"Kinara, hari ini ayah akan pergi ke Amsterdam untuk menyelesaikan pekerjaan yang sempat tertunda dua bulan yang lalu," ujar Antonio sambil menyantap sarapan pagi di meja makan bersama keluarganya.
Mahira mengangguk sambil mengunyah sandwich yang sedang dia pegang. "Baik ayah, apa Kinara harus ikut ayah?"
"Tidak usah. Ayah pergi tidak akan lama, sekitar lima hari dan ayah sudah kembali ke Indonesia," jawab Antonio sambil mengelap mulutnya menggunakan saputangan.
Mahira tersenyum sambil menganggukkan kepalanya lagi perlahan. Semua orang melahap makanannya dengan gembira, senyuman lebar kian tergaris saat Humaira dan Zidan selalu bercanda karena mempermasalahkan makanan mereka. Namun, beberapa saat kemudian suasana di meja makan seketika hening saat Lisa Sekertaris kepercayaan Antonio datang menghampiri meja makan. Pandangan semua orang teralih pada Lisa, Ya, semua orang begitu kagum dengan penampilan Lisa yang hanya seorang Sekertaris. Namun, di balik itu semua Kinara dan Humaira sama sekali tak menyukai Sekertaris ayahnya itu. Alasannya karena Lisa nyaris sempurna hanya untuk seorang Sekertaris. Dan yang lebih di khawatirkan oleh kedua anak perempuan Antonio adalah, mereka takut jika ayahnya akan terpikat oleh Sekertaris sendiri.
"Selamat pagi Pak, maaf jika saya mengganggu sarapan kalian semua. Saya hanya ingin menyampaikan jika pesawat yang akan kita tumpangi satu jam lagi akan take off. Semua berkas yang bapak minta juga sudah saya siapkan Pak." Dengan senyuman lebar, Lisa mengutarakan kedatangannya pagi ini ke rumah megah keluarga Antonio. Bukan hanya penampilannya saja yang sangat mempesona, namun suara Lisa juga begitu halus dan lembut, dia benar-benar wanita idaman para pria. Walaupun jika di lihat sekilas, ada kemiripan antara Antonio dan juga Lisa. Namun, Kinara tak pernah mau membesar-besarkan dugaannya.
"Baiklah terima kasih banyak Lisa, sekarang tolong ambilkan koper saya yang ada di ruang tamu. Masukkan kedalam bagasi mobil," ucap Antonio. "Tunggu! Satu lagi, tolong juga kamu bawakan tas hitam saya yang berada di kamar utama, sekalian jas warna abu tolong kamu bawa untuk meeting hari ini," ucapnya lagi sambil menunjuk ke arah kamarnya.
Kinara mengernyit, begitu pula dengan Humaira dan Zidan. Delima tak kalah terkejut mendengar ucapan suaminya. Mereka sangat tidak suka dengan sikap Lisa yang terlalu berlebihan sebagai seorang sekretaris. Wajar jika anak-anak dan bahkan istri Antonio begitu was-was terhadap Lisa, karena zaman sekarang seorang penghancur rumah tangga bisa jadi seorang Sekertaris. Apalagi Lisa begitu cantik menawan, bagaimana jika Antonio menyukai Lisa?.
"Baik Pak, saya akan mengambil barang-barang anda terlebih dahulu. Kalau begitu saya permisi dulu."
Dengan senang hati Lisa pergi ke kamar Antonio dan Delima dengan wajah berbinar dan tanpa ragu.
Semua orang memandang Lisa dengan tatapan tidak suka, apalagi Kinara dan Humaira. Mereka sudah sangat jengah dengan Sekertaris ayahnya itu. Lisa begitu bisa mengendalikan sang ayah, padahal anak-anaknya saja tidak bisa menyentuh keras kepala seorang Antonio. Bahkan Delima istrinya-pun tak bisa membuat Antonio menurut padanya. Tetapi, Lisa selalu menjadi andalan sang Ayah. Sama halnya seperti sekarang, Antonio begitu tidak suka jika tas hitamnya di pegang orang lain, hanya Antonio yang bisa membawanya. Namun, sekarang lagi-lagi Lisa bisa dengan mudahnya menyentuh barang Antonio bahkan Antonio sendiri yang menyuruhnya.
Braaaaak.
Humaira berdiri sambil menggebrak meja makan dengan cukup kencang, membuat semua orang berhasil mengalihkan pandanganya dan memperhatikannya.
"Humaira! apa yang kamu lakukan? semua orang sedang sarapan, tidak sopan menggebrak meja seperti itu!"
Antonio sangat tidak suka jika ada keributan saat sedang berada di depan meja makan. Wajar saja jika saat ini Antonio menegur Humaira dengan nada sedikit menyentak.
"Aku sudah selesai sarapan. Aku akan berangkat ke kampus sekarang," ucap Humaira dengan suara ketus sambil menatap tajam ke arah Lisa.
Antonio mengerti mengapa sikap anak keduanya mendadak kasar. Karena jika Humaira bertemu Lisa, maka sikap inilah yang akan dia tunjukkan.
"Loh, bukannya tadi kamu bilang jam kuliah kamu siang ya sayang? Kenapa berangkat sepagi ini?"
Bunda Delima terpaksa bertanya pada Humaira demi memecahkan ketegangan di pagi hari.
Humaira menatap Bunda Delima dengan tatapan tak suka. Begitulah tatapan yang selalu Humaira berikan pada Bunda Delima sang ibu sambung.
"Sejak kapan anda mulai khawatir saya berangkat pagi atau siang? Kenapa anda tidak khawatir pada suami anda saja!" ucap Humaira sambil mengangkat alisnya menatap sang ayah. "Jaga suami anda supaya pelakor tidak bisa masuk kedalam hubungan Anda! Bukannya malah sibuk kepo sama urusan saya!" ucap Humaira lagi, dengan sinis sambil melirik Antonio.
"Humaira! Jaga ucapan kamu! dia ibu kamu yang sudah membesarkan kamu dari kecil! Dimana sopan santun kamu sebagai anak? Apa ini didikan ayah selama ini?" sentak Antonio dengan wajah marah.
Humaira menarik nafasnya dengan kasar, lalu menatap Delima dengan tatapan berbeda, namun masih dengan perasaan yang sama. "Maaf Bunda, aku hanya menyampaikan apa yang ingin aku sampaikan. Jika bunda tidak suka, atau bunda tersinggung maafkan aku. Tapi, tolong fikiran ucapanku tadi. Jangan sampai hal yang di lakukan ibu kandung kami, terjadi pada Bunda di kemudian hari. Karena sebaik apapun Bunda pada kami, karma akan tetap ada. Jangan lupa, Bunda pernah merebut suami orang lain untuk Bunda jadikan suami sendiri dan membuat kami harus bersedia memanggil anda dengan sebutan Bunda."
Humaira langsung pergi tanpa mengucapkan salam ataupun menegur sang ayah. Humaira benar-benar sangat muak dengan Antonio, karena luka yang Antonio berikan terlalu besar untuk anak-anak yang masih haus kasih sayang seorang ibu. Ditambah sekarang Antonio memiliki Sekertaris yang begitu cantik, membuat Humaira kembali merasa waspada.
"Humaira! Kamu..." Kinara tak sempat melanjutkan ucapnya, karena Humaira sudah terlanjur pergi menjauh dari pintu.
"Aku juga sudah selesai. Bunda, Ayah dan Ka Mahira, aku pamit pergi dulu," ucap Zidan yang kemudian pergi menyusul sang adik Humaira dengan wajah datar.
Semua orang mengangguk, dan membiarkan Zidan pergi. Karena Zidan juga harus pergi ke kampus, lalu bekerja setelah dia selesai dari kampus.
Kini di meja makan hanya tersisa Kinara, Delima dan juga Antonio, dengan suasana tegang dan hening. Delima memandang wajah Kinara yang terlihat cemberut, dan kini Antonio malah sibuk memainkan ponsel pintarnya.
"Hari ini, apa kamu akan pergi ke kantor Nak?" tanya Delima.
Kinara mengangkat kepalanya lalu mengangguk dan tersenyum tipis. "Hmm, aku akan pergi ke kantor setelah mengantarkan tugas kuliah ke kampus Bun," sahut Mahira.
Tidak lama kemudian, Lisa turun dari tangga lalu pergi keluar membawa koper dan tas milik Antonio dengan tergesa-gesa. Wajar saja, mungkin karena berat mengangkat barang bawaan ayahnya itu. Delima maupun Kinara tak berfikiran negatif tentang Lisa, setelah Lisa keluar dari kamar Antonio.
Suasana yang hening, seketika buyar saat ponsel milik Antonio berdering.
"Bagaimana, apa kau sudah melakukan perintahku?" tanya Antonio di balik sambungan telepon. "Sial! urus semuanya! jangan sampai dia melakukan ancamannya! beritahu aku jika dia sudah berubah pikiran!"
Antonio langsung menutup sambungan teleponnya dan meremas ponsel miliknya dengan kasar. Bahkan Antonio sempat menggebrak meja makan di hadapan Kinara dan Delima, membuat anak sulung dan istrinya terkejut setengah mati.
Wajah Antonio berubah menjadi murka setelah menerima telepon dari seseorang yang tidak dikenal. Delima dan Kinara saling menatap satu sama lain dengan tatapan bingung. Bisa dilihat dari wajah keduanya, mereka pasti sedang bertanya-tanya ada masalah apa pada Antonio? dan siapa yang Antonio maksud yang telah mengancamnya?
BERSAMBUNG...
"Ada apa ayah? apa ada masalah yang serius?" tanya Kinara dengan wajah panik.
Bukan jawaban yang Antonio berikan, melainkan tatapan sinis yang Antonio tunjukkan pada anak dan istrinya. Setelah itu Antonio pergi dengan tergesa-gesa tanpa berkata apapun. Lagi-lagi Delima dan Kinara di buat bingung oleh sikap Antonio. Mereka hanya terdiam mematung sambil menatap kepergian Antonio.
"Sebenarnya siapa yang sudah mengancam Mas Anton?" gumam Delima sambil menatap punggung suaminya yang sudah tak terlihat lagi.
Kinara kemudian menatap Delima. "Bunda, apa mungkin ayah sedang dalam masalah besar?" tanya Kinara dengan wajah bingung.
Delima hanya terdiam sambil menatap balik Kinara dengan tatapan kosong, lalu beberapa detik kemudian Delima mulai tersadar, dia harus mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi pada Antonio. "Sayang, Bunda harus pergi. Bukankah kamu harus pergi ke kampus hari ini? pergilah, jangan pikirkan tentang ayahmu. Masalah ayah, biar bunda yang cari tahu," ucap Delima sambil mengusap wajah Kinara dengan lembut.
Walaupun Delima hanyalah seorang ibu sambung, atau orang-orang kerap bilang ibu tiri, Namun kesayangan Delima terhadap anak-anak sambungnya begitu besar. Bahkan Delima tak pernah menganggap ketiga anak Antonio sebagai anak tiri, melainkan sudah Delima anggap seperti anak kandungnya sendiri. Walaupun di antara ketiga anaknya hanya Kinara yang bisa menerima keberadaan Delima. Tidak dengan Humaira dan Zidan. Meskipun Zidan selalu bersikap ramah pada Delima, tetap saja Zidan selalu menjaga jarak bahkan bisa di bilang dingin dan cuek pada Delima. Padahal Zidan dan Humaira sudah di besarkan sedari mereka balita, Zidan berumur Lima tahun dan Humaira berumur empat tahun. Berbeda dengan Zidan yang masih bisa bersikap sopan pada Delima, Humaira justru sebaliknya, terkadang Humaira sering berbicara tegas dan cenderung keras pada Delima, walaupun ucapannya tidak pernah kasar. Dan bahkan Humaira sering mengungkit masa lalu yang pernah terjadi pada ibunya dan Delima terdahulu.
"Bunda mau pergi kemana?" tanya kinara.
Delima merasa panik, namun masih tetap bersikap tenang di hadapan Kinara. Dia tidak mau melihat anaknya khawatir, karena Delima yakin jika saat ini Antonio sedang dalam masalah besar.
"Bunda ada urusan sebentar, Bunda akan cari tahu masalah ayah kamu."
Delima tersenyum pada Kinara, lalu segera pergi dengan hanya membawa tas mewahnya.
Saat ini Delima benar-benar sedang tidak enak hati, jantungnya berdegup dengan kencang, hingga kaki dan tangannya ikut bergetar. Begitulah Delima jika dia sedang panik, maka tubuhnya akan terasa lemas.
"Apa mungkin Mas Anton pergi ke Amsterdam untuk bertemu wanita yang pernah dia hubungi beberapa waktu yang lalu?"
Kini pikiran Delima tertuju pada seseorang yang pernah membuat hati dan pikirannya tidak tenang. Ya, beberapa hari yang lalu Delima pernah memergoki suaminya sedang berbicara serius lewat telepon dengan seorang wanita di luar kamarnya. Delima sangat yakin jika itu seorang perempuan, walaupun Antonio terus mengelak saat di tanyai oleh Delima. Bahkan sebelum pembicaraan berakhir, Delima pernah mendengar jika Antonio menyebutnya dengan sebutan sayang, lalu kemudian memanggil nama lain dengan panggilan Mom La. Waktu itu sempat terjadi keributan antara Antonio dan Delima, Delima sangat yakin jika Antonio mungkin bermain gila di belakang Delima dan anak-anaknya. Namun, kemudian Antonio bisa meyakinkan Delima dan membuat Delima melupakan kejadian itu. Hingga tadi saat Antonio berbicara dengan orang asing, Delima sempat berfikir jika yang baru saja menelponnya adalah orang yang sama.
"Baiklah, aku akan menghubungi Lisa terlebih dahulu."
Delima mengeluarkan ponselnya, dan segera menelpon Lisa untuk memastikan keadaan Antonio terlebih dulu. Sudah berulang kali Delima menghubungi nomor Lisa, tapi Lisa sama sekali tidak menjawabnya, hingga Delima merasa kesal dan mengutuk Lisa dalam hatinya.
"Kenapa wanita ini tidak menjawab telpon dariku? apa mungkin Mas Anton yang menyuruhnya tidak menjawab telpon?" gerutu Delima sambil meremas ponsel miliknya.
Tak mau kehilangan akal, Delima akhirnya memutuskan untuk pergi mencari Antonio ke kantornya mengendarai mobil miliknya sendiri.
......................
ARCCORP
"Selamat siang Bu."
Hampir seluruh karyawan di kantor Arccorp menyapa Delima dengan sopan. Beberapa orang menatap Delima dengan tatapan aneh, lalu yang lainnya sedang berbisik-bisik, tapi entah apa yang mereka bicarakan. Tatapan aneh serta tingkah karyawan yang tak seperti biasanya, membuat Delima semakin yakin jika ada sesuatu yang terjadi pada suaminya
"*Apa benar perusahaan Pak Antonio sedang mengalami masalah? apa mungkin perusahaan sebesar ini akan bangkrut begitu saja?"
"Rasanya tidak mungkin Joe, ini perusahaan yang sangat besar, aku curiga jika Pak Antonio mungkin kalah taruhan atau semacamnya."
"Lalu bagaimana nasib kita kedepannya, jika isu kebangkrutan Arccorp benar-benar terjadi? atau bagaimana jika yang di bicarakan orang-orang selama ini benar? Pak Antonio akan segera menyerahkan perusahaan ini pada orang lain*!"
Langkah Delima seketika terhenti begitu mendengar percakapan para karyawati yang sedang membicarakan suaminya. Tubuh Delima bagaikan tersambar petir di siang hari, Kakinya terasa lemas tak bertenaga, jantungnya begitu terasa nyeri saat mendengar isu kebangkrutan di perusahaan suaminya. Bagaimana mungkin perusahaan sebesar ini akan bangkrut begitu saja? rasanya tidak mungkin dan sangat mustahil. Mengingat perjuangan yang selama ini dilakukan Antonio untuk mempertahankan perusahaannya sangatlah besar, bahkan Antonio sampai rela menjual saham mendiang istrinya hanya untuk membesarkan perusahaan ini.
"Hmm."
Delima sengaja mendeham agar para karyawan segera bubar dan kembali melanjutkan pekerjaan mereka.
"Eh ada Bu Delima. Maaf Bu, kami permisi kembali bekerja dulu."
Wajah para karyawati begitu gugup saat melihat istri bos besar ada di hadapan mereka. Mata mereka nyaris keluar dari tempatnya saking terkejut melihat Delima yang sedang menatap mereka dengan tatapan tajam.
"Sejak kapan karyawati di perusahaan ini sangat asik membicarakan bos nya sendiri? jika kalian sudah bosan bekerja di sini, sebaiknya kalian segera mengundurkan diri dari perusahaan ini! jangan sampai saya atau Pak Antonio memecat kalian secara tidak hormat."
Ancaman Delima begitu tegas dan menyeramkan. Selama bekerja di perusahaan Arccorp, para karyawan baru kali ini melihat kemurkaan seorang Delima. Pasalnya selama ini Delima begitu ramah bahkan sangat baik hati terhadap para karyawan di perusahaan suaminya ini. Tetapi saat ini, wajah Delima berubah menjadi merah padam, wajahnya sangat mengerikan dan menakutkan. Bahkan para karyawan harus bersusah payah hanya untuk sekedar menelan salivanya.
"Ma-Maafkan kami Bu Delima, Kami memang salah, tolong maafkan kami."
ucap salah satu karyawan sembari menunduk meminta maaf pada Delima.
Sekuat mungkin Delima segera mengendalikan emosinya. "Baiklah, saat ini kalian saya maafkan! tetapi, jika saya mendengar kalian masih membicarakan suami saya, maka tidak akan ada ampun untuk kalian!" ancam Delima.
Para karyawati segera pergi menuju ruangannya masing-masing dengan wajah tegang.
"Sebenarnya apa yang di sembunyikan mas Antonio dari saya dan anak-anak? apa mungkin selama ini ada hal yang kami tidak tahu tentang mas Anton?"
Bersambung...
"Al, kamu di mana? bisa tolong jemput aku di rumah, sekarang?"
"Aku lagi di rumah Saudara, kebetulan rumahnya Deket ko sama rumah kamu, sebentar lagi aku ke kesana ya."
Kinara segera menghubungi Alvian setelah keadaan hatinya sedikit membaik. Setelah kepergian Antonio yang tergesa-gesa bahkan sampai mengabaikan Kinara, Kinara menjadi lebih murung. Hati dan fikirannya sangat kacau, banyak hal yang saat ini sedang Kinara pertanyakan, terutama tentang si pengancam yang menelpon ayahnya. Seandainya Kinara tahu siapa yang sudah mengancam sang ayah, dan mampu membuatnya merasa khawatir, pasti Kinara akan membantu ayah Antonio sebisa mungkin, dan membuat si pengancam menyesal karena sudah mengancam ayahnya.
"Kenapa sampai saat ini ayah ataupun Bunda belum ada yang mengabari aku? apa mungkin ayah sudah berangkat ke Amsterdam?"
Pikiran Kinara hanya tertuju pada ayah Antonio dan Bunda Delima. Bagaimana ayahnya tidak bisa menangani suatu masalah? padahal selama ini ayah Antonio bisa dengan mudah melumpuhkan masalah walau sebesar apapun. Bahkan ayah Antonio mampu menaklukan mafia yang di kenal kejam sekalipun hanya dengan mengerahkan anak buahnya. Tapi sekarang, tiba-tiba saja ayah Antonio merasa khawatir dengan sesuatu yang sepertinya sangat serius. Dan yang sangat membuat Kinara berpikir keras hingga membuat dadanya sakit adalah, siapa yang berani mengancam seorang Antonio Ricardo? bahkan para mafia saja selalu takut jika ingin melawan ayah Antonio. Mereka harus berpikir dua kali sebelum menyerang ayah, karena ayah akan dengan mudah membuat orang-orang yang berurusan dengannya seketika jatuh miskin dan menjadi gelandangan. Setidaknya itulah yang Kinara tahu tentang keburukan ayah Antonio. tetapi sekarang pikiran Kinara bertambah, saat ibunya pergi mencari keberadaan sang ayah, Bunda Delima belum juga mengabari Kinara hingga saat ini, dan itu membuat Kinara merasa khawatir pada Bunda Delima hingga susah bernafas dengan lega.
"Belum berangkat Non?"
Lamunan Kinara langsung buyar seketika, saat Bi Hanum dengan sengaja bertanya pada Kinara.
"Belum Bi, Kinara lagi tungguin Mas Alvian. Dia mau jemput, katanya udah Deket karena lagi di rumah saudaranya."
Kinara tersenyum tipis sambil menatap Bi Hanum dengan tatapan hangat. Ya, Bi Hanum adalah salah satu asisten rumah tangga di keluarga Ricardo yang sudah bekerja selama delapan belas tahun. Bi Hanum sangat akrab dengan Kinara, bahkan dengan Humaira dan Zidan. Karena Bi Hanum sudah bekerja di rumah Ricardo dari saat Humaira masih bayi dan baru di lahirkan.
"Mau bibi buatkan teh, atau susu Non?" tanya Bi Hanum.
Kinara menggelengkan kepalanya perlahan. "Tidak usah Bi, sebentar lagi Alvian juga datang," tolak Kinara dengan lembut.
Benar saja, setelah menunggu Alvian selama beberapa belas menit, akhirnya Alvian datang menggunakan mobil mewah berwarna hitam pekat. Mobil ini sepertinya masih baru, karena baru kali ini Kinara melihat mobil Alvian yang ini. Sebelumnya selama ini, Kinara hanya di jemput memakai mobil biasa yang harganya mungkin murah. Namun, Kinara tidak pernah mempermasalahkan hal itu, karena Kinara bukan wanita matre yang menilai laki-laki dari hartanya. Tetapi sekarang, mobil Alvian terlihat sangat mewah dan keren. Sepertinya mobil itu juga sangat mahal, bisa dilihat dari body dan juga design mobil yang sangat elegan. Saat Kinara melirik ke arah belakang sesuatu membuatnya menganga. Ya, yang membuat Humaira sangat tercengang adalah, merk mobil Alvian adalah salah satu merk mobil limited edition yang hanya di jual 10 di dunia. Bahkan Antonio saja tidak dapat membeli mobil ini, karena sudah lebih dulu kehabisan.
"Al-Alvian?"
Kinara terbata-bata memanggil kekasihnya itu, saking terkejutnya Kinara dengan penampilan baru Alvian.
"Selamat siang sayang," sapa Alvian sambil mencium punggung tangan Kinara.
"Ini beneran kamu Al?"
Kinara ingin memastikan jika ini benar-benar kekasihnya, dan bukan orang lain. Kinara sempat berpikir mungkin saja itu orang lain yang menyamar jadi Alvian karena ingin mencelakai Kinara. Mungkin saja itu terjadi, karena saat ini ayahnya kan sedang dalam masalah. Tetapi Kinara kembali berpikir, apa iya ada orang selain saudara sendiri yang begitu mirip wajahnya? bahkan sangat mirip dan identik.
"Ha. Iya sayang ini aku, memang siapa lagi Kinara? Apa Alvian kekasihmu begitu banyak, sehingga kamu tidak mengenali pacarmu sendiri."
Alvian tertawa kecil sambil mencubit pipi Kinara dengan lembut guna menggodanya.
Kinara membulatkan kedua matanya hingga membentuk bulatan sempurna, tak lupa keningnya ikut mengerut tak kala melihat Alvian juga menggunakan jam tangan mewah yang harganya ratusan juta. Dalam hatinya Kinara berpikir, dari mana Alvian mendapatkan barang-barang mewah serta pakaian branded seperti itu? apa mungkin selama ini, Alvian adalah keturunan orang kaya yang menyamar jadi orang sederhana?.
"Ah maaf, maafkan aku Al. Aku hanya terkejut saja karena kamu...."
Kinara tak berani melanjutkan ucapannya, dia takut menyinggung perasaan Alvian jika mengutarakan isi hati dan pikirannya.
"Karena aku apa sayang?" tanya Alvian yang penasaran dengan ucapan Kinara.
Kinara menatap Alvian dengan tatapan penuh tanda tanya, rasanya Kinara ingin sekali bertanya pada Alvian, darimana semua barang mewah yang saat ini Alvian pakai. Bahkan mobilnya saja keluaran terbatas. "Ah tidak... Kamu hari ini hanya terlihat lebih keren daripada sebelumnya," sangkal Kinara sambil mengusap punggung kepalanya demi menghilangkan gugup.
"Yasudah, kalau begitu ayo kita pergi ke kampus. Bukannya tadi kamu bilang, minta aku jemput untuk pergi ke kampus kan?"
Kemudian Kinara segera menaiki mobil mewah milik Alvian dengan perasaan canggung. Lalu Alvian melajukan mobilnya menuju kampus. Walaupun sebenarnya Kinara masih penasaran dari mana asal muasal mobil mewah ini, serta barang mahal lainnya milik Alvian.
Saat di perjalanan suasa di dalam mobil begitu sangat canggung, tidak seperti biasanya. Alvian dan Kinara akan selalu bercanda bahkan saling memuji satu sama lain saat sedang berdua seperti ini. Tetapi hari ini suasananya terasa sangat berbeda, ada rasa aneh yang mengganjal di hati Kinara. Padahal sebenarnya tujuan Kinara mengajak Alvian bertemu ingin menceritakan keluh kesah tentang ayah dan Bundanya seperti biasa. Tetapi rasanya saat ini Kinara belum siap berbicara tentang keluarganya pada Alvian.
"Kenapa kamu diam saja sayang? nggak mau cerita sesuatu sama aku? biasanya juga kamu bawel banget ceritain semua keluarga kamu, apalagi ayah Antonio."
Alvian seperti sudah bisa menebak isi hati dan pikiran Kinara.
Kinara melukiskan senyuman lebar di wajahnya sambil melirik Alvian. "Ternyata kamu masih Alvian milikku yang selalu mengerti isi hati pacarnya."
Kinara segera merangkul lengan kokoh Alvian lalu bergelayut manja di lengannya. Kini perasaan Kinara semakin membaik karena bersama Alvian.
"Apa yang mau kamu ceritakan sama aku?" tanya Alvian sambil fokus menyetir mobil.
Kinara segera melepaskan tangannya dari tangan kokoh milik Alvian, lalu menyandarkan diri di kursi mobil sambil menghembuskan nafasnya dengan kasar.
"Hari ini aku tidak akan bercerita tentang Ayah Antonio, aku hanya ingin mendengar penjelasan kamu soal ini semua," ucap Kinara sambil memperlihatkan senyuman manja di wajahnya.
Kinara mulai memberanikan diri untuk bertanya tentang rasa penasarannya yang dari tadi sudah menumpuk di dalam hati.
Namun, bukannya menjawab pertanyaan dari Kinara, Alvian justru menatap Kinara dengan tatapan aneh, raut wajahnya berubah dengan cepat. Wajahnya mulai menegang dan tatapannya berubah tajam. Apa mungkin Alvian tidak suka dengan pertanyaan Kinara?
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!