NovelToon NovelToon

Sabar Yang Melampaui

1. Pertemuan dengan Gladies

"Aaarggggkkkhhhh......Kak Revand..." teriak Vivi dengan perasaan kaget saat tasnya dirampas dari tangannya.

Vivi Veronica mungkin tidak secantik artis artis ibu kota ataupun model model papan atas, wanita berusia 21 tahun itu memiliki kulit kuning langsat dengan hidung yang mungil dan bibir tipis juga lesung pipi, tapi Vivi memiliki kecantikan alami yang dia peroleh dari ayah dan ibunya yang asli orang Indonesia. Badan Vivi agak berisi tapi dia tidak gemuk, ya cukup untuk seorang wanita yang sudah mempunyai satu orang anak.

Menjelang tengah malam Vivi diantar oleh Revand untuk pulang kerumahnya, selepas pulang dari tempat kerja, Vivi dan teman temannya menghabiskan malam mereka ke sebuah tempat familly karaoke di kota Bandung.

Revan adalah teman satu tempat kerja Vivi di cafe tempat mereka bekerja. Pembawaan Revand yang dewasa dan tegas membuat semua teman kerja nya sangat menghormati Revand, sama halnya dengan Vivi, dia sudah menganggap Revand sebagai kakak nya sendiri karena kebetulan Vivi juga tidak mempunyai kakak laki laki.

"Kenapa Vi?" tanya Revand heran dan kaget oleh teriakan Vivi.

"Itu Kakkk,barusan tasku diambil oleh pemotor yang lewattt..." rengek Vivi.

Sontak Revand yang sedang menjalankan kemudi motor maticnya pun menghentikan lajunya dipinggir jalan. Memang saat itu jalan yang mereka lalui sangat sepi dari kendaraan yang biasanya lalu lalang.

"Ya Tuhan Vi, sabar ya! apa kita lapor saja ke polisi terdekat?" tanya Revand sambil mengelus pundak Vivi.

Vivi membuka helm yang dia kenakan, dan seketika tubuhnya terasa lemas, dia langsung mendudukan dirinya diatas trotoar pinggir jalan kala itu, gimana engga, gaji terakhir yang baru saja dia terima siang tadi selama satu bulan bekerja dan handphone dia ada dalam tasnya itu.

"Percuma Kak, lapor polisi juga toh kita ga ada bukti dan akupun tidak melihat jelas ciri ciri dari mereka yang mengambil tasku." jawab Vivi sambil menggaruk garuk rambutnya yang tidak gatal.

Ya Tuhan musibah apalagi ini, mana gaji terakhir tadi ada di dalam tas itu, juga handphone dan kunci rumah, gumamnya dalam hati.

Siang tadi memang hari terakhir Vivi bekerja, karena kontrak yang tidak diperpanjang Vivi akhirnya harus bisa melepaskan pekerjaan yang sudah satu tahun dia geluti sebagai seorang kasir.

Dengan rasa kecewa dan sedih yang mendalam Vivi tidak tahu harus berbuat apalagi, dia ditemani Revan hanya duduk termenung meratapi nasib kedepannya.

Beberapa menit berlalu..

"Vivi..." teriak seorang wanita dari dalam mobil berwarna silver.

Vivi dan Revandpun dibuat kaget dengan teriakan wanita itu.

Mobil silver itu pun menepi dan turunlah wanita tadi yang berteriak memanggil nama Vivi.

Wanita cantik berkulit putih, dengan rambut panjang yang dicurly, memakai pakaian yang kurang bahan, dan memperlihatkan bentuk tubuhnya yang indah bak gitar spanyol, tak lupa highheels 7cm yang membuat kakinya semakin terlihat jenjang.

"Vivi...Vivi Veronica kan?" tanya wanita tersebut tersenyum ramah.

" Iya aku Vivi." saut Vivi masih heran dan mengingat siapa wanita cantik yang sedang berdiri dihadapannya.

"Aku Gladies, Gladies Aurora, teman smp kamu." timpa wanita tersebut.

"Oh benar kamu Gladis? Pangling aku, abis nya kamu cantik banget sekarang." ucap Vivi girang sambil memeluk Gladies dan mencium pipi kiri kananya.

"Ah kamu bisa aja Vi, kamu juga ha kalah cantik ko, kalian ngapain disini?" tanya Gladies sambil mengatarahkan pandangannya ke arah Revand.

"Kalian lagi berantem ya?" timpal Gladies.

"Apaan sih kamu Dies, oh iya kenalin ni Kak temen smp ku, Gladies." ucap Vivi

"Hai, aku Revand, kita patner kerja bareng." Revand tersenyum sambil mengulurkan tangannya.

"Aku Gladies, maaf ya, aku pikir kalian pacaran lagi berantem pinggir jalan, hee." Gladies menerima uluran tangan Revand sambil nyengir kuda.

"Trus kalian lagi ngapain disini?" Gladies pun mengulangi pertanyaannya.

"Barusan tas ku kena jambret orang Dies, makanya kita lagi bingung ini." saut Vivi lirih.

"Aduh kasian banget kamu Vi, sabar ya!" ucap Gladies mengusap pundak Vivi.

"Kalau gitu kamu mending mampir dulu yu kerumah aku, ga jauh ko dari sini, tinggal beberapa meter lagi." timpa Gladies.

"Gimana apa Kak Revand mau mampir dulu ke rumah Gladies?" tanya Vivi pada Revand.

"Kayaknya engga dulu deh, soalnya tadi di telepon uda bilang ama Kak Ocha bentar lagi pulang." jawab Revand.

" Ya udah kalau gitu aku mampir dulu ke rumah Gladies ya Kak, hati hati nyetirnya,pelan pelan aja!" timpa Vivi

Setelah memakai helmnya kembali Revand pun berpamitan pada kedua wanita dihadapannya, dan bergegas melajukam motor maticnya untuk segera pulang kerumahnya.

"Ya uda yu Vi masuk mobil!" ajak Gladies ramah.

Vivi menjawab dengan anggukan dan kemudian mengikuti Gladies menuju mobilnya dan duduk disamping Gladies di kursi pemumpang belakang pa sopir.

Perjalanan dari tempat berhenti tadi sampai ke rumah Vivi pun memang tidak membutuhkan waktu lama. Sampailah mereka di komplek perumahan yang cukup mewah bergaya classic modern yang cukup membuat Vivi terpesona dibuatnya.

Tak lama berselang mobilpun berhenti, " dah sampai nih, yu masuk!" ajak Gladies sambil berjalan ke arah pintu rumahnya diikuti Vivi dibelakangnya.

Vivi dibuat heran dengan rumah Gladies yang mewah itu, padahal setau Vibi dulu ayah Gladies hanya seorang Pegawai Negeri Sipil di sebuah perusahaan milik negara. Rumahnya pun terbilang sederhana, berbeda sekali dengan pemandangan yang saat ini tampak dihadapannya. Rumah tiga lantai yang mewah dengan taman juga kolam ikan yang ada air mancurnya, parkiran dan halaman yang luas. Bahkan untuk masukpun digerbanh rumah yang besar mereka harua menekan kode tersendiri.

Memang ironis sekali dengan kehidupan Vivi.

Tak lama berselang ada seorang Bibik yang membukakan pintu rumahnya dengan ramah mempersilahkan kami masuk.

"Ayo duduk Vi!" ajak Gladies sambil meletakan tasnya yang branded dan merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Vivipun menjawab dengan anggukan dan langsung duduk disebelah Gladies.

"Aku kangen banget deh sama kamu." ucap Gladies.

"Aku dengar kamu uda nikah ya?" timpanya.

"Iya Dies, aku uda punya anak malah." jawab Vivi.

"Permisi non, ini Bibik bawakan minuman." ucap Bibik sambil meletakan minuman hangat yang dibuat nya diatas meja.

"Terimakasih Bik." sautkita berdua kompak.

"Sama sama non, saya permisi." saut Bibik segera berlalu dari hadapan kami.

"Kamu sendirian aja dirumah sebesar ini Dies?" tanya Vivi heran.

"Engga, ada Bibik dan Pak sopir yang menemani aku dirumah ini." saut Gladies santai.

Memang dari dulu Gladies seorang yang mandiri karena mungkin sudah terbiasa ditinggal kedua orang tuanya bekerja. Ibu Gladies seorang guru honorer, dia anak sulung dengan dua orang adik laki laki.

Gladies yang berkehidupan serba mewah membuat Vivi bertanya tanya, tapi kemudian Vivi menyadari kenapa harus ikut campur dengan kehidupan orang lain, biarlah darimanapun Gladies mendapatkannya bukan urusan Vivi.

"By the way, anak kamu umur berapa tahun? tanya Gladies.

"Tiga tahun Dies, sayang dia dibawa ayahnya." saut Vivi.

"Oh jadi kamu uda pisah sama suami kamu?" timpa Gladies.

"Iya begitulah Dies, pernikahanku ga sesuai ekspentasi, jadi harus berakhir dan anaku sekarang tinggal bersama dengan neneknya, ibu dari mantan suamiku." saut Vivi lirih.

"Jadi kamu janda dong sekarang?" canda Gladies

"Engga, aku baru saja menikah lagi, baru tiga bulan ini, kamu masih ingat Dicky kan? Kakak kelas kita yang mantan pacar aku itu?" timpa Vivi

"Iya masihlah, secara kalian pacaran sesekolahan pada tahu." saut Gladies sambil tersenyum.

"Iya ya, jadi ingat masalalu" seringai Vivi

"Emang kenapa sama Dicky?" tanya Gladies heran karena Vivi terhenti dengan obrolannya.

"Dia suami aku yang sekarang." ucap Vivi.

"Ya Tuhan, dunia sempit banget ya, yang uda pernah disunting laki laki lain akhirnya melabuhkan hatinya kembali pada cinta pertamanya." gurau Gladies sambil tersenyum manis.

"Daritadi aku terus yang ditanya, kamu sendiri kenapa belum married?" tanya Vivi.

"Yee, kata siapa belum neng, lah rumah segede gini darimana aku dapat coba?" Gladies malah balik tanya.

"Ya mungkin dari hasil jerih payah kamu kerja selama ini kan?" saut Vivi positive thinking.

"Ini rumah suami aku, hanya saja aku cuma isteri simpanan." timpa Gladies lirih.

Tuhan, aku pikir aku saja yang pernah mengalami masa rumah tangga yang sulit, ternyata Gladies pun mengalami masalah yang pelik dalam rumah tangga nya, dia mempunyai segalanya, tapi suaminya ternyata bukan cuma miliknya. Memang didalam rumah tangga diuji dengan berbagai macam ujian, gumam Vivi.

2. Dicky Alexander Brata

Waktu berjalan dengan cepat, setelah lama berbincang dengan Gladies, Vivi melirik jam dinding di rumah Gladies menunjukan waktu jam tiga pagi.

"Dies, aku harus pulang sekarang, suamiku pasti khawatir karena ga ada kabar dari aku, dan ini pertama kalinya aku pulang kerumah selarut ini." ucap Vivi

"Ya sudah klo gitu tunggu bentar!" saut Gladies sambil berlalu mengambilkan kertas dan pena tidak jauh dari sofa tempat duduk kami.

"Ini aku tuliskan nomer handphone ku, siapa tahu kamu membutuhkannya." timpa Gladis menyodorkan kertas kecil.

"Iya pasti aku hubungi kamu nanti kalau aku sudah punya handphone baru." saut Vivi tersenyum manis.

"Kamu pulang diantar sopir aku ya! Dan ini, pasti kamu membutuhkannya." Gladis mengepalkan beberapa uang kertas ke tangan Vivi.

"Ga usah Dies aku uda ngerepotin kamu." ucap Vivi

"Udah ambil aja, aku ikhlas ko bantuin kami." saut Gladies

"Ya uda aku ambil, tapi nanti aku balikin ya kalau aku uda ada uang." timpa Vivi tersenyum malu.

"Ah kamu kayak ama siapa aja, ga usah dibalikin, ga usah dipikirin, aku ikhlas ko bantuin kamu. saut Gladies ramah dan segera dia menghubungi sopirnya untuk mengantarkan aku pulang.

"Ya uda kalau gitu aku antar sampai depan ya." Gladies dan Vivi pun segera beranjak dari tempat duduk mereka dan langsung keluar rumah.

"Aku pamit ya Dies, makasih utuk semuanya." ucap Vivi seraya memeluk Gladies.

"Iya, hati hati dijalan ya,jangan segan hubungi aku kalau kamu membutuhkan sesuatu." saut Gladies yang meregangkan pelukan mereka.

Kemudian Vivi pun berlalu menaiki mobil Gladies dan duduk dikursi penumpang.

Dalam perjalan menuju rumah Vivi pun menikmati pemandangan dini hari lewat jendela mobil yang ditumpanginya, Vivi membayangkan apa yang akan terjadi padanya dirumah ketika dia sampai nanti.

Ya Tuhan semoga Mas Dicky ga marah karena aku yang pulang selarut ini, gumamnya seraya membayangkan kejadian dirumah tempo hari.

*flashback off*

"Pranggg.." suara piring pecah yang dilemparkan Dicky ketika mereka sedang berada di ruang makan.

"Kamu masak begini saja tidak becus, apa selama menikah dulu kamu hanya membeli makanan dari luar?" bentak Dicky ke arah Vivi.

Vivi pun kaget dibuatnya dan tanpa terasa air matanya mengalir begitu saja.

"Maafkan aku Mas." sahut Vivi sambil terisak.

"Maaf kamu bilang, aku menikahi kamu yang seorang janda, bukan seorang gadis belia yang baru saja belajar berumah tangga, masa masak untuk suami pun kamu engga becus, pantas saja kamu ditinggalkan suami mu." bentak Dicky mengepal keras dagu Vivi.

Memang saat itu masakan Vivi agak keasinan, tapi masih bisa dikonsumsi. Hanya saja memang Dicky tidak suka makanan terlalu asin atau terlalu manis.

Entahlah semenjak mereka menikah hal sekecil apapun sering menjadi pertengkaran, padahal sebelumnya Dicky adalah sosok pria yang perhatian dan menyenangkan.

"Sudah jangan menangis, bereskan semua ini dan berikan aku uang, aku mau makan saja diluar dan jangan menyuruhku makan kalau kamu masih tidak becus masak seperti ini!!" ucap Dicky segera berlalu kekamarnya.

Dengan hati kecewa dan bersedih Vivi pun membereskan bekas pecahan piring tadi dan makanannya yang berserakan dilantai, lalu setelah selesai dia segera pergi ke kamarnya menyusul Dicky.

"Ini mas." Vivi meyerahkan beberapa lembar uang yang dia ambil dari dalam lemari di kamarnya dan memberikannya pada Dicky. Dicky pun segera berlalu dari rumahnya tanpa pamit.

Dicky Alexander Brata, pria tampan yang usianya hanya dua tahun lebih muda dari Vivi, sebenarnya Dicky bukan orang yang arogan hanya saja setelah kembali bersama Vivi, Dicky seolah mempunyai dua kepribadian, kadang dia akan menjadi orang yang sangat menyenangkan untuk Vivi, tapi seketika diapun akan berubah menyebalkan, cenderung melukai hati dan perasaan Vivi, bahkan Dicky juga tak segan berlaku kasar dan ringan tangan terhadap Vivi.

Pria dengan tatto memenuhi kedua tangannya, dan memiliki tindik dibagian bawah bibirnya juga di telinga kirinya menambah kesan macho dan cool. Meskipun dengan penampilan yang begitu Dicky bisa menyesuaikan keadaannya jika didepan keluarga ataupun di publik dia selalu berpakaian tertutup sehingga tidak banyak yang tahu kalau Dicky mempunyai tatto di bagian kedua tangannya.

Awal pertemuannya kembali dengan Vivi adalah ketidaksengajaan mereka, saat itu Vivi sedang bekerja di cafe, Dicky dan teman temannya hendak makan siang di cafe tersebut.

Mereka sangat canggung satu sama lain, sampai Dicky memberanikan diri untuk menyapa Vivi terlebih dulu.

"Hai Vi, apa kabar?" tanya Dicky sambil mengulurkan tangannya.

"Ba..baik..." saut Vivi yang terperanjat dan jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya, tapi dia langsung menyambut uluran tangan Dicky.

"Kamu sendiri gimana kabarnya?" tanya balik Vivi.

"Aku baik, gimana kabar Vivi junior?" timpa Dicky serius menanyakan anak dari Vivi yang sebelumnya dia tahu dari orang lain kalau Vivi sudah mempunyai anak dari pernikahannya.

"Aku juga tidak tahu bagaimana kabarnya Ky, karena sekarang anak aku tinggal dengan ayahnya." saut Vivi lirih.

Degg..

Tanpa Vivi meneruskan perkataannya Dicky sudah bisa mencerna apa yang vivi ucapkan. Dicky tersenyum smirk tanpa memperluhatkannya dihadapan Vivi.

Seketika muncul rasa yang bercampur aduk di hati Dicky, seakan tak percaya orang yang sangat dicintainya dulu berarti tidak bahagia dengan pilihannya. Rasa kecewa dan amarah juga karena orang yang dia percayai untuk memiliki Vivi ternyata tidak bisa membahagiannya. Tapi ada rasa bahagia karena ternyata orang yang telah membuatnya kecewa dan sakit hati tidak hidup bahagia dengan pilihannya.

Tanpa percakapan panjang lebar mereka mengakhiri obrolan, karena Vivi juga disibukan dengan pekerjaannya, dan Dicky yang hendak menyanyap makan siangnya dengan teman teman sepekerjaannya.

Haripun berganti, tapi pertemuan mereka kala itu sangat amat menggangu pikiran Dicky yang ingin mengetahui lebih banyak tentang orang paling dicintainya itu dan akhirnya diapun memutuskan untuk berkunjung lagi ke tempat Vivi bekerja dan bertukar nomer ponsel.

Sejak saat itu Dicky menjadi penyembuh luka untuk Vivi, dia selalu ada mengisi hari hari Vivi, perhatiannya dan sikapnya yang manis membuat semua wanita pasti tidak akan menyia-nyiakannya.

*flashback on*

Wajah Dicky kusut, dia hanya memutar mutar chanell televisi nya tanpa menonton acaranya, karena dia sangat khawatir dan gelisah kenapa Vivi belum pulang selarut ini.

Dicky sudah mencoba beberapa kali menghubungi ponsel Vivi tapi nomornya sedang diluar jangkauan.

Apa sebenarnya yang terjadi dengan kamu Vi, sampai selarut ini kamu belum pulang. Mudah mudahan tidak terjadi apa apa denganmu, dan sebentat lagi pasti kamu pulang, bathinnya.

Dicky berusaha memejamkan matanya untuk tidur, untuk tidak memperdulikan dan mengkhawatirkan Vivi, akan tetapi dia tidak berhasil, dia terus dalam kegelisahannya dan bayangan bayangan kelam masalalunyapun hadir begitu saja.

Dicky sudah beberapa kali masuk keluar kamar hanya sekedar untuk melihat ke arah ruang tamunya, siapa tahu saja Vivi sudah pulang, akan tetapi wanita yang sedang ditunggunya tetap tidak kunjung pulang.

3. Dirumah

Wajah Dicky kusut, dia hanya memutar mutar chanell televisinya tanpa menontonnya, karena dia sangat khawatir dan gelisah kenapa Vivi belum pulang selarut ini. Dicky sudah mencoba menghubungi ponsel Vivi berkali kali, tapi tetap tidak aktif.

Apa yang terjadi dengan Vivi sampai selarut ini masih belum pulang, mudah mudahan tidak terjadi apa apa padanya, bathin Dicky

Dicky berusaha memejamkan matanya untuk tidur, untuk tidak memperdulikan Vivi, akan tetapi tidak berhasil, dia terus dalam kegelisahannya dan kekhawatirannya.

Dicky sudah beberapa kali masuk dan keluar kamar hanya sekedar untuk melihat ke arah ruang tamunya, siapa tahu saja Vivi sudah pulang, akan tetapi wanita yang ditunggunya tetap belum menampakan batang hidungnya. Dia merebahkan tubuhnya di sofa, hingga akhirnya dia lelah menunggu, dia pun terlelap di sofa ruang tamunya.

"Maafkan aku ky, aku tidak bisa lagi meneruskan hubungan ini, aku akan tetap memilih Yoga."

"Tolong pikirkan lagi, kita sudah lima tahun menjalin hubungan ini apa sebegitu cepatnya kamu melupakan aku, hingga memilih laki laki yang baru saja kamu kenal? "

"Tidak ky, aku sudah terlalu sakit, jadi tolong hormati keputusanku, kita akan tetap menjalin hubungan yang baik sebagai teman."

Wanita itu pun berlalu sambil bergandengan tangan dengan laki laki lain dan tak menghiraukan panggilan dari Dicky yang terus memanggil namanya..Vi..Vivi..

Tok tok tok..

"Assalamualaikum.., Mas Dicky..." Vivi yang baru saja tiba mengetuk pintu dari luar

Sontak membangunkan Dicky yang baru saja terlelap dari tidurnya.

"Ya ampun.." gerutu Dicky mengusap kasar wajahnya.

Sudah bertahun tahun lamanya tapi dia masih belum bisa melupakan kejadian itu, hari dimana Vivi memustuskan untuk tidak melanjutkan hubungan mereka dan lebih memilih bersama laki laki lain. Bahkan karena rasa sakit dan kecewa yang begitu dalam sampai saat inipun kejadian itu masih sering muncul lewat mimpinya.

"Ya, waalaikumsalam." saut Dicky ketus segera membukakan pintu dengan wajah khas bangun tidurnya.

Vivipun langsung mengulurkan tangannya hendak memberi salam pada suami nya, tapi segera ditepis oleh Dicky.

"Darimana saja kamu, dini hari baru pulang?" tanya Dicky heran, dengan raut kekesalannya.

"Maaf mas, aku kena musibah tadi." saut Vivi lirih.

"Kenapa, kamu kecelakaan, ada yang luka?" timpa Dicky seraya memperhatikan tubuh Vivi dari atas sampai bawah takut ada yang luka.

"Bukan Mas, tapi aku baru saja kena jambret orang tadi dijalan." saut Vivi lirih dan menundukan kepalanya.

"Plakkkk.." sebuah tamparan keraspun mendarat di pipi.

Seketika hancur hati Vivi dibuatnya. Betapa tidak, dengan dia sudah terkena musibah tadi bukannya menguatkan, suami yang seharusnya jadi pelipur lara dan menjadi pelindung untuknya malah menambah luka di hati dan di fisiknya juga. Vivipun tak kuasa menahan air matanya.

"Dasar kamu, seharusnya kamu bisa lebih hati hati lagi, bisa bisanya seteledor ini!!!" bentak Dicky yang kemudian berlalu ke kamarnya meninggalkan Vivi yang termangu sendiri di ruang tamu.

Dicky merebahkan tubuhnya diatas ranjangnya sambil mengacak acak rambutnya yang tidak gatal, dia menyadari kalau dia sudah terlalu kasar terhadap Vivi.

Vivi kemudian segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya, akan tetapi didalamnya Vivi hanya menatap dirinya di depan cermin, dengan pandangan yang kosong dan deraian air mata.

Apa yang saat ini sedang engkau rencanakan Ya Tuhan? bukannya kebahagian yang aku dapat, akan tetapi kehidupan ini tak berhenti membuatku mengeluarkan air mata. Padahal sebelumnya aku sudah sangat yakin Engkau menghadirkan dia untuk menyembuhkan luka hati ini, tapi sekarang bukannya kesembuhan yang aku rasa, tapi torehan luka ini malah seakan terbuka kembali dan malah terasa semakin dalam dari yang sebelumnya.

Apa aku menikahi laki laki yang salah? Apa yang harus aku perbuat? Aku tidak mau menjadi gunjingan orang lain kalau harus sampai menjadi janda untuk kedua kalinya. Aku harus kuat, aku harus sabar, terus bersabar ,aku pasti kuat, aku yakin aku kuat....bathin Vivi yang menyemangati dirinya sendiri dan kemudian mengusap air matanya yang sudah daritadi mengalir deras.

Beberapa menit berlalu, Vivi segera keluar dari kamar mandinya setelah selesai membersihkan dirinya, dia langsung merebahkan dirinya di ranjangnya membelakangi Dicky yang sedang berbaring.

Tanpa diduga Dicky memeluknya erat dari belakang, dan berbisik ke telinganya "maafkan aku....aku sudah sangat kasar padamu," lirihnya pada Vivi lembut.

Vivi yang sudah berhenti menangis seketika dia membalikan tubuhnya menghadap Dicky, dia terharu mendengar kata maaf dari Dicky dan dia pun kembali menangis tersedu di pelukan Dicky.

Dickypun mengusap air mata, dan mengecup kening dan pipinya, lalu dia mengecup bibir Vivi dengan lembut.

Semakin lama kecupan lembut itu semakin hangat, dan berubah menjadi kecupan yang sangat indah, yang membuat kedua suami isteri itupun terlena dengan suasana di tubuh mereka yang tidak bisa dijelaskan dengan kata kata.

Desiran dan sengatan di tubuh mereka perlahan mulai menanjak dan menginginkan sesuatu yang lebih. Mata merekapun telah berubah menjadi sayu.

"Mas.." keluarlah suara lembut dan manja Vivi saat Dicky mulai mengecup leher jenjangnya.

Kedua tangan Dicky sudah berjelajah ke seluruh bagian tubuh Vivi membuat rasa yang tak tertahankan, dan membuat rasa bagaikan tersetrum di sekujur tubuhnya.

Suara suara lembut Vivi membuat nafas Dicky semakin cepat, diapun dengan segera memeluk wanita didepannya tanpa ampun seakan ingin menghabiskan makanannya yang ada didepannya.

Suara suara lembut itu keluar dari bibir Vivi. Sontak Vivi melentingkan bagian tubuhnya kebelakang dan mengalungkan tangannya ke leher Dicky dengan perasaan yang luar biasa hebat Vivi ketika dia sampai putihnya untuk yang pertama, dan Dickypun dibuatnya menyeringai puas.

Nafas mereka mulai menderu seiring kegiatan yang mereka lakukan dan segera Dicky mulai permainannya menundukan wajahnya kepada isteri yang sudah berada dalam kukungannya dan mulai menghentakan pinggulnya secara perlahan. "Sayangg.."

Subuh itu menjadi saksi mereka melangsungkan kegiatan indah nya di kamarnya. Dihiasi suara suara yang mengesankan untuk kedua insan itu.

Empatpuluh lima menit permainan mereka berlangsung dan terdengarlah suara indah mereka saat Dicky mulai mempercepat hentakannya dan bersamaan menjadi satu di hentakan terakhirnya, begitupun dengan Vivi yang langsung menyambutnya dengan senang hati.

Selesai membersihkan diri mereka kemudian membaringkan tubuhnya yang sudah lelah dan letih karena kegiatannya, dan yang pasti karena mereka juga belum tidur semalaman.

Dengan rasa bahagia yang Vivi rasakan kali ini karena Dicky yang meminta maaf setrlah dia melakukan kesalahan dia kemudian berdoa semoga rasa ini akan selamanya, dan laki laki yang telah terlelap dihadapannya kini menjadi suami yang pantas dia cintai yang akan dia banggakan pada keluarga dan pada dunia.

Bersambung....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!