NovelToon NovelToon

Hai Cinta Kembalilah

bab. 1. Aku dan Dusun Lembah Asri

Namaku Sally, saat ini usiaku 18 tahun dan berada di kelas akhir Sekolah Menengah Atas. Aku putri pertama dari Pa dan Ma.

"Sally.. Mey.. ayo sarapan dulu!" kata Ma dari ruang makan.

"Ya Ma.." jawabku sambil keluar dari kamar sudah lengkap dengan seragam sekolah.

"Mey mana Ma? Ah.. anak itu sepertinya belum bangun." kataku sambil berlari menuju kamar Mey tanpa menunggu jawaban dari Ma.

"Sally jangan berlari seperti itu!" kata Ma setengah berteriak.

"Dasar anak itu.." lanjutnya sambil menggelengkan kepala melihat kelakuanku.

Pa, hanya bisa tersenyum melihat kelakuan anak gadisnya dan reaksi Ma.

Menurut Pa aku gadis yang ceria, pemberani cenderung nekad, dan berkeinginan teguh.

Menurut Ma, aku gadis yang mandiri, penyayang, dan ga gampang menyerah untuk mencapai sesuatu yang ku impikan.

Aku sadar inti dari perkataan mereka itu, menggambarkan bahwa aku adalah seseorang yang agak keras kepala. Meskipun demikian, mereka sangat menyayangiku.

Pa dan Ma adalah petani. Mereka memiliki lahan sendiri tetapi hanya sekian are, selebihnya lahan milik tuan tanah yang kami garap.

"Pagi Pak John, hasil panen kali ini sepertinya lebih banyak dari sebelumnya." sapa Pa kepada Pak John sambil menaikan hasil bumi ke dalam mobil Pak John.

"Iya Pa, semoga saja laku dengan harga bagus." sahut Pak John.

Pa adalah seorang kepala keluarga yang hebat menurutku. Tanpa kenal lelah selalu berusaha mencukupi segala kebutuhan keluarganya. Pa juga seorang yang berpikiran modern, umumnya di dusun kami anak laki-laki adalah segalanya sebagai penerus keluarga. Namun, tidak demikian dengan Pa. Baginya anak lelaki dan perempuan adalah anugerah dari Tuhan yang sama-sama harus dirawat, dikasihi dan disyukuri.

Ma adalah wanita cantik, penuh semangat sekaligus lembut. Sesekali sih, kadang cerewet kepada putri-putrinya. Tetapi menurut ku wajar, masih sebatas cerewet khas ibu-ibu. Ma juga seorang yang setia dan selalu berusaha untuk menjadi penopang bagi suaminya.

"Ma, kenapa belum tidur? Ini sudah malam. Ma sudah lelah bangun sedari pagi. Saat ini malah masih menjahit." tegurku saat melihat Ma masih asik menjahit sedang hari sudah larut malam.

"Iya sayang, ini tinggal sedikit lagi kok." sahut Ma.

Oh iya, aku juga memiliki seorang adik yang sangat kusayangi. Mey namanya, usianya baru 10 tahun. Anak ini mewarisi kecantikan dan kelembutan Ma, juga.. mewarisi hidung mancung Pa. Sedangkan aku harus puas dengan hidung mungil alakadarnya. Walau kata Ma, Pa, dan Mey aku juga cantik kok, sungguh...

"Kakak !! Aku ikut membonceng di sepeda ya?" kata Mey saat aku sudah siap di atas sepeda.

"Ayok" jawabku.

Kemudian kami berkeliling menelusuri dusun di mana kami tinggal.

Dusun ini bernama Lembah Asri. Bukan hanya namanya, dusun ini betul-betul asri. Daerah pegunungan yang hijau, memiliki aliran sungai yang jernih, tanah yang subur, dan di sepanjang jalan desa banyak bunga indah berwarna warni.

Rumah kami tidak besar. Separuh dinding terbuat dari kayu, dan semen pada bagian dinding bawah. Lantai rumah terbuat dari semen yang dibuat halus. Sisi kanan rumah dijadikan kebun sayur dan bumbu-bumbuan, dan di sisi kiri ditanami pohon buah-buahan. Pada bagian depan rumah ditanami bunga-bunga cantik kesukaan Ma.

Kurang lebih 500 meter di sisi barat rumah ada anak sungai dengan airnya yang mengalir jernih, di atasnya tampak bebatuan. Sungai ini salah satu tempat favorit ku dikala ingin menyepi.

Dusun kami lumayan jauh dari kota. Jarak antara rumah penduduk satu dan lainnya agak berjauhan. Beberapa jalan didominasi tanah dan kerikil. Hanya untuk jalan utama desa saja yang sudah diaspal.

Seperti halnya orang tuaku. Umumnya warga dusun kami bekerja sebagai petani. Bahagianya, kami hidup saling membantu satu dengan yang lain.

Untuk pendidikan anak-anak di sini, dusun kami sudah memiliki sekolah sampai menengah atas. Meskipun lokasinya ada di antara perbatasan dusun dan kota yang cukup jauh dari rumah kami.

Aku memiliki tiga orang sahabat. Nama mereka Tom, Mena, dan Kela. Kami berteman sudah cukup lama sejak masuk sekolah dasar. Karena sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas hanya satu di dusun kami, jadi selama hampir dua belas tahun kami sudah bersahabat. Walapun kadang beberapa saat ada pertengkaran, tetapi setelahnya mudah akrab lagi.

Mena si periang, suasana akan selalu ceria saat dia ada di sana. Tetapi gampang panik.

Kela si pemalu, dia gampang grogi kalau disuruh oleh guru maju ke depan kelas, tambah grogi lagi kalau di depannya ada Nic si cowok jangkung berkacamata itu. Tetapi Kela sangat perhatian kepada sahabat-sahabatnya.

Terakhir Tom satu-satunya laki-laki sahabat kami. Dia bertidak seperti pelindung untuk kami bertiga. Anak yang berotak encer sekaligus pesaing tangguh ku dalam hal pelajaran sekolah.

----------------------------------

Ini ceritaku yang pertama, ditunggu kritik dan sarannya ya

salam

vatty

bab. 2. Mimpiku

Di dusun kami, untuk gadis seusiaku biasanya sudah menikah dan memiliki anak satu atau dua orang.

Tetapi, aku tidak mau memiliki kehidupan seperti itu. Aku masih ingin mengejar mimpi untuk memiliki pendidikan tinggi. Kalapun nanti memiliki kehidupan ekonomi yang cukup baik, itu merupakan bonusnya.

Di saat mereka sibuk mengurus anak dan suami. Aku tetap bersekolah, walaupun jarak dari rumah ke sekolah butuh beberapa kilo meter.

Pa dan Ma tentu mendukung apa yang kuimpikan. Menurut mereka yang berhak menentukan pilihan hidup anak-anaknya, adalah anak-anaknya sendiri. Tugas mereka sebagai orang tua hanya mengarahkan agar tetap sesuai dengan koridor yang benar.

Pada suatu petang sepulang Pa dari kota tiga tahun lalu.

"Sally.. Sally.. " panggil Pa dari luar rumah.

"Ya Pa.." jawabku sambil berlari menuju asal suara Pa.

Ternyata Pa membelikanku sebuah sepeda.

"Wuaah... ini untuk saya Pa?" tanyaku tak percaya.

" Iya untukmu sayang. Jarak sekolah menengah atas dan rumah kita cukup jauh. Pa harap, ini dapat membantu mempercepat perjalanmu ke sekolah" jelas Pa kepadaku.

"Terima kasih Pa" sambil kupeluk dan kucium lelaki yang paling kucintai sejagat raya.

"Pa.. nanti kalau Mey sudah sekolah menengah atas, Mey mau sepeda seperti itu juga ya" sahut Mey yang sedari tadi memperhatikan di sebelah Ma.

"Pasti sayang" jawab Pa, kemudian memeluk dan mencium Mey dengan sayang.

Aku beri nama beky untuk sepedaku. Beky setia mengantarku pergi dan pulang sekolah.

***

Tidak terasa sebentar lagi aku akan lulus dari Sekolah Menengah Atas. Sepertinya akan berat bagi Pa dan Ma untuk membiayaiku ke perguruan tinggi.

Mengandalkan beasiswa pun sepertinya akan sulit. Biasanya yang didapatkan hanya berupa biaya sekolah, sedang biaya hidup dan keperluan sekolah lainnya harus ditanggung sendiri. Itu semua membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dan jujur saja aku agak ragu apakah bisa mendapat beasiswa itu, mengingat sedemikian ketat persaingan di negara kami.

Walaupun di sekolah aku memiliki hasil yang baik hampir di semua mata pelajaran. Tapi tidak menjamin akan lolos seleksi beasiswa di perguruan tinggi.

Akhirnya aku putuskan setelah lulus sekolah, aku akan pergi ke kota mencari pekerjaan. Nanti uangnya akan kutabung untuk membiayai keperluanku diperguruan tinggi, sambil terus mencoba seleksi untuk mendapatkan beasiswa.

Awalnya, Ma dan Pa agak berat melepas anak gadisnya untuk berjuang hidup dan tinggal jauh dari mereka. Tetapi melihat tekad anaknya yang demikian kuat dan demi kebahagiaan anaknya, akhirnya mereka memberikan ijin.

***

Hari ini adalah hari kelulusanku. Pa terlihat tampan dan gagah dengan baju kebangaannya yang pernah dipakai waktu hari raya tahun lalu.

Ma juga terlihat tambah cantik dengan gaun sederhana bordir bunga kecil warna biru langit yang khusus dibelikan Pa dua minggu lalu sebagai hadiah ulang tahun pernikahan mereka.

Adikku Mey tampak manis dengan gaun cerah berwarna merah muda berbordir peony hasil dari tangan kreatif Ma.

Aku.. tentu saja tidak kalah cantik dengan Ma dan Mey. Aku memakai gaun biru langit bermotif bunga kecil putih. Tidak lupa Ma menambahkan pulasan tipis perona bibir pada bibirku. Risih sebetulnya pakai rias pada wajah, tetapi menurut Ma karena ini adalah hari spesialku, maka aku harus memakainya agar terlihat lebih cerah.

"Ma, Sally, Mey.. kalian sudah siap? Hari semakin siang. Jangan sampai kita terlambat" kata Pa dari teras.

" Ya Pa!" jawab kami bertiga hampir serempak, kemudian keluar dari kamar menuju teras.

"Cantiknya permaisuri dan putri-putriku" puji Pa kepada kami bertiga.

"Iya dong, kan kami anak Ma dan Pa" celoteh si kecil Mey.

Pa mengusap ujung kepala Mey, karena gemas.

"Ayok kita pergi" ajak Pa.

***

Mobil bak terbuka hasil pinjaman dari tetangga yang biasa digunakan untuk mengangkut hasil bumi, sudah siap mengantar kami ke sekolah.

Ma, Pa, dan Pak John pemilik mobil duduk di depan. Aku dan Mey duduk di belakang sambil menikmati angin menerpa wajah kami. Sesekali kami menahan rambut dengan tangan untuk menghalau angin yang seolah ingin merusak tatanannya.

"Sally, tolong jagain Mey. Jangan sampai dia terjatuh saat mobil melewati jalan berlubang" pesan Pa.

"Baik Pa" jawabku.

Saat ini aku merasa senang bercampur sedih. Senang, karena awal menggapai mimpiku akan dimulai. Sedih, karena sebentar lagi aku akan meninggalkan Pa, Ma, Mey, teman-teman, dan dusun Lembah Asri.

***

Pukul 7 lebih 45 menit kami tiba di sekolah. Tom, Mena, dan Kela sahabat-sahabatku sudah sampai lebih dulu.

"Sally.." panggil mereka bertiga.

"Hai Tom, Mena, Kela! Pa.. Ma.. saya bersama teman-teman ya?" pamitku kepada Pa dan Ma sambil menurunkan Mey dari mobil dan memberikannya kepada Ma.

"Iya, hati-hati jangan berlari. Ingat kamu itu pakai gaun Sally!" pesan Ma.

"Siap Ma!" jawabku.

Setelah kata sambutan dari kepala sekolah, tiba saatnya pengumuman para siswa yang menjadi juara umum tahun ini. Namaku yang salah satunya dipanggil sebagai siswa berprestasi untuk mendapat penghargaan dari Kepala Sekolah. Termasuk Tom juga dipanggil, tentunya untuk menerima penghargaan sepertiku.

Dari atas panggung aku lihat Pa dan Ma tersenyum bangga dan haru ke arahku. Mereka bangga dan terharu akan hasil dari kerja keras dan tekad ku untuk mengejar mimpi.

-----------------

Episode 2 segini dulu ya. Tetap ditunggu saran dan kritiknya.

salam

Vatty

bab. 3. Kejutan dari Dean

Aku masih asik mengobrol bersama Tom, Mena, dan Kela. Kami mengingat semua kelucuan, keisengan dan kenakalan kami di sekolah menengah atas yang hanya tinggal kenangan. Kami juga saling bertukar cerita mengenai rencana kami masing-masing ke depan.

Di pintu keluar aku lihat Pa, sedang berbicara dengan ayah Dean, entah apa yang dibicarakan Pa dengannya. Sekilas kulihat Pa menggelengkan kepala kemudian tersenyum sopan sambil menangkupkan tangan di dada.

Saat aku sedang memperhatikan Pa..

"Lihat deh, itu Dean melihat ke sini terus!" kata Mena tiba-tiba.

Kami bertiga langsung melihat arah yang ditunjukan Mena.

"Sudah lulus pun, apa dia masih mau buat masalah dengan kita ya?" sambung Mena kepada kami disela-sela obrolan yang seru.

Di sudut ruangan di dekat jendela aku melihat Dean sedang tersenyum malu-malu, dan salah tingkah saat tak sengaja pandangannya beradu dengan kami.

Entah ada apa dengan anak itu, mengapa sikapnya berbeda? Biasanya saat melihat aku dan sahabatku dia akan memasang wajah sinis. Kali ini malah tersenyum manis ke arahku.

Selama tiga tahun belakangan ini, Dean seperti satu-satunya musuh bagi kami. Padahal selama sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, kami hampir tidak pernah bersingungan sama sekali. Dimulai ketika beberapa hari kami masuk di kelas pertama di sekolah menengah atas. Sikap Dean berubah. Seolah-olah ingin selalu mencari masalah kepadaku dan sahabat-sahabatku.

Awalnya aku coba mengalah karena malas terlibat pertengkaran. Tetapi semakin lama bukan cuma aku yang diusiknya, sahabat-sahabatku pun diganggu. Masih teringat jelas betapa kesalnya aku dan sahabatku dikerjai anak itu, belum lagi sikapnya yang sombong dan congkak.

Duh.. mentang-mentang anak orang terpandang di dusun ini.

Contohnya saat aku lewat untuk maju mengerjakan soal di depan kelas karena diminta oleh Guru. Aku hampir terjatuh ke lantai, karena kakinya sengaja ditaruh di jalan bersamaan saat aku lewat. Untung saja Tom berhasil menangkap tubuhku agara tidak terhuyung menyentuh lantai.

Pernah juga suatu kali sehabis jam istirahat. Saat aku baru kembali dari kantin sekolah kulihat tas ku sudah tidak ada di tempatnya. Untung saja tidak ada tes atau ulangan setelahnya. Jadi aku bisa menulis dengan meminta kertas dan meminjam pen pada Mena yang di sebelahku.

Aku menemukan surat di laci mejaku. Yang isinya :

"Kalau kamu mau tas mu, nanti sepulang sekolah aku tunggu di halaman belakang sekolah. Ingat!! seorang diri tidak boleh ada yang menemani, Dean"

Saat itu aku membaca surat tersebut bersama dengan Mena. Selesai membaca surat, aku menatap Dean dengan kesal. Seolah dia mengetahui ditatap, dia berbalik menatap ku dan Mena dengan sinis.

Tadinya aku akan ke halaman belakang sekolah sendiri. Tetapi Tom melarangku, karena dia takut akan terjadi apa-apa padaku. Tom diberitahu Mena mengenai surat yang tadi kami baca.

Ketika aku sampai di halaman belakang sekolah. Dean sudah ada di sana, dia tersenyum kepadaku. Tidak lama kemudian Tom menghampiriku. Sikap Dean berubah kembali sinis kepadaku dan Tom.

"Dean!! Mana tasku? Cepat kembalikan!" kataku setengah berteriak.

"Dean kalau kau ada masalah, jangan berurusan dengan Sally. Ayo berurusan denganku sebagai sesama laki-laki!!" ucap Tom tegas.

"Ini tidak ada urusannya dengan kamu Tom. Pergi kamu jangan ikut campur!!" teriak Dean.

"Sally sahabatku, jika ada yang mengusik dia berarti juga menjadi urusanku!" kata Tom tidak kalah sengit.

Ujung-ujungnya mereka berkelahi, aku mencoba melerai. Namun sayangnya, aku malah terkena tonjokan dari Dean tanpa dia sengaja.

"Sally!! Kamu terluka?" kata Tom menghentikan pertengkaran dan beralih kepadaku memegang lenganku yang terkena tinju Dean.

Dean menyadari pukulannya salah sasaran sempat terkejut. Tetapi bukannya minta maaf malah mengejek kami.

"Haduh kalian malah tidak malu bermain drama percintaan di depanku. Tom kalau kau tidak mampu melawanku tidak usah berlindung di belakang wanita" ejeknya.

Tom sempat terprovokasi untuk menghajar Dean lagi, tetapi aku tahan.

"Haaah.. tidak seru, kalau kau mau tasmu. Ambil saja sendiri di atas pohon itu Sally" kata Dean sambil berlalu.

Selain kejadian- kejadian itu. Masih banyak lagi kejadian lainnya yang betul-betul sangat mengesalkanku dan sahabat-sahabatku.

***

Satu persatu sahabatku pulang. Ku lihat Pa belum selesai berbicara dengan Ayah Dean. Tinggal aku seorang diri.

Tiba-tiba Dean melangkah untuk mendekatiku. Aku pura-pura tidak melihatnya, karena tidak mau membuat masalah di akhir sekolahku. Apalagi di depan orang tua kami.

Belum sampai Dean ke tempatku. Pa sudah lebih dulu sampai menghampiriku untuk mengajak pulang. Setelah berpamitan kepada Ayah Dean dan Dean yang baru saja mendekat, aku dan keluargaku pulang.

Kulihat ada sedikit kekecewaan di wajah Dean. Aku memberikan senyuman kepada Dean. Dia pun membalas senyumanku.

***

Sore hari saat di kebun buah, Pa memanggilku untuk mendekat. Pa bilang ada sesuatu yang ingin dibicarakan.

"Sally, apa kamu sudah pernah merasakan menyukai seorang pria dengan perasaan lain?" tanya Pa.

"Maksudnya perasaan lain seperti apa Pa?" tanyaku ku balik karena tidak mengerti apa yang dimaksud Pa.

"Hmm.. perasaan yang terjadi antara wanita kepada pria sebagai pasangan" jelas Pa kepadaku.

"Tidak.. belum pernah Pa, bahkan saya tidak terpikir ke arah sana. Saya cuma berusaha berteman dengan baik dengan semua teman di sekolah" jawabku sambil menggelengkan kepala.

"Termasuk dengan Dean?" sambung Pa.

"Ya ampun Pa.. apalagi dengan anak itu. Berteman saja dia tidak mau. Saya sudah mencoba untuk mengalah dan tetap berteman dengannya. Tetapi yang ada, dia selalu saja membuat masalah kepada saya dan teman-teman." jawabku tidak habis pikir Pa menanyakan itu kepadaku.

"Jadi seperti itu? Baiklah Pa mengerti" kata Pa.

Menurut penuturan Pa, tadi sewaktu Ayah Dean dan Pa mengobrol di sekolah. Ayah Dean bermaksud melamar aku untuk dijadikan istri bagi Dean. Seketika aku pun terkejut dengan cerita Pa.

Pantas saja tadi di sekolah Dean bersikap tidak seperti biasanya yang seperti macan siap menerkam mangsa, jika berpapasan denganku bersama sahabatku. Sungguh aneh sekali, dia yang selama ini bersikap tidak bersahabat dan tidak pernah bersikap manis kepadaku. Kenapa tiba-tiba meminta Ayahnya untuk melamarku?

Pa bilang, mungkin Dean berusaha menunjukan keberadaannya dengan ulah yang usil, agar aku memperhatikan kehadirannya. Kadang buat pria juga bisa salah bersikap saat menutupi maksud hatinya.

Aku hanya mengangguk mencoba mengerti apa yang dikatakan Pa.

Pa juga mengatakan kepada Ayah Dean, kalau Pa tidak bisa memutuskan. Semua itu tergantung pada keputusanku karena itu adalah kehidupanku. Pa juga sudah menceritakan kalau aku sangat menginginkan sekolah lebih tinggi.

Untuk melanjutkan sekolah, Ayah Dean bilang tidak masalah. Jika aku dan Dean menikah, kami bisa tinggal di kota dan melanjutkan sekolah bersama. Karena Dean pun berniat melanjutkan sekolah juga. Menurut Ayah Dean karena takut aku dipinang orang lain, jadi Dean ingin bertindak lebih dahulu untuk menikahiku.

Untuk memberikan jawaban kepada Ayah Dean mengenai diterima atau tidaknya lamaran tersebut. Pa bilang dibutuhkan jawaban dariku. Ayah Dean merasa kesal, kemudian malah menceramahi Pa. Menurut Ayah Dean, seorang anak harus menurut perkataan orang tua. Apapun keputusan orang tua, apalagi anak itu adalah wanita. Maka sang anak wajib menuruti. Jadi jika Pa sudah bilang setuju, harusnya aku pun setuju. Untunglah Pa bukan orang tua seperti itu.

Menurut penuturan Ayah Dean kepada Pa. Dean sudah menyukai ku saat pertama kali awal masuk sekolah menengah atas. Tetapi karena gengsi dan bingung cara bersikap, yang nampak di luar adalah sikap arogan dan selalu bermusuhan kepadaku. Dia merasa tidak memiliki kesempatan untuk dekat denganku, karena para sahabatku yang setia selalu berada di sekelilingku.

Seiring berjalannya waktu, Dean malah semakin cemburu melihat kedekatan ku dengan sahabat-sahabatku terutama kepada Tom. Sehingga yang awalnya dia mau menarik perhatianku, tidak pernah tersampaikan dengan tuntas karena merasa sahabatku selalu ikut campur. Merasa niatnya diganggu sahabat-sahabatku, akhirnya dia mulai membuat masalah dengan sahabat-sahabatku juga.

Untuk mengungkapkan secara langsung kepadaku, dia tidak berani. Akhirnya malah menjadi musuh bersama aku dan sahabat-sahabat ku selama tiga tahun ini. Ayah Dean pun mewakili Dean meminta maaf kepada Pa, karena selama ini selalu bersikap tidak baik kepadaku.

"Sebetulnya jika kamu tinggal bersama seseorang yang bisa dipercaya saat jauh dari pengawasan Pa, Pa merasa sedikit lega." kata Pa.

"Tetapi, Pa akan menuruti maumu. Apakah akan kamu terima atau tolak?" sambung Pa.

"Pa.. saya tidak dapat menerima lamaran itu. Bagaimana saya bisa menerima pinangan Dean, sedangkan perasaan suka sedikitpun tidak ada. Lagipula untuk menikah di usia muda, tidak pernah terpikir. Saya masih ingin fokus mengejar mimpi terlebih dahulu, tanpa diganggu urusan rumah tangga dan segala keribetannya" jawabku.

"Baiklah jika demikian jawabanmu" kata Pa.

Dua hari lagi Pa akan menemui Ayah Dean untuk memberitahukan mengenai jawabanku, seperti janji Pa tadi siang kepada Ayah Dean. Berharap semoga Dean dan keluarga bisa mengerti.

---------

Sudah bab 3, terima kasih buat yang sudah membaca cerita saya.

salam

Vatti

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!