NovelToon NovelToon

Pilu : Lara Dalam Cinta

ᴘɪʟᴜ : ᴇᴘɪsᴏᴅᴇ 2

Setelah percakapan itu selesai, Lia lalu melanjutkan perjalanannya untuk berangkat ke kantor menggunakan sepeda motornya. Lia cukup merasa lega, karena bulan ini masih ada uang lebih. Jadi dia tidak terlalu khawatir dengan biaya kuliah adiknya dan juga ke butuhan sehari-hari.

Perjalan Lia ke kantor tak memakan waktu sampai berjam-jam, hanya cukup 10 menit ketika menggunakan motor. Itu sudah memudahkan Lia ketika ingin mengambil segala keperluannya yang harus dibawa ke kantor.

Lia juga seorang karyawan yang baik dalam pekerjaannya. Teman-temannya sangat mengagumi dan bahkan menghormati Lia, walaupun di hanya sebatas karyawan. Dan disinilah awal permasalan hidup Lia mulai muncul.

Tak Lia sangka, ternyata temannya yang bernama Maya iri dengan Lia. Karena Lia sering mendapat pujian dari Bos dan juga rekan-rekan kerjanya. Sedangkan Maya, adalah karyawan yang sering mendapat teguran dari pemimpin perusahaan karena Maya seorang pemalas. Dan tidak pernah tepat waktu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Bosnya.

Maya lalu mendekati Lia, mencoba menakuti Lia dengan ocehannya itu. Tapi Lia tidak menggubrisnya, dan Lia tetap fokus pada pekerjaannya.

"Heh! Lia! Kamu ngga usah sok pinter deh!" (Maya)

"Mentang-mentang kerjaannya paling beres, sombong banget! Pakai acara minta jam lembur lagi!" (Maya)

"Maaf ya Maya, aku minta waktu lembur sama Bos supaya aku dapet uang tambahin buat biaya hidup keluarga ku May. Bukan maksudnya sok pinter. Kamukan juga bisa May minta jam lembur sama Bos." (Lia)

Lia mencoba menghadapi ocehan Maya dengan penuh rasa sabar. Walaupun hatinya begitu sakit mendengar ucapan Maya.

"Halah! Ngga usah alesan. Paling kamu juga cari kesempatan supaya bisa deket sama Bos. Ya kan? Ngaku aja deh, kamukan janda?" (Maya)

"Loh, memangnya kenapa May kalau aku ini janda? Lagi pula aku kan ngga pernah ganggu hidup kamu." (Lia)

"Udahlah! Ngga usah ngoceh. Dasar janda gatel!" (Maya)

"Astagfirullah. Ya Allah, tabahkanlah hatiku ini ya Allah." (Lia)

Lia mencoba menenangkan dirinya sendiri. Teman-temannya pun mencoba menyemangati Lia kembali. Karena mereka juga banyak yang tidak suka dengan sikap Maya yang suka menyakiti orang lain.

"Sabar yah Lia. Ngga udah didengerin."

"Iya Lia, lagian juga kita semua emang udah tahu kalau kamu itu janda. Dan kita semua disini juga percaya kalau kamu itu baik. Yah, memang sih Maya omongannya pedes banget. Tapi ngga usah dipikirin. Yang penting sekarang kita kerja bareng-bareng disini saling membantu. oke."

"Iya temen-temen. Makasih yah, kalian udah baik banget sama aku. Aku juga ngga ambil hati kok soal omongannya Maya." (Lia)

"Iya Lia, sama-sama. Ya udah yah, kita lanjutin kerja lagi."

"Oh iya, silahkan." (Lia)

Lia kembali mengarahkan matanya ke depan komputer. Mengerjakan tugasnya yang sempat tertunda karena Maya. Semua orang yang ada di kantor ini sudah biasa dengan sikap Maya yang selalu berbuat kasar kepada teman-teman kerjanya.

Sebernya Maya adalah anak orang kaya raya. Tapi karena sifatnya yang sombong dan pergaulannya yang terlalu bebas, orang tuanya mengusir Maya dari rumah. Mereka merasa malu memiliki anak seperti Maya. Ini sebagai ujian juga untuk Maya agar dia bisa bersikap lebih dewasa.

Maya akhirnya hidup sendiri, dan bekerja sendiri. Untungnya dia memiliki teman yang baik, yaitu pemimpin perusahaan ini sendiri yaitu Angga. Karena itulah, walaupun kinerja Maya buruk, tapi Angga selalu memberinya toleransi.

Walaupun sampai sekarang Maya masih menyia-nyiakan kebaikan yang sudah dia terima dari temannya itu. Angga pun sebenarnya sudah bosan dan ingin sekali memecat Maya, tapi dia tidak tega melihat Maya terlunta-lunta mencari penghidupan kesana kemari. Apalagi kalau Maya tidak disibukkan dengan pekerjaan kantor, Maya pasti akan lebih liar lagi. Dan pergaulan bebasnya justru akan semakin meluas.

Angga sebenarnya teman Maya sejak kecil. Namun Maya memang salah pergaulan dengan teman-temannya yang lain. Ketika menginjak SMA, Maya mulai berubah sikapnya. Ditambah lagi dengan kurangnya pengawasan orang tua Maya, yang membuatnya menjadi kelewat batas seperti ini.

Angga juga sering curhat kepada Lia tentang Maya. Bahwa dulu Angga pernah mencintai Maya. Dengan perubahan sikap Maya yang seperti ini, akhirnya membuat Angga berfikir dua kali untuk mendekati Maya. Sekarang hubungan pertemanan mereka semakin renggang, dan Angga mulai menganggap Maya hanya sebatas karyawan biasa. Tak lebih dari itu.

Karena semakin lama Angga semakin geram dengan tingkah Maya yang semakin menjadi. Bahkan sekarang Maya tak segan untuk menampar Lia, kalau Lia mendapat pujian dari Angga dan juga karyawan yang lain. Semakin lama Maya semakin berani kepada Angga.

"May! Aku putusin yah sekarang hubungan pertemanan kita! Mulai sekarang kamu aku pecat!" (Angga)

"Heh Angga! Ngga bisa dong kamu pecat aku seenaknya kaya gitu!" (Maya)

Lia tanpa sengaja mendengarkan pertengkaran mereka dari luar ruangan kerja Angga. Mereka sepertinya cek-cok hebat waktu itu. Bahkan sampai ada suara gebrakan meja. Mungkin Angga sudah benar-benar kesal dengan tingkah polah Maya.

"Dengar yah May! Kamu udah ngelakuin hal yang kejam yang dulu ngga pernah kamu lakuin! Kamu itu kenapa sih?! Jadi kaya binatang buas!" (Angga)

"Oh! Jadi kamu gitu ya Ngga sekarang?! Tega kamu ngomong kaya gitu sama aku!" (Maya)

"Iya! Kamu mau?!" (Angga)

Maya lalu terdiam mendengar jawaban Angga yang sudah benar-benar marah. Nyali Maya tak segarang sebelumnya. Sekarang wajahnya menunduk, lalu keluar dengan cepat dari ruangan Angga.

Ketika mendapati Lia sedang berada di dekat pintu, mata Maya langsung melotot. Tapi dia tidak mengatakan apa pun. Karena dia tahu, kalau sampai Maya menyakiti Lia, pasti Angga tak akan segan untuk membalasnya.

Maya pergi begitu saja dari kantor Angga. Lalu Angga pun keluar untuk menemui Lia.

"Lia?" (Angga)

"Maaf pa, tadi saya ngga sengaja dengar pertengkaran bapa sama Maya. Saya minta maaf ya pa, gara-gara saya bapa jadi ribut sama Maya." (Lia)

"Lia. Itu semua bukan salah kamu. Waktu kamu belum kerja disini pun, Maya udah biasa kaya gitu. Yah... tapi memang baru sekarang aja saya marahin Maya sampai kaya gitu." (Angga)

"Iya pa. Kalau begitu saya permisi ya pa." (Lia)

"Tunggu Lia!" (Angga)

Lia kebingungan melihat Angga yang tiba memegang tangannya.

"Hmmmm... Maaf Lia, saya ngga sengaja. Ehh.... begini Lia, kamu mau ngga makan siang sama saya. Kan kita juga udah lama ngga ngobrol berdua." (Angga)

"Maaf pa. Saya ngga enak sama karyawan yang lain. Maaf pa, permisi." (Lia)

"Lia!" (Angga)

Lia tak sedikit pun merespon Angga. Walaupun sebenarnya Lia memang ingin sekali makan berdua bersama Angga, tapi Lia tak mau lagi ada yang memberinya cao wanita penggoda. Lia lebih memilih untuk diam, dan berusah semampunya untuk menjaga jarak dengan Angga.

Dia hanya ingin menafkahi keluarganya. Dia tak mau ikut campur terlalu jauh dalam urusan pribadi Angga. Karena bagi Lia, bos dan karyawan harus bisa menjaga jarak. Agar urusan pekerjaan tidak terganggu.

ᴘɪʟᴜ : ᴇᴘɪsᴏᴅᴇ 1

Tidak semua orang di dunia ini mengalami nasib yang sama. Setiap manusia sudah mendapatkan takarannya masing masing untuk menjalani kehidupannya. Roda kehidupan akan terus berputar mengikuti jalurnya.

Terkadang, Tuhan menguji manusia agar manusia itu sendiri menjadi lebih kuat dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan lika liku ini. Tetapi, Tuhan pasti akan memberikan yang lebih baik lagi untuk manusia yang lulus dalam sebuah ujian hidup. Akan ada kenikmatan yang tak disangka-sangka, yang telah Tuhan siapkan untuk setiap manusia yang selalu sabar dan tabah dalam mengahadapi segala masalah.

Hal ini pula yang dialami oleh Lia.

Lia adalah seorang ibu beranak satu yang harus rela menjadi tulang punggung keluarganya. Dia harus memenuhi kebutuhan anaknya yang baru berumur dua tahun.

Belum lagi Lia harus membantu biaya kuliah adiknya yang sudah memasuki semester dua ini. Sehari-hari ia sibukkan dirinya dengan bekerja di sebuah perusahaan swasta. Dan malam harinya, barulah ia bisa menemani anaknya.

Selama Lia bekerja, anaknya diurus oleh ibunya. Karena Lia tak tahu harus bagaimana lagi, keadaanlah yang memaksa Lia untuk bekerja keras agar masa depan anaknya jauh lebih baik dibandingkan dirinya.

Belum lagi Lia harus melunasi hutang-hutang Ayahnya kepada Pak Dahlan. Pak Dahlan sendiri tak pernah menagih hutang tersebut. Dia hanya menerima ketika Lia memberikan cicilan hutangnya.

Pak Dahlan adalah orang terhormat di kampung itu, dan dia juga sahabat Ayah Lia. Dialah yang selama ini menjadi malaikat tak bersayap dalam keluarga Lia. Tak pernah meminta imbalan apa pun untuk membantu orang.

Pagi itu, Lia datang ke rumah Pak Dahlan untuk membayar cicilan hutang Ayahnya yang sangat besar. Untungnya Lia wanita yang ulet dan pandai mengatur uang. Jadi, setiap bulan dia masih bisa menyisihkan uangnya untuk melunasi hutang Ayahnya sedikit demi sedikit.

"Assalamualaikum Pa Dahlan." (Lia)

"Walaikumsalam. Eh ada Non Lia, silahkan duduk Non." (Pa Dahlan)

"Iya terimakasih pa." (Lia)

"Ada apa to? kok pagi-pagi sudah datang kesini?" (Pa Dahlan)

"Jadi begini Pa, Alhamdulillah saya ada rejeki. Dan saya ingin membayar cicilan hutang Ayah saya." (Lia)

"Oaaalaahhh..... Non Lia, Non Lia. Saya kira ada sesuatu yang genting. Ternyata cuma bayar hutang." (Pa Dahlan)

"Iya Pa. Maaf ya Pa saya menggangu." (Lia)

"Lah ya Ndak. Non Lia ini kan anak sahabat saya, Sobri. Anggap saja saya ini juga sebagai orang tua Non Lia. Maka dari itu Non, Non Lia tak perlu lagi memikirkan masalah hutang itu. Dibayarnya nanti saja kalau Non Lia sudah ada lebihan Non." (Pa Dahlan)

"Alhamdulillah Pa. Saya lagi ada rejeki. Maka dari itu, saya mau menyicil hutang Ayah saya Pa." (Lia)

"Ya Non, tapi saya yang tidak enak hati." (Pa Dahlan)

"Maaf karena hutang saya sudah melewati tenggang waktu Pa." (Lia)

"Huusssttt...... Jangan bilang seperti itu Non. Kami ini saudara Non juga, jadi jangan pernah bicara seperti itu. Ayah Non itu sudah meninggal. Kasihan dia di sana Non." (Bu Maryam)

Tiba-tiba Bu Maryam keluar sembari membawa minuman dan menyambung pembicaraan Lia dan Pa Dahlan. Mungkin sedari tadi Bu Maryam sudah mendengar obrolan mereka. Dan sudah menjadi hal yang biasa, kalau Lia datang ke rumah mereka pasti untuk membayar hutang Ayahnya.

ᴘɪʟᴜ : ᴇᴘɪsᴏᴅᴇ 3

Lia mengemasi barang-barangnya, kemudian beranjak keluar dari kantor itu setelah semua pekerjaannya selesai. Menaruh barang-barangnya kembali di motornya, lalu pergi berlalu dari kantor itu.

Masih ada yang sangat mengganjal dihatinya itu. Ia kini merasa bersalah, menolak ajakan Angga untuk makan bersama. Angga pasti ingin mencurahkan isi hatinya kepada Lia, seperti yang biasa dia lakukan.

Tapi Lia juga harus memanfaatkan waktunya sebaik mungkin agar bisa meluangkan untuk anaknya tercinta. Lagi pula dia juga seorang janda, tidak pantas bila ada orang yang tahu tentang kedekatan Lia dan Angga.

Bisa memancing hal-hal yang negatif. Walaupun selama berhubungan dengan Angga, dia tak pernah meminta hal yang macam-macam. Karena Lia juga wanita yang sangat menjaga pergaulannya, dan Lia tidak pernah berpacaran seumur hidupnya.

Sejak dia kecil, dia dididik oleh orang tuanya dengan baik. Apalagi Lia adalah orang yang alim dan sangat menjaga kehormatannya sebagai seorang wanita. Hijab dan gamis panjang yang ia kenakan melambangkan bahwa Lia bukanlah wanita sembarangan, yang mau diajak jalan dengan siapa saja.

Ketika ada reuni teman sekolah pun, Lia tak pernah datang. Selama ini hanya teman-temannya yang terkadang datang ke rumahnya untuk bersilaturahmi. Terkadang ada rasa ingin memiliki suami lagi, tapi Lia sampai sekarang belum menemukan pria yang cocok dengan dirinya.

Apalagi yang mau menerima seorang janda beranak satu sepeti dirinya. Tak jarang pula orang yang memandang Lia sebagai wanita penggoda, dikarenakan Lia sering mengambil jam tambahan dalam pekerjaannya. Bahkan dia bisa pulang pagi-pagi sekali.

Dan untuk hari ini, dia memilih pulang lebih awal karena dia ingin melepas rindu dengan anaknya itu. Diusia yang dua tahun, dia sangat membutuhkan kasih sayang seorang ibu. Walaupun terkadang hatinya perih ketika wajah suaminya yang telah mencampakkannya itu.

Bukan hanya itu, seluruh harta orang tua Lia juga dirampas oleh suaminya, demi hidup dengan wanita lain yang menurutnya jauh lebih baik. Karena itulah Ayah Lia sampai harus berhutang kepada Pa Dahlan agar bisa memiliki tempat tinggal.

Andaikan waktu itu Lia menolak lamaran Pram (Mantan suaminya), mungkin hidupnya tak harus sesulit ini. Namun mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Yang berlalu sudah tak ada artinya lagi, karena mengingat masa-masa itu sungguh sangat menyedihkan.

Setelah peristiwa memilukan itu, Ayahnya jatuh sakit. Dan tak lama kemudian meninggal. Untungnya Lia wanita yang rajin, bukan pemalas dan Lia wanita yang berpendidikan tinggi. Andai saja dulu Lia tidak kuliah, dan tidak memiliki prestasi pasti akan sangat sulit untuknya mendapatkan pekerjaan.

Banyak pula dari teman teman Lia yang ingin menjodohkan Lia. Tapi setelah bertemu dengan Lia dan tahu kehidupan Lia, banyak dari mereka yang mundur. Tak mudah mencari orang yang mau menerima Lia apa adanya.

Apalagi seringnya Lia yang mendapat fitnah dari tetangganya sendiri. Itu semakin menyiksa kehidupan Lia. Padahal Lia tidak pernah sekali pun memusuhi mereka. Andai mereka tahu yang sebenarnya, pasti mereka akan menyesal karena sudah menyakiti Lia.

Lia yang hanya wanita lemah, dia bisa apa. Dia hanya bisa berdoa dan berusaha agar kehidupannya semakin membaik. Dia tak ingin, ketika ibunya sudah tiada nanti Lia belum bisa memberikan kebahagiaan kepadanya. Karena bagi Lia, keluarganya adalah segalanya. Tanpa keluarga Lia bukanlah apa-apa.

Keluargalah yang selalu ada dalam suka dan duka. Dalam setiap permasalahan, ibu dan adiknya yang selalu menyemangati Lia. Juga anaknya yang masih sangat mungil itu, yang selalu memberikan kebahagiaan untuk Lia. Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah keluarga yang saling menyayangi dan mengasihi. Tak peduli keadaannya seperti apa.

Itulah keyakinan yang masih Lia pegang teguh hingga sekarang. Dan salah satu dari sekian banyaknya hal yang membuatnya tetap semangat menjalani kehidupannya.

"Lia, memangnya kamu sudah ngga mau nikah lagi nak?" (Ibu Lia)

"Hmmmm.... Mana ada orang yang mau sama Lia Bu, lagi pula sekarang aku lebih fokus cari nafkah buat keluarga kita Bu." (Lia)

"Iya Nak, tapi ibu kasihan sama kamu. Kamu kerja sampai malam. Bahkan kadang sampai pagi. Kalau kamu punya suami, kamu kan ngga perlu lagi harus kerja keras kaya gini." (Ibu Lia)

"Iya Bu. Ya ngga papa Bu. Lagi pula juga kan aku nyaman Bu sama kehidupan aku yang sekarang." (Lia)

"Iya nak. Yang terpenting kamu jangan lupa juga buat jaga kesehatan kamu. Terus sekali-kali kamu juga harus luangkan waktu buat anak kamu." (Ibu Lia)

"Iya Bu." (Lia)

Mendengar ucapan ibunya itu, Lia sebenarnya ingin sekali memiliki suami. Tapi itu hanya sebatas harapan yang mungkin tidak akan pernah menjadi kenyataan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!