Dia akan kembali hari ini!
Setelah enam tahun dirinya menciptakan rindu, istriku pergi menjadi tenaga kerja wanita di negri Dubai sana, demi cita-cita besar kami. Bukan aku menumbalkan istriku untuk menjadi tulang punggung. Aku tak menyuruhnya sedikit pun untuk menjadi seorang pembantu di negri itu. Sungguh aku tidak berdusta sama sekali. Dia pergi atas kemauannya sendiri, meskipun aku melarang juga membujuknya, namun tak lantas menyurutkan keinginannya untuk tetap pergi.
Namaku Kevin Sanjaya, meski kejayaan yang ku raih dari hasil keringat istriku, tapi namaku murni pemberian orang tuaku.
Wanita yang selalu kurindukan, pemilik dari hatiku. Calon ibu dari anak anakku kelak. Dia Akan kembali membawa cinta yang selalu ku junjung kesuciannya.
Tujuh tahun yang lalu ku nikahi seorang wanita yang bernama Novia Bunga di sebuah kantor urusan agama, seorang gadis remaja yang kala itu baru berumur belasan. Meski kami saling mencintai nyatanya pernikahan kami terjadi karna keterpaksaan. Kala itu kami ke bablasan dan Novia hamil anakku meski akhirnya Novia harus keguguran. Baik dari keluargaku dan keluarga Novia hubungan kami sama-sama di tentang pada awalnya, namun setelah kesuksesan kami dan lamanya waktu berjalan orang tua kami menyetujui pernikahan kami.
Kami sudah kaya raya sekarang, Novia yang memberikan modal hasil kerjanya, aku yang mengembangkan usaha kami di bidang percatakan juga Fashion. Usahaku berkembang sangat baik. Namun meski begitu Novia belum pulang dari negri itu di karnakan kontrak kerjanya yang selama enam tahun. Dan setelah banyak purnama kami lewati Akhirnya kerinduan itu akan tertumpah pada tempat yang sesungguhnya.
Aku, adik lelakiku, Orang tuaku dan orang tua Novia sama sama menjemput Novia di bandara. Rasanya ingin ku persingkat waktu demi wanitaku.
Setelah beberapa waktu berakhir, kami dapat melihat seorang wanita cantik dengan rambut terurai dipunggungnya, wanita yang dulu masih belia saat ku nikahi kini sudah menjelma menjadi sosok wanita dewasa dengan paras yang sangat cantik. Dia sangat mempesona, getaran di hati ini tak berubah sama sekali. Reaksinya masih sama, jantungkupun kini berpacu sangat cepat, ingin ku rengkuh tubuh itu dengan segera.
Aku berlari dan mengabaikan apapun. Aku ingin cepat cepat mendekap tubuh yang selalu ku rindukn selama enam tahun ini.
"Noviaaa ..." Ku hampiri dirinya dengan tergesa juga dengan kedua tangan yang ku lebarkan, membentang untuk menyambut tubuh yang kurindukan.
"Aku merindukanmu. Novia." Kubenamkan tubuh sintal itu kedalam pelukan hangatku. Ku hirup lamat lamat aroma orang yang kurindukan, wangi manisnya kini berubah di barengi dengan aroma memikat juga memabukan. Membuat sisi liar lelakiku bereaksi seketika.
Kukecupi rambut wanita dalam dekapanku, sungguh aku tak ingin waktu ini segera berlalu. Namun ada yang aneh dari Noviaku, dia tak membalas pelukanku, tubuhnya hanya membatu di pelukanku bahkan saat aku benamkan ciuman lembut di bibirnya yang beraroma raspbarry bibir itu tak balik memagut bibirku, mulutnya bahkan bungkam tak sedikitpun terbuka.
"Ada apa Sayang?" Aku bertanya lirih dengan reaksi wanitaku.
Novia menggeleng pelan, untuk merespon pertanyaanku. Dia pula tak membalas ucapan rinduku.
Semua orang bergantian memeluk tubuh istriku termasuk ayah dan ibuku. Kedua orang tuaku yang semula tak menyukai Novia, kini telah berubah 180 derajat dia merestui hubungan kami.
Kami pulang bersama ke rumah idaman Novia, kami membangunnya beberapa waktu lalu, tentu saja dengan menggunakan uangku yang berasal dari uang Novia juga.
Malamnya kami mengadakan pengajian sebagai rasa syukur kami. Entah mengapa waktu seakan sulit sekali berlalu, para tamu seakan betah berlama lama di rumah kami begitu dengan orang tua kami mereka tidak cepat cepat pulang.
Apakah mereka tidak mengerti? Jika diriku begitu merindukan Novia.
Sekitar pukul sepuluh malam semua orang sudah pergi, rasanya ini kesempatan emas selama enam tahun berlalu. Selama itu pula aku tak pernah menyentuh wanita manapun, karna bagiku kesetiaan adalah harga mati.
Jika hasratku tengah meninggi dan menginginkan pelepasan aku akan menghubungi Novia dan meluapkan nya melalu panggilan vidio, kupuaskan diriku sendiri menggunakan kelima jemariku bergantian sebelah demi sebelah. Hingga lelehan putih itu meledak. Novia menjadi saksi atas kesetian diri ini. Begitupun dengan dirinya Novia turut memuaskan diri, meski kami baru bertemu setelah enam tahun. Tapi hampir setiap malam kami melakukan panggilan vidio. Sehingga aku terbayang bayang tubuh tanpa busana istriku.
Setelah mengantarkan keluarga ke gerbang depan, aku segera berlari untuk menemui Novia, untuk menuntaskan seluruh kerinduan yang membuncah. Tentu saja kerinduan versi orang dewasa.
Aku memasuki kamar utama yang sudah ku hias dengan sedemikian rupa layaknya pengantin baru. Dengan taburan kelopak mawar mewah di atas ranjang dan berbentuk menyerupai hati dengan selimut terlihat seperti manekin sepasang angka. Aku belajar semua itu dari tutorial di ponselku demi menyambut istriku.
Ku pedarkan pandangan mata ini keseluruh penjuru kamar, demi menemukan seseorang yang ku rindukan. Kemana perginya Novia, wanitaku itu benar benar tiada di kamar kami.
Ku ayunkan langkah kakiku dengan lebar menuju kamar mandi, berharap Novia telah menyiapkan kejutan untukku. Namun di balik bilik mandipun aku tak menemukan ke hadirannya, lantas kemana istriku pergi?
Aku mencoba mencari keberadaannya dengan memanggil namanya, tapi Novia tak menyahuti panggilanku. Ku coba buka satu persatu riangan di rumah megah kami, nyatanya semua kosong. Namun ada satu kamar yang terkunci aku berharap Novia berada di balik pintu berbentuk persegi itu.
Tok ...
Tok ...
"Novia. Kau ada di dalam?"
Aku memanggil namanya beberapa kali, jangankan menjawab pintu itu seakan terlem sempurna di tempatnya.
Merasa pintu tak kunjung terbuka, aku bergegas mencari kunci cadangan untuk membuka pintu kamar tamu di rumah kami.
Benar dugaanku, Novia tengah meringkuk membelakangi pintu kamar. Dari nafasnya aku yakin jika Novia belum tertidur, meski wanita itu sudah memejamkan kedua matanya.
Ini Aneh. Sangat aneh, Novia seakan menghindariku setelah kembali. Padahal selama enam tahun Novia selalu mengatakan merindukanku. Sikapnya berubah setelah tiga minggu sebelum kepulangannya, ada apa sebenarnya?
Aku mencoba berpura pura tak mengetahui sandiwaranya yang tengah berakting tertidur.
"Noviaaa." panggilku lembut, tapi Novia diam saja. Mungkinkah dia meragukanku atau karna aku belum menjelaskan kemana perginya uang yang ia kirim selama ini.
Aku bergegas keluar kembali dari kamar itu, bukan menyerah karna Novia tidak bangun melainkan untuk menganbil beberapa dokumen serta sertifikat harta yang kami miliki. Akan ku tunjukan semuanya kepada Novia, jika aku tak berfoya foya dengan hasil keringatnya, justru aku mengembangkan uang yang ia kirimkan berkali kali lipat. Novia pasti senang dengan keberhasilan ku dalam menjalankan usaha.
Aku kembali dengan beberapa surat surat penting di tangkanku, semua aset yang kami miliki ku cantumkan namanya, aku tak ingin menjadi pria culas dengan memanpaatkan tenaga serta keringatnya. Kelelahannya di masa muda tak akan ku sia siakan.
"Noviaa, Noviaa." Aku membangunkannya. Kali ini dengan guncangan sedikit kuat di tubuhnya.
"Bangunlah. Lihat semua cita cita kita terpenuhi. Novia ayo bangun."
Kulihat Novia pura pura mengerjapkan matanya.
"Ada apa Vin?" tanyanya dengan suara yang di buat buat serak.
"Lihat ini!" aku menunjukan semua salinan surat surat penting, karna surat aslinya aku amankan di bank penyimpanan.
"Semua hatra-harta ini atas namamu. Kau berhak atas semuanya." ku usap wajah yang terlihat semakin cantik itu.
Novia tak menjawab. Wanita itu hanya menatapku dengan tatapan tak terbaca.
Apa yang terjadi sebenarnya?
Apa yang terjadi sebenarnya?
Pertanyaan itu kian memeras pikiranku, tentang apa yang terjadi terhadap Novia istriku.
"Lalu apa harta yang yang kau miliki jika semua surat ini atas namaku?" Novia berujar heran, terlihat jelas di matanya jika sedikit bingung.
"Kau lah satu satunya harta berharga yang kumiliki Novia." Sarkasku dengan lantang. Bukannya Novia merasa tersipu, justru wajah cantik itu malah berpaling dariku lebih dulu, aku dapat melihat raut masam dari wajahnya.
"Ada apa sebenarnya? Apa ada seseorang yang mengatakan jika aku macam-macam berbuat macam macam disini? Jika iya, jangan percayai ucapan siapapun. Aku benar benar setia terhadapmu. Aku tak mempermainkan sucinya pernihan kita." Aku berusaha meyakinkan Novia berkali kali, meski wanita itu tak memberikan reaksi sama sekali, rautnya terlihat datar saat tengah bersamaku.
"Ada apa? Apa ada cinta baru di hatimu? Yang lebih menawarkan segalanya padamu?" demi nama Tuhan hatiku teriris sakit saat bertanya demikian. Dadaku bergemuruh, aku takut sangat takut. Seandainya Novia menjawab ia. Namun wanitaku hanya bungkam wanita berumur hampir 25 tahun itu menggeleng samar. Meski ia memasang wajah datar tapi aku masih melihat cinta dimatanya. Lantas apakan yang membuat Noviaku berubah?
Dalam hati aku bersyukur jika Novia masih mencintaiku meskipun aku mulai di hinggapi keraguan.
Aku menyimpan seluruh salinan dokumen itu di laci nakas. Aku mendekatinya dan hal pertama ku lakukan adalah menggenggam tangannya. Sebenarnya aku akan mengajak Novia bercinta malam ini, enam tahun tanpa menyentuh wanita tentu saja membuat ereksiku nyaris sempurna ketika berdekatan dengan kekasih halal yang bebas ku sentuh.
Saat aku mendekatkan wajah ini ke arah wajah Novia, wanitaku berpaling, ia membuang mukanya dengan ekspresi yang di luar dugaanku.
"Aku lelah." Novia berujar tanpa dosa, setelah berkata demikian wanita cantik itu tertidur dengan membelakangiku, ia menarik selimutnya hingga sepatas kepala, hanya sedikit rambutnya yang keluar di antara rapatnya gulungan selimut.
Sia-sia saja apa yang ku persiapkan sejak pagi, mulai dari mendekor kamar juga membeli mawar merah untuk ku copoti kelopaknya demi membuat bentuk love seperti di hotel hotel tempat pengantin baru menginap.
Hasrat yang siap ku tumpahkan kini merasa tersakiti. Novia menolakku dengan alasan lelah, tapi aku mengerti. Novia baru sampai tadi siang mungkin ia benar benar lelah. Kepala atas dan bawahku kini berdenyut nyeri secara bersamaan.
Sabar Kevin, Sabar. Aku terus mengatakan hal itu berulang ulang, aku tak kesulitan menahan gairah selama enam tahun tanpa wanita. Tapi rasanya malam ini sangat berbeda, aku merasa tak tengang dan gelisah. Milikku juga sedari tadi berdiri dengan tegak. Namun aku tak memiliki kekuatan untuk memaksanya.
"Tidurlah jika kau lelah. Aku tidak papa." Bisikku, tubuhku bagian depan yang sudah siap tempur sengaja ku tempelkan di bokongnya, berharap ia mengerti dan mau mengajakku atau membiarkanku untuk mendatanginya, tak apa, sekalipun dia hanya diam. Tapi sepertinya Novia tak merespon dia sengaja mengabaikanku. Ku hembuskan nafas lelah karna tak bisa membujuknya.
Malam ini aku tak akan bisa tidur nyenyak karna Novia yang tak mau melayaniku.
Beberapa hari sudah berlalu, dan selama itu pula Novia selalu menolak ajakanku dengan alasan serupa. Membuat kesabaranku yang setipis kulit bawang menjadi semakin hilang.
Lihat saja jika Novia masih menolakku malam ini, aku terpaksa harus memper kosa dirinya, bukankah halal untuk memper kosa istri sendiri?
Dan terjadi lagi, kisah lama seperti malam malam sebelumnya, Novia kembali menolak diri ini dengan alasan yang tak jelas. Aku mandi dua kali sehari, tidak bau sama sekali bahkan tubuhku menguarkan aroma wangi dari parfume mahal yang ku beli demi menyenangkannya, namun hal itu tak cukup untuk membuat Novia bersedia kembali bercinta dengan ku.
Aku menatap wajahku di pantulan cermin kamar ku perhatikan wajahku dengan seksama, masih tampan dan tanpa keburikan bahkan lebih menawan dari yang terlihat enam tahun lalu tapi mengapa Novia seakan menghindariku sejak kemarin?
Ku hampiri Novia di kamar tamu, wanita cantik itu sepertinya sudah mandi karna aku melihatnya baru keluar dari kamar mandi dengan hanya melilitkan sebuah handuk di antara dua kelembutan hingga ke sebatas pahanya. Tubuh mulus juga itu terpampang nyata di hadapanku.
"Kenapa tidak mengetuk pintu dulu?" Novia terlihat marah saat aku masuk di kamar itu tanpa mengetuk pintu.
"Apa masalahnya? Aku suamimu aku berhak memasuki tempat istriku berada, aku tak memerlukan ijinmu sama sekali. Kau bahkan berkewajiban untuk menyambutku." ucapku tak kalah kesal.
Novia betdecak lidah. "Beri aku aku waktu untuk berpikir, antara melanjutkan atau mengakhiri hubungan kita." ucap Novia datar.
Apa katanya? Dia perlu waktu untuk berpikir untuk memutuskan hubungan kami? Enak saja Novia demikian setelah apa yang ku lakukan untuknya. Aku menantinya dengan waktu yang tidak sebentar, lalu Novia seenaknya ingin mencurangi aku. Tidak itu tidak boleh terjadi. Banyak hal yang telah ku korbankan untuknya, tapi Novia seakan tak terpengaruh.
"Mengakhiri hubungan? itu tidak akan terjadi!" Aku menarik handuk Novia yang terlilit di tubuhnya hingga tubuh seksi Novia terlihat jelas di depan mataku. Beberapa bagian yang dulu terlihat kurus dan krempeng kini terlihat sangat seksi di pansang mataku.
"Dasar tidak sopan!" hardiknya. "Kembalikan handukku." Novia berniat mengambil kembali handuk yang berada di genggamanku.
"Tidak sopan? Hanya demi untuk melihat dan memiliki istriku sendiri kau mengatai aku tidak sopan? Aku suamimu Novia." hilang sudah kesabaranku. Yang bekerja kali ini adalah pikiran dan hormon dari seorang pria dewasa, tak ada lagi lemah lembut dalam nada bicaraku. Aku benar benar marah karna Novia terus menolakku.
Ku raih tubuh sintalnya dan ku baringkan di atas ranjang, rangjang yang akan menjadi tempat peraduan untuk kami.
"Kau mau apa Vin?" tangannya mencoba memberontak dari kubgkunganku yang memerangkap tubuh seksi itu.
"Mauku? Tentu saja aku ingin memuaskan hasratku Novia, sudah cukup lama suamimu ini kesepian. Aku membutuhkan pelepasan juga menyentuh wanita. Aku normal Novia! kau berkewajiban memenuhi kebutuhan biologisku. Layani aku malam ini!" Setelah aku mengucapkan hal itu Novia tak lagi memberontak ia terligat pasrah di bawah kendali tubuhku yang memacu diri ini untuk sampai kenirwana. Sungguh rasanya benar benar memabukan.
Kutinggalkan banyak jejak di tubuh kesukaanku itu, bahkan di betis dan pangkal pahanya tak lepas dari jejakku.
Novia terlihat meringis beberapa kali, namun ku abaikan hal itu karna aku tengah di landa surganya dunia, tak rela rasanya aku menghentikan kegiatan yang selalu ku nanti nanti selama enam tahun ini.
Aku mengulang percintaanku sebanyak dua kali hingga di saat menjelang pelepasan keduaku aku merasa sesuatu yang hangat mengaliri milikku yang tengah berpacu.
Kuhentikan sejenak pergerakanku, ku tengok ke arah bawah, dan alangkah terkejutnya diri ini saat ku dapati darah segar mengalir di antara celah inti Novia, bahkan milikku sudah berlumuran darah. Novia sendiri semakin meringis dan memegangi perut bagian bawahnya.
Aku bergeming, ku perhatikan darah yang keluar cukup banyak dari inti Novia, bahkan lebih banyak dari saat aku memerawaninya beberapa tahun lalu.
Darah yang keluar juga bukan darah haid, karna aku yakin Novia tidak sedang haid, aku sudah memastikannya sendiri tadi. Lalu darah apa yang keluar dari miliknya?
"Sakit." lirihan kecil terdengar olehku, dan seketika menyadarkanku dari lamunan. Darah itu bahkan sudah menodai seprai yang sudah kusut tadi.
Gegas ku pakai pakaianku meski milikku masih tegak berdiri, aku harus membawa Novia ke rumah sakit. Kupakaikan juga Novia baju dan segera ku bopong memasuki mobil kami.
Sepanjang perjalanan aku terus berpikir, apa penyebab Novia pendarahan. Ku genggam tangannya dengan tangan kiriku. Kata maaf tak henti henti ku ucapkan, tapi Novia terlihat tak menggubrisnya.
"Novia maafkan aku, maafkan aku." lirihku meski Novia hanya meringis kesakitan sembari memegangi perutnya.
"Ha-Hamil? Bagai mana bisa?" Tanpa bisa di kontrol mulutku berbicara sendiri, aku seakan menyangkal tentang apa yang dokter katakan.
"Tentu saja bisa. Kalian sudah menikah, sudah berzima tentunya akan hamil jika pembuahannya berhasil." tutur dokter wanita dengan usia sekitar satu abad itu. Bukan itu maksudku, aku baru saja mendatanginya setelah enam tahun, mana mungkin Novia hamil kecuali? Jika memang sudah ada janin di rahimnya. Ya karna pembuahan tak mungkin secepat itu.
"Periksa ulang Dok!" ujarku kekeh.
Dokter itu melakukan pemeriksaan ulang sesuai perintahku, juga dengan melakukan metode usg untuk semakin meyakinkanku. Namun hasilnya tetap sama Novia tengah hamil muda.
Sakit, sesak, juga kecewa luar biasa. Aku seperti merasa menjadi pria paling bodoh di alam semesta ini. Bagaimana bisa kesetiaanku selama enam tahun di bayar oleh benih seseorang yang tengah tumbuh di rahim istriku.
Apa di luar sana ada seseorang yang senasib denganku? Jika iya aku ingin membagi sedikit sakitnya di khianati.
"Berapa usia kandungannya?" tanyaku tanpa sadar.
"Tiga minggu." ucap dokter itu.
Tiga minggu lalu Novia masih berada di negri orang, sudah di pastikan kebenarannya, benih di rahim Novia bukan milikku, karna aku baru mendatanginya malam ini setelah enam tahun lalu.
Bibir ini terkunci, leher ini terasa tercekik juga kepalaku seakan ada yang memukulkan palu besar hingga aku tak tau kadar sakitnya setinggi apa?
Dokter wanita itu menjelaskan apa saja yang boleh di lakukan dan gaya seperti apa yang aman untuk bercinta saat tengah hamil muda, juga dengan cairan spper ma yang tidak boleh di keluarkan di dalam milik pasangan, dokter itu benar benar rinci menjelaskan. Meskipun aku tak tau apa yang di jelaskan selanjutnya.
Aku bergeming dengan pikiran yang jauh mengelana, tentang hal apa saja yang di lakukan Novia di negri burj khalifa itu. Sejenak aku memejamkan mata akan sesak yang kini tengah kunikmati.
Dokter itu sempat menanyakan usia pernikahan kami, mungkin dokter itu terkejut akan reaksiku yang tampak linglung. Bagai mana bisa aku terlihat baik baik saja saat mendapati istriku tengah mengandung benih pria lain. Rasanya aku ingin berteriak membangunkan Novia yang tengah terbaring karna obat dari dokter.
Ingin sekali aku mengintrogasi Novia saat ini juga tentang siapa ayah dari janin yang tengah di kandung olehnya?
Dokter itu pergi tanpa ku sadari. Air mataku meluncur begitu saja tanpa bisa ku cegah, mengantar kepergian dokter wanita itu. Ini lebih dari sekedar penghinaan, pengkhianatan juga perusakan. Aku di banting dengan sangat kasar. Hatiku sangat terluka.
Istriku hamil, setelah pernikahan kami di usia ke 7 tahun. Namun bukan itu masalahnya melainkan siapa yang sudah menanamkan benih di ladang milikku.
Tak bisa ku hentikan laju air mata ini, yang ku rasa semakin deras membasahi seluruh wajahku. Kuhampiri tubuh Novia yang terbaring lemah di atas brankar pasian. Tanganku mengepal dengan sangat erat. Banyak pertanyaan yang akan ku todongkan padanya esok pagi.
Tak ada rasa iba sama sekali meskipun Novia kesakitan karna olehku. Rasanya jika aku mencekik dan melenyapkan Novia itu semua seakan tak cukup untuk memperbaiki jiwaku yang terlanjur Novia rusak.
"Harga diriku sebagai pria sudah kau coreng dengan cara yang begitu sadis Novia. Aku seakan tak memiliki muka, aku menjaga pernikahan kita juga ke ma lu anku. Tapi balasannya kau memberikan kejutan besar kepadaku. Aku menolak banyak wanita untukmu Novia, tapi kau. Kau menumbuhkan benih pria lain di rahimmu. Aku marah Novia, aku kecewa." Air mata sialan ini terus mengucur saat aku mengungkapkan kekecewaanku di depan Novia. Aku terlihat layaknya pria menyedihkan.
Aku rapuh saat ini. Bukan hanya wanita saja yang menangis saat kasihnya berkhianat nyatanya, jiwa kuat dan tangguhku sebagai pria tak kuasa menahan patah hari yang hanya menyisakan puing puing cinta sebesar buturan debu. Harus ku bawa kemana hati yang tak berbentuk ini?
Semalaman penuh aku menangisi kemalanganku, mungkin jika aku bermain cutang sebelumnya rasanya tak akan sesakit ini. Rumah tanggaku yang berada di ambang ke hancuran, kini sudah terlihat retak di sema bagian.
Hingga pagi menjelang mata ini tak sejenakpun terpejam aku masih menanti Novia untuk menanyakan kebenarannya.
Saat Novia sadar aku langsung menghampirinya. Bukan, bukan untuk bertanya kabar atau perasaannya. Aku hanya akan bertanya siapa ayah dari janin yang di kandungnya.
"Novia. Katakan dengan jujur siapa ayah dari janin itu?" Aku menunjuk perut ratanya.
Novia sepertinya terkesiap akan pertanyaanku. Mungkin saja dirinya juga tidak tau jika dia tengah hamil, atau memang selama ini Novia menolakku karna ia memang tengah hamil janin pria lain.
"Jawab pertanyaanku Novia!" untuk pertama kalinya aku membentak dengan amarah yang meluap.
"Aku tak tau." Novia menunduk, tatapannya sendu juga dengan kedua tangannya yang saling meremat.
"Mustahil kau tidak mengetahui siapa pria yang menggaulimu." sarkasku terdengar kejam. Seketika wajahnya terangkat, maniknya menatap ke arahku. Tanpa bisa ku baca arti tatapan itu, Novia menatapku dalam beberapa waktu yang tidak berhasil ku hitung.
"Jika begitu. Jatuhkan aku talak hari ini juga." ucap Novia datar tanpa eksprisi. Air wajahnya tak beriak sama sekali.
Aku jauh lebih terkejut saat Novia meminta talak dariku. Sungguh ini lebih mengejutkanku di banding berita kehamilan Novia.
"Kau sudah merencanakan ini Hah? Kau ingin membuangku saat kau, kau sudah berada di puncak kejayaan. Kau-"
"Tidak usah khawatir, aku akan membagi rata setiap apa yang kita miliki, meskipun atas namaku, kau yang yang berjasa menjaga dan mengembangkannya. Aku bukan orang orang serakah yang hanya akan menikmati harta kita seorang diri." Novia berkata demikian, tanpa sekalipun berani menatapku. Novia mengalihkan tatapannya.
"Kau memang tidak serakah, tapi kau ingin berbuat curang terhadapku kan? Kau ingin aku menceraikanmu kemudian kau akan menikah dengan ayah bayi itu dan hidup bahagia di atas penderitaanku. Kemudian aku yang akan sengsara setelahnya. Kau tega Novia! Kau benar benar tega." Raungku. Novia masih membungkam rapat mulutnya,
Entah Novia tengah memikirkan apa yang ku katakan atau justru Novia malah membenarkan semua prasangkaku
ini tidak boleh terjadi. Enak sekali hidup Novia seandainya kami berpisah, cintanya memang bukan aku lagi. Tapi cintaku masih dirinya, aku tak akan tertolong jika seandainya Novia bersama pria lain.
"Aku penasaran apa yang sebenarnya ada di isi kepalamu? Saat kau melakukan sesuatu yang kau tau hal itu sangat menyakitiku."
Novia masih bungkam tatapan dan riak wajahnya tak dapat ku baca sama sekali.
Aku diam begitu juga dengan Novia, tak satupun dari keluarga kami yang mengetahui jika Novia tengah berada di rumah sakit karna ulahku.
Akan menjadi kejutan besar untuk keluarga besar kami seandai mereka tau jika Novia tengah mengandung anak pria lain.
Cobaan macam apa ini Tuhan? Ingin rasanya aku mengeluhkan semuanya atau merombak takdir dan alur hidupku.
Sejak awal hubungan kami tidak di restui, hingga kami pacaran diam diam, hamil di luar nikah dan menjalani pernikahan dini. Novia harus ke guguran juga kami yang tak memiliki apa apa, aku juga harus merelakan cinta pertamaku bekerja di negri orang demi modal usaha kami. Setelah semua yang ku lalu dengan penuh rasa, aku pikir hidup kami akan bahagia setelah berjauhan selama beberapa tahun.
Ini aib besar, baik untukku mau pun Novia, sebisa mungkin aku harus menutupi aib istriku, dan terpaksa mengakui anak haram itu sebagai anakku, jika tidak maka ayampun akan menertawakan kebodohanku. Tapi ini tak akan mudah untukmu Novia, aku ingin membalas setiap sakit yang kau tancapkan untukku.
Bayanganku, setelah Novia kembali kami akan hidup bahagia dan memiliki beberapa anak. Namun takdhir hidup tak semanis bayanganku.
Aku kira, cobaan rumah tanggaku sudah selesai. Rupanya cobaan sesungguhnya baru saja dimulai.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!