Jamal berjalan terburu-buru menuju bengkel panggilan darurat dari bosnya membuatnya harus segera datang karena ada perbaikan mobil rusak yang harus dia tangani. Mobil Audi E-Tron GT terparkir di sana padahal hanya mengganti ban saja tapi tidak ada satupun karyawan yang berani menyentuhnya itu karena sang pemilik yang terkenal sangat cerewet membuat mereka enggan mengerjakannya.
”Kenapa kalian tidak berani melakukannya bukankah hal mudah jika hanya mengganti ban saja,” ujar Jamal pada Arya temannya.
”Masalahnya bukan itu, pemiliknya sangat cerewet sekali dan kami tidak betah melayani komplain yang masuk darinya.”
Jamal baru beberapa bulan bekerja di bengkel di kota, dia memutuskan untuk pergi ke sini setelah bercerai dengan istrinya. Kegagalan rumah tangganya membuatnya enggan untuk tetap berada di rumah. Terlebih dia tidak suka dengan omongan tetangganya yang julid, hal biasa yang sering dilakukan orang di kampung yaitu selalu bergosip.
Jamal tidak suka dirinya dijadikan bahan gosip tetangga karena telah kalah telak dengan mandor tempat dia bekerja. Apalah dia yang hanya bermodalkan tampan sedangkan materi dia tak memiliki, Rara istrinya itu wanita matre meskipun Jamal telah berusaha memenuhi kebutuhannya tetap saja selalu kurang dan kurang.
Jamal tidak mampu mengimbangi keinginannya karena penghasilannya tak seberapa dan perselingkuhan pun terjadi dan berujung pada perceraian. Jamal memilih bercerai daripada hidup tersiksa dan menerima tekanan batin setiap harinya.
”Halah dimanapun wanita itu memang sama aja bro, matre dan cerewet,” seru Arya.
”Hush, jangan begitu! Jangan memukul rata karena tidak semua sama,” sahut Jamal meskipun pernah merasakan sakit hati karena penghinaan mantan istrinya Jamal tidak mau menyamaratakan semua wanita. Dia yakin suatu saat pasti akan bertemu dengan jodoh yang tepat.
Jamal mengerjakannya dengan sangat hati-hati dia teringat pesan bosnya jika mobil itu sangat mahal dan pemiliknya tidak mau tergores sedikitpun. Begitu selesai mengganti ban mobil tersebut Jamal berniat untuk istirahat sebentar sebelum pulang ke tempat kostnya.
Suara mobil datang pun kembali terdengar, niat hati ingin istirahat sirna karena Arya kembali meminta bantuan darinya.
”Bang, ayo bantuin aku benerin mobil yang baru datang!” ajak Arya.
”Astaga aku baru saja selesai dan duduk di sini tapi kau sudah mengajakku melakukan pekerjaan yang baru. Yang benar saja!” protes Jamal.
”Ayolah Bang please!” rengek Arya dia mang karyawan yang selalu saja tidak percaya diri dalam bekerja dan Jamal yang selalu dia mintai pertolongan.
Dengan malas Jamal pun bangkit dan memeriksa mobil tersebut. ”Turun mesin!” ucapnya membuat si pemilik mobil melongo.
”Pasti jarang diservis ya?” tebak Jamal. Jamal pun langsung memeriksa bagian yang lainnya meski lelah dia tetap mengerjakannya karena tak ingin mengecewakan pelanggannya.
Arya hanya membantunya mengambil alat-alat yang dia butuhkan untuk perbaikan mobil tersebut. Jamal hendak mengambil alat di tangan Arya sayangnya karena kurang hati-hati kakinya tersandung botol minuman yang ia letakkan di bawah kursi.
Brak!
Alat yang dipegangnya menghantam mobil Audi yang baru saja dia ganti ban mobilnya sepuluh menit yang lalu. Jamal meringis karena kecerobohannya mobil tersebut tergores.
”Astaghfirullah, mimpi apa aku semalam,” pekiknya kemudian dirinya terduduk lemas seketika.
****************
”Aish, dasar gila!” teriakan seorang gadis membuat seisi rumah menatap ke arahnya. Baru saja papanya menelpon akan kembali menjodohkannya dengan seorang anak teman rekan bisnisnya. Berulang kali dia menolak dengan berbagai alasan, namun papanya selalu saja tidak percaya.
Sekarang yang harus dia lakukan adalah mencari seseorang yang tepat untuknya dijadikan kekasih agar papanya tidak lagi mendesaknya. Dia tidak mau terus menerus didesak dengan permintaan konyol sang papa. Muna berpikir keras dengan siapa dia akan menjalankan misinya yang pasti dia tidak mau sembarangan memilih orang.
”Duh bagaimana ini, haruskah aku meminta bantuan Haris? Tidak mungkin, papa dan mama pasti akan curiga jika aku sedang menipu mereka,” lirih Muna dirinya berjalan mondar-mandir di kamarnya mencari solusi terbaik untuknya.
”Aish, sial kenapa semua orang bikin kesal!” Muna segera menyambar tasnya dan segera pergi ke bengkel untuk mengambil mobilnya.
Dengan cepat dia menyelinap keluar dari rumah dan segera berlari menuju jalan utama untuk menghentikan taxi yang lewat. Dia tidak mau menggunakan sopir karena tak ingin kebebasannya terganggu dan yang pasti dia bakal mengadu apapun yang dilakukannya di luar.
”Pak tolong antarkan saya ke bengkel service mobil di jalan utama Permai blok G,” ucap Muna. Sang sopir taksi hanya mengangguk dan segera melaju ke lokasi yang dituju.
Begitu sampai semua orang yang ada di dalam bengkel menatap ke arahnya. Muna berjalan dengan sangat percaya diri tidak peduli dengan tatapan para pria yang ada di sekitarnya.
”Hallo, saya mau ambil mobil saya. Apakah sudah selesai diperbaiki?”
Arya gugup bingung mau menjawab apa karena mobil milik Muna tergores oleh Jamal akibat accident tanpa sengaja tadi siang.
”Hey, apa kamu tuli!” seru Muna menaikkan nada suaranya karena kesal perkataannya tidak ditanggapi.
”Apakah mobil Nona yang ini?”
Muna menoleh ke sumber suara dia tercengang melihat pria dewasa yang ada di depannya meskipun wajah dan tangannya terlihat kotor karena oli tapi justru dia terlihat sexy di mata Muna.
Jamal bergidik ngeri melihat tatapan gadis yang ada di depannya saat ini yang melihatnya dengan tatapan ingin memangsanya. ”Hai Nona, kamu dengar apa yang saya katakan?”
”Eh? I-iya saya dengar, benar ini mobil saya. Apakah sudah diperbaiki karena aku ingin mengambilnya dan menggunakannya malam ini.”
Jamal mendesah berat membuat Muna bingung. ”Maafkan saya Nona, mobil Anda sudah saya perbaiki dengan baik tapi saya mohon maaf karena kesalahan kecil mobil Anda jadi tergores.”
”Apa?” teriak Muna shock mendengar pengakuannya bagaimana dia mengatakan hal ini pada papanya pastinya sang papa akan semakin murka padanya.
”Bagaian mana yang tergores?” tanya Muna mencoba tetap tenang meski hatinya gelisah.
Jamal pun memberitahukan pada Muna dan hal itu semakin membuatnya bingung. ”Duh bagaimana ini pasti papa akan marah,” pekiknya.
Muna tidak dapat menyembunyikan kegelisahannya bagaimana dia menghadapi papanya nanti. ”Apa statusmu?” tanya Muna kemudian membuat Jamal menatap Muna intens kenapa gadis di depannya menanyakan statusnya.
”Aku duda, kau mau apa?” ucap Jamal.
”Jadilah kekasihku?” sahut Muna membuat Jamal seorang duda tanpa anak melongo mendengarnya. ”Kekasih kontrak, bagaimana apakah kau setuju? Dengan begitu kau bisa melakukan apapun dengan uang yang kau miliki nantinya dan yang paling penting adalah Anda terbebas dari tuntutan saya,” lanjut Muna.
Jamal mengernyit mendengarkan penuturan Muna. ”Apa maksud Anda?”
”Mobil ini sangat mahal, apa Anda yakin mampu menggantinya? Jadilah kekasih kontrakku maka kau akan terbebas dari tuntutan ku bagaimana?”
Jamal mematung mendengarnya haruskah dia terlibat hubungan dengan orang kaya.
”Apa kau yakin dengan semua ini?” Jamal kembali bertanya demi apa dia harus bertemu gadis dengan pemikirannya yang gila sepertinya.
”Tentu saja, saya rasa Anda akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar bukan?” Muna mendekati Jamal lebih dekat lagi membuat Jamal merasa risih dengan sikapnya.
Jamal kesal ingin marah tapi tak bisa bagaimana nasibnya jika dia memarahi pelanggan karirnya di bengkel ini dipertaruhkan karena saat ini sangat sulit sekali mencari pekerjaan apalagi dengan modal pas-pasan haruskah dia kembali menjadi kuli bangunan seperti di kampung.
”Kenapa diam saja, apa Anda tidak tertarik denganku?” Muna terus mendesak Jamal.
”Akan saya pikirkan.”
Muna tersenyum kemudian mendengar jawaban dari Jamal dengan segera dia mengulurkan tangannya. Jamal menatap ke arah wajahnya sejenak sebelum akhirnya menyambut uluran tangan tersebut.
”Namaku Muna. Muna Aulida, ingat itu!”
”Jamal.”
”Hanya itu?”
”Haruskah saya keluarkan kartu identitas milikku?” ucap Jamal tidak terima dengan pertanyaan yang diberikan padanya.
”Ck! Begitu saja sewot. Baiklah saya akan menunggu jawabannya besok siang saya akan kembali ke sini menagih jawabannya.”
”Astaga dosa apa yang telah aku perbuat?” desis Jamal merutuki nasibnya saat ini.
”Tolong panggilkan saya taksi, saya mau pulang!”
”Apa?” Jamal berusaha untuk tidak panik dengan situasi yang sedang dihadapinya bagaimanapun gadis yang ada di depannya ini adalah pelanggannya dan dia adalah raja di bengkel ini.
”Tunggu sebentar aku akan memanggilnya untukmu.” Dengan segera Jamal berlari kecil ke depan menghentikan taksi yang lewat, Jamal berharap Muna segera pergi dari bengkel dia tidak mau bosnya tahu kedatangannya ke sini serta masalah yang tengah dihadapinya sekarang.
Muna pun pulang setelah taksi yang distop oleh Jamal di depan bengkel, Jamal pun bisa bernafas lega karenanya.
”Bang bagaimana kalau bos besar tahu?” tanya Jamal pada Arya yang masih ada di pos.
Arya mengedikkan bahunya dia sendiri bingung kenapa tadi Jamal bisa ceroboh sekali melakukan pekerjaannya. Beberapa bulan bekerja di sini Jamal selalu mendapatkan pujian dan banyak tips dari pelanggan dia selalu bekerja dengan baik dan tidak pernah sekalipun dikomplain pelanggan. Jika bosnya tahu tentang kejadian ini sudah barang tentu Jamal akan dimarahi olehnya.
”Aku sendiri juga pusing apalagi denganmu, namanya juga kecelakaan kita gak sengaja melakukannya masa iya bis mau marah?” ujar Arya menenangkan Jamal.
”Lalu apa kau mau menerima permintaannya itu? Siapa tadi namanya?”
”Muna.”
”Ish, nama yang cantik secantik orangnya kalau menurutku sih lebih baik terima saja soalnya dapatnya double. Cantik pasti, naik kelas iya, penghasilan terjamin dan bebas dari tuntutannya itu sudah pasti,” cerocos Arya membuat Jamal kesal mendengarnya ternyata Arya bukanlah teman yang solid buatnya.
”Sudahlah lupakan saja dulu, aku mau pulang sudah sore saatnya istirahat!” Jamal bangkit mengganti pakaiannya setelah selesai mencuci tangan dan juga wajahnya.
Tampan itulah yang terlihat ketika dirinya dalam keadaan bersih, pantas saja Muna langsung terpesona pada pandangan pertama. Amatlah bodoh bagi Rara yang telah melepaskannya dan berselingkuh darinya karena suaminya yang sekarang bukanlah pria muda tapi sudah paruh baya.
Jamal pulang ke tempat kostnya setelah sebelumnya membeli nasi bungkus di perempatan jalan menuju kostnya.
***
”Darimana saja kamu jam segini baru pulang?” tanya Rizal yang memergoki putrinya jalan berjinjit hendak masuk ke kamarnya.
”Eh papa, Muna baru pulang dari rumah teman Pa,” jawab Muna santai.
”Dari rumah teman apa keluyuran gak jelas?” bantah Rizal dia tahu putrinya sedang berbohong padanya.
Muna hanya memutar bola matanya malas dan menyesali kepulangannya malam ini kenapa juga dia harus pulang ke rumah tidur di apartemennya jauh lebih nyaman daripada harus mendengar rentetan kalimat dari papanya.
”Kamu gak bisa jawab Papa?” Rizal mulai geram.
”Muna dari rumah teman Pa, kok gak percaya banget sih,” sahutnya penuh emosi. ”Papa mana pernah percaya sama Muna yang dipikiran papa hanya Bang Brian sama Bang Regan iyakan?”
Rizal terdiam apa yang dikatakan putrinya seakan menghujam tepat di dadanya, tak bisa dipungkiri Muna terlahir sebagai satu-satunya wanita di rumah besar miliknya tapi perlakuan yang dia dapatkan sangatlah berbeda dari kedua kakaknya.
”Papa akan segera menjodohkan kamu sama putra rekanan bisnis papa di Surabaya kamu tidak boleh menolaknya.”
”Muna gak mau karena Muna sudah punya kekasih, papa jahat!” Muna segera berlari menuju ke kamarnya bahkan Muna tidak peduli dengan panggilan mamanya.
”Apa yang kau lakukan Pa?” Sinta mendatangi suaminya yang masih terdiam di ruang tengah mendengar perkataan Muna membuatnya ingin segera keluar dari kamar dan melihat apa yang sedang terjadi dengannya.
”Papa baru saja bertanya padanya darimana saja kenapa baru pulang jam segini. Apa papa salah?” ujar Rizal.
”Papa terlalu mengekangnya inilah hasilnya.”
”Tapi papa melakukannya demi menjaganya Ma, papa gak mau terjadi hal buruk padanya pergaulan bebas, ****, zina apa mama gak berpikir kesana?” keluh Rizal mencoba membela dirinya.
”Papa berlebihan!” bantah Sinta.
”Tidak.”
”Dia sudah dewasa jangan pernah membuatnya terkekang mama yakin dia bisa memilih jalannya sendiri.”
”Jadi mama belain dia?”
Kedua pasutri itu justru saling debat dan tidak ada yang mau disalahkan satu sama lain.
Muna hanya dapat berguling kesana kemari mengingat pertemuannya dengan Jamal tadi sore, apakah keputusannya sudah tepat dirinya tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Muna berharap besok Jamal akan memberikan jawaban yang sesuai dengan harapannya sehingga dia tidak perlu bersusah payah mencari kandidat lain.
Muna mengambil laptopnya dan segera mengetik beberapa persyaratan untuk perjanjiannya dengan Jamal. Muna memasukkan point-point penting ke dalam perjanjian tersebut.
”Hoam!” Muna menguap dirinya mulai mengantuk dengan segera mematikan laptopnya dan mengistirahatkan diri.
Jam delapan pagi pintu digedor oleh Sinta karena Muna tidak kunjung keluar dari kamarnya wanita itu khawatir putrinya masih marah sehingga dia memutuskan untuk mendatanginya.
”Muna, apa kau sudah bangun Nak? Cepat keluar!”
Pintu terbuka Muna tengah menggaruk rambutnya yang acak-acakan. ”Apa-apaan sih Ma, masih ngantuk nih!”
”Anak perawan jam segini masih molor! Buruan bangun!” Bang Regan menyela pembicaraan keduanya.
”Diam Bang! Ini urusan wanita.”
Regan hanya tersenyum mendapati jawaban adiknya.
Dengan malas Muna merapikan rambut dan menatap sejenak ke cermin memantaskan dirinya. Dengan sedikit bersenandung kecil Muna menuju meja makan dan langsung duduk di sana.
”Bersiaplah, nanti malam kita akan kedatangan tamu istimewa dari luar kota.”
”Siapa?” Sinta tidak bisa tinggal diam jika putrinya kembali tertekan.
”Putranya Pak Wijaya dia baru pulang dari luar negeri, papa harap Muna mau menerima perjodohan ini.”
Brak!
Semua menatap ke arah Muna yang sedang marah, dia menarik kursinya dengan kasar dan bangkit dari duduknya.
”Dimana mobil kesayanganku Dek?” Muna mematung mobilnya masih di bengkel dan sekarang kondisinya memprihatinkan bagaimana dia harus mengatakannya pada Regan.
”Dek, tolong jawab kalau Abang tanya. Dimana mobilnya?”
”Eh, a-anu Bang.” Muna menggaruk kepalanya.
”Mobilnya di bengkel.”
”Apa?” semua menatap ke arah Muna.
Muna merasa bersalah kedua kakaknya mendiamkannya, apalagi Rizal dia benar-benar kesal padanya. Sinta yang melihat ini hanya bisa bersabar, karena apapun yang dia katakan takkan ada artinya buat suaminya.
"Bang.”
”Mm.”
”Anterin keluar yuk!”
”Tidak mau, kamu sedang dihukum papa karena merusak mobilnya.”
”Ish, itu kan mobilnya Bang Regan lagipula aku udah minta maaf padanya.”
”Lalu jika sudah minta maaf apa perkaranya selesai? Tidak kan?”
”Aku akan memperbaikinya dengan uang jajanku!” ucap Muna mantab.
Brian tertawa mendengarnya, ”Uang jajanmu sudah dihapus, semalam papa sudah memberitahukan Abang sama Regan untuk tidak membantumu.”
”Ya ampun, kalian tega sekali.”
”Biar kamu gak manja, cari uang itu sulit maka jangan suka hura-hura buang uang!”
Muna memanyunkan bibirnya mendengar perkataan Brian kakaknya yang satu ini memang super cerewet seperti Rizal tapi sebenarnya dia sangat baik dan penyayang pada adik perempuan satu-satunya.
Muna beranjak ke kamarnya mengemis pada kedua kakaknya adalah hal yang sia-sia baginya karena nyatanya mereka sama sekali tak mau membantunya.
Muna mengotak-atik ponselnya mencoba menghubungi Haris namun pria itu sama sekali tidak bisa dihubungi. ”Astaga siapa yang harus aku mintai bantuan?” lirih Muna.
Diliriknya jam dinding waktu terus saja berjalan dan sekarang sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, bagaimana dia bisa keluar dari rumah tanpa sepengetahuan orang-orang. Muna mulai galau, dirinya kembali berjalan mondar-mandir sesekali dia memukul kepalanya berharap jawaban keluar dari sana.
”Muna buka pintunya Sayang, mama mau bicara?” seru Sinta.
”Masuk aja Ma, pintunya gak dikunci kok,” sahut Muna.
Sinta masuk bersama dengan Regan pria itu berjalan santai memasukkan kedua tangannya di kantong celananya berlagak sok tua menatap kesal pada Muna. Bagaimana tidak kesal mobil kesayangannya tergores karena ulahnya, awalnya dia tidak mempermasalahkannya tapi diakhir cerita itulah Regan kesal kenapa dia membiarkan tukang bengkel itu merusaknya.
”Ada apa Ma?”
”Makan dulu kamu belum sarapan kan?” ucap Sinta.
”Nanti saja deh Ma, Muna belum lapar.”
”Astaga masih saja ngeyel gak mau makan, ini sudah siang Dek, kalau kamu sakit bagaimana?” ujar Regan.
”Biarkan saja toh gak ada yang sayang sama Muna.”
”Dengar sendiri kan dia ngomong apa, mama masih saja belain dia!”
”Apa yang dikatakan sama abangmu benar, kamu harus makan lebih dulu, menurut itu lebih baik daripada kamu sakit siapa yang akan menjagamu di rumah sakit nanti?”
”Mama siapkan ya, kamu segera turun.” Sinta ke bawah menyiapkan sarapan buat putrinya dan setelah Sinta pergi giliran Regan yang menatap adiknya dengan tatapan ingin membunuhnya membuat Muna yang ingin meminta tolong padanya menciut seketika.
”Bang, bantu Muna ya kali ini saja,” rengek Muna.
”Tidak akan, aku tidak mau mengambil resiko jika terjadi sesuatu padamu.”
”Astaga padahal membantu adiknya sendiri apa susahnya sih! Bang aku akan pergi ke bengkel itu dan meminta pertanggung jawabannya.”
”Tidak perlu biar aku saja yang ke sana nanti.” kedua mata Muna membulat mendengar pengakuan dari Regan bagaimana nanti jika dia bertemu dengan Jamal di sana.
”Bang kali ini saja ya beri Muna kesempatan, Muna janji tidak akan membuatmu kesal lagi setelah ini.”
Regan tidak memperdulikan perkataan Muna yang ingin dia lihat adalah mobilnya segera kembali. ”Nanti jam sebelas ikut aku keluar tapi kau harus sudah kembali pukul tiga mengerti!”
”Makasih Bang, kau memang yang terbaik. Aku sayang sama kamu.”
”Halah, bilang sayang karena ada maunya saja.” Regan menarik Muna memintanya untuk segera sarapan.
***
Jamal tidak tahu harus bagaimana, hari ini bosnya marah-marah karena kecewa padanya dia sendiri sudah meminta maaf padanya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi, namun sepertinya bosnya itu belum bisa sepenuhnya memberikan maaf padanya. Jamal tetap harus bertanggung jawab dengan apa yang dia perbuat kemarin.
”Bagaimana?” tanya Arya yang juga ikut khawatir dengan keadaan teman satu profesinya itu.
”Bagaimana apanya pe-a?” Jamal balik bertanya.
”Ya itu masalahnya udah kelar belum?” sungut Arya karena dikatai pe-a oleh Jamal.
”Mana ada kelar yang ada semakin berkepanjangan iya karena Muna pasti bakal menuntutnya, aku uang darimana sebanyak itu buat makan sendiri aja susah.”
”Kelar hidupmu Jamal,” seru Arya.
”Dah lah lebih baik kita kerja saja daripada kena semprot lagi.” Jamal kembali fokus dengan kerjaannya karena banyak mobil yang masuk dan harus diperbaiki.
Tepat jam istirahat Jamal kembali kedatangan tamu tak diundang, Muna datang dengan tampilan yang lebih berani daripada kemarin membuat Jamal harus banyak-banyak mengucap istighfar.
”Mau apa kau datang ke sini?”
”Mau apa kamu bilang, tentu saja mau menagih janji Anda yang kemarin cepat katakan apakah Anda setuju menjadi kekasih kontrakku? Jika iya silakan dibaca dan tanda tangani di sini!” Muna memberikan selembar kertas dan memberikannya pada Jamal.
Jamal membacanya dengan sangat teliti bahkan tidak ingin ada satupun yang terlewatkan olehnya. ”Ya ampun perjanjian macam apa ini kenapa isinya menguntungkan pihak satu semua!”
”Kau mau tahu kenapa bisa demikian?” Jamal menggeleng.
”Karena pihak satu lebih banyak dirugikan daripada pihak kedua.” Muna menyerahkan pena ada jamal membuat pria itu memekik karena mau tidak mau dia harus mengikuti perintah Muna karena dirinya sudah tidak memiliki pilihan lain. Dia tidak memiliki uang sepeserpun untuk membayar kerugian mobil yang dia gores kemarin siang. Jamal merasa berat hati tapi dia pun akhirnya menandatangani kontrak tersebut.
”Ish, sial rupanya hidupku akan sial terus jika berada di dekatmu,” ucap Kamil.
Muna tidak menanggapi perkataan Jamal, dia tersenyum bahagia karena sebentar lagi papanya tidak akan mengoceh lagi menanyakan hal siapa kekasihnya sekarang. Muna hanya perlu memoles Jamal sedikit saja untuk menjadi pria yang lebih berkelas. Muna tersenyum puas seketika.
”Jangan bersikap seperti itu kau sungguh membuat saya takut!” ujar Jamal.
”Mulai sekarang bersikaplah seperti layaknya seorang kekasih, ayo kita pulang!” Muna menarik lengan Jamal membuatnya hampir saja jatuh tersungkur.
”Tunggu dulu saya belum bicara dengan bos saya.”
”Tidak perlu semua sudah saya urus!”
Jamal memekik apalagi ini, apakah orang kaya selalu saja bersikap seenaknya seperti ini dengan mudahnya mengatur kehidupan orang lain.
”Kamu yang mengemudi!” Muna melempar kunci mobilnya pada Jamal.
”Kau yakin?” sambar Jamal seraya menangkap kunci tersebut.
”Iya, kita ke apartemenku.”
Keduanya pun pergi menuju ke apartemen milik Muna. Sesekali wanita itu tersenyum kecil mungkin dia sedang mengingat sesuatu. Hingga lebih dari tigapuluh lima menit mereka sampai di depan sebuah gedung apartemen. Muna pun mempersilakan Jamal untuk masuk ke dalamnya.
”Tidak perlu bersikap seperti itu, saya yakin kau bukanlah orang yang sangat kuper seperti itu,” ungkap Muna.
Muna meminta Jamal untuk bersiap karena dirinya akan mengajaknya ke rumahnya. Jamal tidak menyangka jika semuanya akan berubah hanya dengan hitungan menit.
Jamal pria itu sangat tampan saat ini, Muna tersenyum puas begitu sampai di rumah papanya. Dia langsung menggandeng lengan Jamal tidak memberinya gerak sama sekali.
”Pa, aku pulang,” sapanya pada Rizal yang tengah duduk di tengah membaca koran.
”Siapa dia?” Rizal melipat koran di tangannya dan melepaskan kacamata bacanya.
”Kekasihku, bagaimana tampan kan?”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!