NovelToon NovelToon

Ruang Tunggu

Bab 1 #1

Aku \= Januar Anggara

Aku adalah sebuah ruang tunggu

dimana perasaan perasaan ingin diutarakan,

Tapi ditahan malah dijadikan pilihan.

Hai, aku Januar. Januar Anggara. Dan aku sering dipanggil Janu. Aku lahir 1 januari. Kalau aku ulang tahun, aku sangat bahagia, karena yang merayakannya semua orang dimuka bumi. Banyak yang menyalakan kembang api keatas langit dan meniup terompet. Jadi aku tidak perlu membuat pesta dirumah. Maka dari itu kalau ibu berencana menyiapkan pesta ulang tahun untukku, aku selalu menolak.

Oh iya ibu, ah aku belum cerita tentangnya. Kalau membicarakan ibu dan ayah, tidak akan pernah selesai. Masakan ibu, sifat ibu, kerja keras ayah, perjuangan ayah dan masih banyak lagi hal hal yang luar biasa dari mereka berdua.

***

Sekarang aku masih duduk dibangku kuliah. Eh bukan, maksudnya aku masih kuliah meskipun sekarang aku sedang dirumah. Aduh bagaimana ya bahasanya. Ya begitu lah he he. Hari ini aku tidak ada kelas, tapi tetap mau ke kampus. Mau bertemu dengan dia saja. Biar ada kegiatan dan biar rasa bosan ku di rumah hilang.

Dia itu siapa Janu? Jangan banyak tanya, aku akan menjelaskannya.

Dia itu april. Teman baik ku. Bukan tagline pasta gigi ya. Kami berteman sejak SMA. Waktu itu dimasa MPLS, kami saling berjabat tangan dan menyebutkan nama masing-masing.

"Januar, panggil saja janu." Ucapku waktu itu.

"April." Dia membalasnya sambil tersenyum. Waktu itu dia agak pemalu. Jadi dia tidak akan bicara jika tidak ada yang bertanya. Aku sering mencoba mengajaknya bicara dengan menanyakan banyak hal. Dari sana, kita berteman sangat dekat. Dia yang tadinya pemalu jadi banyak bicara jika sedang denganku. Kalau dengan orang lain, sifat pendiamnya muncul kembali. Huh... aku ini membawa pengaruh apa sampai dia jadi banyak bicara jika ada didekatku?.

Meskipun pemalu, dia itu kalau marah suka sampai cubit atau pukul-pukul orang yang dimarahinya sampai merah. Alasan dia marah itu kalau dijahili, kalau disebut gendutan, dan kalau kulit ayamnya diambil saat sedang makan. Itu yang bisa membuatnya marah pada janu sahabatnya. Kalau kepada orang lain mungkin dia akan marah kalau janu sahabatnya direbut hehe. Kami sering makan ditempat makan yang ada ayam goreng dan eskrim nya. Biasanya kami makan sepulang dari kampus. Aku sering memberikan kulit ayamku padanya. Karena dia sangat suka kulit ayam, yang sudah digoreng pastinya. Kalau makan eskrim, dia suka rasa stroberi dan aku suka coklat. Tapi kalau makan dia sering belepotan. Jadi aku harus selalu membawa sapu tangan untuk mengelap wajahnya.

Hari ini tujuanku ke kampus juga mau mengajaknya pergi untuk makan ayam goreng kesukaannya. Aku segera keluar dari rumah, berpamitan pada ibu, memakai helm dan mulai menaiki motorku.

Dengan motorku itu, aku menyusuri jalanan sambil menikmati semilir angin menuju kampus. Sesampainya dikampus, aku menunggu didepan kelasnya. Sesekali ada perempuan perempuan yang lewat sambil bergosip dihadapanku. Mereka sering menyapaku dengan satu kata sambil tersenyum "janu." Ucap mereka. Lalu Aku membalasnya juga dengan senyuman.

Kata april, perempuan perempuan dikampus ini banyak yang suka padaku dan aku harus memilih salah satu diantara mereka. Tapi, dia juga bilang, setelah aku memilih pasti akan banyak yang sakit hati. Mmmm jadi bagaimana? Ya aku tidak memilih. Karena yang mereka suka itu bukan aku yang sepenuhnya, hanya sebatas aku yang mereka lihat dari luar. Aku juga tidak tahu kenapa mereka bisa suka padaku. Padahal mereka tidak pernah mengobrol denganku. Ah sudahlah, bingung.

"Ayo pergi." Ucapku pada april yang baru saja keluar dari kelasnya.

"Eh janu. Kamu kenapa kesini? Ada kelas?."

"Tidak. Aku mau bertemu denganmu. Dirumah bosan."

"Ya sudah. Ini sudah bertemu. bosannya hilang?. Kalau sudah hilang pulang lagi."

"Tidak begitu juga. Ayo makan!."

"Tid...."

"Ayam goreng dan es krim."

"Oh oke. Mau. Tapi kamu yang bayar!." Dia kegirangan dan langsung menarik tanganku untuk pergi.

Hehe. Dia memang begitu, awalnya mau menolak, ditawari ayam goreng dan eskrim langsung mau. Kami lekas pergi ke parkiran menuju motorku. April menggandeng tanganku dan menyuruhku memegangi buku buku yang ia bawa. Saat berjalan menuju tempat parkir, beberapa perempuan yang melewati kami tersenyum padaku dan aku membalasnya. April menatapku dan tidak mengatakan apa apa. Sampai kami berhenti didepan motorku.

"Mereka itu suka sama kamu. Jangan membuat mereka berharap!." Ucap april saat kami sampai didepan motorku.

"Tapi aku tidak menyukai mereka!."

"Sukanya siapa?."

"Siapa pun asalkan tidak membuat kita makin jauh!." Ucapku sambil memakaikan helm pada april. Kami berdua tersenyum dan bergegas menaiki motor.

***

Setelah sampai ditempat makan, kami memesan ayam goreng dan memesan eskrim jika sudah selesai makan ayam. Seperti biasa aku memberikan kulit ayam ku padanya. Dan seperti biasa juga, ia membeli eskrim stroberi dan aku cokelat. Saat kami tengah makan, ia memberikan pertanyaan yang menarik.

"Janu, kalau nanti kamu sudah punya pacar dan aku sudah punya pacar, kita bisa makan berdua seperti ini atau tidak?." Ucapnya dengan mulut yang terus mengunyah.

"Mmmm. Kalau tidak ada yang keberatan dan tidak ada yang cemburu."

"Kalau pacarku melarang?"

"Aku suruh kamu putus dengannya."

"Kok begitu?."

"Soalnya dia sudah membuat seseorang yang terbaik di hidupku dijauhkan dari sahabat terbaiknya."

"Oke kalau begitu. Kamu juga harus putus dengan pacarmu kalau dia melarangmu untuk bertemu denganku!."

"Hmmmm." Kami berdua tersenyum dan melanjutkan makan.

Ini kebiasaan kami. Kalau sedang ada waktu berdua kami harus mengobrolkan apa saja. Kami saling melarang untuk menggunakan HP, membuat insta story, membuat status atau apapun yang menggunakan HP. Rasanya mengobrol lebih menyenangkan daripada sibuk dengan apa yang digenggam masing masing. Karena kami tidak setiap hari duduk berdua begini. Pernah sekali dia bilang kalau sahabat itu harus terus sama sama tiap waktu. Tapi aku mencoba menjelaskan padanya bahwa sahabat itu tidak harus terus sama sama, yang penting ada disaat kita susah dan senang.

Dan tentang percakapan kami saat ini, aku bukannya egois. Aku hanya tak ingin dia dekat dengan seseorang yang mencoba menjauhkannya dari orang yang lebih dulu dekat dengannya. Mendekatilah tanpa menjaukan, mencintailah tanpa mengajak pergi. Karena pasangan terbaik itu bukan yang membuat pasangannya jauh dari sahabatnya, tapi yang dekat juga dengan sahabat dari pasangannya.

***

Meski hanya makan, setiap hari yang kulalui dengannya terasa berharga dan menyenangkan. Apa pun jadi terasa ringan. Aku yang tadinya bosan sekarang tidak lagi. Asalkan dengannya, apa pun yang dilakukan tidak sia sia.

***

"Janu, pulangnya kita mampir ke toko buku ya?."

"Oke. Tapi bersihkan dulu mulutnya. Ah kebiasaan, kalau makan eskrim suka belepotan begini. Sini!" Aku mengangkat dagunya dan mulai mengelapkan sapu tangan ke mulitnya yang belepotan dengan eskrim berwarna merah muda.

"Mmmm." Protesnya saat aku mencoba membersihkan eskrim yang mengotori wajah cantiknya.

"Sudah. Ayo berangkat!. Aku juga beli buku ah. Dirumah sudah hampir dibaca ulang semua."

Satu lagi kebiasaan kami. Kami itu senang membaca buku. Kami suka buku yang berbau romance, horor, petualangan, ah semuanya kami suka. Kalau lagi sekarat uang jajan, kami biasanya hanya membeli masing masing satu buku dan saling menukar jika sudah selesai. Sangat menyenangkan.

"Ih Janu, ini ada buku Tere Liye yang belum aku punya." Ucapnya kegirangan.

"Ya sudah kamu beli yang itu. Aku mau cari yang lain dulu."

"Eh tapi ini ada buku Dee Lestari yang aku mau juga."

"Isssh. Maunya yang mana?."

"Komik one piece juga mau. Ah banyak banget yang aku suka!." Teriaknya yang terlihat kebingungan.

Ya, itulah kebiasaanya kalau ke toko buku. Niatnya beli satu buku, setelah tiba ditoko buku malah bingung mau beli yang mana.

"Tere Liye saja." Aku memberi saran agar dia berhenti kebingungan.

"Buku dee lestari sama komik one piecenya?."

"Kapan-kapan."

"Kalau kamu beli apa?."

"Buku aroma karsa nya Dee Lestari."

"Oke. Nanti aku pinjam punyamu, kamu pinjam punyaku kalau sudah selesai!."

"Oke. Ayo pulang."

"Tapi aku pegal. Gendong sampai tempat parkir ya?!"

"Hmmm. Iya deh iya. Sini naik." Aku sedikit membungkukan badanku dan tubuhnya yang kecil dan tidak terlalu tinggi itu langsung melompat keatas punggungku. Kami berdua tertawa sampai kami dilihat oleh banyak orang.

Dia kekanak kanakkan sekali. Tapi itulah yang menyenangkan darinya. Kali ini masih biasa saja karena ia hanya memintaku untuk menggendongnya. Waktu itu lebih parah, dia menaiki pundakku untuk mengambil barang disupermarket, atau menyuruhku teriak dikipas angin seperti yang ia lakukan, atau bahkan berlari berlawanan arah di eskalator sampai disuruh keluar oleh satpam. Gila kan?. Tapi bukan April namanya kalau tidak pernah mengajak melakukan hal-hal gila. Tapi meskipun begitu, aku tetap suka dengan dia yang apa adanya seperti itu. daripada yang terlihat cool didepan tapi bersikap lebih gila dibelakang.

"Janu, foto dulu!." Pintanya. Tuh lihat kelakuannya. Dia masih sempat sempatnya mau berfoto disaat ia sedang menaiki punggung sahabatnya.

"Iya. Sekali saja."

"Lihat sini!." Ucapnya yang langsung memegang kedua pipiku dengan tangannya dan membuat wajahku terlihat seperti bebek.

"Sudah?. Sudah ya?."

Usai menggendongnya dipunggungku, aku menurunkannya di tempat parkir dan kami lekas menaiki motor untuk bergegas pulang. Rasa bahagia untuk hari ini telah berakhir. Kami akan membawa kenangannya pulang kerumah. Menyimpan dan merapikannya seperti kenangan kenangan indah lainnya. Aku mengantarnya pulang sebelum membawa diriku sendiri pulang kerumah. Dan dirumah, pertanyaan ibu selalu sama. Darimana? Begitu katanya. Kalau aku jawab habis dengan april, dia bertanya lagi, kok dia tidak diajak kerumah?

Iya, ibu sedekat itu dengan april. Ibu bilang, april itu calon menantu idaman ibu-ibu sekomplek. Anaknya baik, kalem, jago memasak, ramah dan masih banyak lagi. semua sifat baik sudah tersapu bersih. Eh tapi tunggu, kalem? Ibu bilang dia kalem? Haha. Ibu belum melihat april jika sedang denganku. Sudah dulu ah. Aku mau tidur. Semoga besok ada cerita yang lebih menarik. Selamat tidur.

Bab 2 #1

Aku \= Januar Anggara

"April." Teriakku saat melihatnya sedang berjalan menjauhi tempat parkir. Ia menoleh dan memberhentikan langkahnya.

"Eh Janu, ada apa?."

"Kita sarapan bareng yuk?."

"Boleh. Aku bawa pisang cokelat."

"Wah. Pasti enak!."

"Iya lah. Kan aku yang masak. Hehe."

"Iya. Ayo!."

Kami berdua duduk berhadapan disatu meja. April mengeluarkan kotak makanannya. Ia membuka dan memperlihatkan isinya padaku, pisang cokelat yang ditutupi dengan kulit lumpia. Ah melihatnya saja aku sudah sangat lapar. Apa pun yang dia masak pasti akan sangat enak. Aku mulai mengambilnya dan memakannya.

"Bagaimana rasanya?." Tanya April penasaran.

"Rasanya itu kayak.... awal-awal pacaran. Maniiiiiiiis~. Hahaha."

"Hahaha. Ada ada saja."

"Hmmm." Aku tersenyum dengan mulut yang masih mengunyah pisang cokelat.

"Ya sudah. Kamu makan sampai habis ya!."

"Ih kok begitu? Kamu tidak mau makan?."

"Tidak. Sudah tadi dirumah."

"Tidak. Tidak bisa begitu. Buka mulutnya, aku suapin. Aaaa." Aku memaksanya untuk membuka mulut dan menyuapinya. Saat ia tengah makan, seorang laki laki menabrak kursi yang tengah ia duduki dan menumpahkan minuman pada April. Aku sangat ingin marah, tapi April menenangkanku. Lelaki itu meminta maaf dan lekas pergi. Tapi April tak berhenti menatapnya.

"Kenapa?. Kamu suka sama dia? Seperti sinetron saja!." Ucapku ketus entah kenapa.

"Eh. Tidak kok."

"Bohong ah!."

"Ih tidak, Janu..."

"Iya. Kelihatan!."

"Sudah ah. Aku ke kelas saja!."

"Eh salah tingkah!." Ucapku sambil tertawa.

"Janu!" Teriak seseorang. Dia adalah Feby. Temanku.

"Ada Apa?"

"Tugas kita bagaimana?"

"Oh iya. Lupa. Nanti malam aku langsung kerumahmu saja!"

"Iya." Dia berlalu pergi. Bersamaan dengan April yang entah mengobrolkan apa dengannya.

***

Sekarang aku sudah ada dikelas. Membaca buku yang kemarin aku beli bersama April. Seorang dosen masuk. Kedatangan dosen itu membuat seisi kelas yang tadinya ramai menjadi hening. Langkah kakinya terdengar hingga meja paling belakang. Dengan mengenakan rok pendek, blazer yang warnanya senada, wajahnya yang putih dan bibir dengan gincu merah, ia menatap seluruh ruangan dengan tatapan tajam.

"Baik, kita mulai kelas hari ini. Jangan ada yang bicara selain saya sekarang!." Tegasnya.

Ah sial. Aku malas dengan dosen ini. Dia selalu marah marah tidak jelas. Dari kelas dimulai hingga kelas berakhir, semuanya terlihat malas dan mengantuk. Tapi untungnya aku keluar juga dari kelas yang membosankan itu. Aku bergegas untuk pulang karena hari ini hanya ada satu kelas. Di tempat parkir, sudah ada april yang sedang mengobrol dengan pria yang tadi menabraknya.

Aku berjalan mendekati mereka berdua dan langsung menyapa April yang ada disana.

"Hei!."

"Eh janu. Kenalkan ini Fero. Fero kenalkan ini januar, sahabat paling baik sedunia!." Ucapnya mengenalkan kami berdua dan kami bersalaman. Usai kami berkenalan, pria itu langsung pergi meninggalkan kami berdua dengan melambaikan tangannya pada april. April tersenyum dan membalas lambaian tangan itu. Ah aku kenapa merasa tidak suka jika ia dekat dengan pria itu?.

"Kenapa?. Senang ya kenal sama dia?."

"Hmmmm." Dia tersenyum.

"Kamu suka sama dia?."

"Kenapa tiba-tiba kamu nanya kayak gitu?."

"Hanya bertanya." Ah aku ini kenapa. Iya juga ya, kenapa aku menanyakan hal itu pada april?. Terserah dia mau suka pada siapa saja. Itu bukan urusanku.

"Eh. Ayo ah pulang!." Ajaknya. Aku pun menurut dan mengikuti ajakannya. Diperjalanan pulang, aku tiba tiba memikirkan satu hal.

Bagaimana jika April suka pada Fero dan Fero suka juga pada April? Apakah ia akan tetap jadi sahabatku? Atau ia akan semakin menjauh dariku? Pikirku dalam hati.

Ah Janu, tidak mungkin. April kan sudah berjanji kalau dia sudah punya pacar, dia akan tetep menjadi sahabatmu.

Setelah sampai dirumahnya, ibu April mengajakku untuk ikut makan siang. Aku ikut saja, karena aku sudah lama tidak mengobrol dengan ibunya April.

"Janu, bagaimana kuliahnya?."

"Lancar-lancar saja bu." Aku memang memanggilnya ibu, sama seperti april memanggil ibuku. Karena kata orang tua kami, kami itu sudah seperti saudara; sangat lengket. Hahaha.

"Eh bu, tadi aku ketemu laki laki, dia keren banget!!." Ucap April yang membuatku tertegun diam.

"Kamu suka sama dia?." Tanya ibu.

"Mmm gimana ya. Mungkin!." Jelas April sambil tersenyum. Ucapannya itu membuatku tidak suka, membuat dadaku agak sesak. Rasanya aku tidak suka jika melihat dia suka dengan orang lain.

Tenang Janu. Kenapa kamu merasa seperti ini. Jika April menyukai seorang pria, itu wajar saja. Kenapa kau harus sesak seperti ini? Kamu cemburu? Ah tidak!. Kamu hanya takut saja jika ia akan meninggalkanmu!. Tenang. Kamu tetap akan jadi sahabatnya apapun yang terjadi.

"Ibu. Janu pamit pulang ya. Dirumah, ibu sudah menunggu."

"Eh kok cepet banget."

"Hehe. Maaf ya, Bu."

"Ya sudah kalau begitu. Hati hati dijalan!."

"Iya Janu. Hati hati dijalan ya." Ucap april

"Terima kasih."

Aku mencium tangan ibu dan lekas pergi meninggalkan tempat mereka. Suara April masih terdengar. Ia masih memuji muji pria itu. Mengatakan setiap hal yang ia tahu dari pria itu. Setiap kalimat pujiannya terasa semakin membuatku memikirkannya.

Aku ini kenapa?? kenapa aku tidak suka jika April dengan pria lain? Apakah aku cemburu? Cemburu kenapa? April itu akan tetap jadi sahabatmu meski dia dengan pria lain. Ingat janjimu dan April waktu itu, Janu! Kalau pacar kamu atau pacar april membuat kalian berdua semakin jauh, lebih baik putuskan!

***

"Bu, Janu pulang!." Teriaku yang kemudian disambut dengan ibu yang datang menghampiriku.

"Kamu kenapa?."

"Hah?." Aku heran kenapa ibu tiba tiba bertanya begitu.

"Itu wajah kamu kelihatan muram begitu. Kenapa? Bilang sama ibu."

Ah sial. Ibu selalu tahu perasaanku.

"Tidak apa apa. Janu ke kamar ya..." aku lekas berlari agar ibu tidak terus memperdalam pertanyaannya.

Usai pergi ke kamar. Ibu menghampiriku. Eh ternyata ibu masih saja penasaran. Ibu menanyakan hal yang sama dan memintaku bercerita.

"Bu. Kalau kita tidak suka melihat seseorang dengan orang lain itu artinya apa?."

"Tidak suka bagaimana?."

"Ya tidak suka. Tidak suka dia dekat dengan pria lain. Rasanya dia harus terus dekat dengan kita. Itu kenapa ya?."

"Oh ini sedang bahas perempuan." Ejek ibu sambil tersenyum.

"Kamu itu cemburu!. Kamu suka dan cinta sama dia!." Jelas ibu.

"Bu, suka itu berbeda dengan cinta. Suka hanya sebatas kagum. Sementara cinta itu rasa ingin memiliki."

"Oh begitu.... Kalau rasa takut kehilangan seperti yang kamu rasakan apa?."

Aku menggelengkan kepala karena aku tidak tahu.

"Itu namanya cinta yang tulus. Cinta yang tidak hanya ingin memiliki tapi juga menjaga." Jelas ibu membuatku melamun sejenak.

Perhihal cinta aku masih meraba raba. Sebanyak apapun buku yang kubaca tentang romansa, aku tidak pernah merasakan yang seperti ini. Merasa takut kehilangan, tapi tidak tahu kenapa. Apakah karena cinta atau hanya ketakutan sementara.

Ibu lalu bergegas pergi, katanya mau membereskan rumah. Usai mendengar ucapan ibu tadi, aku jadi berpikir, apa iya aku mencintai sahabatku april? Ah mungkin ini hanya rasa sayang kepada sahabat saja. Memangnya siapa yang mau kehilangan sahabatnya karena sahabatnya pergi dengan kekasihnya? Tidak ada yang mau kan? Berarti aku juga begitu.

Handphone ku bergetar, menandakan ada sebuah pesan muncul. Aku langsung mengambilnya dari saku ku, dan melihatnya sambil tiduran dikasur. Pesan itu dari april. Dia bilang seperti ini.

"Janu, aku mau cerita. Dia sedang berbalas pesan denganku. Senangnya...."

Aku tahu "Dia" yang april maksud siapa. Pasti Fero. Ah aku jadi tidak selera membalas pesan April. Tapi aku harus berpura pura.

"Wah! Bagaimanaobrolannya? Seru?" Balasku bohong. Padahal yang ada dalam hatiku adalah "sudah April. Jangan membalas pesan dia terus!!."

"Dia menanyakan kabarku, hobi, dan segala macam. Dia juga bertanya aku sudah punya pacar atau belum. Ah dia sangat menyenangkan orangnya." Balas April dalam pesan itu.

"Bagus dong. Kamu bisa makin dekat sama dia! Sudah dulu ya. Aku mau pergi mengerjakan tugas keluar." Usai pesan itu rasanyanya aku mati rasa. Susah, susah jika harus terus terlihat bahagia ketika dia dengan yang lain padahal hati berkata itu sakit.

Aku terus berkata April cocok dengan dia, April harus dekat dengan dia, bla bla bla. Tapi aku juga terus merasa agak sesak saat mengatakannya. Aku harus mencoba melupakan perasaan ini. Yang aku juga tidak tahu ini perasaan apa. Perasaan sayang, suka, cinta? Ah sudahlah, lebih baik aku bersiap untuk pergi mengerjakan tugas kerumah Feby.

Bab 3 #1

Aku \= Januar Anggara

Hari ini aku berniat pergi kekampus meski tidak ada kelas. Mau bertemu april. Tapi April juga tidak ada kelas. Hmmm. Terus kenapa aku ke kampus? Haha. Soalnya tadi aku lihat ia membuat insta story sebuah foto meja meja yang berjajar yang aku yakin itu dikantin. Aku juga yakin foto itu ia ambil saat ini. Karena April anak yang jarang mengunggah foto, apalagi di insta story. Jadi jika dia membuat insta story, berarti ya itu yang terjadi sebenarnya. Karena itu, aku mau mengajaknya pergi. Siapa tahu dia sedang bosan.

Aku lekas pergi ke kampus untuk mengajak April makan ayam goreng. Haha. Sudah hampir tiap hari kami makan makanan itu. Kami tidak bosan, karena ketika kami makan berdua, yang penting itu bukan apa yang dimakan, tapi dengan siapa kita makan. Seperti aku. Jika aku makan ayam goreng terus menerus tapi bukan dengan april, aku juga bosan, malas, takut juga terus menimbun penyakit dengan makanan cepat saji. Tapi jika dengan April. Semuanya tak kupikirkan.

Aku menyimpan sepeda motorku di tempat parkir. Lalu turun dan mulai berjalan mencari April. Dan benar saja, dia sedang ada dikantin. Tapi sial, dia dengan seorang pria yang dari kemarin-kemarin membuatnya tersenyum bahagia. Sesak lagi. Mereka berdiri dari tempat duduk mereka, lalu berjalan keluar dari kantin. Dan otomatis mereka berpapasan denganku.

"Eh. Janu. Sedang apa?." Tanya April.

"Mmmm. Tidak tahu!." Jawabku aneh sekali.

"Eh. Ya sudah. Mau ikut kami jalan-jalan?"

"Tidak usah. Kalian pergi berdua aja."

"Kenapa?."

"Tidak apa apa. Eh Feby!" Teriakku pada Feby yang sedang melewati kami bertiga.

"Ada apa?"

"Hmmm. Tugas kita yang semalam....." aku mengajak Feby bicara sambil terus berjalan menjauhi April dan Fero.

Mereka berdua akhirnya pergi. Iya. Berdua saja. Aku sudah tahu sekarang. Aku memang cemburu. Aku tidak suka April dekat dengan yang lain. Meski waktu itu aku bilang tidak apa-apa jika dia punya pacar, asalkan dia tidak lupa terhadapku. Tapi sekarang rasanya lain. Aku cemburu melihatnya dengan pria itu.

***

Aku pergi ke tempat makan ayam goreng yang biasanya. Sebenarnya aku juga malas. Tapi kalau aku makan ayam goreng, siapa tahu April mau juga makan dan langsung berada dihadapanku. Tapi itu mustahil. Ya aku coba saja. Aku langsung masuk dan hendak memesan. April ternyata ada disana. Dugaanku benar. Tapi dia tetap dengan pria itu. Fero.

"Eh Janu. Ketemu lagi. Tadi diajak bilangnya tidak mau."

"April. Aku kira kamu tidak akan kesini."

"Fero. Tidak apa-apa ya, kalau janu ikut makan satu meja sama kita?." Tanya April pada Fero.

"Iya. tidak apa-apa kok." Fero menjawabnya dengan tersenyum meski aku tahu ia tidak suka.

Aku duduk dengan mereka berdua. Melihat mereka membicarakan apa-apa saja yang tidak mau kudengar. Andai aku bisa buta dan tuli untuk sejenak. Agar tak melihat dan mendengar apapun tentang mereka berdua. Rasanya sakit. Iya sakit. Tapi apa benar kata ibu bahwa aku itu mencintai april? Atau aku hanya takut kehilangan sahabat saja?. Kuharap yang terjadi adalah yang kedua. Karena jika aku mencintainya, aku takut jika dia tidak mencintaiku. Aku takut jika dia hanya ingin menjadi sahabatku saja.

Aku makan dengan cepat dan pergi dengan tergesa. Aku hanya bilang pada April bahwa ibu sudah menunggu. Dirumah aku duduk saja. Membaca buku. Tak ada kegiatan lain yang menggugah seleraku.

***

Malamnya April mengirim pesan padaku. Dia bilang dia sudah jadian dengan Fero. Secepat itu?. Iya. Cepat sekali. Mengalahkan kecepatan larinya citah dari kota bandung ke kota jakarta. Cepat sekali perasaan mereka tumbuh. Entah apa pupuk yang mereka gunakan.

Usai tahu mereka sudah menjadi pasangan, kau pasti tahu apa yang aku rasakan. Aku merasa kehilangan. Merasa bahwa apa yang aku butuhkan tidak lagi ada, merasa bahwa semuanya tidak akan lagi sama. Meski perasaanku begitu, aku akan selalu berpura-pura.

"Wah. Cepat sekali jadiannya. Selamat ya..."

"Hehe. Iya tadi tiba-tiba aja menyatakan perasaannya padaku. Aaaah. Mana mungkin aku bisa menolak..."

"Besok pulang kuliah mau kemana?."

"Mau nonton sama Fero. Kamu ikut saja."

"Tidak ah. Aku sedang banyak tugas. Melelahkan."

"Yah....."

Aku malas jika harus ikut mereka berdua. Memperhatikan mereka berdua mengumbar mesra, sementara aku hanya menahan luka sambil berharap sejenak bisa tuli dan buta.

***

Hari-hari usai April jadian, kami jarang pergi berdua. April sibuk dengan kekasih barunya. Dia sering mengajakku untuk ikut dengan mereka, tapi aku enggan. Sarapan yang suka ia bawa bukan lagi untukku. Tapi untuk Fero. Ia sudah jarang pergi ke toko buku bersamaku. Bertukar buku bersama ku. Ah semuanya jadi kelabu.

***

Pukul 10 pagi hari ini. Aku baru bangun hehe. Aku menatap keluar jendela untuk menikmati cahaya matahari masuk kedalam jendela ku. Karena kamarku di lantai dua, dari luar terlihat ada seseorang yang sedang memasuk masukkan barang. Sepertinya orang pindahan. Rumah itu memang sudah lama mau dijual. Tapi mungkin baru sekarang ada yang membelinya. Akhirnya ada tetangga baru.

"Janu... sudah bangun... ayo keluar, bantu tetangga yang mau pindahan?."

Hah? Ibu menyuruhku membantu mereka. Kenapa? Kan ada banyak petugas yang sudah dibayar disana. Ya sudah lah, aku lekas cuci muka dan keluar rumah. Seorang perempuan yang tak asing lagi tiba-tiba ada dihadapanku.

"April? Kenapa pagi pagi ada disini?"

"Aku pindah rumah. Hehe."

"Ah bercanda nih. Sudah ya. Aku mau bantu tetangga depan."

"Oh iya. Itu rumahku."

"Hah? Beneran pindah? Kenapa?."

"Nanti kujelaskan."

"Oke. Aku bantu beres-beres dirumahmu. Ciaaaaat!." Aku berlari ke rumah itu dan ikut memindahkan barang-barang dimobil ke dalam rumah. Ah aku senang sekali April pindah. Aku jadi bisa lebih sering bertemu dengan dia. Andai saja dari dulu dia pindah.

***

Semuanya selesai. Keringatku bercucuran dari kepala melewati wajahku. Baju kaos yang ku pakai basah karena keringat. Aku menghampiri April dan ibu yang masih duduk dan mengobrol berdua didepan teras rumahku.

"Ini minum. Cape?"

"Iya. Cape. Mau pingsan. Tapi takut tidak ditangkap."

"Hahaha."

"Eh iya. Kenapa kamu pindah?."

"Soalnya ayah akan sering ke luar kota. Ibu juga akan mengurus nenek yang sedang sakit. Jadi pulangnya pasti jarang."

"Kenapa pindahnya tidak lebih dekat dengan rumah nenek?."

"Disana tidak ada teman. Kalau disini kan ada kamu. Jadi bisa main kesini tiap hari. Bertemu ibu~. Hehe."

"Oh...." ucapku sambil mengangguk.

"Ih kamu tidak mau aku pindah ke sini?."

"Bukan. Bukan gitu."

"Sudahlah! Aku mau pulang!!."

Hah? Kenapa dia marah? Aku hanya menjawab oh saja. Tapi dia malah mengira bahwa aku tidak suka dia ada disini. Haha ada-ada saja. Aku hanya tertawa melihat dia yang marah-marah seperti itu. Seperti anak kecil. Apalagi kalau sudah mulai melipat tangan didada. Haha. Sambil berjalan sesekali dia menengokku kebelakang.

"Kenapa?."

"Ih kamu tidak berniat menahanku?."

"Tadi kamu bilang mau pulang."

"Ah sudahlah."

Dia aneh. Tadi dia bilang mau pulang. Terus dia mau aku menahannya agar tidak pulang. Dia kira ini sinetron?. Ada ada saja.

***

Malamnya aku berniat pergi kerumahnya. Tapi sebelum pergi, aku mengintip dulu keadaan rumahnya dibalik jendela kamarku. Apakah dia ada dirumah atau tidak. Ternyata dia ada disana. Dari jendela kamarku ku lihat dia sedang duduk didepan rumahnya. Kulihat dia tertawa dan berbicara. Dia mengobrol dengan pria yang saat ini sedang dia damba. Fero. Lelaki itu lagi. Lelaki yang tak ada habisnya membuat April semakin lengket dengannya.

Sial. Aku kira saat rumah april jadi sangat dekat dengan rumahku, aku pun akan semakin dekat dengannya. Tapi ternyata tidak. Sepertinya hatiku akan semakin panas karena setiap hari aku akan melihatnya dengan Fero. Laki laki yang sedang dicintainya.

Mataku terus menatap kearah rumahnya. Mataku yang tak henti menatap tapi hatiku yang terasa sesak. Semakin aku melihat mereka berdua, perasaan takut akan kehilangan itu semakin hilang. Karena hal itu tak lagi jadi rasa takut. Tapi aku mengira bahwa hal itu akan terjadi. Aku akan kehilangan April suatu saat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!