NovelToon NovelToon

1000 HOURS WITH YOU

1008 Hours

Tatapan mata elang itu semakin menajam, terlihat sangat menakutkan. Amarahnya memuncak saat mengetahui istrinya telah berselingkuh. Semua bukti perselingkuhan istrinya sudah dia dapatkan dari sang asisten.

“Beraninya dia!” geramnya seraya mengeraskan rahang.

“Sabar ... tenangkan dirimu.” Dimas sang asisten menenangkan bossnya yang sangat emosi.

“Di mana dia sekarang? Apakah dia sedang bersenang-senang dengan selingkuhannya?” Aslan menatap geram pada asistennya yang berdiri di depan meja kerjanya.

“Dia di rumah sedang mengadakan arisan dengan teman-teman sosialitanya.” Dimas menjawab sembari menatap beberapa foto yang berserak di atas meja. Foto mesra antara Sofia dan seorang pria saat keluar dari kamar hotel. Dimas saja sangat miris melihatnya, apalagi Aslan yang menjadi suami wanita siluman itu.

Aslan beranjak dari duduknya seraya menyambar jasnya yang tersampir di sandaran kursi kebesarannya. Melangkah dengan tegap keluar dari ruangan diikuti sang asisten. Dia akan menyelesaikan masalahnya hari ini juga.

*

*

Sofia tertawa terbahak-bahak bersama teman-temannya. Hari ini dia mendapatkan arisan sebesar 1 Miliyar. Dia berencana menggunakan uang itu untuk mentraktir teman-temannya berlibur ke Bali. Namun, rencananya terpaksa batal dan tawa riuh langsung terhenti saat Aslan datang dengan penuh emosi.

“Tidak ada liburan! Tidak ada bersenang-senang, keluar kalian semua dari rumahku!” usir Aslan penuh emosi pada 10 wanita sosialita yang ada di sana.

Dimas segera mengatur semua wanita itu agar segera keluar dari rumah mewah tersebut.

“Aslan! Apa-apaan kamu ini!” Sofia melayangkan protes pada suaminya yang tiba-tiba datang dan mengamuk.

“Semestinya aku yang bertanya seperti itu!” geram Aslan menatap sengit dan tajam pada istrinya, ia merogoh kantong jasnya, melemparkan beberapa lembar foto ke wajah Sofia.

Sofia sangat terkejut saat melihat salah satu foto teronggok di dekat kakinya, ia menunduk dan menatap nanar foto tersebut. Hatinya merasa takut dan kedua tangan mengepal kuat, lalu menatap suaminya dengan tatapan yang sulit di jelaskan.

“Jelaskan!” bentak Aslan penuh amarah.

Tubuh Sofia bergetar ketakutan dan air matanya mengalir saat di bentak suaminya.

“Jelaskan sekarang juga sebelum aku merobek mulutmu dengan tanganku sendiri!!” bentak Aslan lagi, kali ini suaranya lebih keras dan menakutkan.

Sofia menatap suaminya dengan lekat seraya menghapus air matanya yang membasahi pipi.

“Selama 2 tahun aku berusaha untuk menjadi istri yang setia dan penurut, tapi kali ini aku sudah tidak bisa lagi!” ucap Sofia dengan nada pelan dan penuh penekanan, kedua matanya memerah dan air matanya lagi-lagi jatuh tanpa diminta.

“Aku wanita normal, aku butuh kepuasan batin yang tidak bisa aku dapatkan darimu.” Lanjut Sofia dengan suara lirih, lalu mendudukkan diri di sofa, kepalanya tertunduk dalam, sangat menyesal melakukan penghianatan itu, tapi Sofia terpaksa melakukannya. Dia bukan wanita munafik yang tidak membutuhkan se*s, tapi suaminya tidak bisa memberikan hal yang dia inginkan karena suaminya impotent.

Tubuh Aslan terhuyung ke belakang, namun ia dengan cepat menjaga keseimbangan agar tidak terjatuh. Hatinya hancur, dan juga kecewa setelah mendengarkan alasan istrinya, tapi saat ini rasa kecewa pada dirinya sendiri lebih mendominan, karena dia cacat, dia tidak bisa memberikan kepuasan batin kepada istrinya.

Kecelakaan mobil dua tahun yang lalu membuatnya seperti ini. Ia harus kehilangan jati diri sebagai seorang lelaki. Miliknya mengalami difungsi ereksi. Gangguan ereksi ini bisa diartikan sebagai kondisi milik pria tidak bisa mendapatkan ereksi atau mempertahankan ereksi untuk dapat pene*trasi sampai ejakulasi saat berhubungan dengan pasangan.

“Aku kira kamu menerimaku apa adanya. Saat kita akan menikah, aku sudah menjelaskan semua kekuranganku. Kamu saat itu tidak keberatan, lalu kenapa kamu berubah pikiran!” Aslan berkata pelan tapi penuh penekanan.

“Aslan, maafkan aku.”

“Apakah semua harta yang aku berikan kepadamu tidak cukup untuk membuatmu setia?” Aslan menatap istrinya dengan tajam.

“Aku pikir semua akan baik-baik saja, aku akan bahagia hidup bersamamu tapi ternyata aku salah,” ucap Sofia dengan penuh luka.

“Oke!” Aslan mengangguk, ia sudah merasa cukup mendengar penjelasan istrinya. “Kemasi semua barang-barangmu, pergi dari sini dan surat cerai akan segera datang kepadamu!” Aslan mengambil keputusan dengan tegas, ia tidak ingin hidup dengan wanita yang sudah berkhianat, apalagi wanita itu tidak bahagia bersamanya. Ia akan melepaskan Sofia, merelakan istrinya itu dengan pria lain.

“Aslan!” seru Sofia kepada suaminya yang keluar dari rumah.

Aslan menghentikan langkahnya saat di ambang pintu, ia menatap Dimas seraya berkata, “pastikan dia pergi dari sini hari ini juga, jangan biarkan dia membawa semua barang yang sudah aku berikan kepadanya! Hubungi juga pengacaraku!”

“Baik, Bos.” Dimas mengangguk patuh, menatap Aslan yang menaiki mobil, sepertinya pria itu akan pergi sementara waktu untuk menangkan diri.

Dimas menghela nafas kasar lalu masuk ke dalam rumah, setelah memastikan mobil yang di kendarai bosnya sudah tidak terlihat.

“Segera kemasi barang-barangmu, Sofia.” Dimas berkata kepada Sofia yang masih menangis diruang tamu.

“Ini pasti semua ulahmu!” tuduh Sofia pada Dimas.

Dimas tersenyum miring lalu berdecap pelan, menatap Sofia sambil geleng-geleng kepala. “Aslan bukan pria yang bodoh, dia tentu tahu dan curiga dengan kelakuan busukmu!” balas Dimas dengan nada santai.

“Aku akan menyuruh pelayan untuk membereskan semua barang-barangmu. Oh ... iya, Aslan juga berpesan, kau hanya boleh membawa pakaian saja, tidak dengan yang lainnya. So, selamat menikmati hasil dari perbuatanmu sendiri!” Dimas berkata santai, namun terdengar sangat menjengkelkan diindra pendengaran Sofia.

“Aku nggak terima dengan semua ini! Ini tidak adil namanya!” Sofia tidak terima dengan keputusan Aslan yang melarangnya membawa apa pun kecuali pakaian. Seharusnya dia berhak mendapatkan setengah kekayaan dari suaminya itu.

Dimas masa bodo, tidak mendengarkan aksi protes Sofia. Ia segera memanggil salah satu pelayan untuk mengemasi pakaian Sofia.

*

*

Brak!

“Bangsat!!!” umpat Aslan seraya memukul setir mobilnya berulang kali dengan penuh amarah dan kekecewaan.

Tidak menyangka kalau wanita yang di cintainya akan menghianati dirinya.

“Lihat saja, aku akan membalaskan semua perbuatanmu Sofia!” geramnya, lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh membelah jalan ibu kota pada siang hari itu.

*

*

Di sisi lain, seorang wanita cantik sedang menangis sedih di hadapan dokter spesialis penyakit dalam. Wanita cantik itu bernama Irina, usianya baru 25 tahun. Dia menangis di hadapan dokter karena mendengar kabar yang mengejutkan kalau suaminya menderita kanker hati dan harua segera melakukan transplatasi hati. Jika tidak segera dilakukan transplatasi maka nyawa suaminya tidak akan terselematkan.

“Suami Anda tidak bisa bertahan lama lagi jika tidak segera melakukan transpalatasi hati,” ucap Dokter tersebut ikut sedih.

“Beri saya waktu untuk mencari uang untuk biaya operasinya.” Irina memohon kepada dokter tersebut.

“Waktumu hanya 42 hari,” jawab dokter seraya menepuk pundak Irina seolah memberikan kekuatan.

Semakin deras air mata Irina saat mendengar dokter memberikannya waktu yang sangat singkat kepadanya. 42 hari yang artinya dia harus berjuang selama 1008 jam untuk mendapatkan biaya operasi suaminya.

***

Yuhu Everyone, selamat datang di karya baru eike yang seperti biasa bikin sesak dada di awal. Seperti biasa jangan lupa subscribe, like, vote dan komentar ❤❤

Menjadi Wanita Malam

Irina menatap sedih pada suaminya yang terbaring tidak berdaya di atas tempat tidur pasien. Mereka baru menikah setengah tahun, mereka menikah karena saling mencintai, walaupun keadaan ekonomi mereka sangat sulit. Irina adalah anak yatim piatu dan selama hidupnya tinggal di panti asuhan, ia bekerja sebagai buruh cuci karena pendidikannya rendah, sedangkan suaminya yang bernama Yoga bekerja sebagai pengemudi ojek online.

“Bu, aku harus segera cari uang untuk biaya operasi transplatasi hati Mas Yoga,” ucap Irina pada mertuanya yang duduk di kursi tidak jauh dari tempat tidur pasien.

“Ibu nyerah, Rin. Ibu nggak sanggup, ibu ikhlas kalau Yoga ...” Wanita paruh baya itu tidak sanggup melanjutkan perkataannya, ia menundukkan kepala, lalu kembali mengangkat kepala, menatap putranya yang terbaring tidak berdaya, di tambah lagi perut Yoga kini sudah membesar bertanda kalau penyakit putranya sudah sangat parah.

“Bu! Jangan bilang seperti itu. Aku akan berjuang keras mencari uang untuk biaya operasi Mas Yoga.” Irina menatap ibu mertuanya dengan nanar. Air matanya kembali menetes di pipinya.

“Bagaimana caranya, Rin? Buat makan sehari-hari kita saja sulit.”

“Pasti ada cara, Bu, Aku akan mencari pekerjaan, aku titip Mas Yoga ya, Bu.” Irina memohon kepada ibu mertuanya.

“Iya, tapi tetap berada di jalan yang benar ya. Jangan sampai kamu melakukan perkerjaan haram.” Sang ibu mertua mengingatkan menantunya.

Irina menjawab dengan anggukan kepala, lalu berpamitan, mencium tangan ibu mertuanya.

*

*

Aslan memasuki rumahnya saat hari sudah malam. Rumah mewah yang ia sengaja beli untuk membangun rumah tangga dengan Sofia. Rasa emosi kini kembali merambat kerelung hatinya, hingga membuatnya kalap dan mengancurkan semua barang-barang yang ada di dekatnya.

Dimas yang sedang berada di dapur membuat kopi sangat terkejut saat mendengar suara gaduh di ruang tengah.

“Den Dimas! Tuan, mengamuk!” Salah satu pelayan tergopoh-gopoh mendatanginya.

“Tenang, Bi.” Dimas menenangkan pelayan tersebut, setelah itu ia segera berlari ke ruang tengah, di mana Aslan menghancurkan semua barang yang ada di sana.

“Arghhhh!!!” teriak Aslan seraya mengangkat meja kecil yang ada di sana lalu membantingnya ke atas lantai.

BRAK!

BRAK!

BRAK!

Hancur meja tersebut karena di banting berulang kali. Dimas meringis melihatnya, ingin menghentikan bos sekaligus sahabatnya itu tidak mungkin, karena Aslan akan bertambah mengamuk kalau ada yang ingin menghalanginya.

“Bi, ambilkan perabotan di dapur, dan berikan kepada Aslan,” ucapan Dimas membuat beberapa pelayan di sana sangat tercengang.

“Tapi, Den ...”

“Dari pada furnitur yang di ruang tengah itu hancur semua,” jawab Dimas, karena ia tahu kalau furnitur yang ada di rumah Aslan sangat mahal, dan sangat sayang jika hancur sia-sia.

Beberapa pelayan di sana dengan kompak mengangguk, dan segera mengambil perabotan yang ada di dapur, seperti piring, panci dan sebagainya, lalu memberikannya kepada Aslan.

Sontak saja Aslan langsung melampiaskan amarahnya dengan cara membanting semua perabotan dapur yang ada di hadapannya itu.

Setelah puas melampiaskan amarahnya, Aslan terdiam, sembari mengurai nafas yang memburu.

Dimas mendekati Aslan, lalu berkata, “sudah puas belum ngamuknya?” tanya Dimas pada Aslan.

“Diam!” bentak Aslan menatap tajam asisten sekaligus temannya itu.

“Eh, buset, galak banget!” celetuk Dimas sambil terkekeh pelan. “Lagian ngapaiin ngabisin tenaga dengan ngamuk kayak gini, rugi tahu nggak!” cerocos Dimas lalu menarik tangan Aslan menuju ruang keluarga saat ruang tengah itu akan di bersihkan.

“Si Sofia wanita siluman itu juga sudah angkat kaki dari rumah ini! Buang segala kenangan buruk tentangnya, dan mulailah lembaran baru, Bro!” Dimas menepuk pundak Aslan memberikan ketenangan,

“Bacot doang!” umpat Aslan pada sahabatnya itu.

“Terserah kamu deh! Di kasih tahu ngeyel! Ini dengerin, kalau kamu ngamuk-ngamuk kayak gini yang ada Sofia sangat senang karena mengira kalau kamu nggak bisa hidup tanpa dia.” Lagi-lagi Dimas memberikan nasehat, dan kali ini nasehatnya itu di dengar oleh Aslan.

“Kamu benar!” jawab Aslan setuju dengan saran temannya.

“Jadi, aku harus bagaimana? Aku juga ingin menjadi normal lagi kayak pria pada umumnya.” Aslan menghela nafas kasar.

“Aku ada cara, tapi aku nggak tahu apakah ini akan berhasil atau tidak, tapi wajib di coba dulu.” Dimas langsung membisikkan sesuatu di dekat telinga Aslan.

“Nggak mau! Saranmu itu gila!” umpat Aslan, menolak cara gila yang disarankan temannya itu.

*

*

“Bantu aku cari kerjaan, Mbak. Yang gampang dapat uangnya.” Irina menemui temannya yang bernama Meyda.

“Ngelon*te,” jawab Meyda seraya menyesap rokoknya lalu menghembuskan asap rokoknya itu ke wajah Irina.

“Cuma perkerjaan itu yang menghasilkan banyak uang dalam semalam,” lanjutnya saat melihat wajah Irina tercengang. “Mau nggak? Katanya butuh kerjaan?”

Meyda adalah perempuan bermata sipit dan berkulit putih bersih, serta body montok incaran om-om. Usianya 25 tahun sama seperti Irina.

“Tapi, nggak harus jual diri juga ‘kan,” lirih Irina.

“Serah lu deh! Lagian lu datangnya ke orang yang salah! Kalau lu mau kerjaan halal datang saja sama tukang bubur sana, dia lagi cari karyawan untuk jaga warung buburnya!” Meyda menunjuk arah utara di mana rumah tukang bubur berada.

Irina terdiam sejenak, seraya mengambil nafas dalam. Tidak ada cara lain untuk menghasilkan uang dengan cepat kecuali jual diri. Hati Irina merasa gamang, pikirannya sudah buntu. Ia tidak bisa berpikir jernih karena ia sangat membutuhkan uang untuk pengobatan suaminya. Dengan penuh keraguan, ia akan mengambil jalan pintas tersebut.

“Ibu, Mas Yoga, maafkan aku," batin Irina, penuh sesal.

“Aku mau mbak, kerja kayak Mbak Mey, bagaimana caranya?” tanya Irina seraya menelan ludahnya dengan kasar, seolah sedang menelan pil pahit.

“Ya, tinggal ngang*kang doang!” jawab Meyda frontal.

“Kalau lu serius, nanti malam datang ke Club X, jangan lupa pakai baju super sexy dan dandan yang cantik! Gue tunggu di sana,” ucap Meyda, langsung di angguki oleh Irina.

Irina bergegas pulang, setelah mendapatkan saran dari Meyda. Sebelum itu, ia menuju toko baju wanita yang letaknya tidak jauh dari rumah mewah Meyda. Ia membeli baju sexy sekaligus alat make-up yang harganya murah dan pas di kantongnya. Setelah mendapatkan semua keperluannya, ia segera pulang untuk bersiap.

Ini adalah hal gila yang pertama kali ia lakukan seumur hidupnya. Memilih pekerjaan haram demi pengobatan suaminya. Irina pulang menggunakan motor matic milik suaminya yang biasa digunakan untuk ngojek.

“Ya Tuhan, maafkan aku. Aku tahu jalan yang aku tempuh ini salah, tapi aku terpaksa melakukannya. Aku tahu jika Engkau tidak akan memaafkan keputusanku ini, tapi mau bagaimana lagi, saat ini aku sedang membutuhkan uang,” batin Irina ketika dia mengendarai motornya, membelah jalanan ibu kota pada malam hari itu. Air matanya menetes ke pipi tanpa di minta. Sepanjang perjalanan dia terus menangis.

***

Like-nya jangan lupa ya bestie❤❤

Berikan aku waktu 1000 jam!

Dentuman musik yang di mainkan DJ dan lampu disko menyambut Irina saat memasuki club malam tersebut. Perasaannya was-was, seumur hidupnya ia tidak pernah datang ke tempat seperti ini. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan, memperhatikan sekitar. Area dance floor di penuhi dengan para pengunjung yang berjoget sambil meliuk-liukkan tubuh mereka. Banyak para wanita muda memakai pakaian sexy yang sedang menggoda para om-om butuh belaian. Irina melihat hal tersebut sangat risih, tapi hal tersebut sebentar lagi akan dia rasakan, mengingat sebentar lagi dia akan menjadi bagian dari para wanita itu.

Wanita berusia 25 tahun itu terus berjalan menuju tempat bartender di mana Meyda menunggunya.

“Mbak,” sapa Irina ketika melihat Meyda sedang berciuman dengan seorang pemuda di dekat meja bartender. Sebenarnya Irina merasa risih saat melihat adegan live tersebut.

Meyda menghentikan aktifitasnya, seraya mengibaskan salah satu tangannya, menyuruh pemuda itu pergi, kemudian ia menatap Irina dari atas sampai bawah, lalu kembali ke atas lagi dan berhenti tepat di wajah Irina yang di poles make-up tipis, yang membuat wanita itu semakin cantik. Irina juga mengenakan pakaian sexy berwarna putih yang begitu pas di tubuh montoknya.

“Lu cakep juga ya kalau dandan kayak gini,” puji Meyda sembari mengambil sebatang rokok lalu menyulut ujung rokoknya dengan korek api. Meyda menyesap asap rokoknya lalu mengeluarkan dari hidung dan mulut secara bersamaan.

“Makasih pujiannya, Mbak. Sekarang aku harus apa?” tanya Irina kepada Meyda yang sedang main mata dengan om-om botak dan perut buncit.

“Duduk, dan nikmati rokok ini. Bersikaplah seperti seorang lon*te yang profesional!” Meyda memberikan sebatang rokok dan korek api kepada Irina.

“Maaf, Mbak, aku nggak ngerokok,” tolak Irina halus.

“Udah! Jangan banyak bacot deh kalau mau dapat duit banyak. Itu, rokok sudah ada jampe-jampenya dari Mbah Mang-kok!” Meyda memaksa Irina agar merorok.

Dengan terpaksa, Irina merokok, walaupun di awalnya dia harus terbatuk sampai tenggorokanya terasa panas dan sakit.

“Terus bagaimana?” tanya Irina lagi setelah menyesap rokoknya yang terselip di sela jari tangannya.

“Tunggu pelanggan datang!” balas Meyda.

*

*

“Gila kamu!” umpat Aslan pada Dimas yang mengajaknya ke club malam.

“Nggak usah banyak tanya deh! Ayo, masuk!” Dimas menarik tangan Aslan ketika pria tersebut enggan masuk.

Sampai di dalam club malam, Dimas mencari wanita yang ia kenal. Dan akhirnya berjumpa dengan orang tersebut di depan meja bartender.

“Mey!” seru Dimas kepada Meyda yang sedang mengobrol dengan seorang wanita cantik.

“Eh, ada ayang Dimas!” canda Meyda lalu mengecup pipi Dimas dengan mesra. “Siapa yang di bawa itu? Kenalin dong ...” Meyda menatap Aslan dengan tatapan mesumnya, sambil menggigit bibir bawahnya.

Dimas berdehem lalu membisikkan sesuatu ke telinga Meyda.

“What?! Oh .. emji!!” Meyda menatap Aslan dengan tatapan tidak percaya, lalu ia beralih menatap Irina.

Aslan memutar kedua matanya dengan malas, melihat wanita malam tersebut, pandangannya terlihkan pada wanita sexy memakai dress putih, duduk kalem dan tersenyum manis kepadanya.

“Tenang, ayang ... teman gue bisa bantu masalah teman lu kok, iya ‘kan Rin?” Meyda menatap Irina sambil melotot dan mengedipkan matanya berulang kali, memberikan kode agar Irina mengangguk setuju.

Mengerti akan kode yang di berikan kepadanya, akhirnya Irina setuju dengan ucapan Meyda meski pun ia tidak tahu yang di maksud temannya itu.

“Bagus kalau begitu! Bisa langsung di mulai malam ini ‘kan?” tanya Dimas menatap Meyda dan Irina bergantian.

Meyda menyenggol tangan Irina, agar menjawab pertanyaan Dimas.

“I-iya!” jawab Irina gugup.

“Ingat, Rin. Pelanggan pertama lu ini punya kelainan, emh ... lebih tepatnya impoten, kerahkan seluruh tenaga lu agar buyung garudanya bangun dari hibernasinya. Dia akan bayar mahal berapa pun yang lu mau,” bisik Meyda di dekat telinga Irina.

“Serius? Dia bakal bayar berapa pun yang aku mau?” beo Irina, menatap temannya lekat.

“Iya, bawel! Tapi, syaratnya lo harus berhasil bikin buyungnya kembali normal! Paham ‘kan yang harus lo lakuin?” jelas Meyda dan diangguki oleh Irina.

Dimas dan Aslan menatap jengah pada kedua wanita itu yang malah asyik berbisik.

“Jadi atau tidak?!” tanya Dimas dengan nada kesal.

“Jadi! Cus ... bawa ini teman gue ...” Meyda tersenyum tipis lalu mendorong punggung Irina hingga menabrak dada bidang Aslan.

BRUK!

“Maaf,” cicit Irina menundukkan kepala.

“HEEM!” Aslan menjawab dengan datar. “Ikuti aku!” Aslan berbicara sambil melangkahkan kakinya keluar dari club malam tersebut. Dan diikuti oleh Irina.

*

*

Irina saat ini sudah berada di dalam mobil Aslan. Wanita cantik itu diam menatap lurus ke depan.

“Kita belum berkenalan. Panggil aku, Aslan.” Pria tersebut menatap Irina yang terlihat tegang.

“Aku, Irina.” Irina menatap Aslan lalu ia segera mengalihkan pandangan, karena kedua mata elang itu menatapnya dengan tajam.

“Aku ingin kamu melakukannya di sini!” tegas Aslan membuat Irina sangat terkejut.

“Di-di sini? Bagaimana nanti kalau ada orang yang melihatnya?” Irina menjadi panik dan gugup yang bercampur menjadi satu.

“Jangan banyak tanya!” Aslan menurunkan resletingnya dan mengelurkan buyungnya yang bobok ganteng.

“Astaga!” pekik Irina saat melihat benda yang terkulai lemas itu, ia menutup matanya dengan kedua tangannya.

Terkejut, karena baru pertama kali ia melihat ‘itu’ selain punya milik suaminya.

“Cepat!” Aslan tidak sabaran.

Irina menggigit bibirnya, ia tidak tahu harus berbuat apa. Tapi, saat mengingat suaminya yang sedang sakit parah, ia memberanikan diri, menyentuh benda tersebut dengan penuh kelembutan dan perasaan. Dan selanjutnya, Irina melakukan hal yang harus dia lakukan.

Aslan memejamkan mata saat merasakan sentuhan dari wanita malam itu. Ia merasakan kalau miliknya mengeras akan tetapi tidak bertahan lama. Ini sebuah keajaiban, karena sebelumnya miliknya tidak pernah bereaksi meskipun mantan istrinya telah berusaha keras, selama ini dia juga sudah berobat dan terapi ke dokter manapun tapi tidak membuahkan hasil. Tapi dengan Irina, buyungnya bisa berdiri lemas, walau tidak bertahan lama.

Ia akan meminta Irina menjadi terapinya.

“Cukup!” Aslan menyuruh Irina berhenti.

Irina menegakkan badannya, seraya mengusap ujung bibirnya yang basah sambil menatap pria tersebut yang sedang membenarkan celananya.

“Kamu sudah tahu masalahku kan?” tanya Aslan ketika celananya sudah rapi.

Irina mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Aslan.

“Aku akan membayarmu 1 Miliyar jika kamu berhasil menyembuhkan penyakitku,” tegas Aslan to the point.

Apa? 1 Miliyar? Irina terkejut saat mendengar bayaran yang akan di berikan oleh Aslan. Ini keberuntungan untuknya, dia tidak perlu bersusah payah melayani banyak pria hidung belang untuk mendapatkan uang.

Tanpa banyak berpikir, Irina langsung menyetujui tawaran Aslan.

“Berikan aku waktu 1000 jam untuk menyembuhkanmu,” balas Irina.

“Deal!" Aslan dan Irina saling menjabat tangan.

“Tapi, ada syarat yang harus kamu lakukan. Kamu harus tinggal di rumahku, karena kita harus saling berinteraksi dan bersentuhan!”

“Aku tidak masalah, yang terpenting berikan aku DP-nya dulu!" balas Irina menatap Aslan dengan lekat.

"Dasar mata duitan!" umpat Aslan. "Kamu tidak akan mendapatkan uang sebelum bekerja!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!