NovelToon NovelToon

Life Goes On

1. Hari Pertama Sebagai Siswa SMA

'Terkadang yang indah itu terasa singkat.'

—Life Goes On

Dipagi yang cerah, ada seorang pria paruh baya yang tengah sibuk dengan masakannya.

Srek!

Pria itu menoleh menatap kehadiran seorang yang baru saja keluar dari kamarnya dan langsung mencoba masakan nya menggunakan tangan kosong.

Plak!

Gadis itu mendelik mengusap tangannya yang di pukul lembut oleh pria tersebut. "Yah!"

"Apa? Mau marah sama Ayah? Mending kamu bangunin kakak kamu, ini udah jam berapa. Hari ini juga, hari pertama masuk kamu SMA."

Luve mencibik kesal. Ia mengambil sebutir telur rebus lalu berlari saat melihat tatapan kesal sang Ayah.

Tak lama kemudian, Luve sudah kembali duduk di meja makan sambil sesekali mencicipi masakan sang ayah yang terlihat mengiurkan.

"Udah kamu bangunin?"

"Udah." Jawab Luve.

"Kenapa cepat banget?"

"Cepatlah, kan kamar kakak di sebalah kamar aku." Nafis medelik mendengarnya.

"Kamu lupa? Kakak kamu bukan cuma Lintang sama Dylan doang." Ujar Nafis sukses membuat Luve menepuk jidatnya lupa.

Nafis menggeleng kecil melihat tingkah anak gadisnya.

Dengan kaki kecilnya Luve berlari menuju rumah yang terletak di seberang rumah miliknya. "Kak Heyden! Bangun!" Luve menatap heran kamar kakaknya.

Ceklek...

Netranya beralih menatap sosok yang baru saja keluar dari kamar mandi telah menggunakan seragam.

Luve tersenyum cerah, ia mengacungkan jari jempolnya, "bagus. Langsung ke rumah, sarapan!"

Luve langsung berlari meninggalkan Heyden yang belum sempat mengeluarkan sepatah katapun. Cowok itu hanya mampu menggeleng kecil melihat kelakuan adiknya.

Sesampai di rumah, Nafis menatap putrinya yang berlari kembali ke kamar.

"Mana kakak kamu?"

"Kakak nggak akan ilang Yah, jadi berhentilah bertanya!" Teriak Luve dari kamarnya.

BRAK!

Luve yang sibuk mencari seragamnya dikagetkan dengan suara pintu yang tertutup kencang.

Ia menatap pintu kamarnya yang masih terbuka dengan heran. Tapi saat mendengar suara gemercik air yang mengalir membuat Luve mendelik.

Ceklek! Ceklek! Dugh!

Luve mencoba mengatur nafasnya, dengan kesal ia berjalan menghampiri Nafis.

"Siapa yang dikamar mandi Yah?" Kesal Luve.

"Kakak kamu, Dylan." Jawab Nafis sambil menata sarapan untuk anak-anaknya.

"Kak Ai mana?" Heran Luve saat belum menemukan kehadiran sosok Heyden.

"Dia udah pamit duluan." Luve mengerinyit bingung.

Ceklek...

Luve menatap kesal sosok yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Pagi Ayah." Seolah tak punya salah, cowok itu langsung duduk dimeja makan.

Dylan yang ingin memasukkan sepotong roti di mulutnya, tidak jadi saat melihat tatapan adiknya.

"Kenapa lo?"

Dengan kesal Luve menendang kaki Dylan lalu langsung masuk ke kamar mandi, meninggalkan Dylan yang mengaduh kesakitan.

Netranya beralih menatap Nafis seolah bertanya 'dia kenapa Yah?'

Nafis mengangkat bahunya acuh, dan melanjutkan sarapannya.

Dylan melirik sekilas kehadiran sosok Lintang di meja makan.

"Aku pergi dulu yah!"

"Nggak sarapan?" Tanya Nafis menoleh menatap putra sulungnya.

"Di sekolah aja." Nafis menghela nafas melihat Lintang yang selalu melewatkan sarapannya.

...***...

Luve dan Dylan mencoba mengintip situasi sekolah yang terlihat ramai, karena sekolah sedang melakukan MPLS bagi siswa kelas 10.

"Mati gue. Udah mulai lagi. Terus gimana cara kita masuk kak?" Lirih Luve.

"Sorry aja! Gue masih bisa masuk. Tapi kalo lo—" Luve mencoba mencari sosok Dylan yang tadi ada di belakangnya menghilang.

"Pikir sendiri," Luve melotot saat melihat Dylan yang melompat dari atas tembok sekolah, meninggalkan dirinya sambil tertawa kencang.

"Anak setan!" Luve menghentak kakinya kesal. Ia kembali mencoba mengintip dan mendapati sosok Heyden tengah berdiri diantara teman-temannya.

Luve mengetik sesuatu di hape miliknya dan kembali menatap Heyden.

Heyden sendiri mencoba mencari keberadaan adiknya barisan kelas 10. Netra nya menangkap sosok Dylan yang tengah berjalan santai di koridor.

"Dia telat?"

Ia meraih hape miliknya, membaca pesan singkat yang dikirim oleh Luve.

Heyden menoleh menatap kearah gerbang sekolah heran. Baru saja dia ingin menghampiri adiknya, tapi ia mendengar namanya dipanggil oleh temannya.

"Nah mari kita sambut, ketua OSIS. Heyden."

Heyden menatap keberadaan adiknya sejenak sebelum memutuskan untuk naik ke podium.

"Pagi. Saya Heyden Al-Aizar kelas 12 IPA 1. Saya gak akan banyak bicara, disini saya hanya ingin kalian mengikuti acara MPLS ini dengan tertib dan disiplin. Jika ada yang ingin ditanyakan silakan datangi kakak pembimbing masing-masing."

"Kak! Izin bertanya." Mereka semua beralih menatap seseorang yang tiba-tiba saja mengangkat tangan.

"Say—

"Saya gak buka sesi tanya jawab," ucap Heyden datar.

"Tadi kakak ngomong 'jika ada yang ingin di tanyakan-"

"Saya bilang 'datangi kakak pembimbing masing-masing!' apa masih kurang jelas?" Ujar Heyden usai menyela pembicaraan salah satu peserta MPLS.

Bisa kalian rasakan bagaimana jika kalian diposisi siswa tersebut.

"Saya tidak akan mengulangi perkataan saya, jadi mohon dipahami." Ujar Heyden dan langsung turun dari atas podium.

Temen-temen Heyden yang mengerti suasana langsung mencoba kembali mencairkan suasana.

Rachel berjalan menghampiri Heyden, "gue titip mereka sebentar. Ada urusan," ujar Heyden melewati Rachel yang bahkan belum sempat mengeluarkan suaranya.

"Kamu mau kemana Den?" Teriak Rachel yang tak ditanggapi oleh Heyden.

Rachel mendengus kesal. Pasalnya jika ada urusan OSIS, mereka selalu pergi bersama, bahkan satu sekolah mengira bahwa Rachel adalah kekasih dari seorang Heyden Al-Aizar.

Tapi dari kejauhan Rachel bisa melihat bahwa Heyden berjalan mendekati gerbang sekolah dan tengah berbicara dengan seseorang.

...***...

Heyden berlari menghampiri adiknya, "kenapa gak langsung masuk?"

"Takut." Cicit Luve.

Heyden menghela nafas panjang, ia berjalan keluar lalu menarik lengan Luve lembut untuk menuju lapangan.

Sepanjang perjalanan menuju lapangan, Luve menundukkan kepalanya karena semua pasang mata menatap dirinya.

Terlebih teman-teman Heyden, karena baru kali ini Heyden mengandeng tangan seseorang.

Heyden membawa tubuh adiknya di samping podium, "tunggu disini."

"Ngapain?"

"Dihukum." Luve mendelik tak percaya, ingin protes tapi Heyden sudah lebih dulu meninggalkannya.

Disinilah Luve setelah berdiri kurang lebih 1 jam. Ia tengah berlari mengelilingi lapangan sebanyak 10 putaran, dihukum oleh Rachel-Wakil ketua OSIS.

Rachel menghukum Luve karena Heyden sendiri yang berbicara padanya untuk mengurus mereka.

"Lo terlalu sadis gak sih, kalo ngehukum dia sampe 10 puteran?" Tanya Vina yang berdiri disampingnya.

"Nggak juga, 10 puteran doang masa gak kuat."

Vina hanya mampu menggeleng kecil, berjalan meninggalkannya.

Sementara itu, Dylan yang ingin pergi ke toilet, menghentikan langkahnya saat melihat adiknya tengah lari keliling lapangan.

Ia langsung melesat turun berlari menghampiri adiknya.

"LUVE!"

Luve berhenti tepat di depan Dylan yang langsung dipapah oleh nya.

"Lo ngapain? Hah!" Luve menggeleng.

"Dia lagi di hukum, lari 10 puteran," Dylan menoleh menatap Rachel yang berjalan menghampirinya.

"10 puteran? Waras lo?"

"Dia telat, jad—

"Jadi lo ngehukum dia lari 10 puteran? Guru BK aja kalo ngehukum gak sampe 10 puteran."

"Mending lo bawa dia ke UKS." Mereka melihat Luve yang sudah duduk dengan keadaan setengah sadar.

Dylan yang ingin menghampiri Luve terhenti karena kehadiran Lintang yang sudah lebih dulu membawa Luve pergi.

"Inget! Sampai dia kenapa-kenapa, lo yang gue cari!" Ancam Dylan melanggkah pergi.

Rachel mendengus menatap kepergian Dylan kesal, "tadi Heyden sekarang Dylan."

...***...

2. Awal Kisah 1998

Heyden mencoba mencari keberadaan adiknya usai tak melihat sosok Luve di kelasnya.

Tersisa kantin tempat yang belum ia lihat dan benar saja, disana ada kedua adiknya sedang asik makan disaat kegiatan belajar berlangsung.

Tak!

"Kenapa gak dikelas?" Luve mengaduh kesakitan saat kepalanya diketuk oleh seseorang.

"Kak Ai?" Kaget Luve saat melihat kehadiran Heyden.

Dylan memutar bola matanya bosan, "Ck! Dia hampir pingsan gara-gara teman lo!," saut Dylan.

"Teman? Siapa?"

"Si Rachel, temen lo yang ngehukum dia," Heyden mengerinyit heran.

"Dia disuruh lari 10 puteran, lo bayangin aja seluas apa itu lapangan. Emang gak ngotak temen lo." Heyden terdiam entah apa yang ia pikirkan.

Luve mengangguk, "Untung ada Kak Lintang tadi."

"Lintang?" Bingung Heyden.

"Dia yang bawa Luve ke UKS."

"Terus dimana dia?" Dylan menggeleng tak tahu.

"Aku gak tau kalo kak Ai ketua OSIS," ujar Luve mengangkat jempolnya.

"Apa hebatnya ketua Osis," cibir Dylan.

"IH! Hebat lah, emangnya kayak lo." Dylan mendengus jengkel.

Tak lama terdengar suara ricuh karena bel istirahat berbunyi, membuat para siswa berhamburan ke kantin.

"Inget pesen Ayah, Luve," Luve memutar bola matanya bosan.

Nafis selalu berpesan kepadanya untuk tidak membuat masalah disekolah terlebih ia baru masuk SMA.

"Justru aku harus bikin masalah kak. Biar gak dibully sama temen-temen."

"Gak akan ada yang bully kamu."

"Masa? Kakak tau sendiri aku itu goblok, gak pinter. Tapi ayah masukin aku ke sekolah favorit gini, yang bener aja."

"Ini buat kebaikan kamu," jelas Heyden.

"Tau lo dibilangan jangan keras kepala! Tapi siapa juga yang mau bully lo jir? Lo liat aja kak Ai. Ketos nih, yakali ada yang berani macem-macem sama adeknya ketos," Tutur Dylan sambil memandangi murid-murid yang berlalu-lalang.

"Kebaikan apa! Kakak mau adek kakak dibully karena goblok? Kakak mah gak ngerti," kesal Luve yang ingin beranjak pergi tapi sudah lebih dulu ditahan oleh Heyden.

"Abisin dulu!"

Luve mencoba mengatur nafasnya yang memburu, "kak!" Adu Luve menatap Dylan penuh permohonan.

"Ck! Abisin dulu," kekesalan Luve bertambah saat Dylan malah memihak Heyden.

Tanpa mereka sadari banyak pasang mata yang menatap mereka penuh tanya, pasalnya Heyden dan Dylan sangat terkenal dikalangan siswa.

Selain otak mereka yang pintar, mereka juga tampan, dan baru kali ini mereka melihat Heyden dan Dylan berbicara panjang lebar dengan orang asing. Menurut mereka.

Terlebih banyak rumor bahwa Heyden adalah kekasihnya Rachel.

...***...

Tahun 1998

"Kamu suka coklat?" Tanya gadis kecil yang menyodorkan sebuah coklat di hadapan bocah laki-laki yang tengah sibuk mendengarkan musik menggunakan headset.

Merasa diabaikan, gadis itu mendengus lalu duduk di sebelah bocah laki-laki. Gadis itu menoleh ke arah rumah si bocah laki-laki yang terdengar berisik.

Netra gadis kecil itu jatuh pada dahi si bocah laki-laki, "dahi kamu berdarah."

Gadis cantik itu berlari menjauhinya. "Semuanya menjauh." Gumam bocah laki-laki itu.

Tidak heran dengan kondisi keluarga yang bermasalah, ekonomi yang bermasalah semua anak anak menjauhi dirinya. Kata mereka ayah nya adalah seorang penjahat, jadi tak ada yang berani berteman dengannya.

Deg!

Bocah laki-laki itu mendongak saat merasakan sesuatu yang menempel di dahinya. "Luka nya akan segera membaik jika sudah di obati."

"Dia kembali?"

Gadis kecil itu kembali duduk di sampingnya, lalu menjauhkan headset milik si bocah laki-laki itu.

"Kembalikan!"

"Kamu suka musik?"

"Kembalikan!"

"Tidak sebelum kamu menjawab pertanyaan ku." Bocah laki-laki itu mendesah lelah.

"Kenapa kamu selalu menutup telinga mu?"

"Haruskah aku menjawab?" Gadis kecil itu mengangguk.

"Tidakkah kamu mendengar teriakkan di dalam?" Gadis itu mengikuti pandangan bocah laki-laki itu.

"LUVENA?" Gadis itu mendongak menatap kehadiran sang ayah.

"Ayah?" Nafis tersenyum lembut menghampiri putrinya.

"Heyden?" Bocah laki-laki yang di panggil oleh Nafis mengangguk kecil.

"Kenapa main dis—

"HEYDEN!" Sebuah teriakan menggelegar yang meneriaki nama bocah itu.

Nafis berjongkok menyamai tinggi Heyden. "Dimana Mama kamu nak?"

"Tidak tau, paman." Nafis mengangguk, netranya jatuh pada seorang pria yang baru saja keluar dari rumah Heyden.

"DASAR ANAK SIALAN!

"HEYDEN DIMANA IBU KAMU?"

"PANGGIL ****** ITU KEMARI SIALAN!"

"Luve, ajaklah Heyden ke rumah untuk bermain." Luve mengangguk lalu berlari sambil menarik tangan Heyden untuk masuk kerumahnya.

"SIALAN HEYDEN KEMARI KAMU! KAMU PIKIR KAMU BISA LARI SEPERTI IBU KAMU?" Teriak marah pria itu.

"Berhentilah disana, sebelum aku melapor pada polisi!" Ancam Nafis.

Pria itu tertawa kencang mendengar ancaman Nafis.

Nafis mengetik sesuatu di ponselnya lalu menunjukkan nya pada pria itu.

"Hentikan langkahmu disana sebelum terlambat!"

...***...

"Kemarilah!" Luve menarik tangan Heyden hingga sampai pada sebuah piano.

"Bukankah kamu menyukai musik? Kamu tidak perlu menutup telinga mu lagi karena sekarang aku yang akan memainkan sebuah musik untuk kamu!"

"Ini seperti mimpi." Batinnya menatap gadis di depannya dengan pandangan yang sulit di artikan.

3. Selalu Bersama

Dalam beberapa hari ini, ada tempat yang sangat ingin Luve datangi.

Satu-satunya tempat yang langsung membuat Luve jatuh cinta dengan sekolah barunya yang menurutnya menyebalkan ini.

Bahkan ia rela bolos di jam pelajaran hanya untuk melihat tempat ini. Apa lagi jika bukan ruang auditorium milik sekolah.

Sebelum masuk, Luve memastikan terlebih dahulu situasi sebelum memutuskan untuk masuk, tanpa ia sadari ada sepasang mata yang sejak tadi mengawasi gerak-gerik gadis itu.

Luve menatap kagum setiap interior bangunan ini, tempat yang selalu menjadi impiannya sebagai seorang musisi kelak.

"It's my dream! Anjay!" Pekik Luve senang.

Matanya berbinar saat ia melihat sebuah piano di depannya.

"Ketemu ayang," Luve mencoba menekan tus-tus piano yang membuat ruang auditorium ini menjadi ramai.

"Emang kalo jodoh itu selalu ada aliran-aliran yang selalu menunjukkan keberadaan jodoh kita, orang-orang biasa bilangnya ikatan batin."

"Ini piano gue betak juga nih," canda Luve.

Ia bangkit dari duduknya dan berjalan mengitari piano.

Entah apa yang merasuki dirinya, tiba-tiba saja Luve membungkuk kan tubuhnya seolah-olah dia adalah seorang pianis terkenal yang akan memulai perfomance nya. Ia mulai bersiap untuk memainkan piano tersebut.

Hingga lima menit berlalu, setelah ia selesai memainkan piano tersebut, terdengar suara tepuk tangan dari pintu masuk.

Luve tersenyum cerah saat melihat siapa kedua orang tersebut dan memberi salam terakhir.

"Gimana? Bagus kan?"

"Udah ulti!" Sahut Dylan mengacungkan jempolnya, yang diangguki oleh Heyden.

"Siapa disana?!" Netra Luve terbelalak saat mendengar suara derap langkah terburu-buru yang mendekati ruang auditorium ini.

Mereka bertiga segera berlari untuk mencari tempat persembunyian.

"Sebenarnya gak berguna juga kita ngumpet," ujar Luve yang masih berusaha menyembunyikan tubuhnya di balik sela-sela kursi.

"Shutt!" Dylan memberi kode Luve agar diam.

Tubuh mereka terlihat amat sangat jelas di sela-sela kursi penonton. Heyden menghela nafas panjang, karena mereka sudah benar-benar ketauan.

Ia memutuskan untuk keluar dari tempat persembunyiannya diikuti oleh Dylan dan Luve.

Disinilah mereka dijemur di tengah lapangan membuat para siswa yang sedang istirahat menatap mereka heran.

Lebih tepatnya menatap Heyden, karena ini adalah kali pertama mereka melihat Heyden di hukum. Sebagai ketua OSIS, Heyden memang harus jadi panutan bagi seluruh siswa di sekolah.

"Panas!" Keluh Luve, Dylan yang peka terhadap adiknya langsung menghalangi matahari yang menyorot wajah adiknya.

"Kak Dyl—

Tak!

Luve mengaduh saat kepalanya diketuk oleh Heyden yang langsung menarik Dylan kembali ke posisi awalnya, "Kak!"

"Lakukan dengan benar."

"Tapi aku kepanasan kak! Kalo aku item gak ada yang suka gimana? Kakak mau punya adek item dekil?"

"Tau lo kak," Heyden mendelik saat Dylan ikut-ikutan.

"Setidaknya dia cantik walau otaknya bego," celetuk Dylan yang diangguki oleh Luve.

"Ini salahnya siapa? Kenapa bolos di jam pelajaran. Mau kakak aduin ke ayah?"

Luve menelan salivanya kasar, ai beralih menatap Dylan, "mainnya ngaduan nih gak asik. Kak Dylan juga bolos, kenapa aku doang yang disalahin?"

Dylan mendelik tak terima, "gue cuma ngikut kak Ai buat nyari lo."

"Kakak gak bolos, cuma kebetulan lewat didepan kelas dia, tapi dianya gak ada," jawab Heyden mencari alasan.

"Elah jadi main salah-salahan!" Kesal Luve yang ingin meninggalkan Heyden tapi kepalanya sudah lebih dulu ditempeleng.

Luve menyentuh belakang kepalanya yang ditempeleng oleh Heyden.

"Udahlah, udahan aja. Lagi pula emang lo gak haus kak?"

Dugh!

Dylan melotot saat kakinya malah di tendang oleh Heyden. "Ck! Kalo lo gak mau yaudah, berdiri aja terus sampe kaki lo pengkor!"

"Ayo Luve!" Ajak Dylan yang lebih dulu meninggalkan mereka. Heyden menghela nafas lelah. Ia tak tau harus menyebut kedua adiknya sebagai anugrah atau malapetaka di hidupnya.

Mereka meninggalkan lapangan tanpa menyadari sepasang mata yang memandang mereka dari kejauhan.

...***...

'Cewek itu siapanya Heyden sama Dylan?'

'Baru kali ini gue ngeliat Heyden sama Dylan secare itu sama cewek asing, bahkan adek kelas!'

'Dia kelas 10? Kok bisa deket sama Dylan?'

'Eh! Cewek itu yang waktu itu Heyden bawa ke lapangan kan? Mereka ada hubungan apa?'

'bukannya Heyden pacarnya Rachel ya?'

Seperti itulah gosip-gosip yang Luve denger selama ia memakan nasi ayam geprek nya.

Seolah tak terganggu, Dylan dan Heyden pun terlihat biasa saja dan tampak menikmati makanannya masing-masing.

"Kak Ai pacaran sama kak Rachel ya?"

Heyden mendongak menatap Luve datar, Sedangkan Dylan hampir saja tersedak.

"Tau dari mana lo?"

"Jadi bener?"

"Jangan dengerin!" Celetuk Heyden.

Dylan mengangguk setuju, "kak Ai, pacarnya itu buku-buku tebel. Anak ambis kayak dia pacaran? Gue kuras air laut!"

Luve terkekeh geli mendengar perkataan Dylan, "apa bedanya sama kakak? Kakak juga gila belajar."

"Tapi gak seobsesi itu sama buku, kalo kak Ai udah gak tertolong." Dylan tertawa saat Heyden mencoba mencubit pinggangnya.

"Ekhem!"

"Kita boleh duduk disini Den? Tanya Gema selaku ketua MPK dan temen sekelasnya Heyden.

"Duduk aja," jawab Luve sebelum Heyden menolaknya.

Dan benar saja, ia mendapat tatapan tajam dari kakaknya.

Saat itu juga Rachel langsung mengambil tempat duduk di samping Heyden dan Vina yang langsung mengambil tempat duduk di samping Dylan.

"Pelan-pelan napa Vin! Gue bawa bakso panas nih, kalo lo ke guyur gimana?" Kesal Nakala.

"Sorry."

Heyden dan Dylan mendelik tak terima saat Luve diapit oleh Gema dan Nakala.

"Kal! Tuker," titah Heyden yang langsung beranjak dari duduknya, begitupun dengan Dylan.

"Hah?" Tanpa mengulang kembali perkataannya, Heyden menggeser bakso milik Nakala.

"Lo juga pindah," titah Dylan, membuat Gema menghela nafas panjang.

"Kalo bukan tempat ini yang kosong, gue gak akan duduk di sini," kicau Gema.

Luve mengangkat bahunya tak peduli. Tangannya meraih saus yang ada di dekat Heyden. Namun saus itu sudah lebih dulu dijauhkan olehnya.

"Gak boleh pake saus ini, ini saus nya gak sehat." Latang Heyden menjauhkan saus tersebut, sedangkan Rachel yang sudah terlanjur menuangkan saus pada mangkuknya terdiam.

"Kak Dylan!" Adu Luve.

"Gak sehat itu Luve, ngerti dikit dong," ujar Dylan.

"Ekhm!"

"Sorry ganggu pembicaraan kalian, tapi sebenarnya hubungan kalian bertiga ini apa?" Kepo Vina yang mewakili seluruh kekepoan para siswa.

Bahkan kantin langsung hening saat Vina melontarkan pertanyaan itu.

"Kenapa?" Tanya Luve ketus.

"Cu-cuma penasaran aja, soalnya Heyden sama Dylan ini tiba-tiba akrab."

"Emang sebelumnya mereka gak akrab?"

"Bukan gitu, mereka kaya orang gak saling kenal sebelumnya, terus semenjak ada lo, mereka jadi akrab begini, dan lo siapa? kenapa lo manggil mereka kakak?"

"Gue Luvena dari kelas 10 IPS 2," jawab Luve.

"Maksud dia kenapa lo manggil mereka berdua dengan sebutan kakak?" Kali ini yang menyahut Dyra.

"Karena mereka kakak gue," jawab Luve yang langsung memeluk erat kedua lengan Dylan dan Heyden.

"HAH?"

...***...

Luve tertawa puas saat mengingat raut wajah semua siswa di sana terlebih raut wajah Rachel dan Vina.

"Pasti mereka nggak nyangka, seorang Heyden anak emas sekolah, dan Dylan, seorang bad boy otak emas adalah kakak dari seorang Luvena yang jenius," tawa geli Luve membuat Heyden jengah.

Luve menatap kesekitar mencari keberadaan Lintang, hingga ia melihat Lintang berjalan lambat di belakang mereka.

"Kak Lintang? Kenapa di belakang? Sini!" Heyden dan Dylan sontak menghentikan langkahnya.

"Ngapain di belakang kak? Naber ya?" Celetuk Dylan.

"Sembarangan!" Ketua Lintang saat tangannya ditarik agar mereka berjalan beriringan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!