"Aduh sayang lihat deh, siapa yang sedang duduk ini."
Gea mendongakkan kepalanya ketika mendengar seseorang berbicara di dekatnya.
Huh?
Terdengar hembusan nafas gusar dari Gea, ketika dia melihat siapa yang berbicara di dekatnya. Mereka adalah dua orang yang paling tidak Gea sukai. Mantan sahabat dan mantan pacar yang dulu pernah mengkhianati Gea.
"Sudah bertahun tahun, ternyata lo masih belum move on dari gue." Sindir Hugo tersenyum mengejek.
Gea berdecak mendengar ucapan penuh percaya diri dari pria itu.
Geana Calista, gadis cantik yang sampai saat ini masih sendiri. Karena kejadian semasa SMA dulu, Gea memutuskan untuk tidak percaya dengan siapapun yang di atas namakan dengan cinta.
Gea merupakan wanita karier, dia tidak mau mengandalkan kekayaan orang tuanya sebagai modal hidupnya.
Terlihat dari hasil pencapaian di usianya yang baru menginjak 21 tahun ini. Dia sudah berhasil mengembangkan tokoh bunga milik Mama nya dan galery lukisan yang menjadi impian mama nya sedari dulu ketika masih hidup di dunia ini.
Selain itu, Gea juga merupakan pebisnis muda yang sangat sukses, namanya sudah terkenal di mana mana.
"Aduh sayang, bagaimana dia bisa punya pacar. Teman aja dia tidak punya Upss." Ucap Bianca sengaja, dia tersenyum mengejek Gea.
Gea menatap malas pada wanita yang dulu pernah dia anggap sebagai sahabat dekat. Ternyata dia merupakan duri di dalam hidupnya. Dengan sengaja Bianca mempermalukan Gea di hadapan semua orang.
Bianca membantu Gea mendekati Hugo, pria yang saat ini menjadi tunangannya.
Kemudian, setelah mereka menjalin hubungan. Ternyata di belakang Gea, Bianca dan Hugo berselingkuh dan bersekongkol memeras Gea secara perlahan. Gea yang notabene nya gadis polos dan mudah percaya dengan orang tidak mencurigai Bianca.
Hingga suatu hari, Hugo membuat kejutan yang Gea pikir untuk dirinya. Namun,ternyata dia salah. Di depan semua orang di tengah lapangan sekolah yang sedang ramai dihadiri oleh siswa siswi yang mengikuti acara ekskul. Hugo mengungkapkan perasaannya pada Bianca.
Tangan Gea mengepal, sakit di hatinya masih terasa nyata.
"Jika kalian tidak ada kepentingan, lebih baik kalian pergi dari hadapan gue!" Usir Gea menatap Bianca sinis.
"O o sayang, jangan marah dong. Gak usah sok marah seperti itu. Kita tahu kok kalo Lo itu lagi kesepian"
"Lihat aja tuh, mereka semua pada membawa pasangan atau lagi bareng sama teman temannya. Sedangkan Lo?" Tunjuk nya dengan lirikan mata.
Gea ikut memperhatikan sekelilingnya, dia baru sadar apa yang Bianca katakan memang benar. Hanya dirinya yang sendiri menghuni satu meja outdoor ini.
Sayangnya, Gea tidak merasa kesepian. Dia merasa senang dengan kesendiriannya. Lebih baik sendiri dibandingkan bersama dengan orang orang yang hanya berpura pura baik di depan kita saja.
Sudah cukup Gea berhadapan dengan orang seperti Bianca dan Hugo. dia lebih baik pergi dari pada meladeni mereka berdua.
"Eit... Mau kemana, santai dulu dong. Hargai kita yang udah luangkan waktu buat temani Lo. Iya kan sayang?" Ucap Hugo pada Bianca. Tangannya menekan bahu Gea agar tidak jadi berdiri.
Mereka berdua duduk di depan Gea, membuat udara terasa semakin panas. Emosi Gea pun mulai naik.
"Benar banget sayang, tidak apa lah sesekali kita menemani gadis jomblo karatan ini" sahut Bianca.
"Siapa yang jomblo, tidak usah sok tahu jika kalian gak tahu apa apa!" Sangkal Gea kesal.
Bianca tersenyum miring mendengar ucapan Gea, dia tidak percaya jika Gea sudah memiliki pacar. Meskipun banyak uang, dia yakin semua orang yang mendekati Gea hanya mengincar hartanya saja. Tidak ada yang benar benar mencintainya.
"Gea Gea, meskipun Lo punya banyak uang. Lo gak akan bisa mendapatkan pria sebaik Hugo. Lo gak akan bisa melupakan pria yang hanya mencintai gue" remeh Bianca, membuat Hugo menengadah sombong.
Gea geli mendengar ucapan Bianca barusan. Bukannya bangga, harusnya Bianca malu memiliki pria yang tidak bisa apa apa itu.
Gea yakin, saat ini style Hugo Bianca lah yang membiayai nya. Seperti yang orang orang tahu, Hugo bukan lah orang kelas atas. Dia sama seperti Bianca, namun gadis itu masih beruntung karena mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Sehingga dia bisa memodali style Hugo.
"Gue lebih bahagia melajang seumur hidup, di bandingkan memiliki pacar seperti dia. Pria sampah yang hanya menumpang hidup pada wanita!" Ucap Gea lantang. Sampai semua orang menoleh kearah mereka.
"Tutup mulut Lo Gea, jangan asal bicara!" Hardik Hugo marah. Dia merasa malu dengan ucapan Gea.
"Lo hanya iri kan, karena gue mendapatkan Hugo yang mencintai gue!" Bianca ikut memarahi Gea. Dia tidak terima Hugo di permalukan seperti itu.
Cih. Gea meludah ke samping, merasa jijik jika dia memiliki perasaan seperti itu.
"Untuk apa gue iri, gue sudah punya pacar. Dan tentunya dia jauh lebih berkelas dari pada pacar sampah Lo ini!"
Wajah Bianca merah padam menahan amarah, berbeda dengan Gea yang terlihat santai. Dia bukanlah Gea yang dulu, yang hanya diam ketika dua orang ini mengkhianatinya.
"Ok, jika memang Lo punya pacar. Ajak pacar Lo ke acara reuni Minggu depan. Kita lihat, seberapa hebat pacar Lo itu" Bianca menantang.
Deg
Jantung Gea berdetak cepat, bagaimana mungkin dia membawa pacar ke acara reuni, sedangkan dirinya saja tidak memiliki siapapun.
Mati saja lah, Gea merutuki dirinya yang sudah berbohong pada Bianca dan Hugo. Sekarang, siapa yang hendak dia ajak ke pesta itu.
"Gea, betapa bodohnya Lo..." Rutuk Gea di dalam hati.
"Kenapa diam, takut kah? Atau Lo memang tidak punya siapa pun" Bianca tersenyum miring.
"Siapa takut, lihat saja nanti. Gue akan datang bersama pacar gue!" Jawab Gea menelan bulat bulat rasa ragunya.
Gea melihat seorang pria tengah berjalan santai kearah mereka. Dia sangat tampan dan berwibawa.
'Mati saja lah, apapun yang akan terjadi nanti gue tidak peduli' batin Gea.
Gadis itu segera bangkit, dengan senyum manis dia menghampiri pria yang hampir melewati meja tempat dirinya duduk dan kedua manusia tidak di harapkan itu. Gea sudah pasrah, apapun yang terjadi nanti dia siap menanggung nya
"Eh sayang, kamu ke sini. Kok gak bilang aku sih?" ucap Gea bergelayut manja di lengan pria yang tampak bingung dengan perlakuan tiba tiba dari Gea.
Baru akan protes, Gea sudah menarik lengannya ke depan Bianca dan Hugo.
"Please diam saja, bantu gue sebentar" bisik Gea dengan nada memohon sebelum mereka berdiri di hadapan Bianca dan Hugo.
"Lihat, ini pacar gue."
Bianca terbelalak, dia sampai berdiri ketika melihat pria yang sedang Gea gandeng.
"Paling juga pacar bayaran" timpal Hugo berdiri di samping Bianca.
Pria yang tadi Gea kenalkan sebagai pacarnya hanya diam saja, mendengar mereka semua berdebat. Saling mengejek, dan saling menjatuhkan.
Ingin sekali pria itu protes, lalu mengatakan bahwa dia tidak mengenali mereka semua.
Namun, setelah mendengar perbincangan mereka. Dia memutuskan untuk tetap diam, dan membiarkan mereka selesai.
"Kita lihat saja nanti, jika beneran Lo udah punya pacar. Bawa pacar Lo ke acara reuni!"
"Oke, Lo gak usah khawatir. Kalian semua akan terpukau melihat kedatangan kami" balas Gea tanpa ragu. Bianca pun merasa kesal kemudian memilih pergi dari sana. Tidak lupa dia menarik Hugo ikut bersama dengannya.
"Bye.." Gea melambaikan tangan mengiringi kepergian mereka dengan senyum penuh kemenangan.
Fyu..
Baru saja Gea bernafas lega, terdengar suara deheman dari pria asing itu.
"Ek'hem"
Gea segera menoleh, dia tercengir pada pria yang kini masih dia gandeng. Perlahan, Gea melepaskan pelukan tangannya dari lengan pria tampan itu.
Gea berdiri di hadapan pria asing yang kini menatap tajam kearah nya. Baru saja terlepas dari masalah, kini masalah baru pun mulai menghampirinya.
Dalam diam Gea menatap pria itu, dia berpikir bagaimana cara agar dia dan pria ini datang ke acara reuni Minggu depan.
"Heh nona, apa apaan ini. Kenapa Lo mengakui gue di hadapan teman teman Lo pacar!." Protes Rean seraya melambaikan tangannya di hadapan Gea. Sehingga gadis itu tersadar dari lamunannya.
"Ehm.. Maaf, gue terpaksa melakukannya. Gue.." belum sempat Gea menjelaskan Rean sudah menyelanya. Dia tidak peduli dengan urusan Gea, yang dia tahu. Dia tidak suka di perlakukan seperti itu.
"Gue tidak peduli, dan gue tidak mau ikut campur!" tukas Rean berlalu pergi.
Gea panik dan langsung mengejarnya.
"Eh mau kemana, gue belum selesai ngomong!" teriak Gea menahan lengan Rean. Membuat Rean menjadi semakin kesal dan menepis tangan Gea dari lengannya.
"Ada apa lagi sih, gue mau kerja. Jangan ganggu gue!"
"Sorry, tapi gue butuh ngomong sama Lo 4 mata. 5 menit aja" pinta Gea sedikit memohon.
Namun, Rean tetap tidak mau. Dia pergi begitu saja meninggalkan Gea.
Andrean Pratama, pria 24 tahun yang bekerja sebagai pelayan di cafe itu. Memiliki wajah tampan dan bentukan tubuh idaman para wanita. Membuat cafe itu menjadi tongkrongan anak muda, khususnya para ciwi ciwi.
Terkadang mereka sengaja datang ke cafe hanya ingin melihat wajah tampan Rean saat melayani mereka. Tidak seperti Gea yang tidak peduli dengan hal itu. Dia baru sadar jika di cafe ini ada pria tampan seperti Rean.
Gea kembali ke meja nya, dia berpikir keras mencari cara agar bisa membawa pria itu ikut bersamanya ke acara reuni.
Rean keluar dari ruangan ganti, dia langsung melayani para tamu yang baru saja datang.
Melihat hal itu, sebuah ide masuk ke dalam benak Gea. Dia tersenyum licik, kali ini Rean tidak akan bisa menghindarinya lagi.
"Pelayan!" Teriak Gea pada seorang pelayan yang datang melewati mejanya.
Pelayan itu tersenyum, dia menghampiri Gea dan menanyakan apa ya g Gea butuhkan.
"Ada yang bisa saya bantu nona?" Tanya pelayan itu ramah.
"Tolong panggilkan manager kalian!" ucap Gea to the poin.
Pelayan itu terkejut, untuk beberapa saat dia terdiam dan memikirkan apa yang telah dia lakukan atau rekan kerjanya yang lain lakukan sehingga gadis ini ingin bertemu dengan manager mereka.
Melihat pelayan itu terdiam, Gea pun mengerti apa yang pelayan itu pikirkan.
"Tidak ada yang salah, aku hanya ingin menemui manager cafe. Jangan khawatir" ucap Gea menjelaskan.
Barulah pelayan itu bernafas lega, dia kembali tersenyum pada Gea, kemudian berlalu pergi memanggil manager cafe.
"Mohon tunggu sebentar nona"
Beberapa waktu menunggu, akhirnya manager cafe datang menghampiri Gea. Dia adalah seorang pria berumur sekitar 35 tahun. Masih belum tergolong om om lah yah.
Manager cafe tersenyum mengetahui pelanggan yang ingin menemuinya itu seorang wanita cantik. Dengan sedikit merapikan penampilannya, manager cafe menghampiri Gea.
"Selamat siang nona, ada yang bisa saya bantu?"
Gea tersenyum membalas sapaan pria itu, kemudian dia mengatakan apa tujuannya memanggil manager cafe itu.
"Apakah saya bisa bicara dengan salah satu pelayan itu? Ada hal penting yang ingin aku bicarakan dengannya." Tunjuk Gea pada pria yang tadi menjadi kekasihnya Beberapa saat. Dia tidak tahu siapa namanya.
"Maksud anda, Rean?" Jawab manager cafe. Gea pun langsung mengangguk, dia jadi tahu siapa nama pria itu.
"Iya pak Rean, saya ingin menyampaikan beberapa pesan dari keluarga nya"tutur Gea.
"Oala, kenapa Rean gak temui aja langsung. Kalau itu soal keluarga tidak apa apa"
"Sebentar yah nona, saya panggil dulu"
Gea mengangguk dan tersenyum membalas ucapan manager. Dengan begini pria itu tidak akan bisa menolak untuk menemui dirinya.
Pak Hari pun menemui Rean, dia mengatakan pada Rean bahwa keluarganya datang mencarinya.
"Kamu ini yah Rean, keluarga datang kok tidak di temui. Saya tidak pernah melarang kamu untuk bertemu keluarga kamu yang datang, asal jangan terlalu lama" omel pak Hari.
"Maaf pak, maksud bapak apa?" Tanya Rean heran.
"Udah kamu gak usah sungkan, temui lah keluarga mu terlebih dulu. Kasian dia sudah menunggu lama"
Rean menggaruk kepala, dia tidak mengerti dengan ucapan managernya. Dengan rasa penasaran, Rean pun pergi menemui orang yang di sebut pak Hari sebagai keluarganya yang ada di meja no 38 outdoor.
"Oh jadi, Lo yang mengaku sebagai keluarga gue?" ketus Rean.
Gea tersenyum miring, "Duduk lah" tunjuk Gea dengan dagu runcing yang menambah keimutan di wajahnya.
Dengan Kesal Rean duduk di depan Gea, wajahnya di tekuk seperti enggan untuk berhadapan dengan gadis aneh ini.
"Cepat katakan, apa yang ingin Lo bicarakan!" Rean mendesak.
"Langsung ke inti saja, gue ingin Lo jadi pacar pura pura gue. Gue akan memberi Lo bayaran berapa pun yang Lo mau!"
"Tidak! Gue gak mau" tolak Rean, dia segera bangkit dan hendak meninggalkan Gea
"Jangan terburu buru, kesempatan emas ini tidak datang 2 kali. Lo pikir pikir dulu. Ini kartu nama gue, jika Lo berubah pikiran. Silahkan hubungi gue!"
Gea meletakkan kartu namanya di atas meja, kemudian pergi lebih dulu meninggalkan Rean di sana. Meskipun dia butuh, Gea juga tidak mau terlihat terlalu berharap pada pria itu. Harga dirinya tidak serendah itu.
Setelah kepergian Gea, Rean kembali melanjutkan pekerjaannya. Kartu nama Gea dengan asal dia masukkan ke dalam saku celananya. Tidak menutup kemungkinan suatu saat kartu itu berguna.
"Arg, bagaimana jika pria itu tidak tertarik dengan tawaran gue? Bagaimana gue bisa menghadiri acara reuni itu? Apa gue harus mencari pria lain? Ah tidak tidak" Gea menggelengkan kepalanya cepat. Dia tidak mungkin membawa pria lain ke acara reuni. Sementara pria yang dia kenalkan sebagai kekasihnya adalah Rean.
Gea merutuki kebodohannya, tanpa rencana dia malah menarik Rean masuk ke dalam drama yang tidak bermutu itu. Sekarang, dia terjebak sendiri dalam permainannya.
"Bodoh, Gea bodoh!"
Gea melajukan mobilnya menuju ke apartemen, dia merasa malas pulang ke rumah. Sejak mommy nya tidak ada dan Papi nya menikah lagi. Gea jadi jarang pulang ke rumah. Paling juga dia hanya beberapa kali saja dia tidur di rumah dalam seminggu.
Pukul 22.00, waktu nya cafe tutup. Rean dan rekan rekannya bersiap untuk tutup.
Ketika menyusun kursi kursi meja outdoor, Rean menatap lama meja yang tadi di tempati oleh wanita yang mengganggu pikiran nya.
Wanita itu memang cantik,namun caranya meminta Rean menjadi kekasih bayarannya tidak lah baik. Apalagi Rean sangat menghargai sebuah hubungan, dia tidak suka mempermainkan hubungan yang selalu dia anggap sakral.
Karena itulah Rean sampai sekarang masih belum berani menjalin hubungan dengan seorang wanita. Dia ingin sekali memiliki seorang yang dia cintai, maka dia lah yang akan menjadi istri dan ibu dari anak anak nya nanti.
"Ayo, manager pasti sudah menunggu kita di ruangan nya" ujar salah satu rekan kerjanya, membuat lamunan Rean buyar.
"Ok ok, gue nyusul" sahut Rean. dia bergegas menuju ke ruang ganti. Setelah berganti pakaian, Rena pun menyusul teman temannya yang sudah berkumpul di ruangan manager.
Hari ini adalah hari gajian, jadi mereka sedikit lebih lama pulang. Karena mereka harus melakukan perhitungan terlebih dulu.
Rean tersenyum senang, hari ini dia menerima gaji. Dia bisa memberi bu Laksmi sedikit uang untuk tambahan belanja panti.
Semenjak lulus SMA dan mendapatkan pekerjaan. Rean menjadi tulang punggung bagi panti asuhan tempat dia tumbuh besar. Sejak kecil, Rean sudah tinggal di panti asuhan tanpa tahu siapa dan dimana keluarga nya.
Laksmi adalah ibu asuh bagi anak anak yang di titipkan di panti asuhan yang dia kelola bersama mendiang suaminya. Awalnya panti asuhan itu sangat makmur, semuanya tercukupi ketika suami Bu Laksmi masih hidup. Dia selalu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan panti.
Namun, sekarang pendapatan sudah menurun. Mereka hidup bergantung pada penjualan kue Bu Laksmi yang di bantu oleh anak anak panti untuk membuatnya. Terkadang juga ada donasi yang masuk.
Sekarang, Rean sudah bekerja dan dia bisa membantu sedikit meringankan beban Bu Laksmi.
"Ibu pasti senang." Gumam Rean tersenyum senang, dia mengambil motornya yang terparkir di depan cafe, kemudian melaju pulang.
Tidak butuh waktu lama, hanya 25 menit dari cafe. Rean memasuki pekarangan panti, tempat yang selama ini dia anggap rumah.
"Assalamualaikum" Rean melangkah masuk ke dalam rumah. Dia langsung menuju ke dapur. Biasanya jam segini Bu Laksmi masih ada di dapur untuk menyiapkan jualan besok.
"Assalamualaikum bu-"
"Eh, tumben ibu tidak ada"
Rean mencari ke kamar mandi, siapa tahu Bu Laksmi sedang mencuci pakaian. Ketika dia masuk ke dalam kamar mandi. Rean tidak melihat siapapun.
"Mungkin ibu sudah selesai dan istirahat di kamar" pikir Rean melihat pakaian di dalam keranjang yang sudah di cuci.
Rean pun memutuskan pergi ke kamar Bu Laksmi, dia ingin memberikan setengah gaji nya, kemudian menyimpan sisanya untuk keperluan minyak motor atau pegangan kalau ada apa apa di jalan.
"Loh, Lea. Kamu belum tidur?"kaget Rean melihat Lea adik asuh nya keluar dari kamar Bu Laksmi. Dia melirik jam tangan sederhana melingkar di pergelangan tangannya.
"Sudah jam setengah sepuluh. Besok gak sekolah?"
Lea mengangguk pelan, kemudian menunduk sedih.
"Sekolah kok kak, aku baru saja mengecek kondisi ibu. Tadi-" Ucapan Lea belum selesai, dia terhenti saat Rean menyelonong masuk ke dalam kamar Bu Laksmi saat mendengar kata kondisi ibu.
"Kak.." panggil Lea mengikuti Rean masuk ke dalam kamar Bu Laksmi.
"Sejak kapan ibu seperti ini Lea, kenapa kamu tidak memberitahu kakak!" Ucap Rean marah, dia mengusap tangan hangat yang biasanya mengusap lembut pipinya sebelum berangkat bekerja. Sekarang, Bu Laksmi terlihat tidak berdaya.
Rean menoleh pada Lea yang berdiri di belakang nya, gadis itu tak kunjung menjawab pertanyaan dari nya.
Lea hanya menunduk sedih, dia tidak tahu harus berkata apa. Di pikiran dan di hatinya hanya ada kata khawatir. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana nanti bila Bu Laksmi tidak ada. Hanya beliau yang dia punya.
Melihat hal itu Rean pun merasa iba, dia bisa merasakan apa yang Lea rasakan saat ini. Karena dia juga merasakan hal yang sama. Ketakutan mereka sama.
"Sudah, kamu jangan khawatir. Ayo kita bicara di luar" ucap Rean takut mengganggu Bu Laksmi sedang istirahat.
Rean dan Lea duduk di balai depan panti. Mereka tidak bisa bicara di depan kamar Bu Laksmi atau di dalam panti. Takut anak anak lain dengar dan membuat mereka ikut sedih.
"Maaf kak, aku bukan tidak mau memberitahu kaka. Tadi pagi sebelum aku berangkat ke sekolah, ibu tiba-tiba pingsan. Lalu, karena panik aku langsung membawa ibu ke rumah sakit. "
"Untung uang jajan yang kakak beri tiap bulannya aku tabung dan cukup membayar biaya pemeriksaan ibu"
Lea terisak menceritakan apa yang dia alami hari ini. Apalagi mengingat hasil pemeriksaan ibu Laksmi dari dokter tadi.
Bu Laksmi mengidap penyakit tumor di otak. Dia harus segera di operasi, jika tidak tumornya akan menyebar dan menjadi kanker ganas.
Mendengar penuturan Lea, Rean langsung memeluk tubuh anak remaja yang masih duduk di bangku 2 SMA. Berusaha untuk menenangkannya agar tidak terlalu khawatir.
"Kamu tenang saja Lea, ibu akan baik baik saja."
"Tapi kak, ibu harus segera di operasi sedangkan kita tidak memiliki uang sebanyak itu. Aku takut..."
"Sttt..." Rean menempelkan jari telunjuk nya pada bibir Lea, agar gadis itu diam. Dia tidak sanggup mendengar kalimat yang akan keluar dari mulut gadis itu. Bagaimana pun caranya Rean akan berusaha mencari uang dan mengoperasi Bu Laksmi.
Lea terdiam meskipun isak tangisnya masih ada. Dia menuruti perkataan Rean ketika pria yang sudah dia anggap seperti kakak kandungnya menyuruh dirinya istirahat.
Rean mengantar Lea ke depan kamarnya.
"Tidurlah, besok kamu harus ke sekolah. Soal ini, kakak yang akan mengurusnya" Lea mengangguk, kemudian masuk ke dalam kamar.
Setelah mengantar Lea, Rean pun masuk ke kamarnya. Dia terduduk di tepi ranjang, kakinya mendadak lemas. Dia merasa dirinya tidak berdaya. Gaji yang dia terima tidak lah seberapa. Bahkan, untuk membeli obat Bu Laksmi saja tidak cukup.
"Bagaimana ini, apa yang harus gue lakukan?." Erang Rean menarik rambutnya sendiri, dia berusaha mencari akal agar mendapatkan uang dalam waktu yang singkat dengan jumlah besar. Entah kemana dia mengadu, dia tidak punya siapa siapa di dunia ini selain Bu Laksmi.
Rean merasa tubuhnya gerah, puncak kepalanya terasa panas karena sedang berpikir keras. Dia membuka jaket dan kaos oblong dari tubuh kekarnya. Kemudian menggantungkan pada gantungan baju di belakang pintu. Tidak lupa Rean juga berganti celana panjang ke celana pendek yang biasa dia pakai di rumah.
Plug
Sebuah kartu nama terjatuh tepat di depan kaki Rean. Dia segera mengambilnya dan teringat dengan penawaran yang Gea tawarkan.
Rean menatap kartu nama yang bertuliskan nama Gea.
"GEANA CALISTA "
Sambil berpikir Rean terus memain mainkan kartu nama itu di tangannya. Dia mulai meragu, ini satu satunya cara mendapatkan uang lebih cepat dan banyak.
"Terserah saja lah!"
Rean mengambil ponselnya, kemudian mengetikan nomor ponsel yang tertera di kartu nama itu, lalu menghubungi nya.
Drrttttt.... Drrttttt.... Drrtttt....
Dalam tiga kali dering, panggilan pun langsung terhubung. Terdengar suara merdu seorang gadis menanyakan siapa yang tengah menghubungi nya.
Rean tidak langsung menjawab, dia masih terlihat ragu untuk mengucapkan keinginannya. Namun, karena desakan Gea di sebrang sana dan mengancam akan memutuskan panggilan telfon jika Rean tidak kunjung menjawab siapa dirinya.
"Jika tidak menjawab aku akan menutupnya" ancam Gea kesal.
"Ehh...Tunggu, ini gue. Rean" jawab Rean cepat, membuat Gea menunda niatnya untuk menutup telfon.
"Ternyata elo" senyum manis tercetak di bibir ranum Gea, dia senang akhirnya mendapatkan panggilan telfon dari rean.
"Gue mau jumpa sama Lo besok, seperti nya tawaran lo menarik"
"Oke, setelah jam makan siang gue ke cafe Lo kerja"
klik.
Rean menghembuskan nafas gusar, dia melempar ponselnya ke atas ranjang setelah panggilan terputus. Entah apa yang sudah dia pikirkan, sampai akhir nya dia memutuskan untuk menerima tawaran dari gadis itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!