba - tiba pak Andi membuka pembicaraan.

" Kenapa pak? bukannya tadi kita sudah sepakat kalau pernikahanku tetap akan di langsungkan sesuai rencana? ", Revan sedikit ragu dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh ayahnya. Ia balik bertanya sambil menahan tubuhnya yang terasa sakit dan lemah. Namun sang ayah tidak menjawab pertanyaan Revan justru menyuruh sang adik untuk memperlihatkan sesuatu padanya.

"San kamu perlihatkan sama kakakmu", Sandi yang mengerti maksud sang ayah lantas mengeluarkan handphone dari saku celananya. Kemudian membuka kamera handphone tersebut dan mengaturnya dalam mode orang yang akan selfi. Sandi menyodorkan pada kakaknya handphone tersebut di hadapkan ke arah wajah Revan yang dalam keadaan baring dengan brankar yang di atur lebih tinggi sehingga posisinya seperti orang duduk. Revan terbelalak melihat pantulan dirinya dari kamera handphone adiknya. Sedang yang lain hanya diam seakan menunggu reaksi Revan.

"Mu-ka-ku... seper-ti in-i ? ", Revan terbata terkejut melihat wajahnya sendiri. Mengerikan... itulah yang pertama kali terlintas di pikiran Revan bahkan mungkin orang lain yang melihatnya juga berpikir sama. Bapak dan adiknya masih diam namun tidak dengan ibunya yang merasa tersayat hatinya dengan yang di alami putranya. Ia memejamkan mata seakan menahan rasa pedih dan pahit dalam hatinya. Ia berusaha agar tidak keluar air mata yang sesungguhnya sudah menumpuk dan ingin meluap. Revan masih terkejut, matanya berkaca - kaca. Antara sedih juga merasa bodoh. Ia sadar jika saja ia tidak lupa melock tali helm mungkin ia tidak akan mengalami hal seperti ini. Ceroboh. Sesaat kemudian pak Andi mencairkan suasana yang seperti waktu terhenti.

"Itu kenapa bapak bertanya padamu. Sebenarnya bapak juga tidak tega tapi pasti nanti kamu juga akan tahu sendiri. Persiapan untuk pernikahanmu sudah matang tinggal menyebar undangan. Rencananya kurang seminggu baru kita akan menyebar undangan itu. Keluarga besar kita sudah tahu semua soal rencana pernikahanmu bahkan yang di luar kota juga sudah tahu". Revan hanya mendengarkan dan mencerna apa yang di katakan ayahnya. Ia bingung dan masih terkejut dengan keadaan saat ini. 'Apakah tidak malu dirinya nanti jika tetap di lanjut? Apakah tamu undangan tidak jijik melihat keadaanya? Anak - anak kecil yang melihatnya apakah tidak takut? Lalu bagaimana dengan kekasihnya, Mila? '. Pertanyaan - pertanyaan muncul di benaknya membuat kepalanya tiba - tiba merasa pusing. Ia menghela napas pelan meluruhkan pundaknya lemas. Semua pun terkejut.

"Mas mas", Sandi panik melihat sang kakak yang seperti akan pingsan.

" Revan... ", sang ibu memanggil namanya histeris dan tak bisa menahan air matanya lagi. Bersamaan ayahnya yang menghampiri sang putra,

" Van van sadar kamu harus kuat ! ", mencoba memberi semangat walaupun tahu saat ini mungkin tidak akan mempan. Beruntung Revan tidak sampai pingsan. Orang terdekatnya berusaha membuatnya tenang. Keadaan pun terkendali dalam keheningan dengan pikiran masing - masing.

Di sisi lain Mila yang berjalan menuju tempat parkir di rumah sakit tersebut terlihat menggerutu pelan namun juga sedih.

'Apa - apaan ini ? Kenapa harus terjadi pada diriku ? Aku sudah berusaha menerima keadaan orangtua mas Revan yang sudah tua dan keduanya sudah tak sehat lagi, sekarang di tambah mas Revan kecelakaan. Dan wajahnya... ah sial'

Ini bukanlah yang di inginkan Kamila. Sejak awal ia memang suka pada Revan yang saat itu bertemu dengannya kembali setelah lulus kuliah. Mereka dulu sekolah SMA yang sama dan hanya berteman biasa seperti anak - anak pada umumnya. Tidak ada hubungan khusus atau dekat. Hanya saja mereka pernah satu kelas tidak lebih. Setelah lulus SMA Revan memilih kuliah di kota salah satu keluarganya yang tidak lain adalah adik dari ibunya. Begitu lulus kuliah Revan kembali ke kota kelahirannya saat itulah Revan bertemu kembali dengan Kamila dalam acara reuni. Revan yang lebih dewasa dan berkharisma dengan kacamata yang bertengger di hidungnya mampu membuat Kamila ingin mendekatinya. Apalagi ia ingat jelas bahwa Revan adalah dari keluarga berada. Semua teman sekolahnya tahu hal itu. Terbukti hampir semua anak - anak kala itu segan dan banyak yang ingin dekat dengan Revan. Tentu saja materi yang membuat begitu, walaupun Revan sendiri memanglah anak yang cerdas. Akan tetapi tidak semua anak bisa dekat dengannya karena Revan terkenal dingin. Kamila yang sudah pintar berdandan merasa percaya diri untuk mendekati Revan. Tidak seperti dulu saat masih SMA, Kamila termasuk jajaran anak gadis yang lugu dan pendiam. Penampilan yang biasa tidak neko - neko. Namun satu hal yang Kamila lupa, ia tidak berpikir setelah beberapa tahun keadaan bisa berubah. Misal dengan keadaan Revan, keluarganya? Beberapa tahun bisa merubah keadaan. Ayah Revan yang mengalami kemunduran usahanya hingga sakit jantung dan ibunya yang punya tekanan darah tinggi. Bahkan adik Revan pun harus menunda satu tahun baru bisa kuliah karena kondisi keuangan yang tidak stabil. Sandi memilih kerja ikut di perusahaan salah satu keluarga dari ayahnya.Keluarga pak Andi memang orang yang berada dari dulu - dulunya maka tidak heran kalau pak Andi bersaudara menjadi orang yang sukses. Meskipun begitu bukan berarti pak Andi bangkrut sepenuhnya. Pak Andi mempunyai lumayan banyak aset, seperti tanah. Dan ia juga masih bekerja mandiri di rumah dengan ternak ayam sekalipun stamina sudah tidak seperti dulu dan yang pasti hasilnya bisa untuk sehari - hari keluarga.

Selama di perjalanan menuju rumahnya Kamila masih kesal dan berusaha berpikir langkah apa yang harus ia ambil. Menikah dengan Revan saat ini adalah keputusan yang berat. Jika ia tetap menikah dengan Revan maka dia harus siap malu di depan teman - temannya dan lelaki yang pernah suka padanya. Setelah menikah ia juga harus siap menjadi ibu rumah tangga yang sehari - hari di rumah karena Revan melarangnya bekerja. Ia harus memperhatikan kedua mertuanya karena penyakit mereka yang bisa aja setiap saat kambuh. Meskipun ada pembantu tetap saja sebagai menantu bukankah sudah sewajarnya ia harus memperhatikan keluarga suami? Lagi pula bagaimana dengan imagenya kalau sampai orang tahu ia menantu yang tidak peduli? Hah memikirkan itu membuat Kamila lelah. Karena ia memang orang yang tidak suka repot. Beberapa menit kemudian sampailah Kamila di depan rumahnya yang langsung memasukan motornya ke halaman rumah. Setelah mematikan mesin motornya ia bergegas masuk rumah. Begitu sampai di dalam lalu ia mengunci pintu kembali dan berlalu ke kamarnya. Kamila melempar tasnya ke kasur kemudian membanting tubuhnya pula.

Ancaman dan Batal ?

Malam harinya di rumah Kamila ada sebuah mobil masuk ke halaman rumah. Mobil itu berhenti dan keluarlah tiga orang yaitu orangtua Kamila serta adiknya. Mereka bergegas memecet bel tak lama berselang terbukalah pintu yang tak lain adalah Kamila. Sebelum kedua orangtua Kamila masuk ke dalam rumah mereka mengucap salam dan tentu di jawab Kamila. Mereka lantas duduk di sofa ruang keluarga.

"Bagaimana keadaan Revan? ", tanya sang ayah yang bernama Doni pada putrinya.

"Lumayan parah pa", jawab Kamila tidak semangat.

" Terus kira - kira di lanjut atau tidak rencana pernikahan kalian ? maksud papa di undur dulu atau tetap sesuai rencana ? "

"Mas Revan sih sepertinya lebih memilih di lanjut sesuai rencana tapi aku jadi bingung pa"

"Bingung gimana? ", pak Doni mengernyit mendengar penuturan putrinya sedang istrinya ibu Farah juga penasaran menunggu jawaban dari putrinya. Sementara Rafli di suruh oleh sang mama untuk masuk ke kamarnya lebih dulu.

" Mila ragu untuk melanjutkan rencana pernikahan ini pa"

"Kenapa? Maksud kamu bagaimana Mila ? ", Ibu Farah yang merasa gundah seketika dan curiga pada putrinya.

" Anu...ma wajah mas Revan rusak akibat kecelakaan itu dan sepertinya proses penyembuhannya agak lama"

"Lalu ? ", giliran sang papa yang bertanya dan di lanjut sang mama,

" Iya lalu apa? ". Mila tak menjawab. Ia sedikit menundukkan wajahnya dengan memilin jari jemarinya di atas pangkuannya. Ibu Farah yang sudah hafal dengan tabiat putrinya pun tanpa basa basi,

" Mila jangan bilang kamu punya pikiran yang tidak - tidak! ". Pak Doni hanya melihat ke arah istri dan kemudian berpindah ke arah sang putri. Ia masih belum paham.

" Ma kalau pernikahan ini tetap di laksanakan aku pasti malu dengan para tamu undangan. Mila rasanya nggak sanggup ma kalau harus malu di depan orang banyak"

"Kalau begitu di undur saja pernikahan kalian. Tunggu sampai Revan benar - benar pulih", pak Doni memberi saran dan ibu Farah membenarkan yang di katakan oleh suaminya dengan mangguk - mangguk. Tapi ternyata itu tidak membuat putri mereka luluh.

" Tetap saja ma pa kalau di undur Mila tetap masih mengganjal"

"Apa masalahnya Mila? ", tanya pak Doni.

"Papa kan tahu orangtua mas Revan sudah tidak sehat. Sewaktu - waktu bisa kambuh. Dan Mila nggak bisa kalau harus menjadi menantu yang setiap hari di rumah memperhatikan mertua dan merawat jika sakit"

"Ck ck. Mila sebenarnya kamu itu cinta atau tidak sama Revan? Kalau kamu cinta beneran itu tidak jadi masalah. Hal semacam itu biasa sayang", ayah Mila berdecak heran dengan putrinya. Ia berusaha menjelaskan kepada sang Putri.

"Benar yang di bilang papa Mila. Kalau kamu malu bisa di undur dulu tunggu sampai Revan benar - benar sembuh. Soal orangtua Revan kenapa kamu khawatir mereka kan ada pembantu"

"Tetap saja ma pa... Mila nggak sreg dengan ini"

"Lalu apa sebenarnya maksud kamu Mila? Coba katakan pada papa apa yang sebenarnya kamu mau ? "

" Mila pengen di batalkan saja pernikahan ini"

"Apa? ", kedua orangtua Mila terkejut dengan apa yang di katakan putrinya. Pak Doni yang agak geram pada putrinya,

" Jangan ngawur kamu Mila! Pernikahanmu tinggal sebentar lagi. Dan lagi mau di taruh mana muka orangtuamu ini jika batal? Mending di undur itu lebih masuk akal daripada batal jelas sekali kalau kamu sengaja menghindar atau tidak bisa menerima keadaan Revan saat ini"

"Iya Mil... pikirkan perasaan Revan dan keluarganya. Juga kami sebagai orangtuamu. Pikirkan dulu dengan tenang jangan gegabah mengambil keputusan ! Ini bukan main - main Mil"

"Bagaimana kalau kita undur saja? Selain untuk Revan sembuh juga untuk agar kamu lebih tenang. Besok papa dan mama akan menemui orangtua Revan membahas masalah ini".

Kamila menggelengkan kepalanya tanda penolakan.

" Mila benar - benar nggak bisa ma pa. Luka di wajah mas Revan kemungkinan akan membekas dan Mila belum bisa kalau harus membantu mengurus orangtua mas Revan jika sakit. Mila merasa tidak bebas. Sedang mas Revan dari awal menginginkan istri yang berada di rumah saja. Apa iya Mila harus cuek saat mertua Mila butuh bantuan. Mila tidak mau ribet. Tolong mengerti Mila"

Pak Doni dan ibu Farah diam sejenak, kemudian pak Doni membuka suara,

"Kalau kamu belum siap dengan itu semua lalu kenapa kamu mau ketika di ajak menikah Revan? Harusnya kamu tolak saja dari awal! "

"Mila tidak punya pilihan saat itu pa. Mila sudah terlanjur pacaran dengan mas Revan selama beberapa bulan dan suatu hari ketika Mila di ajak ke rumahnya, Mila baru tahu kalau keadaan keluarga mas Revan sudah tidak seperti dulu lagi. Berubah drastis. Bahkan mereka sekarang menjalani hidup orang sederhana. Tidak seperti dulu yang selalu terlihat mahal"

"Apa maksud kamu Mila? papa semakin nggak ngerti "

"Ayah mas Revan mengalami kebangkrutan dalam usahanya. Sehingga kehidupan mereka pun berubah. Beberapa aset sudah terjual, mobil mewah pun sudah tak ada. Mereka beli mobil juga belum lama itupun menjual sebagian tanah. Dan pembantu itu juga baru setelah mas Revan mulai stabil dengan keuangannya".

"Mila... semua itu tidak masalah nak. Dulu papa mana punya mobil iya kan ma? semua itu ada prosesnya. Keluarga kita dulu juga biasa - biasa. Mila pasti ingat kan waktu masih sekolah kita hanya punya satu motor, itu pun motor murah. Tidak perlu kamu khawatir dengan itu nak! Nanti kita akan bahas pernikahanmu dengan Revan ya ma? Kita akan menemui keluarganya besok sekalian jenguk Revan"

"Yang di bilang papa benar sayang. Kamu tidak perlu memikirkan sampai begitu jauh! Semua itu ada prosesnya toh sekarang keluarga Revan sudah mulai membaik juga kan. Sekarang lebih baik kamu istirahat supaya lebih tenang! Dan besok kita akan menemui keluarga Revan. Papa dan mama sampai pulang hari ini juga karena mendengar Revan kecelakaan padahal rencananya mau pulang besok. Iya kan pa? ", ibu Farah melihat ke arah suaminya dan mendapat jawaban sebuah anggukkan kepala. Kamila pun menyerah dan berlalu menuju kamarnya. Setelahnya ibu Farah membuka percakapan lagi dengan sang suami.

" Pa... sebenarnya mama khawatir dengan usaha kita meyakinkan Kamila tadi mengingat sifat Kamila yang keras kepala dari kecil"

"Papa juga ma. Tapi papa berharap jangan sampai batal. Mau di kemanakan muka kita ma. Biarpun papa tidak dekat dengan pak Andi tapi papa tahu orang itu punya power dan ia merupakan sosok yang tidak gampang menyerah. Mama tolong bujuk Mila agar tidak nekat! "

"Itu pasti pa tapi mama gak janji. Semoga besok lancar rencana kita bertemu keluarga Revan"

"Iya aamiin... ", balas sang suami. Kedua orang itu sebenarnya sangat lelah dari perjalanan. Namun begitu sampai di rumah harus lebih lelah lagi dengan menghadapi putrinya. Mereka saat ini sadar bahwa putri mereka belum dewasa. Sedangkan di kamar Kamila, perempuan itu tidak bisa tidur karena terus memikirkan apa yang ia khawatirkan. Benar - benar ia belum siap jika harus menjadi istri yang berdiam diri di rumah satu atap dengan mertua. Membayangkannya saja membuat ia merasa tidak bebas.

Keesokan harinya masih di rumah Kamila tepatnya di meja makan mereka sekeluarga sedang menikmati sarapan. Pak Doni membuka suara,

"Nanti kita pergian ke tempat Revan jam sepuluhan aja ya? Mila kamu udah tanya Revan dimana siapa tahu hari ini pulang? "

"Aku gak ikut", jawab Kamila datar. Orang di ruangan itu merasa kaget semua terutama kedua orangtuanya. Kalau adiknya Kamila, Rafli memang tidak ikut - ikut yang menyangkut urusan orang dewasa. Ia masih duduk di bangku SMP kelas 2.

" Lhoh...? ", ibu Farah yang kaget sejurus memandang ke arah putrinya lalu berpindah ke suami.

" Kenapa? ", kini pak Doni yang bertanya.

" Mila tidak mau melanjutkannya"

"Tapi nak... ", belum sempat ibu Farah melanjutkan ucapannya namun di potong oleh sang putri.

" Udahlah ma pa... jangan paksa Mila. Kalau kalian paksa Mila akan minggat dari rumah. Pokoknya Mila mau batal".

Jder.... seperti di sambar petir mereka yang mendengar tak terkecuali Rafli sampai langsung mendongak melihat ke arah kakaknya.

Sejurus kemudian setelah mengucapkan kata - kata itu Kamila beranjak dari duduknya dan pergi menuju kamarnya. Ketiga orang yang di meja makan masih terdiam mencerna apa yang mereka dengar. Baik Pak Doni dan ibu Farah tidak melanjutkan makannya melainkan hanya diam entah apa yang mereka pikirkan. Sementara Rafli, ia tak tahu harus bagaimana jadi ia lebih memilih diam dan berusaha menikmati makannya walaupun sebenarnya sudah terasa tidak enak lagi. Beberapa menit kemudian,

"Ma ayo kita bicara! ", Pak Doni mengajak sang istri dan langsung di ikuti sang istri tanpa menjawab. Tibalah mereka di ruang keluarga kemudian duduk di sofa.

" Hari ini kita pergi berdua saja menjenguk Revan tapi sementara jangan membahas keinginan Kamila yang meminta batal. Siapa tahu nanti dia berubah pikiran, mungkin dia masih butuh waktu untuk menerima keadaan saat ini"

"Lantas kita nanti jawab apa kalau keluarga Revan bertanya tentang Kamila? Sedangkan ini hari libur, Kamila tidak bekerja"

"Kita bilang saja Kamila ada undangan pernikahan dari temannya"

"Baiklah. Tapi bagaimana kalau Kamila tetap tidak berubah pikiran? Apa yang harus kita lakukan? "

"Apa lagi yang bisa kita lakukan selain membatalkannya"

"Papa serius? "

"Tak ada gunanya kita tetap memaksa Kamila kalau orang nya saja tidak mau. Bisa - bisa nanti malah nekat dia seperti yang di katakannya tadi", " Memang ini berat ma tapi kita juga tidak bisa memaksa dan kita juga harus siap dengan resikonya karena bagaimanapun Kamila anak kita, tanggung jawab kita lebih tepatnya tanggung jawab papa"

"Mama menurut saja sama papa. Mama sudah gak tahu harus bagaimana. Jujur mama buntu saat ini pa. Tapi kita juga tidak bisa mengulur lama memberitahu keluarga Revan soal pembatalan jika Kamila tetap tidak berubah pikiran. Karena setahu mama mereka sudah hampir semua persiapannya"

"Iya papa tahu, tunggu lagi dua atau tiga hari ".

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!