NovelToon NovelToon

Dinikahi Majikan

Masa Depan yang Hancur

"Apakah aku hanyalah seorang pembantu sehingga kamu berlaku seenaknya padaku? Kamu membohongiku dan kamu sudah merenggut masa depanku."

"Seharusnya kamu sadar diri meski aku tidak mengatakannya dari awal. Mana mungkin aku memilih istri dari seorang anak pembantu jika aku tidak ada tujuan. Sekarang semuanya sudah terlanjur, kamu harus menanggung semua resikonya, karena aku telah memberikan apa yang Ayah mu mau."

"Kamu pembohong, kamu jahat, dan kamu tidak punya hati nurani." ucap wanita cantik itu seraya menangis.

****

Seorang wanita berparas cantik nan Ayu dengan balutan hijab berwarna hitam kini tengah duduk seraya menunduk. Raut wajahnya tampak terlihat sendu. Tangannya meremas kuat. Sampai-sampai tubuhnya ikut bergetar. Suara seorang pria paruh baya berhasil meruntuhkan jiwanya. Hari ini dan mulai detik ini. Semua impian dan harapan yang sudah ia susun  dengan apik kini sirna sudah.

"Azizah gak mau, Ayah. Umur Zizah masih 18 tahun. Masih sangat muda untuk menikah. Zizah ingin melanjutkan kuliah agar masa depan Zizah lebih baik,  Ayah. Biar Zizah bisa membuat bangga Ayah. Dan mengangkat derajat keluarga kita."

"Zizah, dari mana uangnya kamu ingin kuliah. Ayah sudah tidak sanggup membiayaimu. Sudahlah menikah saja dengan Tuan Arga. Dia pria baik. Ayah sudah mengenalnya selama berpuluh-puluh tahun. Sejak kamu masih kecil, Ayah sudah bekerja dengan keluarganya."

"Tapi, Ayah. Zizah tidak mau di jadikan yang kedua. Apalagi Tuan Arga sudah berumur 35 tahun. Zizah tidak mau, Ayah. Zizah masih kecil. Zizah janji tidak akan merepotkan Ayah. Zizah tak akan meminta uang sepeserpun dari Ayah. Tapi tolong jangan nikahkan aku dengannya, Ayah. Semua itu menyangkut masa depanku." Azizah berbicara dengan mata yang berkaca-kaca. Seraya menatap wajah keriput sang Ayah yang kini ada di sebelahnya. Saling berhadapan dengannya.

"Zizah, tolonglah Ayah. Adikmu kini sudah mulai besar. Rani sudah mulai masuk SMA. Sedangkan Fadil sudah mau SMP. Ayah sudah tidak sanggup membiayai adik-adikmu. Jika kamu menikah dengan Tuan Arga,  inshaallah semuanya sudah terpenuhi. Tuan Arga berjanji akan menyekolahkan adik-adik mu sampai beres. Serta akan menanggung semua kebutuhan hidupnya sampai mereka menikah. Tak hanya itu, Tuan Arga pun akan memberikan kita rumah. Kamu tahu sendiri selama ini kita sangat sulit bahkan untuk membayar kontrakan saja. Tolong Ayah, Nak." ucap sang Ayah seraya menatap putri sulungnya dengan penuh rasa iba. Tangannya mengulus mengusap puncak kepala gadis cantik itu.

Deg

Mendengar kata itu, Azizah terdiam. Hatinya sakit tak terkira. Air matanya meluncur dengan deras mewakili perasaannya. Kehidupan keluarganya memang sangat jauh dari kata mapan. Bahkan selalu kekurangan. Sang Ibu meninggal beberapa tahun yang lalu. Dan ia kini hanya tinggal bersama Ayah dan kedua adiknya saja.

Azizah menutup wajah dengan kedua tangannya. Ia menangis tersedu-sedu disana.

"Maaf jika Ayah membebanimu. Tapi inilah mungkin takdir kita. Ayah tidak tahu umur Ayah sampai kapan. Jika Ayah tiada. Bagaimana nasib kalian?"

"Ayah jangan bicara seperti itu!" Azizah akhirnya kini memeluk sang Ayah. Membayangkan sang Ayah tiada sudah membuat hatinya sangat sakit. Rasanya ia tak akan sanggup kehilangan sosok pria yang selama ini menjadi pelindung baginya.

"Jika kamu menikah dengan Tuan Arga. Ayah tenang, Nak. Kamu sudah pasti ada yang menanggung jawab. Juga kedua adikmu. Masa depan kalian pasti cerah. Tugasmu hanya memberikannya seorang anak saja dan menjadi istri yang baik baginya. Karena istrinya di vonis tak akan bisa memiliki anak. Maka dari itu Tuan Arga mencari wanita yang bisa di jadikan istri keduanya. Dan ia memilih kamu. Dengan alasan sudah tahu betul sifatmu. Karena Arga ingin anaknya terlahir dari wanita baik sepertimu."

"Tapi Ayah bagaimana dengan masa depanku?"

Azizah menatap sang Ayah yang kini sudah terlihat semakin tua. Kepalanya kini berada di dada bidang sang Ayah. Dengan air mata yang selalu saja menetes tak henti.

"Cinta bisa datang belakangan, Nak. Apalagi niatmu baik. Demi adik-adikmu. Inshaallah Allah akan hadirkan perasaan cinta untukmu pada Tuan Arga. Maaf, bukannya Ayak tak mengerti perasaan mu. Tapi semua ini Ayah lakukan tak lain untuk masa depanmu dan juga kedua adikmu. Ayah tahu betul Tuan Arga. Inshaallah dia akan menjadi suami yang baik untukmu. Dia berjanji pada Ayah akan menjaga dan mencintaimu seperti Ayah menjagamu dan menyayangimu."

Azizah mengangguk. Meski hatinya tercabik-cabik bagai di tusuk ribuan belati. Sungguh bukan ini yang ia  inginkan. Akhirnya Azizah kini memasuki kamar. Ia ingin menenangkan dirinya terlebih dahulu.

***

Dua minggu berlalu. Azizah kini hendak melaksanakan pernikahan dengan anak dari majikan sang Ayah. Pernikahan ini di gelar dengan sederhana yang hanya di lakukan di dalam rumah Arga saja. Hanya keluarga inti saja yang ikut serta menghadiri pernikahan ini. Termasuk kedua orang tua Arga Abraham.  Sedangkan sang istri pertama tak menghadiri pernikahan keduanya. Serta adik perempuannya pun tak bisa hadir karena sesang berada di luar negeri.

Azizah kini sudah cantik dengan balutan gaun berwarna putih yang sederhana dan elegan. Dengan kerudung berwarna putih yang menutupi rambut indahnya.

Wajahnya di rias dengan begitu elegan oleh MUA yang di siapkan Arga untuknya. Membuat wajahnya yang Ayu semakin terlihat cantik dan bercahaya bak rembulan di malam hari.

Namun raut wajahnya tak bisa di bohongi. Azizah terlihat bersedih dan murung. Ia tak banyak bicara pada orang lain. Hanya secukupnya saja hingga terkesan pendiam. Tubuhnya bergetar. Bagaiman tidak, hari ini ia  akan resmi menjadi seorang istri dari pria yang usianya jauh lebih tua darinya. Tak hanya itu, hidupnya pun akan berubah seutuhnya karena dia akan menjadi istri kedua.

"Sah!" ucapan Sah itu begitu terdengar jelas di telinga Azizah. Membuat hatinya begitu bergetar hebat. Tangannya begitu dingin.

"Mba, ayo kita keluar. Mempelai pria sudah menunggu."

Kini Azizha keluar dari kamar. Menuju ruangan yang di jadikan proses pernikahan. Dengan di Papah oleh adik perempuannya. Semua orang menatapnya. Ia hanya menunduk. Tak berani menatap pria yang kini sudah ada di depannya menunggunya.

Arga, pria berumur 35 tahun itu terlihat sangat gagah dengan balutan baju berwarna senada dengan Azizah. Wajahnya yang tampan dengan kulit yang putih bersih dan juga tubuh yang tinggi membuatnya terlihat bak pangeran arab. Meski umurnya sudah hampir mau kepala empat. Tapi ia terlihat sangat awet muda. Apalagi wajahnya yang nyaris sempurna.

Sang Ayah kini menatapnya dengan tersenyum. Bagaimanapun ia kini sudah tenang melihat putrinya sudah menikah dengan pria yang tepat menurutnya.

Kini Azizah sudah berada di dekat Arga. Keduanya saling berhadapan. Arga tak bisa melihat wajah Azizah karena wanita yang kini menjadi istri keduanya itu menunduk tanpa berani menatapnya.

"Mempelai wanita silahkan cium tangan suaminya." ujar seorang penghulu. Azizah pun menurut. Dengan tangan yang bergetar,vuntuk pertama kalinya ia menyentuh seorang pria. Arga mengernyitkan dahinya. Ia tertegun saat mendapai tangan istri keduanya itu begitu dingin.

"Sang suami silahkan mencium kening istrinya. Dan berdoa di ubun-ubunnya."

Arga pun melakukan apa yang di perintahkan. Ia sama sekali tak terlihat gugup. Entah sudah karena berpengalaman atau memang ia sudah mantap menikahi gadis berusia 18 tahun itu.

Azizah kini hanya bisa meneteskan air mata. Yang sejak tadi sudah di tahannya dengan mati-matian. Yang akhirnya meluncur juga membasahi pipi lembutnya.

Dadanya terasa sesak seperti di hantam besi. Tenggorokannya terasa ada yang mencekik sehingga ia  tak mampu berkata apapun.

Bruk

"Astagfriullahal Adzim."

Arga terkejut saat mendapati Azizah yang tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri di pelukannya. Ia refleks menahan tubuh Azizah agar tak jatuh ke lantai. Semua orang panik. Terutama sang Ayah.

"Ya Allah, Nak." ujar sang Ayah seraya menghampiri putrinya yang kini sudah berada di pangkuan Arga.

"Cepat bawa ke kamar, Nak!" ujar sang Ibu yang terlihat Panik. Kini Arga pun membawa istrinya ke kamar. Lalu di baringkannya tubuh itu di atas kasur. Wajahnya terlihat pucat dengan mata yang sembab.

***

"Tubuh pasien begitu lemah. Sepertinya Ia mengalami banyak tekanan. Di tambah cairan di tubuhnya begitu kurang. Sudah di pastikan sepertinya tidak ada yang masuk ke perutnya selama beberapa hari." ujar seorang dokter yang menangani Azizah yang kini masih belum sadarkan diri.

Ayah Dani kini tampak bersedih. Mungkin ini semua karena Azizah benar-benar tak ingin di nikahkan. Hingga beberapa minggu setelah ia berkata seperti itu. Memang Azizah kerap sekali susah untuk makan.

Ayah Dani kini menggenggam erat tangan putrinya seraya meminta maaf dalam hati. Karena Ia tak berani bertingkah saat ada sang majikannya. Sedangkan Arga kini tampak menghela nafas. Dia tahu apa yang terjadi pada Azizah. Semua yang di lakukannya karena mungkin tak ingin Pernikahan ini terjadi.

"Lalu bagaimana? Apakah tidak apa-apa atau harus di rawat? Tolong lakukan yang terbaik saja. Yang penting istri saya bisa sembuh!" ujar Arga.

"Saya akan memberi cairan infus agar tubuhnya kembali fit. Hanya itu saja. Selainnya mungkin saya akan memberikan nya vitamin saja."

"Baiklah kalau begitu tolong tangani istri saya sampai sembuh!" ujar Arga dengan wibawanya yang selalu berhasil membuat orang merasa segan padanya.

"Baik, Tuan."

"Pak Dani boleh istirahat dulu. Azizah biar saya saja yang menunggu." ujar Arga.

"Ba-baiklah, Tuan Arga."

Akhirnya Ayah Dani pun kini keluar dari kamar. Meski khawatir namun Ia tak bisa menentang perintah sang majikan. Untungnya dia percaya pada Arga. Ia akan menjaga Azizah dengan baik.

Menerima Takdir

"Minum dulu!" ujar Arga seraya duduk di sebelah Azizah yang kini masih terbaring dengan tangan yang di pasang infusan.

Azizah hanya mengangguk. Arga adalah majikan sang Ayah. Sebelumnya Azizah juga sering bertemu karena sesekali Ia membantu mendiang sang Ibu yang dulu pun bekerja di keluarga Arga. Sang Ibu yang menjadi pembantu hingga Azizah selalu di izinkan untuk bebas kapan saja masuk ke dalam rumah itu. Karena Ayah dan Ibunya sudah menjadi kepercayaan keluarga Arga. Mengingat keduanya sudah bekerja selama 17 tahun lamanya ketika umur Azizah baru satu tahun ketika itu.

Sehingga rasanya kaku bagi Azizah. Menikah dengan anak dari majikan sang Ayah rasanya bagaikan mimpi. Menjadi istri kedua dari pria yang usianya 17 tahun lebih tua darinya sungguh hal yang sangat tidak dia inginkan. Bertatapan dengan Arga saja. Seperti bertatapan dengan majikan yang membuat kita merasa segan dan canggung. Bagaimana Ia bisa melewati hari-hari bersama dengan orang yang menurutnya tidak nyaman.

"Minumlah dulu biar kamu tenang." ujar Arga dengan raut wajah datarnya.

"Terimakasih banyak, Tuan Arga." Jawab Azizah dengan malu. Saat Ia kini sudah setengah berbaring dengan di bantu oleh Arga.

"Sekarang saya suamimu. Ganti panggilanmu itu."

"De-dengan apa?" tanya Azizah gugup.

"Terserah mu saja. Selain kata Tuan." ujarnya datar. Azizah hanya terdiam. Ia bingung harus memanggil dengan sebutan apa pada suaminya tersebut.

"Aku kerja dulu. Jangan lupa minum obatnya. Bi Yati akan menjagamu." ucap Arga seraya berlalu pergi. Tanpa senyuman sedikitpun. Ia memang pria yang minim ekspresi dan sangat irit dalam bicara.

"Ba-baik, Tuan."

Arga kembali menoleh dan menatap tajam wajah Azizah saat mendengar kembali kata itu.

"Ma-maaf, Mas." ucap Azizah spontan karena takut.

Arga pun kini keluar dari kamar itu meninggalkan sang istri keduanya.

***

Dua hari sudah Azizah mengalami perannya sebagai seorang istri. Namun Arga belum juga menyentuhnya sama sekali. Arga masih mengerti keadaan Azizah yang mungkin masih harus menyesuaikan diri. Apalagi keadaan Azizah ketika itu masih drop dan baru kembali sehat dengan benar hari ini.

Tak ingin menunggu lama. Setelah melihat kondisi Azizah sudah sangat membaik dan kembali sehat seperti biasanya. Arga ingin segera mendapatkan seorang anak. Ia sudah merindukan buah hati yang akan menjadi pelengkap hidupnya yang selama ini terasa kosong.

Arga kini memasuki kamarnya. Di lihatnya kini Azizah sudah memakai baju haram yang ia perintahkan untuk di pakai istri keduanya itu tadi. Baju berwarna merah maroon itu begitu terlihat cantik di kenakan Azizah. Untuk pertama kalinya, Arga melihat betapa indahnya tubuh istri kecilnya itu. Kulitnya putih bak rembulan, rambutnya panjang dengan berwarna coklat, begitu indah di pandang mata. Ternyata, kecantikan dan kemolekan tubuhnya selama ini tersembunyi dengan baju panjang yang menutupinya. Seketika Arga menelan salivanya. Ia semakin tak sabar untuk segera mendapatkan haknya sebagai seorang suami.

Arga kini melangkah mendekati Azizah dengan hasrat yang sudah menggebu. Azizah terlihat menunduk ketakutan. Tangannya tak henti meremas kuat.

Arga membelai kedua pipi Azizah dengan lembut. Di tatapnya wajah cantik itu yang tampak bercahaya penuh perasaan kagum.

"Bolehkah aku mengambil hakku malam ini?" tanya Arga.

Azizah mengangguk berat. Sebenarnya ia belum siap, tapi mau tidak mau ia harus melakukannya.  Ini hak suami yang harus di penuhinya.

"Apa kamu sudah siap?"

"I-inshaallah, Mas. Sekarang aku sudah menjadi milikmu."

Arga mengulas senyum bahagia. Tangannya kini membelai rambut yang indah terulur panjang itu. Lalu mencium kening Azizah. Dan tak lama kemudian, Arga mengangkat tubuh mungil itu ke atas ranjang.

Dan malam ini terjadilah sesuatu yang membuat keduanya melayang ke angkasa. Terutama Arga, ia sangat menikmati malam ini. Azizah akan menjadi candu baginya untuk sekedar memuaskan hasratnya.

"Terimakasih, sayang." ucap Arga seraya mencium kening Azizah dengan peluh keringat di wajahnya.

Azizah tersenyum. Meski tetap saja hatinya pedih dan belum bisa menerima kehadiran Arga sebagai suaminya. Namun untuk saat ini, ia harus belajar untuk menerima takdir ini meski itu tak mudah. Apalagi ia memiliki laki-laki yang begitu ia cintai. Yang berjanji akan datang ke rumahnya setelah menempuh pendidikannya di kairo mesir beberapa bulan lagi. Pedih memang, bahkan sampai saat ini, pria yang berjanji akan melamarnya itu belum mengetahui dirinya sudah  menikah dengan orang lain.

Tanpa di sadari, air mata Azizah menetes membasahi pipi lembutnya. Sedangkan Arga kini sudah tertidur pulas seolah benar-benar menikmati malam ini.

***

Jam menunjukan pukul 03.00 subuh. Azizah terbangun karena hendak melakukan shalat malam yang untungnya masih bisa ia lakukan. Namun kini ia tak mendapati lagi Arga di sampingnya. Pria yang telah merenggut kesuciannya malam tadi kini tak nampak di hadapannya.

Azizah memutuskan untuk membersihkan dirinya dahulu di kamar mandi. Setelah itu, ia melakukan shalat malam meminta pertolongan agar Allah senantiasa selalu membuat hatinya tenang dan membuatnya ridha atas semua takdir ini. Setelah itu, ia hendak mencari Arga. Namun baru saja ia sampai di depan pintu ruangan. Ia mendapati suara wanita yang begitu terdengar jelas.

"Tapi aku cemburu, Mas. Tetap saja aku wanita biasa. Ketika kamu menikah lagi dengan wanita lain. Hatiku sakit."

"Tapi semua ini Mas lakukan kan demi kamu juga,  sayang. Kita kan mau segera punya anak. Tenang saja Mas tidak akan meninggalkan mu."

"Iya, Mas. Aku tahu. Tapi entah kenapa rasanya sakit sekali, Mas. Aku tak bisa membayangkan bagaimana indahnya malam pertamamu dengan gadis yang masih suci itu. Gadis yang umurnya jauh lebih muda dariku."

"Shuuttt... jangan berkata seperti itu. Di mata Mas tak ada yang paling cantik selain dirimu."

"Benarkah?"

"Hmmm... tentu saja, sayang!"

"Mas harus cepat menghamilinya agar aku segera memiliki anak. Aku sudah tidak sabar menggendong bayi."

"Iya sayang. Udah dong jangan cemberut gitu. Nanti cantiknya hilang. Mas janji akan  menceraikannya setelah ia melahirkan anak kita. Setelah itu Mas akan membawa anaknya agar menjadi anak Sah kita di mata negara. Jadi sabar dulu yaa. Jika kamu melihat Mas bersikap baik padanya jangan marah. Karena kata teman Mas yang berprofesi sebagai dokter kandungan. Agar seorang wanita segera hamil tidak boleh stress. Apalagi nanti pas ia mengandung. Jadi Mas akan bersikap baik padanya demi calon anak kita nanti."

Deg

Bagai di sambar petir di siang bolong. Hati Azizah terasa di hantam besi yang berat. Jantungnya terasa di tusuk ribuan belati. Sungguh ia tak menyangka di balik semua ini ada rencana busuk dari pria yang kini tengah menjadi suaminya itu. Pria yang ia anggap sebagai pria yang baik, yang akan menjaga dirinya sepenuh hati. Namun tak di sangka. Ternyata Arga menikahinya hanya untuk memanfaatkannya dan membohonginy. Setelah itu, anak yang ia kandung akan di bawa, dan ia akan di buang bagai sampah yang tak berguna lagi.

Air mata Azizah kini meluncur deras membasahi pipinya. Dadanya terasa sesak. Tubuhnya kini luruh ke lantai. Ia kini menangis terisak seraya menutup mulutnya agar tak bersuara.

Kenapa kamu tega, Mas. Kenapa harus ada niat jahat ketika menikahiku. Apa karena di mata mu aku hanyalah wanita miskin? Yang dengan mudah untuk di bohongi. Kamu jahat, Mas. Andai aku mengandung anak mu, aku tidak akan sudi anakku kau ambil bersama dengan istrimu itu. Anakku tetap anakku. Gumam Azizah dalam hatinya.

***

visual Arga dan Azizah

Ini cuman visual dari author aja yaa... Kalau menurut kalian gak cocok kalian bisa berimajinasi sendiri... Mari kita mengkhayal bersama😂

Jangan lupa like dan comment nya yaa biar author semangat nulisnya nih

Sandiwara

Arga kini memasuki kamar yang di tempatinya bersama Azizah. Ia membuka pintu kamar berukuran luas itu. Namun dia tak melihat istri keduanya itu disana.

"Zizah!"

Arga mencari istri keduanya tersebut. Dan terdengar percikan air dari dalam. Arga terdiam menunggu lumayan lama sekitar 20 menitan. Namun Azizah tak kunjung keluar, membuat dirinya khawatir.

"Zizah buka pintunya!" Arga mengetuk pintu beberapa kali.

"Zizah kamu tidak apa-apa?" tanyanya lagi.  Namun tetap tak ada jawaban.

"Zizah, hey. Buka pintunya!"

" Zizah kalau kamu tidak apa-apa, keluar. Sebelum aku dobrak pintunya."

Ceklek

Seketika pintu kamar mandi pun terbuka. Untung saja Arga segera menghentikan pergerakannya. Jika tidak,  sudah di pastikan Azizah akan tertubruk olehnya.

"Kenapa kamu mengurung diri di kamar mandi?" suara Arga sedikit tinggi karena bercampur cemas.

"Maaf!"Hanya itu yang keluar dari mulut Zizah. Suara lembut yang hampir tak terdengar. Lalu ia melengos pergi tanpa menatap Arga sedikitpun.

"Baiklah duduk dulu disini. Aku ingin bicara padamu," ujar Arga seraya menepuk sofa yang kini di dudukinya.

"Disini saja." Azizah menolak duduk berdekatan dengan Arga. Ia lebih memilih duduk di atas ranjang.

Namun Arga malah menghampirinya. Ia kini duduk di samping Azizah. Tangannya kini menggenggam tangan istri mudanya. Namun seketika di tepis oleh Azizah.

Arga hanya menghela nafas. Namun Ia kini membingkai wajah Azizah agar bertatapan dengannya. Menatap wajahnya dengan tatapan penuh kelembutan. Namun betapa terkejutnya ia saat melihat wajah Azizah kini begitu memerah dan matanya sembab.

"Kamu kenapa?" tanya Arga dengan raut wajah khawatir. Lebih tepatnya pura-pura khawatir. Azizah hanya menggelengkan kepalanya seraya menyeka air mata yang kembali keluar tanpa permisi.

"Cerita padaku. Ada apa sampai kamu menangis seperti ini?"

"Tidak apa-apa."

"Jangan di tutup-tutupi. Kita adalah suami istri."

"Aku tidak menutupi apapun." Ketus Azizah seraya menunduk. Lalu menggeser tubuhnya agar tak berdekatan dengan Arga. Rasa sakit di hatinya, mengalahkan rasa takutnya pada pria yang menjadi suaminya itu.

Arga mengernyitkan dahinya. Merasa ada yang aneh dengan Azizah, "Katakan padaku ada apa sebenarnya. Atau karena ada Elsa?"

Lagi-lagi Azizah hanya menggelengkan kepalanya.

"Lalu apa?"

"Sudahlah, Mas. Sekarang kembalilah ke non Elsa. Jangan pedulikan wanita sepertiku. Aku tidak enak di perlakukan baik seperti ini oleh majikanku sendiri." ujar Azizah.

"Sudah kubilang aku ini suamimu. Bukan lagi majikanmu. Kenapa kamu selalu berkata seperti itu!"

"Iya istri sementara bukan? Yang hanya di harapkan untuk memberikanmu seorang anak saja. Tak lebih dari itu. Lalu setelah aku melahirkan anakmu. Kamu akan membawa anakku untuk menjadi anak mu dan juga Non Elsa. Lalu Mas akan mencerikanku kan?"

Arga begitu terkejut dengan penuturan Azizah. Ia tak menyangka pembicaraannya tadi ternyata di dengar oleh Azizah.

"Apa maksudmu? Jangan asal bicara!" Arga mengeles, mengalihkan pembicaraan.

"Aku tidak asal bicara, Mas. Aku mendengarnya dengan telingaku sendiri. Tega sekali kamu, Mas. Ternyata kamu menikahiku hanya untuk memanfaatkanku saja. Kamu menikahiku bukan untuk di jadikan istri selamanya. Melainkan kamu akan membuangku setelah keinginan mu terwujud. Sejahat itukah dirimu, Mas? Serendah itukah aku di matamu hingga tak ada sedikit perasaan baik mu padaku? Apa salahku padamu, Mas? Apa kamu pikir aku hanyalah seorang anak dari pembantu mu saja, Mas? Hingga di matamu aku tak ada harganya sama sekali!" Azizah berbicara dengan bibir yang bergetar. Air matanya akhirnya menetes tumpah ruah meski sudah ia tahan.

"Palankan suaramu. Aku ini suami mu!" Tegas Arga seraya menatap tajam Azizah.

"Aku kira selama ini Mas memang baik padaku. Bahkan Ayahku dengan percayanya bahwa Mas akan menjagaku sebagai putrinya. Tapi ternyata kamu terlalu jahat, Mas. Kenapa kamu tidak jujur saja padaku dari awal. Bahwa kamu menikahiku hanya ingin memiliki seorang anak dan setelah itu akan menceraikanku. Setidaknya kamu tidak memberi harapan palsu padaku, Mas."

"Hey, kamu seharusnya tahu diri dari awal. Bukan malah menyalahkanku. Kau harusnya tahu posisi mu. Andai aku hanya ingin mencari istri, maka aku tidak akan memilih ku yang hanya seorang anak pembantu saja. Aku akan memilih seorang wanita yang sejajar denganku. Jadi sadar dirilah!"

Deg

Sakit, sungguh sakit kata-kata Arga. Seperti sebuah pisau yang menyayat habis hatinya.

"Aku memang seorang anak pembantu. Tapi aku punga harga diri. Aku punya hak untuk hidup bersama orang yang aku cintai. Bukan menikah dengan pria tak berperasaan seperti mu!"

Plak

Tanpa sadar, Arga kelepasan menampar Azizah

Hingga tersungkur ke lantai, karena emosi yang tak tertahankan. Ia merasa Azizah sudah keterlaluan padanya.

Azizah kini semakin menangis terisak. Tak pernah terpikirkan dalam benaknya bahwa ia akan di perlakukan seperti ini oleh pria yang di harapkan akan memberinya perlindungan dan cinta yang tulus.

"Lalu mau mu bagaimana sekarang?" Arga meninggikan suaranya. Ia memang mengaku salah telah berbuat kasar. Tapi rasa gengsinya untuk meminta maaf membuat Ia terkesan tak peduli.

"Aku mau kita cerai!"

Deg

Raut wajah Arga kini berubah seketika. Ada rasa marah di dalam hatinya. Merasa semakin tidak di hargai oleh orang yang di anggapnya rendah. Tak hanya itu. Ia pun belum menggapai apa yang di tuju. Azizah belum memberikannya seorang anak. Dan sebelum itu, ia tak akan pernah mengizinkan Azizah pergi dari hidupnya.

"Itu tidak akan pernah terjadi sebelum kamu memberikan aku seorang anak!"

"Kenapa kamu tega padaku? Apa salahku padamu? Aku hanya ingin kita berpisah. Untuk apa kita berada dalam lingkup pernikahan jika tak ada cinta sama sekali. Aku hanya ingin pernikahan ini menjadi ladang pahala untukku . Tadinya aku akan berusaha menerima Mas sebagai suami. Bahkan aku rela memberikan kehormatan yang selama ini aku jaga. Jika tahu begini, Demi Allah, aku tidak akan memberikannya padamu semalam, Mas!"

Sudah bisa di bayangkan bagaimana marah dan sakitnya Azizah saat ini. Air matanya yang deras sudah berhasil mewakili bagaimana sakitnya hati perempuan bermata bening itu saat ini.

"Pokoknya aku tidak akan menceraikanmu. Sebelum kamu mengandung anakku." Ketus Arga dengan raut wajah yang tampak semakin marah.

"Aku tidak mau mengandung anak dari pria yang tak mencintaiku. Apalagi anakku akan Mas ambil untuk di jadikan anak kandung Mas dengan Nona Elsa. Coba Mas bayangkan jadi aku. Apa menurut Mas aku rela melakukan itu? Apa semua ini tidak terlalu kejam bagiku?" Azizah menangis. Menatap wajah Arga dengan penuh rasa kecewa.

"Jika kamu bercerai denganku. Akan kupastikan semua apa yang kuberi pada keluargamu akan aku renggut kembali. Bahkan aku akan mencabut biaya sekolah adik-adikmu itu serta rumah yang kuberikan untuk mereka. Apa kamu tega melihat mereka sengsara hah?" Suara Arga  meninggi satu oktaf. Membuat Azizah terlonjat kaget. Baru kali ini dia melihat Arga marah yang ternyata perangainya begitu menyeramkan.

"Aku akan berusaha untuk membiayai mereka. Kami sudah biasa hidup susah. Jadi jangan mengkhawatirkan kami."

"Apa kamu yakin biasa membiayai mereka tanpa Ayahmu? Tanpa kamu tahu Ayahmu punya penyakit kanker yang mematikan. Dia menyembunyikannya darimu selama ini. Dan kamu dengan angkuhnya mau bercerai denganku? Sedangkan Ayahmu sudah mempercayaimu berada dalam dekapanku. Apa kamu yakin bisa hidup sendiri dan membiayai adik-adikmu itu?"

Jedder

Azizah seketika terdiam dengan raut wajah terkejut. Kepalanya menggeleng pelan. Raut wajahnya terlihat begitu terkejut. Keringat dingin tiba-tiba terasa mengucur membasahi wajahnya.

"Apa maksud, Mas? Ayah punya penyakit kanker?" tanya Azizah tak percaya.

"Kamu tanya saja pada Ayahmu jika tak percaya. Dia sudah mengidap penyakit itu selama satu tahun lamanya. Dan menyembunyikannya dari anak-anaknya. Maka dari itu dia sangat senang ketika kamu menikah denganku karena aku akan menjamin semua kebutuhan anaknya termasuk dirimu. Dan kini kamu dengan angkuhnya mau berpisah denganku. Tidak takutkah kamu keluargamu akan kecewa dan menjadi gelandangan?"

Azizah tak bisa berkata apa-apa lagi saat ini. Sungguh dia tak menyangka dengan penuturan Arga. Ia kini menjatuhkan tubuhnya di lantai. Lalu menangis tersedu-sedu disana. Ia memukul-mukul dadanya yang terasa sesak. Sungguh Ia tak menyangka pria yang menjadi cinta pertamanya itu mengidap penyakit yang mematikan. Pantas saja sang Ayah memaksanya untuk menikah dengan Arga. Mungkin agar putra dan putrinya setidaknya tidak kekurangan soal harta seperti yang selalu Azizah alami selama ini.

"Ya Allah!" Lirihnya masih dengan tangisannya. Tubuhnya lemas dan berakhir duduk di lantai.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Arga yang seketika merasa khawatir karena melihat Azizah yang terlihat lunglai tak berdaya. Namun Azizah menepis tangan besar itu yang hendak menyentuhnya. Ia masih tenggelam dalam tangisannya. Ia mendapati kejutan yang sama sekali tak pernah ia bayangkan. Semua ini terlalu menyakitkan baginya.

"Kenapa Mas baru mengatakannya sekarang?"

"Karena Ayahmu yang memintanya."

"Astagfirullah, Ya Allah. Ujian apa lagi yang akan kudapati, Ya Rabb!"

Arga tak tega. Apalagi melihat Azizah kini terlihat begitu terpuruk. Kali ini ia merasa bersalah karena lagi-lagi tidak bisa mengontrol emosinya hingga membocorkan rahasia yang di sembunyikan Pak Dani selama ini dari Azizah.

"Tolong tinggalkan Zizah dulu, Mas. Zizah gak mau di ganggu!"

"Tapi kamu... "

"Kumohon, Mas!" Pinta Azizah. Ia butuh sendiri dulu. Ia butuh menenangkan hatinya yang saat ini masih di penuhi dengan keterkejutan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!