Pada tahun 2018, terlihat seorang pemuda berusia 23 tahun sedang kelelahan, dia mengelap keringat yang bercucuran membahasi wajahnya.
Setiap kali dia merasa lelah, dia pasti selalu mengingat wajah cantik sang istri, sehingga dia segera bangkit kembali, meraih helm proyek yang sedari tadi dia lepas.
Dan rasa lelah itu pun tak pernah dia hiraukan, yang penting dia bisa mendapatkan uang yang banyak demi sang istri tercinta. Seorang wanita yang sangat dia cintai dengan begitu tulus sepenuh hatinya.
Pria itu bernama Alvaro, dia memutuskan untuk menikah muda dengan sang pujaan hati saat usia mereka telah menginjak 21 tahun, mungkin karena mereka sudah lama berpacaran.
Alvaro dan Bianca sama-sama dibesarkan di panti asuhan. Ayahnya Alvaro meninggal karena kecelakaan, sementara ibunya meninggal karena sakit keras. Sehingga dari dia berusia 8 tahun, dia telah tinggal di panti asuhan, dan disana dia bertemu dengan Bianca.
Kemudian Alvaro tak sengaja melihat di jalan raya ada seorang penjahat yang telah diringkus secara paksa oleh tiga orang polisi berbaju preman, hal itu menimbulkan kegaduhan, sampai kondisi kendaraan disana menjadi macet total.
Alvaro menghela nafas, dia menjadi teringat dengan impiannya, dulu dari kecil dia memiliki cita-cita sebagai seorang polisi, sehingga dia bekerja keras agar bisa kuliah di akademi kepolisian. Tapi sayangnya dia harus keluar dari sana, karena Bianca meminta Alvaro untuk segera menikahinya.
Alvaro lebih memilih Bianca dari pada cita-citanya, walaupun sebenarnya terkadang dia merasa sedih karena harus mengubur dalam-dalam impiannya itu. Tapi tidak dia tunjukkan di depan Bianca, dia paham betul, seorang wanita pasti menginginkan kejelasan dalam hubungan mereka, sehingga dia memutuskan untuk menikahi Bianca di usia yang masih muda.
Alvaro memilih mengabaikan impiannya untuk menjadi seorang polisi, karena dia lebih mengutamakan impian sang istri. Bianca memiliki keinginan bekerja di sebuah perkantoran, agar masa depannya terjamin, karena itu dia harus memiliki pendidikan yang tinggi.
Karena itulah Alvaro bekerja keras siang dan malam untuk menebus hutangnya yang begitu besar karena harus membiayai kuliah Bianca, di siang hari dia harus bekerja sebagai kuli bangunan, malamnya dia harus bekerja menjadi ojek online. Sehingga kini Bianca telah berhasil menjadi seorang manager di Perusahaan Alpha, salah satu perusahaan raksasa di negeri ini. Bianca baru dua bulan bekerja disana.
Awalnya Alvaro terkejut mengapa Bianca bisa menjadi manager disana dan sudah diberikan mobil sebagai inventaris dari perusahaan, mengingat Bianca baru masuk ke perusahaan itu, tapi dia mencoba mempercayai istrinya ketika sang istri bilang dia diterima disana menjadi manager karena dia memiliki otak yang sangat cerdas dan berbakat.
Seratus persen, Alvaro sangat mempercayai istrinya, dan istrinya adalah segalanya untuk Alvaro, dia akan melakukan apapun demi sang istri, sampai tidak mementingkan keinginannya sendiri, bahkan dia yang begitu tampan kini penampilannya sangat tidak terurus.
"Al, kamu harus siap-siap, sebentar lagi kerja, kamu sekarang yang mengurus bagian atap!" teriak sang mandor kepada Alvaro, karena waktu istirahatnya telah habis.
"Baik, Pak." jawab Alvaro, dia selalu terlihat ceria. Walaupun sebenarnya terkadang pekerjaannya harus bertaruh nyawa, mengurus bagian atap di gedung yang tinggi itu sangat tidak mudah.
Alvaro mencoba mengatur nafasnya dalam-dalam, mungkin karena pekerjaannya cukup melelahkan, tapi harus dia lakukan demi kebutuhan. Begitulah pria sejati.
Alvaro segera meneguk minuman kemasan untuk menghilangkan dahaganya, sampai tak terasa air minuman tersebut telah habis. Alvaro pun membuang botol tersebut ke tong sampah.
Alvaro sudah satu tahun bekerja sebagai kuli bangunan, bekerja di beberapa proyek pembangunan gedung-gedung tinggi di kota ini.
Waktu telah menunjukkan jam satu siang, Alvaro tahu istrinya pasti sedang beristirahat juga di kantornya, setiap hari Alvaro sering mengirim pesan kepada sang istri untuk menyemangatinya, apalagi istrinya sedang hamil muda, usia kandungannya telah berusia tiga bulan.
[Kerja yang semangat sayang, mau aku belikan apa buat makan malam nanti?]
Drrrrtt...
Drrrrtt...
Drrrrtt...
Ponsel Alvaro bergetar, ternyata Bianca memilih untuk meneleponnya dari pada membalas pesan darinya.
Alvaro tersenyum, tumben Bianca menelponnya, biasanya Bianca tak meresponnya dengan alasan sangat sibuk ataupun hanya merespon dengan kata singkat. Walaupun Alvaro tak pernah keberatan dengan hal itu, karena dia tahu istrinya sangat sibuk.
Alvaro segera mengangkat telepon dari Bianca. "Hallo Bi."
"Al, to-tolong aku Al..." Terdengar suara Bianca sangat ketakutan sekali.
Hal itu membuat Alvaro cemas, dia tidak akan pernah membiarkan Bianca berada dalam kesulitan. "Kamu kenapa Bi? Kenapa kamu ketakutan seperti itu?"
"A-aku tak sengaja menabrak seseorang." Suara Bianca terdengar bergetar ketika mengatakan hal tersebut.
Alvaro mematung mendengar pengakuan dari Bianca. Biancanya telah mengalami masalah yang sangat besar.
"Tapi... tapi kayaknya dia mati, Al. Makanya aku melarikan diri, tapi polisi pasti akan mencurigai aku, karena kejadian itu pasti tertangkap kamera CCTV. " Bianca terlihat sangat panik, sampai tangannya gemetaran, sekarang ini dia sedang berada di dalam mobil, dia sengaja menepikan mobilnya di tempat yang sangat sepi.
Alvaro masih terdiam. Dia masih terkejut mendengar pengakuan dari Bianca, sampai bibirnya mendadak kelu, tak tak harus berkata apa.
"Aku gak mau dipenjara, Al. Padahal aku baru juga memulai karir aku, apalagi aku lagi hamil anakmu. Aku gak mau dipenjara. Tolong aku, Al." Kini Bianca menangis, dia tidak ingin masa depannya hancur karena kelalaian yang telah dia lakukan.
Satu jam sebelum terjadi insiden penabrakan yang dilakukan oleh Bianca terhadap korban yang sedang menyebrang jalan.
Siang itu sekitar jam 12 siang, di salah satu hotel mewah yang ada di ibu kota, terlihat ada dua sejoli yang sedang berbagi peluh bersama diatas ranjang tanpa ada ikatan pernikahan diantara mereka, karena sang wanita telah berstatus menjadi istri orang lain.
Wanita tersebut bernama Bianca, dan selingkuhannya bernama Dimas, sementara suaminya Bianca bernama Alvaro.
Ketika mereka sedang bersama, pasti hari-hari mereka dipenuhi dengan bercinta dan bercinta, tak memperdulikan sang suami yang sedang bekerja keras demi dirinya.
"Ahh terus Bianca!" Dimas mengerang penuh nikmat ketika merasakan Bianca sedang berpacu kuda diatas pinggulnya, dia membantu Bianca untuk mempercepat gerakannya dengan memegang pinggang Bianca.
"Lebih cepat lagi, Bi!" pinta Dimas.
Bianca pun mengabulkan keinginan Dimas, dia harus membuat selingkuhannya itu puas, karena Dimas adalah aset yang berharga untuknya demi mencapai kesuksesan yang dia idam-idamkan dari dulu.
Bianca merasakan dirinya akan menuju pelepasan, sehingga dia semakin mempercepat gerakannya diatas Dimas, sampai keduanya mengerang secara bersamaan.
"Ahhh.... ahhhh.....ahh...." Bianca melenguh nikmat, tubuhnya ambruk di tubuh kekarnya Dimas. Nafasnya tersengal-sengal.
Bianca sama sekali tidak merasa bersalah kepada Alvaro yang sedang bekerja keras untuknya rela menantang maut, dia begitu menikmati kebersamaan dan kemewahan yang telah Dimas berikan kepadanya.
"Ahhh... kau membuat aku puas, Bi." Dimas membalikkan posisi, sehingga dia yang berada diatas, lalu menyambar bibir Bianca, kemudian menyambar buah semangka favoritnya.
"Dimas, aku lagi hamil." Bianca memperingatkan Dimas untuk tidak terlalu lama menindih tubuhnya.
Dimas pun segera memposisikan dirinya berada disamping Bianca, kedua sejoli itu saling berpelukan.
Dimas dan Bianca kebetulan kuliah di kampus yang sama, dari dulu Dimas mengejar Bianca walaupun Bianca telah menolaknya beberapa kali dan mengatakan bahwa dia telah memiliki suami, karena Bianca sangat mencintai Alvaro. Dulu dia adalah tipe wanita yang setia.
Namun, Bianca berubah pikiran ketika dia lulus kuliah, Dimas menawarkan pekerjaan padanya, ternyata Dimas adalah putra dari pemilik Perusahaan Alpha, salah satu perusahaan raksasa di negeri ini.
Bianca baru dua bulan memulai hubungan dengan Dimas, bertepatan dengan lamanya dia bekerja di Perusahaan Alpha karena diiming-imingi akan dijadikan manager disana. Dimas sama sekali tidak peduli dengan status Bianca yang masih berstatus sebagai istri orang dan dia tak peduli walaupun kini Bianca telah mengandung 3 bulan anak suaminya.
Bianca mengelus-elus perutnya yang masih rata, "Sebenarnya aku belum siap hamil, padahal aku baru aja melebarkan sayap aku di perusahaan." keluhnya.
"Kamu tenang saja, aku akan bantu kamu untuk menggugurkannya. Lagian kalau kamu hamil, perut kamu bakalan buncit dan lebar, aku gak suka cewek gendut."
Bianca tak menanggapi perkataan Dimas, sebenarnya dia ingin menggugurkan kandungannya, tapi dia harus mencari cara agar Alvaro tidak curiga, seolah-olah dia keguguran karena kecapekan atau terjatuh, Alvaro pasti akan marah padanya jika seandainya dia tahu bahwa dia akan mengugurkan buah cinta mereka dengan sengaja.
Dimas memainkan buah semangka Bianca dengan tangannya, memilin bagian puncaknya dengan jarinya. "Kapan kamu akan bercerai dengan suamimu, Bi? Aku ingin segera memiliki kamu seutuhnya, aku ingin semua orang tahu bahwa kamu adalah milikku. Kita saling mencintai, itu artinya kita harus memperjuangkan cinta kita."
Cinta? Jika dibilang Bianca mencintai Dimas, itu rasanya salah besar, dia berselingkuh dengan Dimas karena Dimas adalah pria yang tajir, dia hanya menginginkan hidup nyaman dan serba berkecukupan. Walaupun sebenarnya hatinya tidak bisa menghapus rasa cintanya untuk sang suami.
"Aku tidak tahu, aku butuh waktu untuk bisa lepas dari suamiku." lirih Bianca.
Bianca dan Dimas segera bangkit, mereka memakai pakaiannya kembali yang berserakan di lantai, karena harus kembali ke kantor.
Bianca dan Dimas pergi dari hotel dengan menggunakan mobilnya masing-masing, awalnya Dimas duluan yang pergi, baru setelah itu Bianca yang pergi.
Bianca nampak terburu-buru sekali mengendarai mobilnya, karena takut telat masuk ke kantor, dia sudah pernah mendapatkan teguran dari Pak Riki, ayahnya Dimas, gara-gara telat masuk, Dimas memang sering sekali mengajaknya bercinta dan tak tahu waktu.
Saat itu suasana lagi sepi, sehingga Bianca nekad untuk menerobos lampu merah dengan kecepatan tinggi, Bianca sangat terkejut ketika melihat ada seorang kakek tua tengah menyebrangi jalan di zebra cross.
Brrrmm...
Brrrmm...
Brrrmm...
Bianca tak dapat mengendalikan mobilnya, sehingga mobil yang dia kendarai menabrak kakek tua tersebut.
Brakk...
Tubuh kakek tua itu telah terpental jauh, sehingga kepalanya terbentur ke aspal dan mengeluarkan banyak darah, sampai tubuhnya mengejang. Mungkin karena suasana begitu sepi sehingga tak ada yang menolong kakek tersebut.
Bianca sangat panik, dia tak bisa berpikir jernih, sehingga dia memilih untuk melarikan diri. Memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Setelah berada di jembatan yang sangat sepi, Bianca menepikan mobilnya, tangannya gemetaran, sampai keringat dingin membasahi wajahnya, nafasnya tersengal-sengal, tak tau harus berbuat apa sekarang, kakek yang dia tabrak pasti sudah mati jika mengingat bagaimana kondisi kakek tersebut.
"Astaga, apa yang harus aku lakukan?" Bianca baru mengingat di lokasi kejadian itu terdapat kamera CCTV. Pasti kejadian mobilnya menabrak kakek tersebut telah terekam di kamera CCTV yang ada disana.
Bianca tidak ingin di penjara, dia benar-benar merasa hidupnya hancur jika harus hidup di balik jeruji besi, dia akan kehilangan karir yang baru saja dia raih. Dia tidak ingin hidupnya menderita.
Hanya satu orang yang dia ingat ketika dia sedang terpuruk seperti ini, siapa lagi kalau bukan suaminya, Alvaro.
Baru juga memikirkan Alvaro, pria itu ternyata mengirim pesan kepadanya. Bianca segera membaca pesan dari sang suami.
[Kerja yang semangat sayang, mau aku belikan apa buat makan malam nanti?]
Setiap hari Alvaro memang sering mengirim pesan kepada Bianca untuk menyemangatinya ketika tiba jam istirahat, tapi Bianca jarang membalasnya dengan alasan sibuk, karena setiap jam istirahat, dia sibuk melayani nafs-su bejatnya Dimas.
Tanpa berpikir panjang Bianca segera menelpon Alvaro, memberitahunya tentang kejadian yang telah dia alami, bagaimanapun juga hanya Alvaro yang mampu melindunginya dalam keadaan terpuruk seperti ini. Bahkan Pria itu rela melakukan apa saja demi kebahagiaan Bianca.
Hanya Alvaro satu-satunya orang yang bisa menolongnya disaat terpuruk seperti ini.
"Apa yang harus aku lakukan, Al? Aku gak mau dipenjara, bagaimana nasib anak kita nanti jika aku harus di penjara dalam keadaan hamil? Rasanya aku pengen mati aja." Bianca masih saja menangis ketika berbicara dengan Alvaro lewat ponselnya.
Saat ini Bianca nampak kalut dan gelisah, dia benar-benar bingung tidak tahu harus berbuat apa sekarang ini, yang pasti dia sangat takut, takut harus mendekam di balik jeruji besi. Karena sudah jelas dia telah melanggar lampu merah sehingga menyebabkan kakek tua tersebut tertabrak olehnya. Dan lebih parahnya korban telah meninggal, pasti hukuman yang dia dapatkan sangat berat.
Alvaro mencoba untuk menenangkan Bianca, walaupun sebenarnya dia sangat gelisah dan mengkhawatirkan Bianca. "Kamu tenang dulu ya Bi, kita harus cari solusinya bersama-sama. Sekarang kamu ada dimana?"
Walaupun sebenarnya Alvaro juga sangat panik karena tidak ingin Bianca berada dalam masalah, tapi dia harus bersikap dengan tenang, agar bisa segera mendapatkan solusi dengan masalah besar yang Bianca alami.
"Aku ada di jembatan Jalan Nagasuka." jawab Bianca dengan nada merendah. Bianca merasa sedikit tenang, karena akhirnya Alvaro akan datang untuk menemuinya.
"Ya udah, kamu tunggu aku disana. Aku sekarang ini juga akan pergi kesana menemui kamu." Alvaro tidak mungkin membiarkan Bianca sendirian disaat wanita itu membutuhkannya.
Klik!
Bianca menyandarkan diri di jok mobil, sambil menunggu Alvaro datang untuk menemuinya, Alvaro memang selalu menjadi penyelamatnya.
Dulu ketika dia saat kecil selalu di bully di panti asuhan oleh teman-teman di panti, Alvaro yang melindunginya. Sehingga Bianca yang pertama kali jatuh cinta pada Alvaro.
Bianca masih ingat saat pertama kali dia mengungkapkan perasaannya pada Alvaro ketika mereka masih berusia 17 tahun, baru lulus sekolah SMA. Bianca tak menyangka bahwa Alvaro akan menerima cintanya.
...****************...
Setelah menutup telepon, Alvaro menyimpan helm proyeknya di lantai, dia sudah tak mempedulikan pekerjaannya, yang pasti saat ini dia harus segera menemui Bianca, Bianca pasti sangat terpuruk, dia pasti sangat membutuhkannya, apalagi Bianca lagi hamil, dia tidak boleh berada dalam keadaan tertekan.
"Al, kamu mau kemana?" teriak mandor disana ketika melihat Alvaro berlari begitu cepat, kini pria itu tengah mengendarai motor maticnya dengan kecepatan tinggi.
Alvaro tak menghiraukan teriakan dari mandor tersebut, dia tak peduli jika setelah ini mungkin dia akan dipecat.
Di tengah perjalanan, sambil memacu motor maticnya, Alvaro tengah memikirkan bagaimana caranya agar bisa menolong Bianca dari masalah ini.
Tabrak lari itu pasti telah terekam kamera CCTV, dan memang faktanya Bianca yang salah, sudah dipastikan dia akan dihukum atas kesalahannya itu.
Tapi Alvaro tidak sanggup melihat Bianca hidup menderita, apalagi Bianca telah mengandung anaknya, tidak mungkin dia membiarkan Bianca harus menderita dalam keadaan hamil seperti itu.
Masih terbayang jelas bagaimana bahagianya Alvaro ketika mendengar kabar bahwa Bianca tengah hamil darah dagingnya, sampai dia menggendong Bianca saking senangnya, karena akhirnya sebentar lagi dia akan menjadi seorang ayah.
Alvaro telah berhasil bertemu dengan Bianca, dia masuk ke dalam mobil, "Bianca."
Bianca langsung memeluk Alvaro. "Al, aku takut, aku benar-benar takut, Al."
Alvaro membalas pelukan Bianca, "Aku paham, kamu pasti sangat takut. Tapi apa yang kamu lakukan salah, Bi. Seharusnya..."
Bianca melepaskan pelukannya, dia memotong perkataan Alvaro. "Aku memang salah, Al. Itu karena aku terburu-buru harus kembali ke kantor. Aku gak mau karir aku hancur begitu saja, Al."
Alvaro nampak terdiam, dia tidak tahu harus berbuat apa sekarang.
"Bagaimana kalau kamu yang menggantikan aku, Al?" Bianca dengan terpaksa meminta sesuatu yang pasti sangat berat untuk Alvaro.
Alvaro nampak terkejut ketika mendengar permintaan dari Bianca.
"Kamu tau sendiri kan aku adalah seorang manager, aku akan mengumpulkan uang yang banyak untuk menyewa pengacara handal agar bisa mengeluarkan kamu. Apa kamu mau melakukannya?" Bianca berkata dengan air mata yang berlinang.
Alvaro menghela nafas begitu berat, dia terpaksa harus melakukannya, demi Bianca dan demi calon anak mereka.
Alvaro memberikan kunci motor kepada Bianca, "Pergilah, aku akan menyerahkan diriku ke polisi." Alvaro terpaksa harus mempertanggungjawabkan kesalahan yang telah dilakukan oleh sang istri.
Bianca menangis tersedu-sedu. "Maafkan aku, Al. Maafkan aku."
"Gak apa-apa, Bi. Aku rela melakukan apa saja demi kamu. Tolong besarkan anak kita dengan baik setelah kamu melahirkan nanti."
Bianca hanya bisa menganggukan kepala sambil menangis. Setelah itu, Bianca pun keluar dari mobil, dia terpaksa harus meninggalkan Alvaro.
Tak berselang lama kemudian, banyak polisi berdatangan, mungkin karena telah menemukan mobil yang sama nomor platnya dengan mobil yang telah menabrak seorang kakek yang sudah meninggal, mereka menodongkan ke pistol ke arah mobil tersebut, meminta Alvaro keluar dari mobilnya.
"Pemilik mobil berplat nomor B xxxx AP, cepat keluar dari mobil Anda, Anda akan kami tahan atas kasus tabrak lari!"
Alvaro berusaha tegar, dia yakin ini adalah keputusan yang terbaik untuk dia dan Bianca. Dia yakin Bianca pasti akan setia kepadanya sampai dia bisa keluar dari dalam penjara. Dan Bianca akan melahirkan dan juga membesarkan anaknya dengan baik.
Alvaro segera keluar dari mobil, dia menyerahkan diri, mempersilahkan kedua tangannya untuk diborgol oleh polisi.
Rasanya dia ingin mentertawakan dirinya, seakan dunia sedang mengajaknya bercanda. Dulu dia bercita-cita menjadi seorang polisi, untuk menangkap penjahat ataupun buronan, tapi ternyata kini dia telah menjadi seorang buronan. Seumur hidup dia tak pernah bermimpi jika tangannya harus diborgol seperti ini. Alvaro harap dia tak pernah menyesal dengan keputusannya dan berharap pengorbanannya tidak sia-sia.
Alvaro pun digiring dengan kasar untuk masuk ke dalam mobil polisi, mungkin disinilah awal keterpurukan di dalam hidupnya. Semua orang yang ada disekitar menatap dengan penuh kebencian kepadanya, seakan dirinya seperti seorang sampah yang sangat hina.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!