NovelToon NovelToon

Cinta [Tak] Sempurna

RINDU

Berdiri di balkon kamarnya, Jiang Lizqi menengadah, menatap langit malam yang tetap saja kelam meski dihiasi jutaan bintang. Awan kelabu perlahan berarak menghampiri bulan lalu mendekapnya dalam keremangan. Sejenak, suram pun menghiasi bumi dan ketika mega itu berlalu rembulan pun kembali berpendar ceria.

Bibir tipisnya mengukir senyum samar yang sepertinya terbalut lara. Jiang Lizqi teringat sebuah ungkapan yang mengatakan, selagi kita masih bisa menatap langit yang sama, maka masih selalu ada kesempatan untuk kembali bersua.

Dia tidak pernah tahu pasti apa maksud ungkapan tersebut, tetapi dia sendiri menafsirkan kalimat selagi kita masih bisa menatap langit yang sama, itu sebagai analogi dari selagi kita masih hidup. Jadi intinya, bila kita masih hidup pasti masih selalu ada kesempatan untuk bertemu lagi. Sesederhana itulah pemikirannya. Karena orang yang sudah mati tidak akan mungkin bisa menatap langit lagi, kan? Jadi, kesempatan untuk bertemu pun nihil.

Sejenak kelopaknya menutup. Berdoa dalam hati, dia berharap orang-orang yang dia sayangi, saat ini semua dalam keadaan baik dan masih menatap langit yang sama dengan yang dia tatap.

Pa, Ma. Aku sangat merindukan kalian.

Sudah empat tahun berlalu sejak dia memilih pergi meninggalkan rumah demi hidup bersama pria yang sangat dicintainya. Namun, rasa bersalah karena telah menikah tanpa restu dari mereka, masih terus menjadi beban hati, dan adakalanya akan terasa semakin mencengkeram jiwa hingga membuatnya sukar bernapas. Seolah ingin menghempaskan beban yang merantai hati, satu embusan napas panjang pun dia lontarkan.

Semakin lama dipandang, di matanya titik-titik bercahaya di langit itu seakan bertransformasi menjadi nyala lilin-lilin kecil yang menghiasi kue ulang tahun. Meski sudah empat tahun tidak pernah merayakan hari jadi, bahkan hanya ucapan selamat pun tidak ingin dia dengar. Namun, tetap saja hari istimewa itu diingatnya.

Lusa, tanggal lima dalam bulan Oktober ini usianya akan bertambah. Keluarga Jiang memiliki tradisi makan malam bersama di setiap hari jadi anggota keluarganya. Segala kesibukan harus ditangguhkan demi perayaan itu.

Hanya makan malam sederhana yang diakhiri dengan menyanyikan lagu ulang tahun, meniup lilin dan memotong kue, tetapi kehangatan yang terkandung di dalamnya selalu bisa membuat Jiang Lizqi merasa sangat diberkati.

Sejak kecil sudah terbiasa dengan tradisi seperti itu, membuatnya merasa tidak punya hak lagi untuk merayakan ulang tahun setelah dia kabur dari rumah. Dia merasa perayaan ulang tahun tanpa kehadiran mereka juga tanpa masakan dan kue buatan mamanya adalah tidak afdal.

Jiang Lizqi sangat merindukan mereka, ingin bertemu walau hanya sekali. Namun, apa boleh buat? Sejak dia nekat melangkahkan kaki keluar dari rumah, sang papa sudah menganggapnya mati.

Mengingat masa-masa itu membuat dadanya terasa sesak. Beberapa kali menghela napas panjang nan dalam tak kunjung membuatnya merasa lega, malah matanya kini terasa hangat. Kelopaknya berkedip-kedip untuk menghalau cairan yang kini telah mengaburkan pandangan.

Terlalu larut dalam dunianya, telinga Jiang Lizqi pun serasa tuli, tidak mampu menangkap hentakan halus langkah sang suami yang sedang menghampiri. Ketika kedua lengan kurus namun cukup berotot itu melingkar di pinggangnya, barulah dia menjengit.

"Ah, kamu mengagetkanku." Dia langsung mengayun tangan ke belakang untuk mengelus pipi Steven Lou yang kini bertopang dagu bada bahunya.

"Sorry." Steven Lou mendaratkan satu kecupan singkat di pipi sang istri. "Sudah larut kenapa masih di sini?" Kini, dia memberikan beberapa kecupan beruntun pada leher jenjang sang Jiang Lizqi.

Perlakuan semanis itu sudah tentu mampu mengalihkan dunia Jiang Lizqi. Secara naluriah dia pun menginginkan lebih---menoleh sambil mengerucutkan bibir dan langsung disambut oleh ciuman lembut nan hangat Steven Lou.

"Aku menunggumu pulang," ujarnya lirih setelah Steven Lou melepaskan tautan bibir.

"Tidak harus di sini juga, kan?"

Dekapan yang baru saja Steven Lou pererat seketika melonggar saat Jiang Lizqi memutar badan untuk menghadapnya. Menatap penuh cinta, senyum manis yang terkembang di bibir perempuan itu seketika membuat sang belahan jiwa meleleh, seperti magnet yang tertarik oleh kutub yang berlawanan, jarak pun otomatis terkikis dan berakhir dengan bibir saling bertaut.

Setelah beberapa saat penuh kasih nan hangat, Jiang Lizqi pun perlahan menarik diri. Sambil mengelus bibir Steven Lou, dia berbisik tepat di wajahnya dengan suara sedikit mendesah, "Mandi."

Mengangkat kedua alisnya dengan gestur jahil, Steven Lou membalas, "Bantu aku menggosok punggung."

Bibir Jiang Lizqi langsung manyun. "Sudah terlalu larut. Besok saja, ya," pintanya kemudian dengan tatapan memelas.

Steven Lou menautkan kedua alis, matanya melirik ke atas seperti juling dan bibir mengerucut. Begitulah dia bila sedang berpikir. Namun, sekarang dia tidak sedang sungguh-sungguh berpikir, hanya berpura-pura saja untuk menggoda istrinya.

"Apa yang kamu lakukan, huh? Menggelikan." Jiang Lizqi tergelak. Pucuk hidung Steven Lou yang mancung dan mungil pun dicubitnya gemas.

Sambil terkekeh, tanpa aba-aba Steven Lou mengangkat Jiang Lizqi, yang bersangkutan pun refleks melingkarkan kedua lengan ke lehernya.

Sembari melangkah Steven Lou berkata, "Besok aku ada pekerjaan di luar kota. Jadi, tidak akan ada kesempatan."

"Kok, mendadak?" Dahi Jiang Lizqi mengernyit. Hendak melakukan perjalanan jauh tanpa memberitahukan beberapa hari sebelumnya bukanlah tabiat Steven Lou.

Dan selama ini tidak pernah ada yang namanya jadwal dadakan. Semua sudah ada jadwal dan bila ada perubahan dari pihak lain yang mempengaruhi quality time, lebih baik baginya untuk memutuskan kerja sama daripada melihat Jiang Lizqi kecewa. Mengingat dia adalah CEO, hal semacam itu tidak mustahil terjadi.

Steven Lou membalas dengan santai, "Sebenarnya sudah dari seminggu lalu direncanakan. Hanya saja, aku lupa memberitahukannya padamu."

Rasanya ini lebih tidak mungkin lagi. Alasan yang terasa sangat dibuat-buat, tetapi Jiang Lizqi tidak ingin terlalu memikirkannya, apalagi sampai berprasangka buruk.

"Berapa lama?" Nada suaranya ringan, menyamarkan kegundahan hati dengan sempurna.

Steven Lou mengecup lembut dahi sang istri, lalu berkata, "Tidak lama. Lusa pasti sudah kembali."

Lusa. Oh, bukankah itu .... Jiang Lizqi buru-buru berkata, "Jangan buru-buru, selesaikan saja pekerjaanmu sampai tuntas dengan santai."

"Kenapa? Kamu tidak ingin aku segera pulang, huh?"

"Bu-bukan begitu. Aku hanya ... aku pikir ... ya, pokoknya tidak usah buru-buru saja." Jiang Lizqi gugup. Tidak tahu harus beralasan apa.

Untuk menghindari tatapan sang suami, dia menyembunyikan wajah di dadanya. "Jangan salah paham, aku hanya ingin kamu lebih santai sesekali. Tidak harus selalu buru-buru pulang karena aku."

"Hem, dimengerti."

Steven Lou membaringkan sang istri di atas kasur lalu menindihnya. Saat kepalanya rebah di dada, jemari Jiang Lizqi langsung mengelus dan memainkan helaian rambutnya yang lembut.

"Mandi."

"Bentar lagi."

"Aku bantu menggosok punggung."

Kelopak mata yang hampir terpejam seketika kembali terbuka dan seperti mendapat suntikan energi baru, Steven Lou langsung mengangkat kepala. Jiang Lizqi sampai dibuat terbengong dengan kecepatannya.

"Tunggu apa lagi? Ayo mandi." Steven Lou segera turun dari atas Jiang Lizqi, lalu kembali menggendongnya.

Jiang Lizqi tergelak-gelak. Kenapa jadi seperti dia yang hendak dimandikan?

[Bersambung]

KHAWATIR

Masih dengan mata terpejam, tangannya meraba-raba tempat di sisi yang sudah kosong dan terasa dingin. Kelopak mata perlahan terbuka dan hanya mendapati hampa. Seperti biasa, tidak peduli berapa banyak kali dia menggagahinya setiap malam, keesokan paginya Jiang Lizqi selalu bisa bangun jauh lebih awal dari StevenLou. Stamina perempuan bertubuh mungil itu memang luar biasa.

Berkedip beberapa kali lantas menatap ke bantal di sampingnya yang menguarkan aroma harum Jiang Lizqi. Steven Lou segera mengambil bantal itu lalu memeluk dan menciumnya. "Beib, bisa tidak terlambat bangun sedikit saja? Sesekali aku ingin langsung melihatmu saat membuka mata."

Dia berguling, menindih bantal lalu bergeming dengan kepala miring, matanya kembali terpejam. Selimut tersingkap, tubuh setengah telanjang terasa dingin tersapu udara pagi tidak dia pedulikan. Seandainya Jiang Lizqi ada, dia pasti akan membetulkan selimut itu atau bahkan malah memberi Steven Lou pelukan hangat.

Sayangnya, Jiang Lizqi sangat rajin. Terlalu rajin malah. Sebenarnya, bangun pagi-pagi buta tidak hanya sekadar kebiasaan tanpa kepentingan, tetapi merupakan tuntutan skedul Jiang Lizqi sebagai seorang penulis novel. Sejak masih tinggal di Kanada, tepatnya setelah menjadi seorang penulis novel profesional, Jiang Lizqi mendisiplinkan diri, setiap hari bangun pukul empat pagi untuk menuangkan idenya.

Steven Lou tidak pernah bisa memahami bagaimana dinamika kerja para penulis. Tidak perlu beranjak jauh dari rumah untuk bekerja, tetapi terlihat sangat sibuk dan hampir tidak punya waktu untuk bersantai. Bahkan harus bangun pagi-pagi buta dan terkadang lembur sampai menjelang pagi. Jiang Lizqi malah pernah sampai tidak tidur karena dikejar deadline.

Dia tidak pernah melarang Jiang Lizqi menjadi penulis karena profesi itu didapat berawal dari hobinya menulis buku harian. Jiang Lizqi senang melakukannya. Jadi, mana mungkin dia tega melarang. Dia hanya selalu mewanti-wanti supaya sang istri tidak terlalu memaksakan diri.

Sampai detik ini pun Steven Lou masih merasa heran, bagaimana bisa Jiang Lizqi yang kuliah jurusan design grafis dan merupakan lulusan terbaik,  sekarang justru berprofesi sebagai penulis. Padahal dulu, waktu masih kuliah tidak ada tanda-tanda kalau dia suka menulis.

Baru pukul setengah enam, di luar masih remang-remang, tetapi suara burung sudah sangat riuh. Steven tidak bisa tidur lagi, tetapi sangat enggan untuk beranjak.

Klik

Terdengar suara knob pintu diputar, Steven Lou tetap bergeming. Bahkan saat aroma Jiang Lizqi yang sudah berada di dekatnya menyelusup masuk ke hidung, dia tetap diam. Menunggu sang istri tercinta membangunkannya.

Tidak tahu kalau sebenarnya Steven Lou sudah bangun, Jiang Lizqi malah memperbaiki letak selimut, lalu mengelus rambut dan mengecup lembut dahinya.

Steven Lou akan bangun kalau alarmnya sudah berbunyi. Jadi tidak perlu membangunkannya. Begitulah pikir Jiang Lizqi. Dia yang sudah berhasil mengetik beberapa halaman dari bagian novelnya, merasa sedikit lelah. Masuk ke kamar dengan niat untuk beristirahat sejenak.

Perlahan dia berbaring miring di samping Steven Lou, tidak melakukan banyak gerakan karena tidak ingin mengusik tidur yang tersayang. Senyum tipis terukir kala memperhatikan bibir tebal kemerahan sang suami yang tertekan bantal tampak terbuka dan sedikit meleyot aneh. Jemarinya pun jadi tidak tahan untuk diam. Perlahan jempolnya mengusap lembut bibir itu. Bibir kemerahan sedikit tebal terasa kenyal saat ditekan membuatnya lupa diri.

"Love you, Honey," bisiknya sambil terus mengelus bibir Steven Lou.

Dibandingkan hanya mengelus, sekarang dia malah terlihat mempermainkan bibir itu. Awalnya hanya mengelus lembut lalu menekan, kemudian mencolek, setelahnya mencubit ringan, dan itu terus berulang.

Steven Lou yang tadinya hanya merasa geli dalam hati dan ingin menjahili Jiang Lizqi dengan terus berpura-pura masih tidur, lama-lama tidak tahan juga. Tangannya bergerak cepat menangkap jemari sang istri.

"Ah!" Jiang Lizqi berseru dan refleks menarik tangannya, tetapi gagal karena Steven Lou menggenggamnya erat-erat.

Kelopak mata Steven Lou perlahan terbuka, lalu menatap lembut penuh cinta. "Nakal, hum ...."

Bibir Jiang Lizqi tertarik lebar menciptakan dua lesung pipi yang mempermanis senyumnya. "Sorry," ujarnya lembut. Dia pikir, Steven Lou terbangun karena ulahnya.

"Emmmh ...." Satu kecupan sedikit lama Steven Lou daratkan di punggung tangan Jiang Lizqi. "Love you too, Beib."

"Ah, ternyata kamu sudah bangun." Mata Jiang Lizqi memicing.

Steven Lou terkekeh, beranjak dari posisi tengkurap, lalu merengkuh Jiang Lizqi ke dalam pelukan erat. "Temani aku tidur lagi sebentar," ujarnya dengan suara malas.

Menyamankan kepala di dada bidang sang suami, Jiang Lizqi merasa tentram, seolah memang di situlah tempat ternyaman untuknya. Tangan pun melingkar cukup erat di pinggang Steven yang ramping.

"Berangkat jam berapa?"

"Emh, delapan."

"Sama sopir kantor, kan?"

"Ngantuk." Suaranya lirih dan terkesan ogah-ogahan, benar-benar seperti orang mengantuk berat, padahal sebenarnya, dia begitu hanya karena tidak ingin menjawab pertanyaan sang istri. Tidak ingin berbohong dengan menjawab iya, padahal sebenarnya tidak. Lebih baik tidak mengatakan apa-apa daripada berdusta.

Berpikir bahwa suaminya benar-benar masih mengantuk, Jiang Lizqi pun tidak memaksanya untuk menjawab. Yang penting dia sudah tahu jam berapa suaminya harus berangkat.

"Tidurlah." Jiang Lizqi mendongak, mengecup bibir Steven Lou sekilas, lalu  kembali menyamankan diri di dada sang suami, dan yang bersangkutan semakin mempererat dekapannya.

Pagi yang riuh oleh suara burung mereka lewati dalam kebisuan. Saling mengungkapkan kasih hanya dengan pelukan yang semakin lama semakin melonggar karena raga kembali terlena. Hingga pada akhirnya, Steven Lou'lah yang terbangun lebih dulu. Dia menyempatkan diri menyiapkan sarapan untuk Jiang Lizqi, kemudian berangkat kerja tanpa membangunkannya. Dia tidak tega karena sang istri tidur sangat nyenyak.

Sekitar pukul sepuluh, Jiang Lizqi terbangun dan langsung menghubungi Steven Lou. Tersambung, tetapi tidak dijawab tidak lantas membuatnya berprasangka buruk. Dia kemudian turun ke dapur dan senyumnya seketika terkembang saat melihat secarik kertas note yang ditempel di pintu kulkas.

Sarapan ada di microwave. Selamat menikmati. Sorry, tidak pamit. Wajah tidurmu terlalu manis untuk diusik. Aku kembali secepatnya. Love you, Beib.

Jiang Lizqi mengelus lembut kertas itu. "Love you too. Stay safe, Honey."

Sementara itu, Steven Lou yang sengaja tidak menjawab panggilan Jiang Lizqi, wajahnya terlihat muram. Jemarinya menggenggam lingkar kemudi lebih erat dan rahang pun mengetat, sepertinya ada beban yang tengah mengganjal di hati.

"I'm sorry, Beib." Dia bergumam dengan gigi terkatup rapat.

Menit demi menit berlalu, sambil menunggu Steven Lou menelepon Jiang Lizqi menyibukkan diri di ruang kerjanya. Namun, begitu tengah hari tiba dan Steven Lou masih belum menghubungi juga, hatinya mulai risau.

Dia mencoba menghubungi juga berkirim pesan beberapa kali, tetapi tidak satu pun direspons. Steven Lou tidak pernah seperti ini sebelumnya. Jangankan perjalanan jauh, biasanya hanya ke kantor saja dia akan langsung menghubungi begitu sampai, dan setelahnya, di sela kesibukan akan rutin mengirim pesan sekadar untuk menanyakan kabar atau mengobrol random.

Pokoknya, sesibuk apa pun dia akan selalu menyempatkan diri untuk menghubungi Jiang Lizqi. Sebisa mungkin membuat jarak di antara mereka tidak terasa jauh dengan selalu mendekatkan hati.

Ya Tuhan, lindungi dia. Jiang Lizqi memandang lurus ke depan dengan tatapan kosong. Seperti paranoid, segala macam pemikiran buruk sekarang mulai berseliweran di benaknya. Sesaat kemudian dia bangkit lalu berjalan mondar-mandir sambil menimang ponselnya.

"Honey, kamu di mana?"

[Bersambung]

MEMOHON

Masih sambil mondar-mandir, Jiang Lizqi kembali mengoperasikan ponselnya, dan ketika benda pipih persegi panjang itu menempel di telinga, suara seorang perempuan yang menjawab dengan kalimat panjang laksana petugas operator langsung terdengar.

"Nona Lu, apakah Tuan Lou ada menghubungi kantor?" Jiang Lizqi bertanya tanpa basa-basi lagi.

"Maaf, Nyonya Lou, Tuan Lou menghubungi kantor tadi pagi hanya untuk meminta saya supaya menghendel semua pekerjaan."

"Dia ke kota mana?"

"Maaf, saya tidak tau. Tuan Lou pergi untuk urusan pribadi, jadi tidak mengatakan apa-apa pada saya."

Mendengar jawaban itu, jiwa Jiang Lizqi seakan terhempas, tubuhnya lemas seketika. Steven Lou sudah berbohong. Apa artinya ini?

Dia melempar ponsel yang masih terhubung begitu saja ke atas meja. Setelah itu, membanting tubuh yang terasa lunglai ke kursi. Seiiring dengan prasangka buruk yang mulai meracuni otak, batinnya pun menjadi semakin gelisah. Kini dia tidak lagi hanya khawatir sesuatu yang buruk mungkin telah menimpa suaminya, tetapi kecurigaan lain pun mulai menghantui. Dia mulai meragukan cinta dan kesetiaan StevenLou.

Jangan-jangan dia sudah bosan padaku. Dan sudah memiliki yang lain.

Jiwa Jiang Lizqi merintih. Pikiran semakin kalut. Dia pikir, Steven Lou mengabaikannya karena mungkin saat ini dia sedang bersama yang lain. Kebohongan Steven Lou semakin membuat Jiang Lizqi merasa apa yang dia pikirkan cukup masuk akal.

Menghela napas dalam-dalam lalu mengembuskan perlahan, perempuan itu membatin, apakah aku akan kehilangan dirimu? Apakah kita akan berakhir? Sedetik setelahnya, Jiang Lizqi tersentak oleh pemikirannya sendiri dan segera mengibaskan kepala berkali-kali.

"Tidak. Steven tidak mungkin melakukan itu." Setelahnya Jiang Lizqi terkekeh sarkas, menertawakan kebodohannya karena telah meragukan kesetiaan sang suami. "Honey, aku percaya padamu. Sebentar lagi kamu pasti akan menghubungi. Please, stay safe."

Jiang Lizqi mengatakan semua itu dengan lantang untuk menegaskan pada diri sendiri bahwa dia tidak meragukan Steven Lou dan tidak boleh meragukannya dengan alasan apa pun.

Sudah tepat bila Jiang Lizqi memutuskan untuk mempercayai Steven Lou karena suaminya itu sangat pantas mendapatkannya. Rela menempuh perjalanan jauh selama tiga jam seorang diri, keluar dari pusat kota Shanghai menuju sebuah kota kecil di daerah pinggiran, Steven Lou tidak pernah sedikit pun berpikir kalau rencananya akan berjalan sesuai yang diharapkan.

Dia justru sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi dan menerima kemungkinan terburuk. Tidak apa, demi kebahagiaan Jiang Lizqi, dia akan melakukan apa saja. Dan seperti yang sudah dia perkirakan, memang tidak semudah membalik telapak tangan untuk mendapatkan maaf dari orang tua JiangLizqi.

Xiao Yauran, ibu JiangLizqi, yang membuka pintu tidak berani mempersilakan Steven Lou masuk. Setidaknya dia harus memberi tahu sang suami terlebih dahulu. Begitu Jiang Hun, ayah JiangLizqi, keluar dan melihat Steven Lou, wajahnya langsung merah padam. Bahkan sebelum sang menantu sempat menyapa, tangan pria itu sudah melayang dan kepala Steven Lou seketika melengos kala tamparan sangat keras yang dilayangkan Jiang Hun mendarat di pipinya.

"Pa, jangan!" Xiao Yauran menjerit histeris dan buru-buru menangkap tangan sang suami lalu memeluknya erat-erat, mencegah pria itu melayangkan tamparan berikutnya.

"Enyah dan jangan pernah lagi muncul di hadapanku!" Saking marahnya, tubuh Jiang Hun sampai bergetar, wajah merah padam dan mata yang melotot pun tampak memerah dan basah.

"Pa. Sudah."

Dengan air mata berlinang, Xiao Yauran terlihat sangat rapuh. Steven Lou tidak tega melihatnya. Dia tahu, perempuan itu pasti sangat merindukan putrinya, hanya saja tidak kuasa melawan kehendak sang suami.

"Bi, aku mohon---"

"Diam!" Dengan mata basah, Xiao Yauran menatap sengit. "Semua gara-gara kamu! Kalau kamu tidak pernah muncul dalam kehidupan Lizqi ...." Perempuan itu terisak-isak, tidak sanggup melanjutkan ucapannya.

Walau bagaimanapun, pria muda yang ada dihadapannya ini adalah orang yang sangat dicintai putrinya. Mengatakan semua itu rasanya terlalu kejam, mengingat bahwa Jiang Lizqi'lah yang memiliki inisiatif untuk kabur dari rumah.

Dia belum lupa bagaimana dulu Steven Lou berusaha mendapatkan restu. Salju tipis yang turun hingga menumpuk di baju hangatnya menjadi saksi berapa lama dia berlutut, udara yang mencapai angka minus pun tidak lantas membuat pria muda itu beranjak.

Steven Lou bersedia terus berlutut karena tidak tahu cara apa lagi yang harus dia tempuh untuk meluluhkan hati orang tua Jiang Lizqi. Namun, Jiang Lizqi tidak sanggup melihat orang yang sangat dicintainya membeku kedinginan di bawah tumpukan salju. Malam itu, Jiang Lizqi yang selama hidupnya selalu menjadi kucing jinak, dalam sekejap menjelma menjadi harimau ganas. Mengaum dan menunjukkan taringnya, menerjang maju mendobrak dinding penghalang dan meloncat sejauh-jauhnya bersama sang pujaan hati.

"Lizqi sangat merindukan kalian." Steven Lou menatap mengiba. "Paman dan Bibi belum lupa hari lahir Lizqi, kan?"

Bahu Xiao Yauran menjengit, wajahnya terlihat semakin sendu. Tentu saja dia tidak akan pernah lupa kapan putrinya berulang tahun. Selama empat tahun ini dia tetap membuat kue dan memasak hidangan istimewa di hari ulang tahun Jiang Lizqi meski yang bersangkutan tidak ada di rumah. Makanan itu pun tidak dia makan sendiri, tetapi dibagikan ke sebuah panti asuhan terdekat.

"Putri kami sudah mati, tidak akan pernah lagi berulang tahun! Kami akan menyalakan dupa dan berdoa di hari kematiannya, bukan di hari lahirnya!"

"Paman!" Merasa ucapan Jiang Hun sudah sangat keterlaluan, Steven Lou tanpa sadar meninggikan suaranya. Namun, sesaat setelahnya dia menyadari kalau hal itu akan membuat situasi semakin buruk.

Tatapan Jiang Hun rasa-rasanya sanggup menembus ulu hati Steven Lou. Pria itu menghempaskan tangan sang istri yang sedari tadi memegangi lengannya, kemudian, tanpa disangka-sangka dengan sekuat tenaga mendorong Steven Lou. Tidak ayal lagi, tubuh pria muda itu terpental ke belakang, jatuh berguling-guling di anak tangga teras.

"Pa!" Xiao Yauran panik. Kakinya refleks hendak melangkah menghampiri Steven Lou yang terkapar di tanah, tetapi lengannya dicengkeram erat-erat oleh sang suami. Tidak berdaya, dia hanya bisa menatap sang menantu iba.

"Pergi dan jangan pernah kembali lagi. Lizqi kami sudah lama mati!" Setelah itu, Jiang Hun langsung balik badan, masuk ke rumah sambil menyeret istrinya.

"Paman, Bibi, tunggu! Aku mohon, sekali ini saja!" Tidak memedulikan rasa ngilu di tubuh, Steven Lou segera berdiri untuk mengejar. Namun, sayangnya pintu itu sudah tertutup sebelum dirinya sampai. Dia sempat menggedor beberapa kali sambil terus berteriak memohon, tetapi pada akhirnya menyerah karena yakin itu hanya akan sia-sia.

"Aku tahu kalian juga merindukannya. Aku mohon sekali ini ...." Steven Lou tidak melanjutkan perkataannya. Dia tahu, sekadar kata-kata tidak akan bisa meluluhkan hati orang tua Jiang Lizqi.

[Bersambung]

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!