NovelToon NovelToon

Cinta Dalam Rindu

Ct. 1 ( Cinta dan Rindu yang Tertahan )

[ SEBELUM MEMBACA CERITA INI, DI SARANKAN UNTUK MEMBACA NOVEL PERTAMANYA YANG BERJUDUL CINTA YANG TAK KU RINDUKAN. KARENA PENGENALAN TOKOH PEMAIN ADA DI NOVEL TERSEBUT ]

BINUS University... Salah satu kampus terbaik di Indonesia ini cukup familiar di telinga siapa saja. Mulai dari kalangan menengah bawah sampai kalangan menengah atas, sudah pasti tidak asing dengan apa itu BINUS University.

Hanya saja tidak semua orang, tidak semua lulusan SMA bisa memiliki kesempatan untuk melanjutkan study mereka di kampus satu ini.

Karena apa?

Sebagian orang, terutama kalangan menengah ke bawah pasti merasa berat dengan biaya kuliahnya yang tidak murah. Tidak semua orang bisa menjangkau dengan mudah biaya yang sudah di rancang sejak mereka memasuki kampus.

Belum lagi jika memasuki kalangan satu ini sudah pasti harus bertempur dengan gaya hidup para Mahasiswa nya. Di mana rata-rata mereka berasal dari keluarga kaya raya, dengan memiliki fasilitas yang tidak main-main pula.

Meski tidak semua Mahasiswanya menonjolkan semua itu dengan nyata. Tetap saja apa yang di kenakan, apa yang di genggam, apa yang di kendarai dan apa yang ada di dalam dompet bisa membuat orang dari kalangan menengah ke bawah merasa minder tanpa harus sengaja di pameri.

Sesungguhnya siapa saja punya hak untuk mendaftar di kampus satu ini. Yang terpenting adalah niat dan kemampuan, serta mental yang kuat jika memang berasal dari keluarga yang cukup, atau juga masuk dengan menggunakan jalur Beasiswa.

Dan lagi-lagi semua kembali pada individu masing-masing ketika berinteraksi sosial dengan lingkungan.

It's okay! Kampus satu ini tidak untuk di bahas lebih detail tentang seluk beluknya, profil dan juga visi misinya. Karena kita hanya perlu terfokus pada kisah salah satu Mahasiswi cantik berambut hitam bergelombang yang saat ini tengah duduk di kursi yang berada di perpustakaan Binus University.

Brighta Clarice Agasta... Dia adalah gadis cantik yang hidup dengan satu peraturan yang tak bisa ia gugat pada masanya. Yaitu, tidak boleh berpacaran ketika masih duduk di bangku Senior High School.

Namun siapa sangka, ketika aturan itu sudah tidak berlaku, justru sang gadis masih tetap menyendiri dan tidak sekalipun terlihat dekat dengan pemuda manapun. Selain teman dan pemuda yang berusaha mendekati dirinya.

Sempat menimbulkan pertanyaan bagi ke empat orang tuanya ( Daddy Kenzo, Mommy Calina dan Papa Zio, serta Mama Zahra ). Tapi sang gadis tampak santai. Meski ketika melihat Felia yang merupakan saudara tirinya sudah menjalin hubungan dekat dengan seorang teman laki-laki. Meskipun belum di pastikan jika mereka resmi berpacaran.

Hari-hari terus berlalu semenjak momen perpisahan gadis itu dengan seorang pemuda yang di kenal sebagai pembalap tampan. Perpisahan yang sesungguhnya sama-sama menyimpan perasaan itu harus berakhir ambigu, karena terakhir kali mereka bertemu bukanlah momen purnawiyata, perpisahan sekolah dan juga bukan saat prom night. Terakhir mereka bertemu dan berbincang ketika masih berada di pulau Dewata.

Sejak hari itu sampai hari ini sang pembalap yang entah sekarang di juluki apa, tidak juga ada kabarnya. Dan hari ini? Sudah berapa lama kah ini sejak hari itu?

Nyatanya ...

Tiga tahun lebih telah berlalu sejak Clarice sepulang dari Bandara dengan derai air mata kesedihan. Clarice muda yang seharusnya memiliki setidaknya satu kali kisah cinta, justru hanya di sibukkan dengan belajar dan kuliah setelah harapannya untuk bertemu kembali dengan sang pemuda seolah menipis dan semakin tidak menjanjikan.

Rasa cinta seolah membeku di dalam hatinya. Sehingga sulit untuk untuk di cairkan oleh lelaki manapun yang berusaha untuk mendekati dirinya. Bahkan anak-anak dari teman sang Daddy yang mencoba mendekati dirinya sekalipun.

Usia 18 tahun itu kini sudah berlalu tanpa di sadari. Tubuh mungilnya sudah terlihat lebih dewasa. Meski bentuk rambut masih tetap sama. Dan hanya sesekali ia luruskan sampai ujung terbawah.

Namun perasaan cinta itu masih tetap untuk orang yang sama. Ia dengan setia menunggu pemuda yang bahkan tak pernah terdengar kabarnya sejak mereka lulus Senior High School, hingga kini ia sudah duduk di bangku semester 7. Dan dua bulan lagi ia akan memasuki semester 8.

Yang artinya tahun ke empat perpisahan mereka tak lama lagi akan datang. Tapi kenapa tak kunjung ada tanda-tanda jika sang pemuda akan kembali ke Indonesia?

Bahkan libur semester yang panjang pun tidak membuat kabar berita tentang kepulangan sosok Arsenio Wilson muncul. Dan kediaman keluarga Wilson pun tak menunjukkan adanya sang pemuda di kala libur panjang semester.

Jika Clarice berani nekat, ia bisa saja merayu Aunty Rania dan Uncle Nathan untuk menceritakan dimana Arsen sekarang, dan juga meminta nomor ponsel yang bisa di hubungi. Karena Cla sering bertemu dengan mereka saat ada acara kantor.

Dan lagi, Aunty Rania sering pergi bersama Mommy Calina. Entah untuk shopping bersama, atau juga untuk kegiatan arisan yang di gelar oleh genk para Momsky.

Tapi sang gadis terlalu malu dan ragu untuk menanyakan lebih jauh tentang Arsen pada kedua orang tuanya. Meskipun setengah mati ia menahan cinta dan rindunya yang terus dan setiap hari semakin menggebu.

Segala benda pemberian Arsen bahkan masih sering ia gunakan. Jam tangan, gelang ber-abjad namanya, dan juga kaos oblong London pun masih sering ia gunakan meski sudah bertahun-tahun. Yang mana bagi orang kaya seperti mereka, sangat jarang ada pakaian yang lebih dari tiga tahun masih tetap di pakai.

Kecuali baju atau barang kesayangan. Dan dari sini sudah cukup untuk menjelaskan jika baju itu adalah baju kesayangannya.

Lantas apa yang di harapkan Cla dengan semua itu?

Ia hanya berharap takdir mempertemukan dirinya dengan pemberi barang-barang itu. Setidaknya kabar singkat, apakah sang pemuda baik-baik saja? Apakah sang pemuda masih mengingat dirinya?

Atau apakah sang pemuda justru sudah memiliki kekasih di negeri Paman Sam sana?

No! Satu kabar yang tak ingin di dengar oleh Cla untuk saat ini dan sampai kapanpun tentunya.

Tapi bagaimana bisa berkabar, bahkan Naufal yang menjadi sahabat terdekatnya saja tidak tau bagaimana kabar seorang Arsenio Wilson setelah hampir empat tahun berpisah.

Pemuda yang pernah menjadi idola di Alexander International School itu bak lenyap di telan Bumi. Batang hidungnya tak pernah sekalipun muncul dan berbaur dengan teman-teman lagi. Bahkan momen reuni yang setiap tahun di adakan pun, namanya tidak pernah muncul sebagai alumni yang hadir.

Setelah lulus Senior High School, Naufal Mahardhika sahabat Clarice sejak Junior itu melanjutkan study nya di Oxford University, Inggris. Dengan mengambil jurusan Master of Business Administration, atau biasa di singkat MBA, yang termasuk ke dalam Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Sedang Arsen, konon katanya berada di Columbia University, New York. Dengan mengambil jurusan yang sama, yaitu bisnis.

Tapi ini hanya konon katanya. Karena yang di ketahui oleh sang gadis, Arsen cukup tertarik di bidang Teknologi dan Informatika. Sehingga tidak menutup kemungkinan jika Arsen justru masuk ke dalam dunia perkomputeran dan segala jenis keruwetannya.

Inggris dan New York memang bukan jarak yang dekat untuk membuat beberapa orang bisa bertemu dengan mudah. Tapi untuk hubungan yang pernah terjalin sangat erat, bukankah tidak ada jarak yang tidak bisa di tempuh?

Toh anak pengusaha pemasok bahan makanan terbesar di pulau Jawa itu cukup sering mengunjungi Amerika. Untuk sekedar berlibur dengan teman-teman kuliahnya yang juga berasal dari berbagai negara di dunia. Meski tidak selalu ke New York.

Dan hal ini membuat semua kawan-kawan yang pernah terjalin dalam persahabatan itu yakin, jika Arsen memang menarik diri dari pertemanan yang sudah terjalin selama tiga tahun di Senior High School.

Biarlah... Biarlah waktu yang akan menjawab, kapan mereka akan kembali bertemu dan berkumpul seperti tiga tahun yang lalu. Saat masih menempuh pendidikan dengan mengenakan seragam yang sama setiap harinya.

Kembali ke Binus University, di sebuah ruangan yang di penuhi dengan rak-rak buku yang berisi berbagai macam buku dan juga banyak sekali meja dan kursi yang tertata rapi. Ruangan yang di sebut dengan ruang perpustakaan itu saat ini sedang di datangi oleh Mahasiswi yang sedang berusaha menyempurnakan skripsinya.

Gadis cantik yang kini berusia 21 tahun itu sedang memperbaiki skripsi yang sudah ia rancang sejak masih berada di semester 5. Bukan tanpa alasan mengerjakan skripsi lebih awal, karena memang sang gadis ingin tidak terlalu berat ketika mendekati sidang skripsi di semester akhir yang akan ia jalani setelah ini.

Gadis cantik yang tak lain adalah Brighta Clarice Agasta itu tengah duduk dengan membaca sebuah buku yang berjudul Psikologi Kepribadian : Menyelami misteri kepribadian manusia, karya penulis Lynn Wilcox, yang di terjemahkan oleh Kumalahadi P.

Duduk seorang diri, Cla fokus membaca buku yang ia letakkan di atas meja. Di samping buku ada ponsel keluaran terbaru yang tidak akan pernah tertinggal kemanapun ia pergi.

Ting!

Sebuah pesan masuk ke ponselnya, dan membuat layarnya menyala penuh. Menoleh pada layar, dan sebuah nama muncul di sana. Cepat-cepat sang gadis menyambar ponsel keluaran terbaru itu.

Obrolan dalam chat dengan nama pengirim...

"Cla?"

"Ya, Fal?"

"Bulan depan libur semester..."

"Aku tau..."

"Sibuk skripsi?"

"Ya, tentu sajalah, Naufal..."

"Padahal aku ingin mengajakmu ke New York! Aku menemukan sedikit informasi tentang Arsen!"

"What! serius?"

"Ya! Sepertinya informasi ini sangat akurat!"

"Dapat dari mana?"

"Aku punya teman baru di apartemen sebelah, sejak dua bulan lalu! Dia berasal dari Kanada. Tapi ia selesai S1 di Columbia University."

"So?"

"Obrolan kami semakin jauh. Dan tanpa sengaja dia menceritakan jika dia punya teman di apartemen yang berasal dari Indonesia. Dan Arsen berada di bawah tingkatnya!"

"Terus?"

"Dia bilang namanya Arsen."

DEG! Setidaknya beginilah degup jantung seorang Clarice.

"Kamu yakin, Fal?"

"Ya! Hanya saja teman ku tidak tau siapa nama lengkap Arsen."

"Nama Arsen tidak hanya satu, Fal!"

"Tapi dia bilang kalau Arsen temannya itu suka sekali mengikuti balapan di sirkuit legal."

"Dan ciri-ciri yang di sampaikan cukup mirip dengan Arsen!" lanjut Naufal.

"Tapi bagaimana cara aku minta izin pada Daddy, Mommy, Papa dan Mama supaya di izinkan pergi dengan mu keluar negeri?" tanya Cla dengan suara memelas.

"Apalagi aku sedang sibuk menyiapkan skripsiku!" tambah Cla.

"Aku juga... sebenarnya..."

"Lalu apa yang harus aku lakukan?"

"Aku akan pergi ke sana liburan semester ini... Dan mencari lebih dulu keberadaan Arsen!"

"Kamu tidak apa pergi sendiri?"

"Tak apa! Aku akan mengajak temanku itu untuk pergi ke New York!"

"Yakin!"

"Ya! Setelah aku tau kebenarannya, aku akan segera menghubungi mu."

"Okay! Thanks ya, Fal! Kamu sahabat terbaikku!"

"Kalian sahabat terbaikku! Jika aku tau hal ini sejak masih di Senior dulu, aku pasti sudah menyatukan cinta kalian di malam prom night!"

Naufal menyematkan emoticon tersenyum dalam pesannya kali ini.

3 emoticon yang sama di kirim oleh Cla untuk Naufal.

"Semua sudah menjadi takdir Tuhan, Fal..."

"Ya! Seperti aku dan Gwen juga menjadi takdir Tuhan. Kami harus LDR, entah sampai kapan!"

"Tenaang... Gwen akan aman bersamaku!"

"Ya! Aku percaya kalian berdua!"

"Yups!"

Dan obrolan berakhir di sini...

Clarice melamun dengan jantung yang berdebar. Kabar yang tidak mengandung kepastian ini sudah cukup membuat jantung sang gadis bagai sedang berlari maraton.

Kabar angin ini sudah memunculkan harapan yang luar bisa untuk sang gadis yang sudah menantikan selama sekian tahun.

"Cla!"

Seseorang tiba-tiba menyapa dan langsung duduk di sampingnya begitu saja ketika lamunannya tengah menerawang jauh ke sana.

...🪴 Bersambung ... 🪴...

Ct. 2 ( Izin yang Tak di Dapat )

Duduk di meja perpustakaan sudah menjadi hal biasa yang di lakukan oleh Clarice sejak memasuki kampus yang menjadi tempat ia menuntut ilmu. Bukan berarti menarik diri dari lingkungan, hanya saja dengan belajar dan membaca, ia merasa cukup untuk melupakan rindu yang teramat pada cinta yang tak kunjung ia temukan.

"Gwen!" pekik Clarice ketika tiba-tiba gadis yang baru saja ia bicarakan dengan sang sahabatnya muncul begitu saja di sampingnya.

"Dari tadi?" tanya Gwen.

"Iya!" jawab Cla. "Baru selesai kelas?"

"Iya..." jawab Gwen yang langsung mengeluarkan ponselnya dan mengotak atik sekilas.

"Naufal bilang... dia menemukan tanda-tanda keberadaan Arsen." ucap Gwen kemudian.

"Iya..." jawab Cla dengan hati yang terus berharap supaya kali ini bukan harapan kosong belaka. Mengingat susahnya mencari informasi tentang Mahasiswa Columbia University. "Kapan Naufal bilang?"

"Tadi..." jawabnya. "Aku berharap kamu bisa segera bertemu dengan Arsen dan menjelaskan semuanya, Cla..." ucap Gwen dengan tulus.

"Ya, Gwen! Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengannya."

Gwen mengusap pundak Clarice dengan lembut. "Aku takut Arsen saat ini sudah berubah menjadi lelaki dingin, atau justru menjadi laki-laki pecicilan." gumam Gwen. "Asal jangan jadi lelaki brutal saja!"

"Jangan sampai!" sahut Clarice tergelak kecil.

Hahaha" gelak Gwen. "Kamu tau, Cla?" ucap Gwen tiba-tiba dengan raut wajah yang cerah dan penuh semangat.

"Apa?"

"Bulan depan aku akan mengikuti kompetisi dunia yang di adakan di Brazil!" ucap Gwen dengan senyum bangganya.

"Kompetisi apa?"

"Programming!" jawab Gwen. "It's my dream!" Gwen bertepuk tangan kecil di depan dadanya.

"WOW!" seru Cla menoleh Gwen dengan tatapan kagumnya. "Tim kampus kita lolos mewakili Indonesia?"

"YES!" seru Gwen sangat senang. "Kamu benar! Kami akan berkompetisi di tingkat dunia. Untung skripsi ku sudah aku selesaikan! Tinggal pengajuan, dan semoga lulus dengan baik!"

"Selamat ya, Gwen.... Kamu memang hebat!" Cla memeluk Mahasiswi yang paling dekat dengan nya selama tiga tahun lebih ini.

"Tentu saja!" sahut Gwen terkekeh.

Gwen Arabella, kekasih Naufal sejak kelas XII Senior High School itu kini satu kampus dengan Clarice. Bedanya Gwen mengambil jurusan Teknik Informatika, sedangkan Clarice Psikolog.

Sehingga kini sahabat terdekat Clarice adalah Gwen, bukan Hanna. Karena keduanya nyaris bertemu setiap hari ketika sedang berada di kampus. Meski berbeda kelas, tak membatasi gerak mereka yang di dominasi untuk saling mengisi kehidupan mereka yang terasa sepi.

Jika Gwen tidak ada kekasih karena memang gadis itu dan Naufal menjalani Long Distance Relationship. Maka Clarice justru berjauhan dengan status hubungan yang tidak jelas dan tidak dapat di pamerkan pada siapapun juga.

# # # # # #

Hari kembali berlalu, makan malam di keluarga Kenzo Adhitama sudah tidak lengkap tentunya. Karena adik sambung Clarice yang bernama Galen Adhitama sejak lulus sekolah tahun ini, sudah tidak lagi berada di negeri ini.

Melainkan sang pemuda melanjutkan studi nya di Australia, untuk kemudian tinggal bersama sang Paman, Gilang Adhitama. Dan kini tengah menjalani semester pertamanya dengan sangat baik.

Ya, Galen Adhitama memang cukup pintar, bahkan bisa di katakan cerdas. Sehingga tidak salah jika sang Daddy menggadang-gadang dialah calon CEO di perusahaan miliknya kelak.

Mengenai Tuan Adhitama, atau pendiri Adhitama Group dan istrinya, saat ini mereka telah berusia lanjut tentu saja. Sepasang suami istri itu kini menjalani masa tua hanya dengan di rumah.

Kakek Adhitama kini mulai berjalan menggunakan tongkat. Sedangkan Nenek Nurita, bahkan sudah menggunakan kursi roda, karena penyakit di usia lanjut mulai menyerang sepasang suami istri ini.

Begitu juga dengan Mama Shinta. Mama dari Mommy Calina ini kini sudah terlihat sangat tua. Berjalan dengan sangat lambat, dan pandangan matanya mulai buram.

"Besok pagi, Daddy dan Mommy akan pergi LA." ucap Daddy Kenzo setelah acara makan malam usai. "Kalian di rumah baik-baik, ya?" pesan sang Daddy pada Cla dan Dygta yang kini sudah duduk di bangku kelas X Alexander International School.

"Yes, Daddy!" jawab Dygta.

"Tumben sekali Daddy dan Mommy pergi mendadak?" tanya Cla. "Kalau urusan bisnis juga biasanya Daddy pergi sendiri..."

"Aunty Janne kritis," jawab sang Ibu. "Rasanya sangat tidak pantas jika kami tidak menjenguknya, bukan?" jawab Mommy Calina. "Dia sangat baik pada kalian."

"Aunty Janne kritis?"

"Iya..." sahut Daddy Kenzo mengangguk.

"Memangnya Aunty Janne sakit apa?" tanya Dygta.

"Pinggulnya...." Daddy Kenzo terdiam, rasanya tidak bisa melanjutkan cerita ini pada sang putra bungsu. Beliau hanya berkedip dan menghela nafas kasar.

"Sakit yang di derita Aunty Janne berawal dari menolong Daddy di taman hiburan. Sesungguhnya Aunty Janne sudah membaik, karena di tangani dengan benar oleh dokter spesialis yang Daddy tanggung. Tapi beberapa hari yang lalu Aunty Janne dan suaminya mengalami kecelakaan parah, dan pinggul itu kembali retak kemudian... bermasalah..." lanjut Daddy Ken.

"Yaa Tuhan, kasian sekali Aunty Janne..." lirih Clarice prihatin.

"Ya... begitulah..."

"Daddy, boleh Cla ikut?" tanya Cla menatap lekat pada sang Ayah sambung.

Mendengar nama kota Los Angeles di sebutkan, meskipun Los Angeles dan New York tidaklah bersebelahan, tapi tidak ada salahnya untuk mengunjungi negeri Paman Sam, bukan?

Siapa tau takdir mempertemukan dirinya dengan Arsen. Meski dua kali ia mengunjungi negara itu saat liburan semester tidak pernah mendapatkan mimpinya menjadi nyata. Karena hanya 1 banding 1000 atau bahkan banding 10.000 untuk bisa bertemu dengan seseorang di luar negeri tanpa janjian, juga tanpa tau sedang berada di negara mana.

"No, girl..." jawab Daddy Ken. "Kamu kan masih harus menyempurnakan skripsi dan ujian semester 7."

Menunduk dalam, dan sang gadis hanya bisa mengangguk di kemudian. "Baiklah, Daddy. Salam saja untuk Aunty Janne. Semoga di berikan kesembuhan dan kembali membaik..."

"Ya, Daddy akan sampaikan."

"Kalau liburan semester nanti... Boleh tidak, Cla pergi berlibur dengan Naufal dan Gwen ke Amerika?" tanya Cla.

"Hah!" pekik Dygta. "Kak Cla mau pergi keluar negeri bersama sepasang kekasih?" tanya Dygta. "Mau jadi apa? obat nyamuk?"

Menghela nafas kasar, "Bukan begitu Dygta... Bukan hanya dengan Naufal dan Gwen. Tapi juga dengan teman yang lain. Masalahnya yang di kenal Daddy dan Mommy kan hanya mereka berdua."

"Oh..." Dygta mengangguk paham.

"Berlibur ke luar negeri tanpa orang tua yang mendampingi, apa itu ide yang bagus?" tanya sang Ibu yang memang selalu posesif.

' Sudah ku duga, jika Mommy atau Daddy pasti tidak akan mengizinkan. Sementara kalau Mommy No, sudah pasti tiga orang tua lainnya akan bilang No, juga! '

' Ok, Cla! Jangan mimpi terlalu jauh lagi. Cukup tunggu info dari Naufal saja. Semoga yang di ceritakan orang itu benar-benar Arsen! '

Gumam Clarice dalam hati.

"Cla tidak tau, Mommy... Tapi teman-teman banyak yang berlibur ke luar negeri bersama. Jadi Cla juga ingin." jawab Clarice menutupi keinginannya.

"Urusan teman kamu berlibur bersama teman atau pacarnya keluar negeri, itu adalah urusan mereka dengan orang tua mereka, dan juga kamu masih punya urusan dengan Mommy." jawab Mommy. "Kehidupan di luar negeri terlalu bebas. Mommy tidak suka anak-anak Mommy berlibur sendiri-sendiri tanpa di dampingi oleh Daddy ataupun Mommy."

"Apa bedanya dengan mereka yang berkuliah di luar negeri, seperti Kak Galen?" tanya Dygta. "Bukankah mereka juga akan bergaul dengan orang-orang sana, dan berbaur dengan gaya hidup orang-orang di sana?"

"Untuk itu, Daddy hanya memberi kalian dua pilihan untuk melanjutkan pendidikan. Di Indonesia dengan tetap tinggal bersama Daddy dan Mommy. Atau di Australia dengan mematuhi aturan yang di buat Uncle Gilang." jawab sang Daddy dengan tegas. "Urusan Naufal yang kuliah di luar negeri biar di urus orang tuanya. Yang penting anak-anak Daddy tetap dalam pengawasan Daddy atau Uncle Gilang."

Dygta mengangguk, dan membenarkan apa yang di katakan sang Daddy.

"Kamu ingin berlibur ke Amerika lagi?" tanya Daddy Ken.

"Bukan ingin lagi, Daddy... Tapi Cla hanya ingin berlibur bersama teman-teman keluar negeri. Jadi tidak hanya ke Dufan, Taman Mini, atau mall."

Menarik nafas panjang, sang Ayah sambung cukup pusing memang ketika harus menghadapi anak muda jaman sekarang. Apalagi sebelum ini ia tak punya saudara perempuan. Dna itu membuatnya cukup bingung bagaimana cara menjaga anak perempuan.

"Setelah selesai Sarjana, okay?" ucap Daddy Ken. "Setidaknya usia kau akan segera lebih bertambah..."

Cla berfikir sekilas, kemudian mengangguk setuju.

' Biarlah Naufal dulu yang memastikan benar Arsen atau bukan. Jika sudah benar bertemu, aku akan menyusul setelah selesai kuliah. '

Gumam sang gadis dalam hati, tanpa berfikir jika ia selesai kuliah, Arsen juga selesai. Lantas, apakah Arsen masih di sana kalau memang benar dia Arsenio Wilson?

# # # # # #

Harapan untuk bisa ikut sang Daddy ke Amerika telah kandas, dan pergi bersama Naufal juga sudah tidak mungkin untuk saat ini. Jadi biarlah dia memfokuskan diri untuk menyelesaikan kuliah terlebih dahulu.

Jam kuliah telah usai, Cla berjalan seorang diri, dan kali ini ia hendak menuju kantin kampus.

Kantin di Binus University memang tidak seperti kantin di kampus pada umumnya. Lebih seperti restauran di area food court yang ada di mall. Semua meja tertata rapi, dan semua gerai makanan berbaris dengan rapi dan bersih bak di mall.

Berjalan dengan setengah menunduk, tanpa di sadari saat sampai di tikungan ia menabrak seseorang yang juga hendak berbelok ke arahnya.

Brukk!

Tubuh kecilnya yang tinggi dan ramping, menubruk dada seseorang yang sigap memegangi kedua lengannya supaya tidak jatuh ataupun terjerembab ke arah yang tidak beraturan.

Sadar dirinya menabrak sesuatu, Clarice reflek mundur satu langkah dan menarik lengannya supaya tidak di pegangi orang yang ia yakini sebagai laki-laki. Ia bergerak dengan sangat cepat karena yang di tabrak hanya diam di tempat. Meski begitu apa yang terjadi sangat menarik perhatian Mahasiswi yang ada di sekitarnya.

Karena apa? Memang yang di tabrak hanya satu orang, tapi yang berada di belakang orang itu? Hmmm?

Bagai kawanan bodyguard yang mengamankan bos mereka dengan sangat hati-hati.

"Ops! Sorry!" reflek Cla menunduk tanpa melihat siapa yang di tabrak nya. Kedua tangan pun langsung reflek mengatup di depan dada.

"It's okay! aku juga salah..." ucap seseorang yang di tabrak Clarice.

Clarice sangat tidak asing dengan suara satu ini. Hanya saja ia tidak terbiasa untuk berinteraksi dengan pemilik suara ini.

Menyadari diri tidak lah sepadan, Cla menggeser tubuhnya, dan menempel pada dinding. Seolah meminta untuk orang yang baru saja bertabrakan dengannya melewati dirinya. Alias berjalan lebih dulu.

"Kamu saja yang duluan..." suara itu terdengar di ikuti dengan pemiliknya bergerak minggir.

Dan apa yang di lakukan orang itu membuat banyak gadis yang menyaksikan menutup mulut mereka yang tak percaya dengan apa yang mereka lihat di depan mata.

...🪴 Bersambung ... 🪴...

✍️ Kali ini siapa tabrakan sama Cla, coba? ☺️

Ct. 3 ( Senior! )

Suara tubrukan antara dua badan manusia, menarik perhatian beberapa Mahasiswa yang ada di sekitar mereka meski tidak terlalu keras. Padahal sebelum tubrukan itu terjadi, seseorang yang bertabrakan dengan Cla sudah sangat menarik perhatian orang-orang yang ada di sekitarnya.

Dan mereka di buat terpaku dengan sepasang mata yang nyaris membulat sempurna, ketika orang itu meminta Cla untuk berjalan lebih dulu, dan melewati dirinya.

Sungguh lah sesuatu yang membanggakan ketika bisa mengobrol dengan pemuda yang satu ini. Meski tidak di kenal sombong, sang pemuda cukup sulit untuk di ajak bicara dengan sembarang orang. Ia hanya murah senyum pada orang-orang yang menyapanya.

"Kak Victor saja yang jalan duluan..." jawab Cla masih menunduk. Sangat ragu untuk melihat wajah pemilik nama Victor itu.

"Kenapa begitu?" tanya Victor.

Mendengar pertanyaan itu, Clarice memberanikan dirinya untuk mengangkat kepala. Menoleh ke kanan sedikit, kemudian mendongak ke atas. Melihat wajah tampan rupawan dengan tinggi badan 180 cm itu.

"Ladys first..." ucap Victor.

"Tapi, Kak..." Clarice tidak bisa berucap ketika melihat bibir merah muda nan tipis Victor mengatakan untuk meminta dirinya lebih dulu berjalan dengan di bumbui senyuman yang ramah nan manis.

Cla tau senyuman seperti ini tidak biasa di berikan sang pemuda pada orang-orang yang menyapannya.

"Hemm..." Victor mengangguk pelan dengan menatap wajah cantik Clarice yang terlihat gugup berhadapan dengan dirinya. Dan lagi Victor tidak mengenal gadis ini dengan baik, namun wajah unik sang gadis rupanya membuat ia betah untuk sekedar menatap.

Tak ingin larut dengan ketampanan yang banyak di idolakan Mahasiswi Binus University, akhirnya Cla memilih untuk berlalu dari hadapan Victor. Lagi pula ia tak suka menjadi pusat perhatian banyak Mahasiswa dan Mahasiswi yang sedang ada di sekitar lokasi.

"Permisi, Kak!" pamit Clarice melintasi Mahasiswa pasca sarjana yang menjadi idola kebanyakan Mahasiswi di Binus University.

"Ya..." jawab Victor.

Clarice berjalan meninggalkan Victor yang masih setia melihatnya melintasi tubuh tinggi ideal itu.

Hingga Victor sendiri menatap punggung sang gadis menjauh dan menghilang di antara dinding kampus yang lain.

"Siapa dia?" tanya Victor pada seorang teman yang berdiri di belakangnya.

Namun yang di tanya hanya mengangkat kedua pundaknya sebagai jawaban tidak taunya.

"Setauku dia Mahasiswi semester 7 di fakultas psikologi!" sahut teman Victor yang lain.

"Kenapa aku baru melihatnya?" tanya Victor lagi.

"Hemm... aku sering melihatnya di perpustakaan. Dan dia sering bersama Gwen, Mahasiswi Informatika semester 7!" jawab temannya lagi.

"Gwen siapa?"

"Saat kita masih menjadi panitia BEM dulu."

"Kalau tidak salah... Dia anak pengusaha yang terkenal itu. Tuan Kenzo Adhitama, dari Adhitama Group!" sahut yang lain.

"Oh..." Victor mengangguk paham. "Aku sering mendengar nama itu." gumam Victor menatap kagum pada Clarice yang tak menoleh dirinya lagi setelah melewati dirinya. Sungguh berbeda dengan gadis yang lain.

"Siapa namanya?" tanya nya kemudian.

"Mana aku tau!" jawab temannya mengangkat pundak. "Kamu tanya saja sendiri!"

"Kamu naksir?" sahut yang lain.

"Ah! Apaan!" jawab Victor membuang pandangan dari menatap punggung sang gadis. Menggeleng pelan, menyembunyikan senyum kagumnya.

"Jadi ke ruang Dekan atau tidak?" tanya Mahasiswa yang ada di belakang Victor.

"Ya! Ayo!"

Victor...

Siapa yang tidak mengenalnya?

Mahasiswa siswa pasca sarjana yang mengambil jurusan Informatika di bidang programming itu cukup terkenal di Binus University. 90% Mahasiswa di sana pasti mengenalnya. Atau paling tidak, pasti pernah mendengar namanya.

Selain memiliki wajah yang tampan dan kaya raya, ia juga terkenal sangat pintar di bidangnya. Ia pernah menyabet juara 1 se-Indonesia dalam menciptakan game untuk anak remaja ketika masih duduk di semester 5.

Dan mendapat peringkat dua dunia, ketika mewakili Indonesia berkompetisi di bidang yang sama, kala itu di adakan di Perancis.

Dan hal itu membuat foto sang pemuda idola di pajang di baliho depan kampus untuk mempromosikan prestasi yang di dapat oleh Mahasiswa dari salah satu kampus terbaik di Indonesia.

Di mana saat ini Gwen tengah berjuang di bidang itu. Di mana tim-nya kini juga mendapat kesempatan untuk mewakili Indonesia di bidang programming yang di adakan di Brazil.

Kembali tentang Victor, pemuda bernama lengkap Victor Yaala ini mulai di kenal banyak Mahasiswa ketika ia menduduki posisi sebagai wakil ketua BEM di angkatan Clarice dan Gwen ketika memasuki kampus pertama kali.

Hanya saja Clarice yang kala itu masih sangat shock dengan menjauhnya Arsen dari dirinya, memilih untuk menarik diri dari kegiatan itu.

Sebelum itu, Victor sudah sangat di kenal karena saat pertama kali memasuki kuliah, wajahnya sangat mencuri perhatian siapa saja yang menjadi anggota BEM, maupun kakak tingkat.

Dan kini pemuda keturunan China-Indonesia itu tengah menjalani pendidikan pasca sarjananya. Di mana tahun ini juga akan menjadi tahun kelulusannya untuk mendapat predikat S-2.

Lantas siapa yang bersama Victor?

Mereka adalah sahabat paling setia yang selalu bersama dengan Victor kemanapun pergi. Mereka bagai empat serangkai yang mirip dengan tokoh F4 dalam drama TV lawas yang berasal dari Taiwan, berjudul Meteor Garden. Dan Victor sendiri bagai ketua genk nya, yang mungkin bisa di bilang setara dengan Dao Ming Si.

Hanya saja sifat mereka sangat berbeda tentunya. Victor di kenal sangat ramah, meski tidak suka banyak bicara dengan orang asing.

***

Bertabrakan dengan pemuda yang paling di minati di kampus, tentu membuat Clarice muda merasa salah tingkah. Meski demikian tak membuat sang gadis merasa besar kepala dan melupakan perasaan yang sedang ia jaga begitu saja.

"Kak Victor memang tampan... Tapi bagiku tidak ada yang bisa menandingi ketampanan Arsen yang dulu..." gumamnya ketika sudah duduk di kursi kantin.

Tersenyum kecil. Cla sangat ingat jika ia pernah mendengar salah satu temannya di kelas yang sangat memimpikan untuk bisa bertabrakan secara tidak sengaja dengan Mahasiswa itu.

"Meski sekarang aku tidak tau seperti apa wajah Arsen... Tapi aku yakin dia mungkin semakin tampan, dan wajah kekanakan yang dulu sangat menyebalkan itu pasti sudah hilang..."

Gumamnya tersenyum tidak jelas, membayangkan wajah Arsen yang entah sekarang seperti apa. Padahal ia tengah seorang diri, dan hanya di temani oleh lamunan semata.

# # # # # #

Sementara Clarice tengah membayangkan wajah seseorang yang teramat ia rindukan, di negara sebrang, bahkan di benua sebrang, di salah satu kota yang rata-rata di huni oleh orang-orang kelas atas karena biaya hidup yang mahal, seorang pemuda tengah bergulat dengan tugas yang seolah tidak ada hentinya untuk ia selesaikan.

Jemarinya sangat lincah bergerak di atas keyboard. Sepasang matanya sangat fokus menatap layar yang ada di depannya. Dan pikirannya tentu hanya tertuju pada apa yang terpampang di layar monitor.

[ Anggap saja obrolan dalam sesi ini menggunakan bahasa Inggris ]

"Arsen! Ayo! makan siang!" seseorang menepuk pundak sang pemuda untuk mengajaknya beristirahat.

"Kalian dulu saja! Aku akan menyusul!" jawab pemuda yang cukup di kenal di tempat yang kini ia tengah berada.

"Yakin?"

"Ya!"

"Jangan sampai telat makan!"

"Okay!" jawab Arsen dengan mengangkat ibu jarinya ke udara.

"Duluan ya, Sen!" sapa seseorang yang berjalan di belakangnya.

"Ya!" Arsen mengangguk, meski ia tidak terlalu mengenal siapa yang baru saja menyapanya. Karena sang pemuda tengah berada di ruangan khusus, yang hanya di masuki oleh beberapa Mahasiswa yang baru saja di panggil sejak dua hari yang lalu.

Rupanya pemuda satu ini tidak hanya terkenal di sekolah asalnya di tanah air. Di kampus yang sudah sangat di kenal dunia ini rupanya juga cukup di kenal banyak orang. Meski ia sendiri tidak terlalu mengenal banyak Mahasiswa yang berada satu kampus dengannya.

Menyelesaikan tugasnya dengan cepat, sang pemuda yang dulu di kenal sebagai pembalap itu kini meninggalkan ruangan itu. Berjalan melintasi banyaknya Mahasiswa berambut pirang, Arsen tak melihat kanan dan kiri. Fokusnya hanya tertuju pada lorong yang akan mengantarnya untuk menuju ruang kelasnya.

"Arsen? sudah selesai?" seorang gadis berambut pirang, dengan wajah cantik dan tinggi badan semampai tiba-tiba kini berjalan di sampingnya.

"Sudah..." Arsen mengangguk datar.

"Mau makan siang dengan ku?" tawarnya.

"Aku masih ada tugas yang harus aku selesaikan di kelas. Kamu makan siang sendiri saja, ya? Atau... ajak teman yang biasa sama kamu." usul Arsen hanya menoleh sekilas pada gadis itu.

"Tapi, Sen..." gadis cantik berdarah asli Amerika itu tampak cemberut mendengar jawaban Arsen. "Kapan kamu punya banyak waktu untuk bisa bersantai dengan ku?" tanyanya.

"Kamu kan tau... Tugasku tidak hanya dari satu sisi saja."

"Hemm..." gadis itu mengerucutkan bibirnya. Dan wajah sebal menguar begitu saja.

Tersenyum samar. "Sudahlah, jangan begitu. Kamu pergi dulu. Aku harus segera kembali ke kelas! Bye!" pamit Arsen melangkahkan kakinya dengan jauh lebih cepat dari sebelumnya.

"Arsen..." sapa seorang Mahasiswi berambut pirang kecoklatan yang berpapasan dengannya di koridor.

"Hmm..." jawab Arsen mengangguk datar, dan tidak ada senyum yang muncul dari bibir tipisnya.

Sementara gadis yang di tinggalkan Arsen langsung di datangi oleh dua temannya.

"Cuek sekali dia?" tanya salah satu temannya.

"Entahlah!" jawab sang gadis. "Dia selalu begitu!"

# # # # # #

Satu bulan telah berlalu ...

Keberangkatan Gwen untuk menuju Brazil demi mengikuti kompetisi di dunia programming telah tiba. Sang gadis berangkat bersama ketiga temannya yang berada dalam satu tim, dan juga seorang dosen yang membimbing mereka selama ini.

Mewakili Indonesia beradu di ajang kelas dunia adalah kebanggaan tersendiri untuk siapa saja yang memiliki kesempatan ini. Tidak hanya kampus nya saja yang akan berbangga karena mewakili dari sekian ratus kampus yang mengikuti kompetisi, tapi seluruh mata akan melihat perjuangan mereka.

Dan satu-satunya yang bisa mereka lakukan ialah berdo'a dan berusaha keras memberikan yang terbaik untuk tanah air.

Begitu juga yang di lakukan oleh Gwen dan tim nya yang terdiri dari dua perempuan dan dua laki-laki. Mempersiapkan hasil kerja kerasnya selama ini, dan juga menyiapkan presentasi terbaik demi menarik perhatian juri.

Waktu sudah menjelang sore hari, ketika semua rombongan sampai di Rio de Janeiro, Brazil. Dan tempat pertama yang mereka kunjungi tentu saja tempat yang akan menjadi lokasi menginap selama mereka berada di Rio, kurang lebih selama tiga malam lamanya.

Dan Hotel Grand Hyatt Rio de Janeiro menjadi tempat menginap yang di pilih oleh pemerintahan Indonesia untuk para Mahasiswa kebanggaan negeri.

Bukan hanya pemerintahan Indonesia yang memilih hotel satu ini. Tapi juga negara yang lain.

Sementara ketika malam gelap tiba, pesawat yang berasal dari salah satu tim peserta juga telah mendarat, dan menuju hotel yang sama dengan yang di tempati oleh Gwen dan tim nya.

...🪴 Bersambung ... 🪴...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!