"Bercerai lah, Bunda!" kata Adit anak pertama Vina dan suaminya Anwar.
"Sudahi semua deritamu, Bunda. Bercerai lah. Karena sekarang aku sudah bisa melindungi mu. Tinggalkanlah lelaki yang telah menyakitimu," lirih Adit lagi sambil membersihkan luka Bundanya.
Adit tahu, pasti Ayahnya telah memuk*l Bundanya lagi. Terbukti dengan adanya bekas lebam disudut mata dan bibir Bundanya.
"Tapi, bagaimana dengan masa depanmu dan adikmu Saka? Bagaimana dengan sekolahmu juga adikmu? Di dunia ini cuma kalian harapan Bunda." lirih Vina dengan mata sembamnya.
Vina, seorang anak yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan Kasih Sayang di sebuah desa. Dulu, dia pernah diadopsi sama keluarga yang belum memiliki anak di kota. Tetapi, setelah tiga tahun kemudian sang istri hamil dan Vina diusir tanpa diantar kembali ke panti. Sebab mereka terlalu malu dan sibuk sampai tidak ada waktu untuk mengembalikan Vina.
Setelahnya, untuk bertahan hidup. Dia bekerja apa saja dari memulung sampai jadi tukang cuci piring. Saat dewasa, dia bekerja di rumah sakit sebagai tukang bersih-bersih. Saat itulah dia bertemu dengan Anwar yang sedang menjenguk teman kerjanya di rumah sakit.
"Lagipula, Bunda masih mencintai Ayahmu, dan Bunda selalu berharap agar Ayahmu bisa berubah seperti dulu. Maafkan Bunda," lirih Vina.
"Ayah takkan pernah berubah Bun, selama Nenek dan Tante masih mencampuri kehidupan kita selama itulah Ayah takkan berubah." ujar Adit. Sebenarnya dia jengkel melihat Bundanya. Pasalnya bukan pertama kalinya sang Ayah memuk*l, menc*ci Bundanya. Namun, sudah sering, makanya dia memilih untuk tidak tinggal seatap dengan sang Ayah.
Adit dan Saka. Mereka ngekos nggak jauh dari tempat sekolahnya. Adit berusia tujuh belas tahun, dan duduk di bangku kelas tiga SMA. Sedangkan Saka umur enam belas tahun, dia kelas dua SMA.
Dulu, pernah juga Adit dan Saka berontak atas perlakuan Anwar terhadap Bundanya. Anwar tak segan-segan memuk*l mereka berdua. Bahkan, dia tega mengusir kedua anaknya. Sampai Vina memohon untuk memaafkan anak-anaknya kepada Anwar, dan berjanji akan menjaga mereka dengan baik.
"Maafkan Bunda"lirihnya lagi sambil bangkit meninggalkan Adit.
Adit menghela napas, andai dia punya uang. Pasti dia bisa mencukupi dan memberi uang untuk Bundanya dan Saka. Adit tau, selain alasan cinta. Bundanya pasti bertahan hanya untuk mereka berdua. Karena, dia pernah mendengar Ayahnya mengancam Bundanya, agar menghentikan nafkah dan sekolah mereka semua.
Setelah memukul istrinya, Anwar langsung pergi ke rumah Ibunya. jarak rumah Ibunya dan rumah Anwar hanya memakan waktu 15 menit menggunakan sepeda motor.
"Kenapa nggak kau ceraikan saja si Vina sih? Kan sudah Ibu bilang Vina itu, anak yang nggak jelas asal-usulnya. Sudah pasti dia anak haram, pembawa sial." gerutu Bu Fatma. Ibunya Anwar.
"coba deh, kamu pikirin, mana ada orang tua yang rela menyerahkan anaknya ke panti, kalau bukan dia anak haram?" kata bu Fatma lagi.
"Bener itu Mas, kata Ibu. Lagian nanti, Mas akan Sarah kenalkan sama temen Sarah." ucap Sarah.
"Atau Mas mau kembali lagi sama Mbak Nadin? Sarah dengar-dengar Mbak Nadin sudah janda lo Mas." lanjut Sarah.
"Aku kesini mau istirahat. Jadi, tolong kalian pergilah." bentak Anwar.
Bu Fatma dan Sarah langsung pergi meninggalkan Anwar di ruang tamu. Sebenarnya Bu Fatma tidak menyukai Vina. karena Vina miskin. Dia bercita-cita mempunyai menantu yang kaya. Agar bisa di pamerkan pada tetangga-tetangganya.
"Benarkah yang Ibu bilang, kalau Vina pembawa sial?'' gumam Anwar.
" Bukankah selama kami menikah, rezeki kami selalu seret? Jika tak di bantu Ibu. Mungkin untuk makan pun tak cukup." gumamnya lagi.
"Tapi, kalau aku menceraikannya, siapa yang ngurus rumah, dan aku. Sedangkan Sarah dan Ibu mana mau. Mereka taunya cuma menghabiskan uang saja." pikir Anwar.
🍁🍁🍁🍁🍁
Bu Fatma, seorang janda yang mempunyai dua orang anak. Anwar dan sarah. Dia termasuk janda kaya. Dia juga mempunyai kontrakan dan beberapa toko. Juga setiap bulannya mendapatkan uang pensiun suaminya. Maka, dari itu dia sangat marah saat mengetahui Anwar mau melamar gadis tanpa asal usul. Cuma, karena dulu Anwar pernah patah hati dengan mantan pacarnya, Nadin. Makanya, dia tak terlalu menentang sang anak. Dia takut sang anak bersedih terlalu lama. Apalagi orang-orang berkata Anwar setengah gila saat ditinggalin mantannya.
Setelah Anwar menikah dengan Vina, ia bertekad akan membuat rumah tangga anaknya hancur. Karena, Bu Fatma berfikir jika Anwar yang meninggalkan Vina, itu takkan mengganggu mental dan fisik anaknya.
Puncaknya, ketika ia mengatakan kepada Anwar, supaya memiliki anak perempuan. Sebab anak perempuan penting dalam sebuah keluarga.
"Gimana, caranya ya agar Mas mu, mau ceraikan Vina?" tanya Bu Fatma sama Sarah.
"Padahal, kita sudah mengatakan sama Anwar agar Vina bisa melahirkan anak perempuan. Karena, anak perempuan itu bisa menjaga orangtuanya sampai tua. Beda sama anak lelaki, nanti sudah dewasa menikah, dan meninggalkan orang tua." kata Bu Fatma lagi.
Bagi Bu Fatma, anak laki-laki hanya memberi uang untuk masa tuanya, berbeda dengan anak perempuan yang menjaga ibu bapaknya sampai tua.
Padahal, anak itu semuanya sama. Baik laki-laki atau perempuan. jika, memang anak baik, lelaki pun bisa bertanggung jawab terhadap orang tua. Karena anak durhaka tidak memandang laki-laki atau perempuan.
"Atau kita suruh Mas Anwar nikah lagi aja Bu? Siapa tau dengan menikah lagi Mas Anwar akan punya anak perempuan. Nanti pasti dia cerai in Vina." usul Sarah, yang malas manggil Vina dengan sebutan Mbak.
"Nantilah, kita katakan sama Mas mu. Sekarang biarkan dia istirahat." tutur Bu Fatma.
🍁🍁🍁🍁🍁
"Bagaimana keadaan Bunda Bang?" tanya Saka.
Menghela napas, tanpa menjawab pertanyaan sang adik.
"Kamu pulanglah menjaga Bunda dik. Kasihan Bunda, setidaknya dia ada yang menjaga." kata Adit.
"Tapi kata Bunda, Adik disini saja sama Abang." ungkap Saka.
Sebenarnya, Vina menyuruh Saka agar ngekos juga bareng Adit. supaya nanti jika Anwar memuk*linya Saka tidak melihat.
"Dengerin Abang, nanti jika kamu tinggal sama Bunda, kamu bisa menghibur Bunda. Kalau abang yang tinggal disana yang ada malah abang kebawa emosi. Tolong ya turuti abang untuk kali ini saja." mohon Adit pada Saka.
Adit memang orangnya kebawa emosi berbeda dengan Saka yang lebih sabar.
"Kalau gitu, aku siap-siap aja dulu ya bang. Nggak usah kasih tau Bunda." ucap Saka berlalu keluar dari kamar kos Adit.
Sesampainya Saka dirumahnya. Setelah memberi salam dia langsung masuk ke dalam. Walaupun salamnya tanpa balasan. Vina tinggal seorang diri di rumah tanpa ART. Karena rumahnya yang tak terlalu besar namun nyaman untuk ditempati.
"Bunda, adik kembali!" teriak Saka.
"Bunda" Panik Saka.
Terimong gaseh, saleum dari pidie
"Bunda, bangun Bun. Bunda kenapa?" tanya Saka panik. Soalnya pas dia ke kamar Bundanya, Vina terletak di depan pintu kamar mandi.
"Halo Bang, cepetan ke rumah. Bunda pingsan. Cepetan ya Bang." ujar Saka menelpon Adit.
Setelah menelpon Adit, Saka berlari keluar meminta pertolongan tetangganya. Soalnya dia nggak kuat pindahin Bundanya ke kasur.
"Buk Sur, tolongin Bunda Bu. Bunda pingsan. Tolong pindahin ke kasur ya" teriak Saka sama tetangga samping rumahnya.
"Baik Saka, sebentar ya Ibu panggil yang lain dulu." jawab Bu Sur.
"Bunda, bangun. Tolong jangan takutin Adik. Tolonglah Bun." sambil membalur minyak kayu putih pada hidung juga telapak kaki Vina.
"Sebaiknya di bawa ke rumah sakit aja sih Saka, kasihan Bundanya." usul Bu sur dan di iyakan sama tetangga lainnya yang membantu Vina.
"Iya Bu, ini lagi nungguin Abang dulu." jawab Saka.
Tak lama kemudian, Adit sampai dengan taksi dan dia meminta Saka agar membantunya angkatin Bundanya. Juga sekalian meminta Bu sur membawakan perlengkapan untuk Bundanya nanti ke rumah sakit.
"Kasihan ya Bu Vina, hampir setiap hari di kasarin sama suaminya." kata Ibu melihat Bu Vina.
"Iya, kalau aku jadi dia, udah ku lawan suami ku itu. Mentang-mentang dia laki. Dikira kita nggak bisa mukul dia balik." sahut ibu yang lainnya.
"Udahlah Bu, diam aja. Kita nggak tau masalah rumah tangga orang lain. jadi, stop berkomentar" perintah Bu Sur.
Sebenarnya, Bu Sur sudah menyarankan agar Vina melaporkan kepada pihak berwajib. Tetapi, Vina tidak melakukan itu. Karena dia takut berdampak terhadap masa depan dan pendidikan anaknya kelak. Jika ada yang tau, kalau suaminya pernah masuk penjara gara kasus KDRT.
"Bang, kita telfon Ayah dulu ya?" tanya Saka ragu-ragu sama Adit. Pasalnya sesudah Bundanya di tangani oleh dokter Adit tidak bicara sepatah kata pun.
"Untuk apa? Kalau untuk bayar rumah sakit, kita pakai uang tabungan kita aja." jawab Adit.
Selama ini Adit diam-diam memilih bekerja paruh waktu di tempat fotocopy. Sedangkan Saka, Adit melarangnya. Juga melarang agar Saka tidak memberitahu Bundanya. Karena setau Adit, bundanya jarang keluar rumah kalau tidak ada kepentingan mendesak. Karena untuk kebutuhan dapur, ada warung di dekat rumahnya. Lengkap dengan segala jenis ikan.
Adit, memiliki ciri-ciri manis, panjang 170 cm, hidung mancung juga memiliki mata hazel. Pembawaannya pendiam dan agak emosian. Berbeda dengan Saka. Dia memiliki ciri-ciri ganteng, panjang 175 cm, ramah ke setiap orang juga sabar dalam menyikapi masalah.
"Dengan keluarga Bu Vina?" tanya perawat yang baru keluar dari ruang pemeriksaan Vina.
"Ya, kami berdua anaknya" jawab Adit. Langsung berdiri.
"Ayahnya kemana ya? Ada yang ingin dokter sampaikan." tanya perawat.
"Ayah lagi diluar kota sus," jawab Saka.
"Kalau ada apa-apa bisa sampaikan sama kami saja." tegas Adit lagi.
"Bisa, telfon Ayahnya saja?" karena ini ada hal yang tidak bisa dibicarakan sama anak-anak.
"Tolong sampaikan sama Ayahnya ya dik" kata perawat lagi, sambil berlalu.
"Kamu aja yang telfon Ayah. Suruh ke sini." suruh Adit sama Saka.
"Nggak di angkat Bang, ini sudah beberapa kali Adik telfon." ujar Saka.
"Coba aja lagi." Kata Adit.
"Ditolak Bang," lirih Saka.
Di kediaman Ibu Fatma. Bunyi handphone Anwar terdengar nyaring diruang tamu. Sedangkan pemilik handphone tertidur dikamar dengan pulesnya.
"Coba kamu lihat, siapa sih yang nelpon Mas mu dari tadi. Kalau Vina yang nelpon kau matikan saja." suruh Bu Fatma pada anaknya.
Mereka lagi nyantai di kanebo halaman depan.
"Ibu, Saka yang nelpon." kata Sarah.
"Bangunin Mas mu, mungkin Saka ada perlu." kata Bu Fatma.
Bu Fatma walaupun membenci Vina, tetapi dia sangat menyayangi Saka. Tetap,i jika sama Adit Bu Fatma juga benci. Karena, dulu Adit pernah memarahi dan melarang Nenek juga Tantenya agar tidak ikut campur masalah keluarga mereka.
"Mas, bangun Saka nelpon." Kata Sarah sambil mengetuk kamar Anwar.
"Kau matikan sajalah, aku ngantuk masih ingin tidur. Palingan juga minta duit itu anak." teriak Anwar dari dalam kamar.
Kembali ke rumah sakit.
"Apa Saka ke rumah Nenek aja? Atau ke tempat kerja Ayah."
Anwar berkerja di kantor kecamatan. Menjabat sebagai sekretaris kecamatan.
"Hari ini tanggal merah. Jadi, Ayah libur. Kemungkinan besar kalau gak ke tempat Nenek dia ketempat tongkrongannya." Kata Adit.
"Lagian, kamu gak usah kemana-mana. Kalau nanti dia pulang gak ada Bunda. Nanti dia juga yang kebingungan. Jadi, nggak usah nelpon-nelpon lagi." tega Adit lagi.
Diruang dokter, dokter umum yang kebetulan jaga hari ini adalah Iqbal. Iqbal merupakan anak yatim piatu yang di rawat bersama dengan Vina di panti Kasih Sayang. Dulu saat di berpisah dengan Vina dia berumur 15 tahun. Dan Vina 10 tahun. Setelah berpisah hampir 30 tahun. Akhirnya yang dicari-cari pun telah bertemu. Tapi sayang dia telah menikah.
Iqbal tau, mungkin luka-luka yang ada ditubuh Vina akibat perlakuan dari orang terdekatnya. Cuma, dia sadar diri itu semua bukan ranahnya untuk ikut campur.
"Adikku, akhirnya kita bertemu" gumam Iqbal sambil memandang foto masa kecil mereka bersama Ibu panti.
"Sebenarnya, banyak hal yang ingin aku tanyakan padamu. Tetapi, setelah melihat keadaanmu aku berasa menjadi Abang yang gagal terhadapmu. Karena dulu kita pernah berjanji akan saling menjaga hingga kita dewasa." gumamnya lagi.
Dokter Iqbal, seorang duda yang diceraikan oleh istrinya akibat Iqbal divonis mandul. Dia telah menduda selama 10 tahun terakhir. Selama dia duda, tak terpikirkan olehnya untuk menikah lagi. Karena, menurutnya semua percuma. Tetapi, setelah melihat Vina juga keadaannya niat itu seakan-akan lenyap. Dia ingin melindungi dan menjaga Vina bukan lagi sebagai Abang. Melainkan suami.
🍁🍁🍁🍁🍁
"Vina, Vina" teriak Anwar.
"Kenapa, lampu nggak dihidupkan? Dimana kau Vina. jawab" teriak Anwar lagi.
Anwar menuju ke kamar. Saat melihat gak ada Vina di kamar hatinya mulai emosi. Tanpa pikir panjang dia langsung menuju lemari pakaian Vina. Soalnya dia takut kalau Vina kabur.
"Bajunya masih ada semua. Terus dia kemana juga ya." lirihnya.
"Apa dia ke tempat anak-anak? Kalau kamu berani keluar tanpa izin aku suamimu. Habis kamu Vina." gumam Anwar.
Anwar mengambil kunci mobil hendak keluar. Namun, dilihat oleh Bu Sur.
"Maaf Pak Anwar. Mau ke rumah sakit ya?" Tanya Bu sur.
"Ke rumah sakit? Ngapain?" tanya Anwar lagi.
"Lho, jadi Pak Anwar belum tau kalau Bu Vina ke rumah sakit? Tadi dia pingsan Pak. Terus dibawa Adit sama Saka ke rumah sakit." jelas Bu Sur.
"Saya belum tau Bu. Kalau boleh tau rumah sakit mana ya?" tanya Anwar.
"Rumah sakit Citra Husada Pak." jawab Bu sur.
Setelah mengucapkan terimakasih, Anwar langsung menuju ke rumah sakit.
"Awas kamu Vina, berani-beraninya kamu mempermalukan aku. Kenapa nggak ada yang memberi tahu aku. Pasti Vina sengaja supaya tetangga tau kalau aku nggak peduliin dia." tuduh Anwar.
Sesampainya Anwar di rumah sakit. Dan bertanya pada suster keberadaan Vina. Ternyata sudah pulang. Padahal suster sudah melarang Vina supaya dirawat satu malam agar keadaannya membaik. Tetapi, Vina memaksa untuk pulang.
"Apa Ayah kalian sudah pulang? Semoga saja belum" kata Vina sama anak-anaknya.
" Kalian tidak memberitahu Ayah kan kalo Bunda ke rumah sakit?" khawatir Vina. Sebab, dulu pernah dia keluar rumah tanpa memberi tahu suaminya. Pas, Anwar pulang Vina-nya nggak ada. Ditampar dan dituduh kelayapan, tanpa mau mendengarkan penjelasannya. Padahal Vina hanya ke apotik untuk membeli obat nyeri haid.
"Tadi, adik udah coba nelpon Ayah. Tetapi nggak di angkat Bun." jawab Saka.k
"Kenapa Bunda nggak dirawat saja sih? Kata dokter tekanan darah bunda kurang" gumam Adit. Setelah memastikan Bundanya berbaring dengan nyaman.
"Iya, Bun. Nanti kalo Ayah marah-marah biar kami yang hadapin." sahut Saka.
"Bun, Adik mau ngomong sesuatu. Adik sakit melihat Bunda terluka. Pliss Bun, sudahi lah pernikahan yang nggak sehat ini. Bunda berhak bahagia. Menyerah lah." lirih Saka.
"Jika, Bunda bertahan hanya untuk kami berdua. Lebih baik kami putus sekolah. Kami hanya ingin Bunda lepas dari Ayah. Mau ya Bun." Sambung Saka lagi.
"Nak, kalian taukan? Dulu, seberapa cintanya Ayah kalian sama Bunda? Bahkan dia, rela menentang Ibunya agar Bunda tidak tinggal satu rumah sama Nenek." Imbuh Vina.
"Bagaimana takutnya Ayah kalian saat melihat Bunda keguguran entah yang ke berapa kalinya. Sampai-sampai Bunda dilarang hamil lagi sama Ayahmu." lanjut Vina.
"Kalian ingat? Bagaimana cintanya Ayah kalian pada Bunda. Sampai-sampai Ayah menyewa jasa Bu Darmi untuk membantu Bunda ngerawat kalian?"
"Kalian tau? Bunda masih mencintai Ayahmu. Dia melakukan perbuatan keji ini baru 3 tahun. Tapi Bunda merasakan cintanya selama 15 tahun. Jadi, biarkan Bunda bertahan dan berharap agar bisa mendapatkan lagi cintanya." terang Vina.
"Kalian, istirahatlah. Abang untuk malam ini. Tidur di sini saja. jangan balik ke tempat kost." tegas Vina.
Tak lama kemudian, Anwar sampai kerumah. Dia yang kebawa emosi langsung masuk ke kamar tanpa tau kalau anak-anaknya menginap di rumah untuk malam ini.
"Kenapa kamu nggak nelpon aku kalau ke rumah sakit hah" bentak Anwar. Vina yang tertidur terkejut dengan kehadiran suaminya. Karena tadi kata Saka bahwa suaminya tidak menjawab telponnya Saka.
"Maaf, tolong jangan marah. Anak-anak ada disini." bisik Vina.
"Kamu itu, sudah keterlaluan tau nggak. Berapa kali aku harus ngomong. Jangan pernah keluar rumah kalau nggak sama saya. Kamu sengaja ya. Mau mempermalukan suami kamu sama tetangga-tetangga disini. Biar semua orang tau kalau aku menyiksa kamu. Iya?" tuduh Anwar. Sambil mencengkeram lengan Vina, tanpa perduli apa yang dikatakan Vina.
"Mas, sudah. Ada anak-anak." potong Vina.
"Mana anak-anak hah? Kenapa juga mereka gak ada yang memberitahuku? Kamu sengaja kan ngelarang mereka?" Tuduhnya Lagi.
Anwar melepaskan tangan Vina, saat mendengar ketukan dari pintu kamarnya.
"Bunda, bukain pintunya. Ayah jangan apa-apakan Bunda." khawatir Adit.
Tadi saat Saka, mau ke dapur ngambil minum. Dia mendengar suara Ayahnya dikamar. Jadi, buru-buru Saka memangil Adit.
"Bunda nggak apa-apa nak, kalian tidurlah." sahut Vina.
"Bunda, bukain pintunya. Adik mau masuk." teriak Saka.
Anwar, membukakan pintu kamar. Adit dan Saka langsung berlari menuju tempat Vina berada. Tanpa memperdulikan Anwar.
"Bunda nggak apa-apa?" tanya mereka berdua.
"Bunda, gak apa-apa. Jadi, kalian keluarlah. Bunda dan Ayah mau istirahat." tegas Vina.
Anwar jengah melihat obrolan mereka.
"sudah, kalian keluarlah." perintah Anwar, menunjuk pintu kamar.
"Untuk malam ini, kami berdua tidur sama Bunda." tegas Adit
"Iya, adik juga rindu sama Bunda, jadi mau tidur sama Bunda." lanjut Saka.
"Kalian berdua cepat keluar. Atau?" teriak Anwar.
"Atau apa?" potong Adit.
"Mau mukul*n kami? Atau mau ngusir kami lagi? Maaf ya Pak Anwar yang terhormat. Kami disini untuk menjaga Bunda. Jika aku melihat Ayah dengan sengaja memuk*li Bunda lagi. Aku nggak segan-segan melapor Ayah ke kantor polisi." tegas Adit lantang.
"Mungkin, selama ini Bunda mau aja Ayah bodohin, tapi tidak dengan kami." kata Adit.
Anwar meradang mendengar kata-kata Adit, dia yang kebawa emosi menampar Adit.
"Kamu, sudah keterlaluan. Ini yang diajarkan sama Bunda mu? sia-sia saja selama ini aku membesarkan kamu. Besarnya malah jadi beban orang tua." tunjuk Anwar.
"Mulai besok, kamu nggak akan pernah mendapatkan uang dari Aku. Dan besok, aku mau kunci motormu ada sama aku." tegas Anwar.
"Mas cukup, jangan pernah kamu siksa anakku lagi. Aku sudah menahan ratusan kali tamparan mu. Tapi, jika kamu berani memuk*l anakku lagi. Maka, aku pun akan melaporkanmu. Dan, asal kamu tau. Semua bukti kelakuanmu ada sama aku. Atau aku yang melaporkan pada atasanmu." ancam Vina. Sambil memeluk Adit.
"Ayah, kembalilah seperti dulu. Jadilah Ayah yang melindungi kami. Bukan malah menyakiti kami." ucap Saka.
Anwar yang mendengar kata-kata Saka terdiam, dan dia langsung mengambil kunci mobil di atas meja rias dan berlalu pergi meninggalkan rumah.
"Bunda, Abang dan Adik mohon. Bunda tinggalkanlah Ayah. Menyerah lah, Bunda" lirih Adit.
"Biar kami yang menjaga Bunda, dan merawat Bunda." ucap Saka.
Vina, enggan menanggapi ucapan anak-anaknya.
"Kalian istirahatlah, Bunda mau sendiri. Terimakasih karena melindungi Bunda" kata Vina, sambil menarik selimut.
Adit dan Saka meninggalkan keluar dari kamar Bundanya.
🍁🍁🍁🍁🍁
"Bro, kenapa kok kusut amat" Tanya Boy. Temen tongkrongannya Anwar.
"Biasa, pasti masalah sam bininya." sahut temennya yang lain bernama Ilham.
"Istri zaman sekarang kalo nggak di beri pelajaran memang kebanyakan kurang ajar. Sukanya ngelawan dan cerewet. Aku kalo di rumah pikiran mumet. Nggak sempet istirahatnya. Udah tau kita capek kerja, pas nyampe rumah malah di suruh bantu jagain anak." kata Boy.
"Bener tuh. Makanya aku betah berjam-jam kalau disini. Apalagi pelayan disini cantik-cantik. Bisalah kita cuci mata sekali-kali." ucap Ilham.
Mereka sekarang ada di kafe, yang buka sampai jam 4 subuh. Kafe tersebut, mempekerjakan para wanita hanya sampai jam 11 malam. Terus diganti sama laki-laki sampai jam 4 subuh.
Saat mereka lagi asyik mengobrol, mata Anwar menatap perempuan yang tak asing. Dia adalah Nadin. Anwar menatap lama perempuan yang pernah mengisi hatinya. Sampai-sampai temennya pun mengikuti arah pandang Anwar.
Hati Anwar berdenyut, dimatanya Nadin makin cantik. Bahkan lebih cantik dari istrinya Vina. Padahal Vina jauh lebih cantik. Cuma kecantikannya tertutupi dengan adanya bekas luka dari perbuatannya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!