NovelToon NovelToon

Menikah Karena Terpaksa

BAB 1. Dilamar

Gemericik air hujan membasahi tubuh Amira yang sedang berlari kecil menuju pulang ke rumahnya. Ia baru saja pulang dari kuliahnya.

Amira gadis 22 tahun, sebenarnya ingin berhenti kuliah setelah sang bapak meninggal. Tapi ibunya bersikeras melarang. Menurut ibunya, Amira harus sukses agar tak harus kelelahan bercucuran keringat berjualan kue keliling seperti orang tuanya.

Sesampainya di rumah ia terheran sebab ada satu mobil terparkir pekarangan rumahnya yang tak terlalu besar.

Ia pun perlahan masuk sambil menyibakkan air hujan yang menempel di seluruh pakaian dan tasnya.

"Bu, mobil siapa yang ada di luar?" tanya Amira saat memasuki rumah. Ia menghentikan langkahnya sejenak setelah melihat sepasang suami istri dan seorang lelaki seumuran Amira sedang berbincang dengan ibunya.

"Kamu pasti lupa bawa payung lagi. Udah sana cepetan mandi trus ganti baju. Habis itu kesini lagi, beri salam sama mereka." omel Rina, ibu Amira yang sungkan terhadap tamunya.

Amira segera berlari menuju kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian seperti perintah ibunya.

"Itu anaknya bu?" tanya bu Salma, tamu bu Rina yang sedari tadi memperhatikan tingkah Amira.

"Ya bu Salma, itu Amira anak saya satu-satunya. Maaf ya bu, emang agak clengekan anaknya." ucap bu Rina yang sungkan terhadap tamunya.

"Gak apa-apa bu, lucu anaknya. Ya kan pa." ucap bu Salma meminta persetujuan dari Rama, sang suami.

"Lucu apanya, norak iya." gumam Arjuna, anak bu Salma dan Rama, tapi terdengar jelas di telinga orang tuanya.

Salma yang mendengar anaknya ngomel gak jelas langsung menyenggol lengan putranya itu.

"Jaga mulutmu itu." bisik bu Salma kepada anak lelakinya.

Tak berselang lama, Amira datang ke ruang tamu dengan rambut yang tergerai panjang sebab rambutnya masih lumayan basah. Butuh waktu lama jika harus mengeringkannya dulu.

"Ayo sapa dulu mir." ucap Rina menyuruh anaknya itu menyapa tamunya.

Dengan senang hati, Amira mencium punggung tangan Salma dan Rama secara bergantian.

"Jadi mir, ini Pak Rama dan Bu Salma datang kesini mau bertemu kamu. Mereka mau ngelamar kamu jadi istri buat nak Arjuna ini." ucap Rina menjelaskan secara perlahan kepada anak semata wayangnya.

"Saya..." ujar Amira yang merasa heran.

"Iya nak. Almarhum bapak kamu, pak Danu adalah sahabat baik saya dari dulu. Dia juga yang membantu bisnis saya hingga sukses seperti sekarang. Saya pernah berjanji kepada beliau, jika saya sukses nanti saya akan menjodohkan anak saya dengan anaknya. Sebagai rasa terimakasih saya." ujar Rama menjelaskan secara rinci maksudnya.

"Apa gak bisa berterimakasih dengan cara lain aja pak? Kenapa harus menikah?" ucap Amira yang keberatan dengan janji lama orang tuanya.

"Tuh pa, dia juga gak setuju, ayo kita pulang." ucap Arjuna yang dari awal gak setuju dengan perjodohan ini.

"Diem kamu." hardik Rama kepada anak lelakinya.

"Bagaimana nak Amira?" tanya Salma.

"Jika saya bisa menolak, saya akan menolak bu. Maaf. Saya masih harus kuliah, saya masih harus sukses untuk mengangkat derajat keluarga saya." ucap Amira yang tiba-tiba bijak.

"Maaf kami gak menerima penolakan, Karna janji adalah hutang nak. Kamu masih bisa kuliah setelah menikah, kami gak akan menghalangi mimpimu. Bahkan kami akan bantu biaya kuliahmu." ucap Rama menjelaskan.

"Gak terima penolakan ngapain pake tanya." gumam Amira yang sedikit merasa kesal.

"Amira jaga mulut kamu." omel Rina yang kesal dengan tingkah anaknya.

"Sepertinya mereka sama-sama keberatan pak. Apa gak masalah jika perjodohan terus di lanjutkan?" tanya Rina yang sedikit ragu melihat penolakan dari keduanya.

"YA MASALAH." ucap Amira dan Arjuna kompak.

Amira dan Arjuna pun saling menatap tajam. Tatapan yang sepertinya sama-sama ingin menerkam.

Bukannya marah, Rama malah terkekeh liat tingkah keduanya.

"Sepertinya anak kita ini sudah kompak bu, kita hanya perlu memberi sedikit didikan aja kedepannya. Jadi kapan bu tanggal baiknya?" ucap Rama kepada Rina yang sontak membuat Amira dan Arjuna menatap lelaki yang belum terlalu tua itu.

"Bapak atur aja semuanya. Saya tinggal terima beres seperti yang bapak katakan di awal. Amira ini bukan anak penurut pak, siapa tau dengan adanya suami dia bisa berfikir lebih dewasa dan bisa lebih menghormati orang lain." ucap Rina yang seakan setuju dengan ucapan Rama.

"Bulan depan bagaimana bu?" kali ini Salma mengeluarkan pendapatnya.

"Monggo." ucap Rina menyetujui.

"Kalau begitu kami pamit bu, kami akan persiapkan pernikahan anak-anak kita mulai sekarang." ucap Rama menggoda pasangan yang akan menikah ini.

Dengan lemas Amira tetap mencium punggung tangan calon mertuanya yang akan meninggalkan rumahnya.

Setelah dirasa mobil tamu itu tak terlihat dari pandangan Amira mulai bergulat mulut dengan ibunya.

"Amira gak bisa ya bu." ucap Amira tiba-tiba.

"Semua sudah di putuskan, bagaimana kamu bilang gak bisa." ujar Rina kesal dengan anaknya.

"Amira sudah punya pacar bu. Gimana Amira harus ngomong sama dia." ucap Amira sedikit gelisah.

"Kalau kamu gak bisa ngelakuin ini buat kamu. Tolong lakuin ini buat almarhum bapak mu. Ini pesan terakhir dari bapakmu. Harusnya kamu menerimanya." ucap Rina berharap kepada anak semata wayangnya.

"Bagaimana mungkin." batin Rina seakan ingin berteriak. Ia mengacak acak rambutnya yang panjang itu.

Mau bagaimana lagi. Ini titah terakhir dari bapaknya. Mau gak mau Amira harus menerimanya, walaupun terpaksa.

Yang ia khawatirkan sekarang adalah David, pacarnya. Apakah hubungan yang baru 4 bulan berjalan ini akan kandas di tengah jalan.

Di sisi lain, Arjuna juga sedang berdebat dengan kedua orangtuanya.

"Kenapa mama sama papa seenaknya sendiri tanpa minta persetujuan Juna." ucap Arjuna kesal saat mereka tiba di rumahnya.

"Janji adalah janji Juna." ucap Rama menjelaskan

"Persetan dengan janji. Itu janji papa sendiri, bukan janji Juna. Gak usah libatin Juna." ucap lelaki itu kesal lalu meninggalkan kedua orangtuanya.

"JUNA..." teriak Rama saat Juna meninggalkannya.

"Sudah pa, biar mama yang bujuk dia." ucap Salma menenangkan papanya.

Salma berjalan menuju kamar sang putra. Mengetuk pintu lalu menekan handle pintu untuk membukanya.

"Mama masuk ya.." ucap Salma masuk ke dalam kamar Juna.

Terlihat Juna sedang berbaring memainkan handphone nya.

"Mama tau kamu marah, tapi anggap ini permintaan terakhir kami. Kamu sudah 25 tahun tapi kerjaan kamu hanyalah main-main saja. Boleh dong mama berharap lebih ke anak mama. Cuma kamu harapan mama Jun." ucap Salma berkata dengan selembut mungkin.

"Pernikahan bukan semata-mata tentang sah. Mama mau kamu belajar bertanggung jawab. Seenggaknya dengan kamu menikah, kamu sedikit punya rasa tanggung jawab kepada istrimu nanti." lanjut Salma membujuk anaknya.

"Apa mama pernah memarahimu dengan hobi balapanmu itu? Enggak kan? Mama cuma punya satu permintaan ini masa' kamu gak mau ngabulin juga Jun." ucap Salma mulai menunduk.

Juna sangat lemah jika menyangkut mamanya. Baginya mamanya adalah dunianya.

"Iya-iya Juna mau. Mama jangan sedih lagi." ucap Juna akhirnya menyetujui.

Salma tersenyum senang penuh kemenangan.

BAB 2. Fitting Baju Pengantin

Keesokan paginya pagi-pagi sekali ada yang mengetuk pintu rumah Amira. Setelah Rina membuka pintu betapa kagetnya ternyata calon mantu sudah ada di hadapannya.

"Lhoh nak Juna, ada apa? Ehh ayo masuk dulu." tanya Rina heran sekaligus menawarkan masuk Juna.

"Saya di suruh mama buat jemput Amira bu, Amira mana ya?" ucap Juna berusaha sesopan mungkin.

"Jemput Amira? Tapi Amira ada kuliah. Sebentar ya.." ujar Rina lalu berlalu untuk memanggil anaknya.

"Gue ada kuliah. Lo mau bawa gue kemana?" ucap Amira saat keluar kamar.

"Mana gue tau, mama yang nyuruh. Gue tungguin lo deh di kampus." ucap Juna.

"Terserah lo aja. Bu, Mira berangkat ya." ucap Amira sinis kepada Juna, lalu mengambil tangan ibunya untuk di cium sekalian berpamitan.

Sesampainya di kampus, Amira di sambut segerombolan cowok yang sedang berkumpul di depan parkiran.

"Mobil siapa tuh, kok gue gak pernah liat." ucap salah satu sekumpulan orang tersebut.

"Ehh itu bukannya cewek lo ya Vid." lanjutnya lagi setelah melihat Amira keluar dari mobil tersebut.

David lalu menghampiri Amira.

"Dia siapa?" tanya David saat melihat cowok tampan keluar dari kursi kemudi.

"Udah ayo ikut aku." ujar Amira lalu menarik tangan David dan meninggalkan Arjuna sendirian.

"Cewek sialan, gue di tinggal gitu aja." gumam Arjuna lalu memutuskan berjalan-jalan di sekitar kampus.

"Jelasin dia siapa Mir? Kenapa kamu semobil sama dia?" tanya David yang saat ini sedang duduk berdua di ruang kelas.

"David. Aku mau ngomong serius sama kamu. Sebenernya aku di jodohin sama cowok itu." ucap Amira sedikit takut jika David marah dengannya.

"Terus kamu mau?" tanya David.

Amira mengangguk ragu.

"Aku terpaksa sayang. Bapak dan temannya sudah ada perjanjian bakal jodohin anaknya. Dan ini udah tiba waktunya. Aku juga baru tau kemarin." ujar Amira sembari menggenggam tangan David.

"Kamu mencintainya?" tanya David kembali.

"Ya enggaklah, aku aja baru liat orangnya kemarin." ucap Amira percaya diri.

"Gak masalah kalau kamu gak cinta sama dia. Dia sepertinya juga gak peduli sama kamu. Kita masih bisa berhubungan walaupun kamu udah nikah. Lagian dia kaya raya, kuras saja uangnya." ujar David tertawa penuh arti.

Sepertinya David mengincar harta Arjuna. Sepertinya David mau memanfaatkan kepolosan Amira.

Di sisi lain Arjuna sedang menikmati segelas jus jeruk nya di kantin kampus sambil memainkan telepon genggamnya.

"Jol, mangsa baru tuh kayaknya." ucap Silva kepada Jolly.

Jolly termasuk gadis tercantik di kampusnya. Karena kecantikannya itu juga dia sering memanfaatkan beberapa cowok yang mendekatinya. Apapun yang Jolly mau, harus dia dapatkan.

Jolly menatap Arjuna. Celana jeans dengan kaos putih polos menambah ketampanan seorang Arjuna.

Jolly menghampiri Arjuna dengan senyumnya untuk memikat Arjuna.

"Sendirian aja, gue boleh duduk sini dong." ucap Jolly lalu duduk di depan Juna.

Juna hanya melirik sekilas lalu melanjutkan aktifitasnya melihat balap motor di layar hp nya.

"Lo suka balapan? Gue mau ikut dong kalau lo balapan." ucap Jolly berusaha kembali.

Juna menatap ke luar, dia melihat Amira berjalan di depan cafe. Juna seketika berdiri dan berjalan melewati Jolly begitu saja.

Jolly menatap kesal ke arah Arjuna.

"Bisa-bisanya tu cowok nyuekin gue. Dia siapa sih? Dari jurusan mana?" ucap Jolly sembari menatap Juna yang pergi meninggalkannya.

Juna berlari kecil hingga berjalan sejajar dengan Amira.

"Cepetan ke mobil, mama udah nungguin dari tadi." ucap Juna kepada Amira.

"Bawel." gerutu Amira yang terus saja berjalan.

...***...

Mobil berhenti di sebuah butik. Amira dengan ragu keluar dari mobil Juna. Juna melangkah masuk ke dalam butik duluan tanpa memperdulikan Amira.

Amira melangkah masuk mengikuti Juna. Di dalam butik ternyata sudah ada mamanya Juna sedang memilih beberapa gaun pengantin.

"Sini nak Amira. Kamu pilih mana yang kamu suka." ujar Salma menuntun Amira untuk melihat beberapa gaun pengantin di hadapannya.

"Aduh terserah tante aja deh, Amira gak ngerti." ucap Amira kebingungan.

"Ya jangan dong sayang. Harus kamu sendiri yang memilih sesuai selera kamu. Kalau saya yang milih trus gak sesuai nanti kamu nyesel trus gak mau pake." ucap Salma lembut.

"Ini aja deh tante." ucap Amira menunjuk satu gaun putih dengan rok menjuntai.

"Ya udah kamu coba dulu sana di ruang ganti." ujar Salma menunjuk ruang ganti yang terletak di sampingnya.

Amira hanya menuruti perkataan calon mertuanya itu. Mertuanya sangat baik, dan lemah lembut sehingga Amira merasa nyaman berada di dekatnya.

Juna juga sedang mencoba jas hitam untuk ia kenakan di pernikahan nanti. Juna melongo saat Amira keluar dari ruang ganti.

Badan putih dan rambut panjang Amira sangat cocok di padukan dengan gaun putih yang ia kenakan.

"Cantik kan Jun, sampe terpesona gitu." goda Salma menyenggol lengan Juna.

"Kami ambil yang itu aja mbak, sekalian jas yang di pake anak saya ini." ucap Salma ke pegawai butik.

Amira dan Juna segera berganti pakaian kembali, sedangkan Salma sedang melakukan transaksi di meja kasir.

"Mampir ke rumah ya, kita makan malam sama-sama. Saya sudah izin ibu kamu kok tadi." ucap Salma menggandeng tangan Amira sembari menuju ke mobil.

Amira hanya mengangguk.

...***...

Amira memasuki rumah orang tua Arjuna. Betapa kagumnya dia melihat rumah sebesar ini. Rasanya membayangkan masuk rumah sebesar ini saja Amira tak pernah, apalagi sekarang ia akan jadi bagian dari keluarga kaya ini.

"Amira, ayo sini. Kok berdiri di situ aja." ucap Salma mengajak Amira untuk makan malam bersama.

"Iya tante. Rumah sebesar ini cuma bertiga yang tinggal disini?" tanya Amira sembari melihat sekeliling rumah.

"plus 3 ART dan 1 satpam." jawab Salma.

"Setelah kalian menikah, kalian mau tinggal disini kan?" tanya Rama.

"Enggak pa, Juna mau rumah sendiri." ujar Juna sambil menyuapkan makanan ke mulutnya.

"Kenapa gak tinggal di sini aja Jun, biar mama ada temennya." ucap Salma berharap.

"Enggak ma. Kita tinggal sendiri aja, kalau gak di izinin ya udah gak usah nikah aja." ucap Juna cuek.

Amira menatap Juna sinis. Padahal ia sangat ingin tinggal di rumah ini bersama mama mertuanya. Dia sudah sangat nyaman dengan kebaikan calon mertuanya itu.

Dan juga, Amira gak pernah tau apa yang akan terjadi jika mereka hanya tinggal berdua. Bisa saja Juna melakukan hal yang aneh-aneh kan nantinya.

"Ya udah terserah kalian aja. Yang penting kalian setuju untuk menikah. Amira nikmati ya makannya, makan seadanya aja." ujar Salma.

Amira tersenyum getir. Makanan satu meja penuh gini di bilang seadanya. Seadanya mah kalau lauknya garem doang.

"Ini mah udah kayak pesta kalau di rumah Amira." celetuk Amira yang sontak membuat Salma dan Rama terkekeh.

BAB 3. Perjanjian

Setelah melakukan ijab kabul pagi hari, akhirnya Arjuna dan Amira resmi menjadi sepasang suami istri.

Malam harinya, keluarga Arjuna melaksanakan acara resepsi. Gaun putih menjulang, dengan hiasan mahkota di atas kepala menambah kecantikan Amira.

"Selamat ya sayang, akhirnya kamu resmi menjadi istri. Layani suami mu dengan baik, apapun yang ia katakan kamu harus menurutinya, karena dia adalah imam kamu sekarang." ucap Rina memberi nasihat kepada anaknya yang kini sudah menyandang status istri.

"Iya bu. Semoga Amira bisa menjaga amanat ibu." ucap Amira lembut kepada ibunya.

"Gak usah di tunda ya, mama mau segera menimang cucu." ucap Salma.

Arjuna dan Amira sama-sama bergidik setelah mendengar kata cucu. Bagaimana mungkin ia melakukannya tanpa cinta. Membayangkannya saja membuat mereka ingin muntah.

"Gak usah buru-buru lah ma, Amira juga masih kuliah." ucap Arjuna berusaha mencari alasan.

"Kamu ini ya Jun. Jaga istri kamu dengan baik, mulai besok juga kamu masuk kerja di kantor papa. Sekarang kamu adalah kepala rumah tangga. Sudah kewajiban kamu mencari nafkah halal untuk istri kamu." ucap Rama.

"Iya-iya." jawab Arjuna sedikit malas.

...***...

Setelah acara resepsi, Arjuna dan Amira langsung menempati rumah baru mereka. Amira segera pergi ke kamar mandi setelah ia berhasil melepas semua aksesoris rambutnya.

Namun saat di kamar mandi, resleting kemben bagian belakang Amira tersangkut dan Amira kesusahan melepasnya.

Dengan terpaksa akhirnya Amira memanggil Juna untuk membantu melepasnya.

"Junaaaa, apa kamu disana?" teriak Amira dari kamar mandi.

"Ada apa?" sahut Juna.

"Tolongin aku." teriak Amira lagi.

Juna mengetuk pintu kamar mandi. Amira pun membuka handle pintu. Dengan sedikit malu, ia menutup bagian dadanya, sebab ia hanya mengenakan kemben dan hotpans sebagai dalaman gaun pengantinnya tadi.

"Ada apa?" tanya Juna saat Amira ada di depannya.

"Resleting nya nyangkut." ucap Amira lalu berbalik badan membelakangi Juna.

Juna berusaha menarik resleting baju Amira. Karena merasa susah sebab terlalu ngepas, Arjuna pun menyuruh Amira mengangkat tangannya.

"Angkat tanganmu ke atas, trus tahan nafasmu sebentar." ucap Juna.

Dengan sedikit ragu Amira pun mengangkat tangannya. Juna menarik resleting kembali sambil sesekali melihat leher jenjang Amira yang terpampang nyata di depannya.

"Cepetan, jangan ambil kesempatan lo ya." ucap Amira membuyarkan lamunan Juna.

"GR banget lo, badan cungkring gini gue gak nafsu." ucap Juna.

Juna menarik resleting dengan paksa hingga resleting terlepas dari kemben Amira yang menyebabkan kemben Amira terjatuh ke lantai.

Amira dengan sigap langsung menutupi kedua gunung kembarnya yang terpampang nyata.

Juna yang emang dasarnya jahil pun langsung mendekati Amira. Amira mundur ke belakang, tapi Juna malah semakin mendekatinya.

"Jangan macem-macem lo ya." gertak Amira yang kini sudah bersandar di dinding kamar mandi.

"Satu macem doang kok. Mama kan udah kepengen cucu, kita kabulin sekarang aja gimana?" ucap Juna dengan tatapan ingin menerkam.

"Berani nyentuh gue, gue tonjok lu ya." ucap Amira mengepalkan tangannya di depan Juna.

"Hahaha dosa loh berani nolak suami. Ayolah sayang..." ucap Juna semakin menggoda Amira.

Kini badan Juna sudah sangat menempel dengan badan Amira. Amira pun tak bisa berkutik lagi. Saat Juna mendekati wajah Amira, Amira pun spontan menutup matanya. Juna yang melihatnya pun tersenyum penuh kemenangan.

"Kan gue bilang, gue gak nafsu sama badan lo yang cungkring ini." bisik Juna lembut di telinga Amira.

Amira langsung membuka matanya karena geram. Juna malah tertawa pergi keluar dari kamar mandi. Setelah Juna keluar, Amira pun segera mengunci pintunya dari dalam.

"Emang brengsek si kutu kupret, bikin jantung gue mau loncat aja rasanya." gumam Amira masih mengatur detak jantungnya.

Keluar kamar mandi ia tak mendapati Juna di kamarnya. Ia pun menggunakan kesempatan itu untuk segera berganti pakaian.

Amira turun menuju ruang tengah. Dan benar saja, Juna sedang asik dengan game di layar komputernya.

"Aku mau kita bikin kesepakatan." ucap Amira berdiri di samping Juna.

"Katakan." ucap Juna masih asik bermain game tanpa menoleh ke arah Amira.

"Satu, kita gak perlu tidur seranjang." ucap Amira.

"Oke." jawab Juna.

"Dua, di larang mencampuri urusan pribadi."

"Oke."

"Tiga, pura-pura baik-baik saja ketika berada di depan mama, papa, dan ibu."

"Oke."

"Empat, karna lo tau gue udah punya pacar, lo gak berhak larang gue buat ketemu cowok gue."

"Untuk yang lain gue setuju, tapi yang terakhir ini gue gak setuju. Walaupun kita menikah karna terpaksa, lo tetep istri gue. Gue berhak atas lo, gue punya hak buat nglarang lo. Gue gak nglarang lo ketemu sama cowok lo, silahkan kalau mau ketemu. Tapi harus atas izin dari gue." ucap Juna berlagak jadi suami.

"Gak bisa seenaknya don." ucap Amira membantah.

"Seenaknya? Lo yang seenaknya sendiri. Gue kepala rumah tangga disini. Gue punya tanggung jawab atas apapun yang terjadi di dalam rumah ini. Belum sehari kita menikah lo udah berani ngasih syarat sama gue. Dari mana letak seenaknya dari gue? Gue bahkan gak meminta syarat apapun dari lo." ucap Juna panjang lebar lalu meninggalkan Amira.

"Gue kira dia seperti anak kecil, ternyata dia bisa berfikir dewasa juga." gumam Amira lalu berjalan mengikuti Juna menuju kamarnya.

Saat Amira masuk ke kamar, dia melihat Juna sudah berbaring di atas tempat tidurnya.

"Gue bilang kan gue gak mau satu ranjang sama lo." ucap Amira kepada Juna.

"Iya gue setuju. Tapi gue gak bilang kalau gue bakal tidur di sofa kan?" ujar Juna lalu berguling seolah ranjang itu adalah miliknya sendiri.

Amira mendengus kesal lalu pergi dari kamar utama tersebut. Amira memutuskan untuk pergi ke kamar tamu dan berbaring di sana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!