Tampak seorang pria memakai kaca mata hitam dan juga pakaian kantor serba hitam berdiri di atas speedboat. Tangan kanannya di masukkan ke dalam saku celananya, menikmati terpaan angin laut yang begitu kencang.
Tak lama, datanglah seorang pria dengan memakai pakaian casual dan jaket coklat menghampirinya. Lalu, menepuk bahunya.
"Alan, apakah keputusanmu sudah bulat?" Tanya seorang pria itu.
Alan Raynard Annovra, seorang pria bertumbuh tinggi. Garis rahang wajah tegas, memiliki mata yang tajam, dan memiliki bola mata berwarna hitam legam.
"Keputusan apa?" Tanya Alan tanpa menatapnya.
"Hey, ayolah. Azalea, istrimu itu. Dia ... Sangat cantik, dan lagi. Dia sudah mengandung anakmu, apa kau sama sekali belum mencintainya?"
Alan menatap pria yang terlalu banyak bertanya itu, dia melepas kaca matanya. Sehingga, terlihat lah mata tajam menghunus darinya.
"Brandon, jika kau tidak kunjung diam. Aku akan melemparmu dari kapal." Sentaknya.
Brandon Carlos, sahabat Alan. Mereka sudah bersahabat sejak mereka SMP, membuat keduanya sama-sama tahu pahitnya kehidupan masing-masing.
"Ayolah Alan, kau tidak kasihan? tidak semua wanita seperti ibumu dan juga mantan kekasihmu. Azalea berbeda,"
Wajah Alan berubah semakin datar, temannya itu tak ada takut-takutnya dengan dirinya.
"Kau tidak pernah merasakan menjadi diriku, Brandon." Tekan Alan. Dia kembali memakai kaca matanya dan menatap lautan lepas.
Alan memejamkan matanya, menahan sesak di dadanya. Pria itu kembali mengingat kisah kelamnya.
Di umurnya yang ke tujuh tahun, dia kehilangan sosok ayahnya. Lalu, ibunya menikah lagi dengan seorang duda kaya raya. Namun, suami baru ibunya tidak mau ibu Alan membawa Alan kecil bersama mereka.
Sang ibu, akhirnya menaruhnya di panti asuhan, Alan ingat jelas bagaimana dirinya mendengar perkataan ibunya sebelum wanita itu meninggalkannya.
"Jadilah orang yang sukses, jika kamu telah memiliki uang. Maka kamu akan punya kuasa."
Alan menghela nafasnya pelan, dia mencoba mengatur nafasnya agar dadanya tak terasa sesak.
Otaknya kembali memutar, saat dirinya di rendahkan oleh wanita yang ia cintai dulu.
"Kamu itu hanya karyawan biasa! bagaimana bisa menghidupiku nantinya! aku mau denganmu, hanya karena ketampananmu. Aku tidak mau menikahi pria miskin seperti mu."
"Aku tidak butuh wanita, yang hanya aku butuhkan. Hanyalah, seorang penerus. Aku benci wanita." Lirih Alan, matanya menghunus tajam ke depan. Sedangkan kedua tangannya, mengepal erat di kedua sisi tubuhnya.
Brandon menyeringai, "Suatu saat, kamu akan merasakan yang namanya takut kehilangan. Kamu bahkan akan menjatuhkan harga dirimu, demi membuatnya bertahan disisimu."
"Gak akan pernah!" Sentak Alan.
Keduanya akhirnya tak lagi berkata, hingga teriakan asisten Alan membuat keduanya menoleh.
"BOS! BOS! ADA KABAR DARURAT!!" Teriaknya. Dia memberikan ipadnya pada Alan agar pria itu membacanya.
"Tanah yang akan kita dirikan menjadi sebuah perumahan, sedang di demo warga. Mereka tidak terima kampung mereka di masuki oleh warga asing nantinya."
Alan menatap ipad yang asistennya berikan, dimana dirinya melihat video kerusuhan warga di sana.
"Kita kembali ke tepi, sekarang juga!" Alan mengembalikan ipad tersebut pada sang asisten. Dia lalu, memakai kaca matanya kembali dan bergegas masuk ke dalam speedboat.
Brandon akan menyusul Alan, tetapi sebuah notifikasi membuatnya diam di tempat. Ternyata, seseorang mengirimkan pesan padanya. Tanpa berpikir panjang. Dia segera membukanya.
"Azalea?" Gumam Brandon.
"Brandon, apa suamiku baik-baik saja? aku lihat di TV, Proyeknya sedang di demo warga. Aku cemas memikirkannya."
Brandon tersenyum tipis, dia menatap dimana Alan menghilang setelah masuk ke dalam speedboat.
"Bahkan, di saat seperti ini. Dialah orang yang pertama kali mengkhawatirkan. Walau dia tahu, jika pernikahannya denganmu, akan berakhir setelah anak itu lahir. Namun, kasih sayangnya padamu. Sudah tidak dapat di ragukan lagi. Suatu saat, kau akan menyesal telah menyia-nyiakan wanita sebaiknya." Gumam Brandon.
.
.
.
Di Mansion mewah, tampaklah seorang wanita cantik dengan perut besarnya tengah uring-uringan di ruang TV.
"Brandon belum bales lagi, semoga mereka baik-baik saja." Gumamnya, sembari meremas ponsel yang berada di pelukannya.
Azalea Carolline, seorang wanita cantik berumur 20 tahun. Dia adalah seorang wanita yatim piatu yang merasa beruntung di peristri oleh Alan.
Saat dirinya di jual oleh pamannya sendiri pada pria tua. Alan datang dan menawarkan perjanjian pada Azalea. Bahwa, dia akan menyelamatkan Azalea asalkan Azalaea mau mengandung anaknya.
Akhirnya Azalea memilih untuk menikah dengan Alan sampai dia melahirkan anak untuk pria itu. Setelah itu, Alan akan menceraikan nya.
Azalea setuju, pernikahan mereka akan berjalan sampai Azalea berhasil memberikan Alan seorang penerus.
"Non Lea, jangan banyak gerak. Bibi jadi ngeri lihatnya." Tegur seorang maid.
"Aku khawatir sama mas Alan Bi. Bi sari, apa ada telpon dari mas ALan?" Lirih Azalea.
Bi Sari, kepala maid di Mansion milik alan. Dia maid yang sangat dekat dengan Azalea, bahkan dia sudah menganggap Azalea seperti anaknya sendiri.
"Belum non, Tuan Alan kan bodyguard nya banyak. Pasti bisa menjaganya, Non gak usah khawatir yah," ujat Bi Sari sembari mengelus bahu Azalea.
"Sudah, sekarang kok duduk dulu. Biar bibi ambilkan air sebentar." Bi Sari menuntun Azalea untuk duduk, sementara dirinya pergi ke dapur untuk mengambil air.
"Nih non." Bi Sari datang dengan air putih di tangannya.
"Makasih bi." Azalea pun menerima gelas itu.
Saat Azalea meminum nya, tiba-tiba saja dia merasakan sakit di perutnya. Hingga, dirinya tak dapat menahan gelas yang sedang dirinya pegang. Membuat gelas itu jatuh di lantai dan menimbulkan suara yang cukup nyaring.
PRANG!!
"NON!!"
"AAAWWHH!!" Azalea memegang perutnya yang terasa sangat sakit.
Bi sari panik, dia pergi memanggil bodyguard yang berjaga. Setelahnya, dia kembali dengan bodyguard tersebut.
"Ayo non, kita ke rumah sakit." Ajak Bi Sari.
Bi Sari membantu Azalea bangun, tetapi. Tangannya tak sengaja menyentuh belakang dress yang Azalea kenakan.
"Astaga! non mau melahirkan!!!" Pekik Bi Sari.
Bi sari menatap bodyguard yang ikut menuntun Azalea.
"Kamu! bilang sama supir, suruh siapkan mobil!!" Titah Bi Sari pada salah satu dari bodyguard yang membantu.
"Baik!" Bodyguard itu bergegas keluar untuk meminta supir menyiapkan mobil.
Bi sari membantu Azalea masuk, maid lain turut membantu mengambil barang-barang yang di perlukan.
"Sshh!! sakit bi." Ringis Azalea.
Air mata Azalea luruh, dia merasakan sakit yang amat sangat di perutnya.
"Tarik nafas non, habis itu buang perlahan. Atur nafas, tenang yah ... sebentar lagi ... Kita sampai di rumah sakit." Bi Sari ikut khawatir dengan kondisi Azalea.
"Gak tahan bi hiks ... sakit sekali hiks ...,"
Bi sari menepuk bangku supir dengan keras, "Cepetan nyetirnya!!" Pekik Bi Sari.
"I-iya!" Supir pun turut panik.
Mobil melaju dengan kencang, beruntung jalanan saat itu tidak macet. Sehingga mereka bisa sampai di rumah sakit lebih cepat.
Bi Sari keluar lebih dulu, dia bergegas memanggil dokter dan suster agar menangani Azalea.
Azalea di pindahkan ke atas brankar, brankar tersebut pun di dorong memasuki ruang persalinan.
"Maaf, tunggu di luar. biarkan kami yang menanganinya." Bi Sari tidak bisa masuk, karena suster melarangnya.
Bi Sari meremat tangannya, keringat dingin membasahi keningnya.
"Semoga ibu dan bayi selamat." Gumam Bi Sari dengan suara bergetar.
___
NOVEL BARU AUTHOR, JANGAN LUPA DUKUNGANNYA YAH🥰🥰🥰
Tenang ... tenang, seperti biasa. Alur yang akan author buat beda dari yang lain yah. Pokoknya, kalian akan greget dengan alurnya🥳🥳
*Sedang tahap perbaikan Typo di semua part nya. Tolong bantu untuk menandainya. Terima kasih kawan😊*
"POKOKNYA! KAMI TIDAK INGIN ADA WARGA ASING YANG MENEMPATI KAMPUNG KAMI!!"
"YA! BENAR!! KAMPUNG KAMI AKAN RUSAK OLEH ORANG KOTA!"
Para tukang proyek, tak dapat menangani para warga. Mereka tengah menunggu kedatangan Alan, untuk memberikan solusi bagi semuanya.
Tak lama, Mobil Bentley berwarna hitam membelah kerumunan. Supir keluar dan membukakan pintu penumpang.
Terlihat, Alan keluar sembari memasangkan kancing pada jas hitamnya. Kaca matanya pun bertengger manis di hidung mancungnya.
Alan mengambil speaker milik petugas proyek, lalu dia berteriak dengan lantang dan membuat ocehan para warga berhenti.
"DIAM SEMUANYA!"
Tiba-tiba suara senyap, mereka terkejut dengan suara berat milik Alan. Sementara Brandon, dia berdiri di samping Alan.
"Apa hak kalian mengusir saya? Saya membeli tanah ini dengan uang saya, bukan uang kalian. Saya akan membatalkan pembangunan ini, dengan syarat. Kembalikan uang saya!" Seru Alan dengan penuh penekanan.
"GAK BISA GITU DONG PAK! INI KAMPUNG KAMI! JANGAN SEENAKNYA DISINI!" seru seorang warga laki-laki yang memegang spanduk.
Alan membuka kaca matanya, dia menunjuk orang itu dengan kaca mata miliknya.
"Siapa namamu?" Tanya Alan.
"Riski." Jawab orang itu.
Alan mengangguk, dia menoleh menatap Asistennya dan berkata, "Catat namanya, kita akan bawa masalah ini ke meja hijau."
"LAH! S3MPRUL!" Pekiknya tak terima.
Alan kembali memakai kaca matanya, orang-orang di sana sungguh menjengkelkan untuknya.
"Saya gak main-main, siapa lagi yang ingin seperti dia? Namanya akan saya catat, dan kita bertemu di meja hijau. Kalau berkenan, silahkan mengantri dan Asisten saya yang akan mencatatnya," ujar Alan.
Alan berbalik, dia kembali memasuki mobilnya. Brandon pun menyusulnya masuk, sementara para warga akhirnya terpaksa bubar.
Di perjalan, Alan menghela nafas pelan. Ini bukan pertama kali untuknya, berurusan dengan para warga.
Beberapa menit perjalanan, mobil terhenti di perusahaan milik Brandon. Brandon keluar dari mobil milik Alan, dan memasuki perusahaannya.
"Maaf tuan, kita langsung ke rumah sakit atau gimana?" Tanya Asisten Alan.
Alan yang tadinya bermain ponsel, seketika menghentikan kegiatannya. Kening nya mengerut, menatap Asistennya dengan pandangan bingung.
"Kendrick, apa maksudmu? Memangnya, ada apa di rumah sakit?" Bingung Alan.
Kendrick, yang merupakan pria berusia 22 tahun. Dia sudah menjadi Asisten Alan sejak satu tahun belakangan.
"Maaf tuan, satu jam yang lalu Bi Sari mengabarkan. Jika istri anda akan melahirkan, dan di bawa ke rumah sakit." Terang Kendrick sembari meringis saat melihat wajah tuannya itu yang tak bersahabat.
"APA?! KENAPA KAMU TIDAK BILANG HAH!! PUTAR BALIK! KITA KE RUMAH SAKIT! GAK BECUS KAMU!"
Kendrick memejamkan matanya, dia mengangguk pelan dan meminta supir untuk memutar balik.
"Perasaan tuan gak suka kerjaannya di ganggu, jadi aku pikir dia akan marah. Makanya aku bilang saat pekerjaannya selesai." Gumam Kendrick.
"Ngomong apa kamu huh?" Sewot Alan.
"Eng-enggak tuan." Pekik Kendrick.
Alan mendengus sebal, dia membuka ponselnya lalu membuka chat di sana. Berkali-kali dirinya mendapat telpon dari Azalea, tetapi dia tak membalasnya.
"Apa kamu baik-baik saja? Hubungi polisi, jangan menanganinya sendiri. Para warga banyak yang membawa kayu."
"Ck, wanita b0doh! Mengapa dia harus berpura-pura menjadi istri yang baik? apa dia tidak lelah selama ini terus berpura-pura." Gumam Alan.
Sedangkan di rumah sakit, Azalea tengah berusaha mengeluarkan bayinya. Dia mengejan sembari tangannya meremas pada kasur.
"Ayo bu, sedikit lagi! kepalanya sudah kelihatan!" Seru dokter.
Azalea kembali mengejan, dia mengeluarkan seluruh tenaganya. Tak lama kemudian, suara tangis bayi memecah keheningan.
"OEEKK!! OEEKK!!"
"Wah, selamat bu. Bayinya laki-laki," ujar dokter.
Azalea tersenyum, tetapi senyum itu hanya sebentar. Karena dia kembali merasakan mules di perutnya.
"Awsshh!!"
Dokter terlihat bingung, dia menekan perut Azalea dan merasakan ada yang aneh.
"Dokter! ada satu bayi lagi!" Pekik Suster yang melihat rambut bayi dari jalan lahir.
Dokter bergegas meminta Azalea untuk kembali mengejan.
"Bu, sekali lagi yah. Ternyata masih ada satu, ayo terus bu?"
Azalea kembali mengejan, walau hatinya bertanya-tanya mengapa masih ada satu bayi di dalam rahimnya. Wajar saja Azalea bingung, terakhir kali dia USG saat kandungannya menginjak usia 2 bulan. Alan melarangnya keluar dari mansion dan tampak di depan publik. Sehingga, ia tidak pernah tau kondisi bayinya.
"OEEEKK!! OEEKK!!"
Nafas Alea tersengal-sengal, dia meminta kedua bayinya untuk di dekatkan padanya.
"Di dada kanan kakaknya, di dada kiri adiknya. Selamat yah bu," ujar dokter dengan bahagia.
Azalea terdiam, dia tak menyahut perkataan sang dokter. Dia hanya menatap kedua bayi yang berada di d4danya.
"Dokter, bisa saya minta tolong?" Tanya Azalea degan tatapan yang sulit di artikan.
.
.
.
Alan berlari di koridor rumah sakit, sampai langkahnya terhenti ketika melihat Bi sari yang berdiri di depan ruangan.
"Tuan!" Pekik Bi Sari saat melihat Alan.
"Anakku bagaimana?" Tanya Alan.
Raut wajah Bi sari yang tadinya terlihat bahagia seketika berubah sendu. Apakah di pikirannya Alan hanya bayi saja? tidak bisakah pria itu menanyakan kondisi istrinya?
"Tu-tuan, kondisi nyonya Azalea ...,"
"Ck! Aku bertanya tentang anakku, bukan dia!" Sentak Alan dengan nada kesal.
Bi Sari menutup mulutnya rapat-rapat, dia merasa kasihan dengan Azalea.
"Bayi sudah lahir, mungkin dokter masih membersihkannya." Lirih Bi Sari.
Alan tak bisa menunggu lagi, dia bergegas membuka pintu ruang bersalin itu. Pertama kali yang dirinya lihat, dia menangkap Azalea yang sedang bersandar pada brankar dengan tatapan datar.
Dengan langkah pelan, Alan menghampiri Azalea. "Bagaimana dengan anakku? Dia laki-laki kan?" Tanya Alan menatap dingin pada Azalea.
Azalea beralih menatap Alan, apakah gender seorang anak penting bagi pria itu? Laki-laki dan perempuan, bukankah sama-sama anak kandungnya kan?
"Kalau anak kita perempuan, memangnya kenapa?" Tanya Azalea dengan tatapan datar. Namun, jika di lihat lebih jelas lagi. Mata Azalea kini berkaca-kaca.
"Kamu sudah tahu, kalau sedari awal perjanjian kita adalah memberikan ku seorang penerus. Perempuan, tidak akan bisa menjadi penerus. Jika dia perempuan, kontrak kerja sama kita akan terus berjalan hingga kamu memberikan anak laki-laki untukku." Jawab Alan dengan penuh penekanan.
Azalea menahan sesak di dadanya, mengapa suaminya itu sampai segitunya?
"Sampai kapan kamu akan terus membenci wanita? Apakah tidak ada cinta di hatimu? apakah selama ini kita tinggal bersama, tidak ada perasaan yang tumbuh dalam hatimu untukku? Tidakkah kamu memikirkan perasaanku sedikit saja?"
Bukannya merenung, Alan malah terkekeh sejenak. Dia menatap lekat Azalea dan mengapit dagu wanita itu dengan kasar.
"Dengar! aku sudah membebaskanmu dari jerat pamanmu. Jika tidak, kamu sudah menjadi istri ke sekian si tua bangka itu. Aku sudah hafal niatmu, wanita lebih menghargai harta dari pada hati. Dari awal juga, aku hanya memintamu untuk melahirkan anakku. Bukan pemilik hatiku, paham!"
Alan menghempaskan dagu Azalea begitu saja, membuat wanita itu mengepalkan. tangannya dengan tatapan tajam penuh amarah.
"Jangan coba-coba mengambil anakku, jika kamu tidak mau berakhir di balik jeruji besi." Tekan Alan, membuat Azalea semakin mengeratkan kepalan tangannya.
Cklek!
Seorang Dokter datang membawa seorang bayi yang telah di bedong, dia membawanya mendekat pada orang tuanya.
"Selamat, tuan. Anda mendapat kan seorang bayi laki-laki." Dokter itu memberikan bayi tersebut pada Alan. Setelah mendengar nama laki-laki, Alan pun menerima bayi itu dari tangan sang Dokter.
Azalea menatap, bagaimana Alan memperhatikan bayinya. Dia hanya diam, menahan rasa sesak di dadanya. Jiwa memberontak, dia ingin merebut bayinya itu dari tangan pria seperti Alan.
Alan mengambil sebuah amplop di balik jas nya, dia memberikannya pada Azalea. Saat Azalea membukanya, dia menatap kertas itu dengan senyuman sumbang.
"Tanda tangani surat perceraian kita, dengan begitu. Kerja sama kita sudah selesai, aku akan memberikanmu uang dan pergilah dari kota ini. Kalau perlu, dari negara ini. Pergilah sejauh mungkin,"
___
JANGAN LUPA LIKE, KOMEN, VOTE DAN HADIAHNYA🥳🥳🥳😍😍😍
Terima kasih, semoga sehat selalu😊
Tok!
Tok!
Cklek!
Terlihat, Kendrick datang dengan sebuah koper di tangannya. Dia mendekat pada tuannya yang menggendong seorang bayi. Kendrick yakin, jika itu adalah bayi sang bos yang baru saja di lahirkan.
"Tuan, ini barang pesanan anda." Unjuk Kendrick.
"Berikan padanya." Titah Alan, sembari melirik ke adah Azalea yang enggan menatap ke arah nya.
Kendrick mengangguk kaku, dia memberikan koper itu pada Azalea dengan perasaan tak enak.
"Ini ...,"
Azalea menerim koper itu, dia segera mengambil pena yang berada di atas nakas dan bergegas menandatangani suratnya.
Srek!
"Berikan pada bosmu!" Ketus Azalea.
Kendrick meneguk lud4hnya kasar, mengapa ia jadi tersudutkan disini? Apakah dirinya salah?
"Mereka yang punya masalah, aku juga yang kena." Batin Kendrick.
Kendrick menunjukkan kertas itu pada Alan, dan saat Alan melihatnya. Bos nya itu mengangguk.
"Oke, kerja sama kita berakhir sampai disini. Terima kasih, biaya rumah sakit sudah aku lunaskan. Kau bisa berada disini hingga pulih, setelah sembuh kau jangan lupa. Pergi dari kota ini sejauh mungkin." ujar Alan.
Alan pergi begitu saja setelah mendapatkan apa yang ia mau, Kendrick pun menatap Azalea dengan pandangan bersalah. Selama ini, dirinya mengenal baik Azalea. Wanita seperti apa dia, Kendrick tahu. Cinta Azalea tulus untuk tuannya, tetapi hati Alan sudah di tutup oleh kebencian.
"Nona, maafkan saya." Lirih Kendrick.
Azalea menghapus air matanya yang menggenang di sudut matanya. Lalu, dia menatap Kendrick dengan senyum yang di paksakan.
"Bukan salahmu, tolong jaga putraku Kendrick. AKu percayakan putraku padamu, tolong ... jangan biarkan Alan membuat putraku membenciku."
Hati Kendrick tersentuh, dia mengangguk mengerti. "Jangan khawatir nona, aku akan menjaga putramu. Dan mengenalkan padanya jika ibunya adalah wanita yang hebat." Yakin Kendrick.
Sedangkan di luar, Alan menyerahkan bayinya pada Bi Sari. Wanita paruh baya itu, menatap bingung ke arah bayi mungil yang baru Alan berikan.
"Bawa dia, kita akan pulang." Ajak Alan.
"Ha? Pulang tuan? Nyonya Azalea bagaimana? Dia masih ada disini, apa Tuan tidak menunggu nya? Dia masih belum pulih," ujar Bi Sari dengan prihatin.
Alan menatap tajam Bi Sari, "Tugasmu, hanya bawa anakku. Karena sejak hari ini, Azalea bukan lagi Nyonya mu. Paham!"
Degh!!
Bi Sari menatap tak percaya ke arah Alan, pria itu bahkan tega meninggalkan Azalea yang sudah melahirkan keturunannya.
Tak lama, Kendrick keluar. Dia menatap Alan sembari mengangguk, jika tugasnya sudah selesai.
Ketiganya akhirnya pergi, walau Bi Sari sempat melirik ke arah kamar Azalea. Dia ragu meninggalkan wanita itu dalam keadaan seperti ini. Namun, dirinya adalah bawahan Alan. Dia tak punya kuasa untuk melanggar titah sang bos.
Sementara di ruang bersalin, Azalea hanya menatap kosong ke depan. Air matanya tak berhenti turun, setelah Kendrick keluar dari ruangannya.
"Anda tidak papa bu?" Tanya Suster yang begitu kasihan melihat Azalea.
Azalea menggeleng, dengan cepat dia menghapus air matanya. Lalu, dia membuka koper kecil yang Kendrick berikan tadi.
Isi koper itu berupa uang, sejumlah satu Miliar. Alan memang kaya, bahkan sangat kaya. Tak heran jika Alan memberikan uang segitu banyaknya untuk Azalea.
Azalea mengambil beberapa gepok uang dan menyodorkannya pada Dokter tersebut.
"Sesuai kesepakatan, uang ini untukmu. Aku hanya minta, rahasiakan hal ini. Jangan sampai, siapapun tahu tentang bayiku yang lain. Mengerti?"
Dokter itu mengangguk, dia menatap segepok uang yang Azalea berikan. Lalu, matanya kembali menatap Azalea yang terlihat sedih.
"Aku turut prihatin denganmu, pasti sangat berat di jauhkan dari anak. Apalagi baru di lahirkan, tetap semangat untuk bayimu yang lain."
Azalea mengangguk dan memaksa senyumnya, sangat berat di jauhkan oleh anaknya. Bahkan, dirinya serasa tak sanggup untuk terus bertahan. Jika bayinya hanya satu, dan di bawa oleh Alan. Azalea tidak tahu, bagaimana dia hidup kedepannya.
"Bayi anda berada di inkubator karena beratnya yang ringan dan terlihat seperti bayi prematur saat ini. Untuk itu, kedepannya akan kami kabarkan lagi tentang kondisi bayi anda."
"Apa putraku akan baik-baik saja?" Tanya Azalea dengan khawatir.
"Yah, dia anak yang hebat. Kau harus yakin itu." Jawab Dokter itu sembari mengelus bahu Azalea.
.
.
.
5 Tahun kemudian.
Azalea tengah menatap sosok bocah imut yang sedang menatapnya dengan tatapan lembut. Raut wajah anak itu terlihat pucat, alat bantu pernafasan terpasang apik di hidungnya.
"Mama, El nda papa. Kan dah biaca, Mama janan nanis yah." Bujuk Anak itu dengan lembut.
Elouise Avram, putra yang dulu Azalea bawa pergi tanpa sepengetahuan Alan. Kini, bocah itu tumbuh menjadi anak yang cerdas dan sangat menggemaskan. Di umurnya yang sudah lima tahun, kecadelan belum kunjung pergi. Membuat setiap perkataan yang anak itu keluarkan terkesan sangat menggemaskan.
"El anak yang kuat kan kata na mama." Seru Elouise.
Bagaimana Azalea tak menangis? Hatinya teriris pilu setiap kali melihat putranya dalam kondisi lemah seperti ini. Azalea tak bisa berbuat apapun, dunianya seakan hancur di saat putranya di vonis mengidap gagal ginjal kronis.
Lima tahun lalu, setelah dia mendapatkan uang dari Alan. Dia keluar kota dan membeli rumah kecil di sana untuk menjauh dari Alan dan putranya sesuai perintah laki-laki itu. Namun, di kota barunya dia tak bisa mendapatkan pekerjaan. Bisnis yang ia bangun selalu sepi dan berakhir bangkrut.
Hingga akhirnya, dia tak bekerja dan hanya mengandalkan uang dari Alan. Di saat uangnya menipis, mau tak mau Azalea harus mencari kerja. Namun, sayangnya di kotanya itu tak ada lowongan kerja untuknya.
Di saat Azalea bingung mencari kerja dimana, putranya jatuh sakit dan di haruskan di rawat inap. Di saat itulah, Azalea tahu bahwa putranya mengidap Gagal Ginjal kronis di umurnya yang baru menginjak empat tahun.
Azalea menjual rumahnya dan barang yang ia punya, demi pengobatan putranya. Dia menghabiskan seluruh hartanya, agar putranya bisa mendapatkan perawatan yang baik. Berharap, putranya bisa kembali pulih.
Namun sayangnya, putranya tak kunjung sembuh. Cuci darah yang tadinya hanya di lakukan dua minggu sekali, menjadi lebih sering. Sehingga, Azalea memutuskan untuk kembali ke kota besar. Akhirnya, Azalea mendapat pekerjaan. Walaupun, hanya sebagai karyawan toko kue yang gajinya di bawah empat juta saja.
"El, maafkan mama. Mama belum bisa memberikan pengobatan terbaik untuk El hiks ... mama ...,"
Elouise menempelkan jarinya di mulut sang mama, keningnya mengerut dalam. Tatapan sayunya menatap sang mama dengan penuh kelembutan.
"Ndaa ... mama nda calah. Mama ibu yang keleenn kaliii!! El cayang mama." Seru Elouise.
"Mama juga sayang El, sayang sekali dengan Elouise." Ujar Azalea yang terharu dengan perkataan putranya.
Azalea melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Dia harus berangkat kerja, maka dari itu dia memutuskan untuk segera bersiap.
"El, mama berangkat kerja dulu yah. El harus dengerin apa kata dokter dan suster. Tidak boleh merengek, mengerti sayang?"
"Mengelti mama." Jawab El dengan singkat.
"Pintar." Azalea meng3cup kepala putranya. Lalu, dia pun segera pergi meninggalkan ruang rawat Elouise.
Setelah pintu tertutup, Elouise menatap pintu itu dengan tatapan sayu. Matanya berkaca-kaca menahan tangis, d4danya terasa sangat sesak.
"Maafin El yang cudah buat cucah mama."
Sementara itu, di sebuah ruangan kantor. Tampak seorang pria tengah memegang sebuah berkas dengan mata memerah. Urat lehernya tercetak jelas, yang menandakan bahwasanya saat ini dia sedang marah.
BRAK!!
Alan membanting berkas di atas mejanya, menatap seorang pria yang berdiri di hadapannya dengan kepala tertunduk dalam.
"Semua bukti sudah jelas, bahwa kamu korupsi uang perusahaan." Sentak Alan dengan nada penuh penekanan.
"Tuan, maafkan saya. Saya menyesal, saya terpaksa melakukannya. Saya mohon, berikan saya kesempatan." Pria itu bahkan sampai memohon pada Alan, dia menangkupkan kedua tangannya dengan wajah menyesal.
Alan memanggil Kendrick, dia menadahkan tangannya pada Asisten nya itu. Mengerti maksud sang tuan, Kendrick mengambil amplop berisi uang di laci dan memberikannya pada Alan.
Brak!
"Itu uang pesangon kamu, kamu di pe-cat! Segera angkat kaki dari kantor saya, sekarang juga!" Tekan Alan.
Pria itu menatap Alan dengan tatapan tak percaya, dia bergegas mendekati Alan dan berlutut padanya.
"Tuan saya mohon, anak dan istri saya bagaimana nantinya? Di umur saya yang sekarang ini sudah sulit untuk cari kerja, kasihan keluarga saya. Anak saya ...,"
BRAK!
"Saya tidak peduli!! ENY4HLAH!"
Alan beranjak dari duduknya, dia menelpon security kantor untuk segera membawa mantan karyawannya itu.
Cklek!
"Kalian, bawa pria ini keluar. Dan pastikan, jangan biarkan dia balik lagi ke perusahaan ini!"
Kedua security bergegas menarik pria itu, walau ada pemberontakan dari orang tersebut.
"TUAN! TOLONG SAYA TUAN!! PUTRI SAYA SEDANG SAKIT!! SAYA PERLU PEKERJAAN!! TUAAN KAU AKAN MENYESAL TELAH MELAKUKAN INI PADAKUUU!"
Alan menulikan pendengarannya, dia kembali duduk sembari memijat pelipisnya. Begitu banyak kerugian perusahaan yang di buat oleh mantan pegawainya.
"Berapa uang perusahaan yang di korupsi oleh Pak Hadi?" Tanya Alan pada Kendrick.
Kendrick menatap Ipadnya, tangannya bergerak lancar di atas layar. "Sekitar, dua Miliar tuan. Dia sudah melakukan korupsi sejak enam bulan lalu dan juga ... dia memiliki hutang pada perusahaan sebesar seratus juta rupiah dalam empat kali pengambilan. Sepertinya, Hadi korupsi karena tidak bisa meminjam lagi. Karena batas maksimum adalah seratus juta rupiah." Terang Kendrick.
Alan menghembuskan nafas kasar, dia menyandarkan tubuhnya di kursi kebanggaannya. Dia memejamkan matanya sejenak, untuk mengusir rasa penatnya.
DERTT!!
DERTT!!
Alan menghela nafas kasar, baru saja dia tenang. Namun, seseorang menelponnya. Terpaksa, Alan mengambil ponselnya yang berada di atas meja dan mengangkatnya.
"Halo, kenapa Bi?" Tanya Alan.
"Itu den, Tuan Alexix gak mau belajar. Dia kabur dari rumah, sekarang lagi di kejar sama bodyguard."
"APA?! KENAPA BISA PUTRAKU SAMPAI HILANG PENGAWASAN HAH?!"
Alan mematikan sambungan telpon itu, dia menarik jas nya yang tersampir di bangku kebesarannya dan pulang ke rumahnya.
.
.
JANGAN LUPA LIKE, KOMEN, VOTE DAN HADIAHNYA🥳🥳🥳😍😍😍
Terima kasih, semoga sehat selalu😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!