Raka seorang Wiguna yang merupakan sosok tegas dan disegani oleh semua orang. Pemilik dari perusahaan transportasi terbesar di seluruh dunia. Tidak hanya memiliki perusahaan bidang transfortasi saja, dia juga punya perusahaan lain seperti perusahaan jasa investasi yang sudah berinvestasi di mana-mana.
Tak hanya prestasinya saja, visual Raka yang begitu tampan membuatnya semakin dikenal di mana-mana, terlebih dikalangan kaum hawa. Banyak wanita yang rela menyerahkan diri dengan cuma-cuma hanya untuk bisa memiliki seorang Raka Wiguna walaupun sesaat. Namun seorang Raka tak tersentuh, mau secantik apapun wanita yang menggodanya Raka tetap tak bergeming.
Raka yang begitu sempurna dalam pekerjaannya ternyata dia memiliki satu kekurangan, dibalik kesempurnaannya dalam berbisnis, dia memiliki penyakit psikis yang membuat dirinya terpaksa meninggalkan perusahaan.
Trauma itu ada karena dia sangat terluka atas kematian sang kekasih yang bunuh diri. Dia begitu terpukul saat ditinggalkan sosok yang sangat disayangi. Akibat kesedihan yang mendalam dia jadi memiliki trauma.
Karena rasa traumanya itu dia terpaksa Raka harus pindah ke desa kecil pinggiran ibu kota. Dia harus kehilangan pekerjaannya, kekuasaannya, dan juga kekayaan yang dia miliki.
Namun siapa sangka saat pindah ke desa kecil dia bertemu kembali dengan bibi yang dulu menjadi pengasuhnya. Bibi yang sangat dia rindukan dan bibi yang sangat dia harapkan kehadirannya, juga jangan lupakan gadis kecil anak perempuan bibi Tika. Gadis kecil yang berubah menjadi macan betina.
Bagaimana jadinya jika Raka kembali bertemu dengan orang-orang dimasa lalunya? Akankah Raka berhasil sembuh dari rasa trauma itu? Atau justru semakin terjebak kedalamnya?
.
.
Di dunia lain, dunia yang Nala huni itu tampak adem ayem saja sebelum akhirnya orang yang paling Nala benci itu tiba-tiba muncul dan tinggal di rumah sebelahnya.
Orang itu adalah Raka, sosok yang menyebalkan dengan wajah datar. Di mata Nala, Raka itu sosok yang harus dia jahati. Mengingat bagaimana kejamnya Raka padanya di masa lalu membuat Nala ingin membalas dendam untuk luka di masa lalu. Aksi-aksi balas dendam Nala perankan setiap harinya.
Namun bukannya dendam yang terbalaskan dia malah terjebak lebih dalam dengan pria itu. Dalam satu malam dia menjadi istri pria itu. Pernikahan yang tak pernah ia bayangi sebelumnya terjadi begitu saja.
"Kita akan menikah." Cetus Raka dengan wajah datarnya.
"Apa maksudmu? Pernikahan adalah permainan bagimu?! Aku tidak setuju." Tolak Nala mentah-mentah.
"Kau tidak dengar yang pak lurah katakan tadi? Kita tidak berhak menolak, jadi jangan buang tenagamu dengan penolakan yang tidak berguna."
"Tapi tuan muda kita tidak bisa menikah."
"Kenpa tidak bisa? Kita bukan orang asing, bahkan aku sudah mengenalmu saat kau baru lahir."
"Sudah kau terima saja, aku pria yang sempurna untuk kau jadikan suami. Kau tidak akan rugi apapun, yang ada aku yang rugi karena punya calon sepertimu." Imbuhnya lagi.
"Kenapa juga kau yang rugi punya calon sepertiku? Memang aku kenapa?"
"Kau tepos, nanti aku tidak akan puas."
Seperti itulah perdebatan mereka yang berakhir dengan pernikahan RT mereka.
Bagaimana kehidupan Nala ketika sudah menikah dengan tetangganya sendiri? Akankah Nala tetap balas dendam setelah menikah? Lalu bagaimana pernikahan mereka yang dadakan itu?
...----------------...
Holla teman-teman ini karya baru aku.
Aku masih belajar dalam hal menulis, jadi aku membutuhkan masukan dan kritikan dari kaliann.
Aku akan sangat berterima kasih jika kalian bersedia mengkoreksi yang salah dikaryaku ini.
Selamat membaca. Enjoy...
Nala dan Tika sedang menonton orang-orang yang sibuk menurunkan barang-barangnya dari mobil pikap.
Nala sibuk menghitung jumlah kardus yang ada di mobil sedangkan Tika sedang mencari pemilik rumah baru itu yang belum memunculkan batang hidungnya.
"Mereka membawa sedikit barang, apakah ia belum menikah atau belum punya anak? Menurut ibu yang pindah ke sebelah kita itu bujangan atau gadis?"
"Bujang." Tika menjawab tanpa mengalihkan pandangannya.
"Kok ibu yakin banget jawabnya."
"Sebelumnya ia pernah datang ke sini dan menanyakan tentang rumah itu."
Nala mengangguk-anggukan kepalanya dengan bibir yang membentuk huruf o.
"Pria itu bagaimana? Ia tidak aneh kan? Mengingat orang yang pindah ke rumah itu orangnya pada aneh-aneh."
Terakhir kali ada yang pindah ke sana anak indigo dan sering kesurupan membuat Nala, Tika dan warga sekitar merasa takut berada dekat dengan anak itu.
"Dia tampan. Kau pasti akan suka." Tika senyum-senyum sendiri membayangkan wajah tampan Raka, sudah lama sekali ia tidak bertemu dengan bocah yang sering nangis itu.
Nala menatap ngeri ke arah ibunya, "kenapa aku yang suka? Bukankah ibu yang suka pria tampan?" sindir Nala, ia heran siapa yang gadis siapa yang janda di sini?
"Kau tidak suka? Sepertinya kau tidak normal."
"Bagiku yang tampan itu hanya ayah." Binar mata Nala meredup setelah mengatakan itu, ada perasaan rindu yang tersimpan di bola mata itu.
Mendengar itu, Tika jadi ikut sedih. "Ish ayahmu itu the one and only, tapi yang seperti ayah pasti ada meski tidak banyak. Kau hanya perlu menunggunya dengan sabar, karena takdir seorang wanita itu dikejar."
Tika juga sebenarnya sangat merindukan almarhum suaminya itu tetapi ia tidak berani mengungkapkan semua itu, terlebih dihadapan Nala putrinya. Jika ia juga sedih maka siapa yang akan menguatkan putrinya itu? Itulah mengapa ia seolah bersikap baik-baik saja.
"Dia pemilik rumahnya?" Tanya Nala ketika seorang pria jangkung yang keluar dari rumah itu, alisnya mengerut ketika pria itu tersenyum ke arahnya. Seolah pria itu sangat senang bertemu dengannya, ralat bertemu dengan ibu sepertinya.
Pria itu, atau kita sapa saja Raysa namanya menghampiri Nala dan Tika.
"Kemarin aku terlalu sibuk untuk sekedar menanyakan kabarmu Bibi, maaf." Ujar pria itu memeluk Tika.
Tika balas memeluk Raysa, mengusap lembut punggung kekar pria itu. "Tidak apa-apa. Aku tahu kau sibuk sekali." Sahut Tika begitu pelukan mereka terlepas.
"Oh iya, selama ini aku dan Raka mencarimu ke mana-mana, tapi kami tidak menemukanmu."
"Kami tinggal di desa kecil dulu sebelum ayah Nala meninggal, 3 bulan setelah dia meninggalkan kami, aku dan Nala juga pindah meninggalkan ia. Lalu kami tinggal di sini." Jelas Tika.
Raysa jadi merasa bersalah, ia tidak mengetahui jika paman Gion sudah pulang ke rumah Tuhan. Pantas saja ia tidak melihatnya.
"Maafkan aku Bibi, aku tidak tahu jika paman Gion sudah meni-"
"Sudah tidak apa-apa. Meninggalnya juga sudah lama. Kau tidak perlu khawatir, kami sudah baik-baik saja. Kami sudah mau jalan 2 tahun tinggal di sini." Tika tersenyum meyakinkan Raysa agar ia tidak merasa bersalah.
Raysa menganguk-anggukkan kepalanya, pantas saja ia mencari kesemua penjuru Jakarta tidak ketemu ternyata bibi Tika pindahnya ke desa kecil. Mau sampai ke bawah tanah juga tidak akan ketemu.
"Oh ya, Raka mana?" Tika belum melihat Raka. Ia tahu jika Rakalah yang akan tinggal di rumah sebelahnya, namun pria itu tidak memunculkan batang hidungnya sejak tadi.
"Dia sedang bersemedi di gua temuannya." Jawab Raysa ngawur.
Tika mendelik mendapat jawaban yang ngawur itu, "bersemedi dengan tempat tidur maksudmu?" Tika terkekeh begitu juga dengan Raysa.
"Dia sedang menata tempat tidurnya, untuk tempat tidur ia sangatlah rewel." Keluhnya.
"Dia memang rewel pada semua hal." Cetus Tika membuat keduanya tertawa.
Nala yang menyaksikan semua itu hanya menatap datar dengan segala pertanyaan yang bersemayam diotaknya, seperti siapa pria ini? Kenapa begitu akrab dengan ibunya? Dan juga Pria itu mengenal ayahnya juga? Siapa Raka?
Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang sedang menyerang otaknya. "Ibu siapa dia?" Tanya Nala yang akhirnya mengeluar pertanyaan yang ada diotaknya.
Keduanya menoleh. Tika menepuk dahinya, ia lupa memperkenalkan Nala, putri semata wayangnya pasti bingung dengan interaksi antara dirinya dan Raysa.
Raysa tersenyum pada Nala, bukan senyum ramah yang ia tampilkan tetapi senyuman yang menggoda, mungkin wanita lain akan tergoda dengan senyuman itu namun beda lagi dengan wanita spesies Nala.
Ia justru menampilkan wajah jutek, ia mendengkus kesal membuat Raysa melenyapkan senyuman itu. Sia*an ia ditolak.
"Raysa, ini anak gadis bibi yang dulu sering kalian jaili hingga nangis kejer, kau masih ingat?" Tika mengenalkan Nala pada Raysa.
Raysa tersenyum lagi, kali ini tersenyum ramah dan disertai dengan tawa kecil. "Ingat dong, dulu gigimu ompong tengahnya apa sekarang sudah tumbuh?"
Nala hendak membalas perkataan Raysa, namun suaranya ia telan kembali ketika seorang pria yang tak kalah tampan menghampirinya dengan wajah yang kusut.
"Kenapa lama sekali?! Mana bantalku? Aku tidak akan bisa tidur tanpa itu?!" Hardiknya mentap tajam pada Raysa, ia belum menyadari sekitarnya.
"Raka ini-" ucapan Raysa terpotong.
"Siapa mereka?" tanya Raka yang membuat Raysa menatapnya heran.
Raka amnesia? Baru ditinggal sebentar saja Raka sudah amnesia, bagaimana nanti setelah ia kembali ke rumahnya yang jaraknya lumayan jauh dari sini?
"Mereka itu, maksudku dia bibi Tika, kau lupa, heh? Dan ini putrinya, kau juga pasti tidak bisa mengenalnya bukan? Jika gadis yang dulu suka ngompol dan giginya ompong itu berubah menjadi gadis yang-"
"Aku lupa. Mana bantalku?"
Lagi-lagi Raka memotong ucapan Raysa, membuat pria itu menghela napas. Raka dengan gengsi si*lan nya itu. Heuh memuakkan. Raysa tahu jika Raka itu pura-pura lupa, padahal Raka sedang menahan mati-matian keinginan untuk memeluk Bibi Tika. Bibi Tika kan kesayangan Raka.
"Raka..." Tika hendak meraih wajah Raka namun pria itu memalingkan wajahnya membuat kedua tangan Tika melayang diudara.
Tika menatap sendu pada Raka yang tidak mau menatapnya, ini yang dia takutkan. "Jangan sembarang menyentuhku dengan tangan kotormu itu." Desis Raka tanpa menatap Tika.
Nala melotot tak terima ibunya dihina seperti itu, si*lan Raka dia memang selalu angkuh. Ya Nala mengenal kedua pria itu, pria yang suka membullynya dulu. Mana mungkin dia lupa dengan hal itu. Kali ini dia tidak akan diam saja direndahkan seperti itu. Dia harus memberi pelajaran pada pria angkuh ini. Nala sudah bersiap untuk bertindak namun Raka sudah lebih dulu diseret oleh Raysa.
"Kita perlu bicara." Raysa menyeret kerar baju belakang Raka, dia seperti kucing yang diseret induknya.
"Bibi nanti kita bicara lagi, ya. Aku mau memberi petuah dulu pada anak gengsian ini." Raysa terus menyeret tubuh Raka dengn sekuat tenapa karena pria itu memberontak.
"Mereka itu angkuh sekali. Orang kaya memang suka begitu." Gerutu Nala.
Tika menoleh pada Nala, "jangan membelanya ibu." Cetus Nala, dia yakin jika ibunya akan membela mereka seperti yang sudah-sudah.
"Sudahlah kita masuk."
Raka dan Raysa diundang makam malam di rumah bibi Tika. Sebenarnya Raysa sedikit canggung bertemu dengan Tika setelah perlakuan Raka yang tidak sopan pada sore tadi. Namun si pelakunya anteng-antang saja, dengan wajah yang datar dia menunggu bibi Tika dan anaknya yang sedang menghidangkan makanan.
Ingin sekali Raysa meraup kasar wajah tanpa dosa Raka yang sangat menyebalkan dimatanya. Raysa melirik takut pada Nala yang terlihat tak bersahabat itu. Dulu ia gadis yang lugu, namun lihat sekarang wajahnya sangat menyeramkan, belum lagi mulut tajamnya yang mempu menggoreskan luka terdalam. Raysa sang penakluk wanita pun menyerah menghadapi Nala.
"Kami hanya bisa menghidangkan makanan sederhana seperti ini. Semoga kalian bisa menikmatinya." Bibi Tika tersenyum sungkan, dia takut mereka tidak bisa makan makanan yang sederhana, seperti ikan goreng, ayam goreng, tahu-tempe, tumis kangkung, dan juga sambal.
Raysa yang mengerti itu, tersenyum. "Tidak apa-apa bibi. Aku dan juga Raka sering makan makanan lokal, dan kami juga menyukai tumis kangkung ini, yakan Raka?" Raysa menyikut tubuh Raka meminta bantuan pria itu untuk meyakinkan bibi Tika.
"Kalo gak mau makan kalian bisa pergi aja, makanan seperti ini tidak layak untuk di makan oleh konglomengrat seperti kalian, kan?" Serobot Nala, berkata ketus membuat Tika tak enak.
"Aku tidak pernah makan ini, tetapi aku akan coba." Raka mengabaikan ketusan dari Nala, dia hendak mengambil tumis kangkung namun piring itu dijauhkan dari jangkauannya oleh Nala.
"Tidak perlu mencobanya nanti kau sakit perut." Ucapnya setelah manjauhkan piring yang berisi tumis kangkung dari jangkauan Raka.
Raka mengigit bibir bawahnya, dia tersenyum paksa. "Benar, kalau begitu aku akan mencoba daging ayam ini." Dia hendak mengambil satu potong daging ayam, namun belum sempat tangannya mengambil sendok, sendok itu lebih dulu menjauh darinya. Itu perbuatan Nala juga.
Raka menatap Nala dengan penuh tanya, "makanan ini khusus untuk rakyat jelata, kau yang memiliki tubuh yang suci harus memakan daging yang berkualitas."
"Makan ini saja." Nala menyodorkan sepiring ikan goreng pada Raka.
Raka dibuat cengo oleh Nala, maksudnya dia harus memakan ikan kurus ini? Hahh yang benar saja, seumur hidup dia tidak pernah makan ini. Dia seorang Wiguna yang sangat disegani dan dihormati, sekarang dengan tak sopannya gadis songong itu menyuruhnya memakan ikan tak bergizi ini, lebih baik dia tidak makan sekalian.
Raka menyandarkan punggungnya di sandaran kursi, dia mengembuskan napas dengan kasar.
"Tidak mau? Kalau begitu pulanglah, suruh antek-antekmu mengihadangkan makanan yang mewah dan bergizi. Pasti dirimu memiliki banyak koki yang berpendidikan, bukan tangan kotor ini yang memasak." Nala menekankan tangan kotor dari kalimat yang terucap olehnya. Dia mengangkat tangan Tika ke atas yang langsung ditepis oleh si empu.
Ah rupanya gadis ini masih dendam atas kejadian tadi sore. Sungguh dia tidak bermaksud berkata kasar seperti itu pada bibi Tika, namun karena pertemuannya dengan bibi Tika terlalu mendadak membuat dia jadi tidak tahu harus bersikap seperti apa. Bodoh memang si Raka ini.
"Baiklah aku akan per..." Raka tidak lagi melanjutkan perkataannya ketika netra matanya tidak sengaja raut sedih campur kesal yang terpajang di wajah bibi Tika. Mungkin bi Tika kesal pada anaknya dan juga sedih padanya karena kejadian sore tadi.
Arghh Raka jadi semakin merasa bersalah, "aku tidak akan pergi. Kita sudah menunggu lama untuk makan lalu kau menyuruh kita untuk pergi tanpa memakan apapun? Sungguh tega sekali, yakan Ray?" tanya Raka menyeret Raysa kedalam perdebatannya.
Raysa yang sedang asik berbalas pesan dengan para pacar tak menghiraukan Raka, dia asik senyum-senyum sendiri sambil menatap layar posel yang menyala. Raka yang melihat itu kesal sendiri, Raysa dan para wanita si*lan itu.
"Lihat temanmu, dia sangat mencerminkan sekali orang-orang yang kaya miskin adab." Ujar Nala pedas.
Perkataanya itu membuat Raysa mendongak, "kau berbicara padaku?" Tanya Raysa menunjuk dirinya sendiri.
"Sudah-sudah. Kalau kalian berdebat terus kapan aku makannya? Tidak bisakah kalian membiar wanita tua sepertiku makan dengan tenang?" cetus Tika. Sudah cukup dia diam saja menyimak perdebatan bodoh itu. Dia sangat lapar.
"Kau Nala, diam." Serobot Tika ketika melihat Nala yang hendak membuka suara.
Raka tersenyum kemenangan, dia merasa menang kali ini. Melihat Nala yang mengantupkan bibirnya. Dia tersenyum miring pada Nala yang dibalas delikan tajam oleh gadis itu.
Awas saja kau! Seperti itulah mata Nala berkata.
.
.
Raka dan Raysa terpaksa hanya makan ikan kurus dan sedikit nasi, mungkin hanya 2 huap nasi saja karena Nala keburu ngambil alih centong nasi itu. Kejam sekali.
Raka melirik piring ayam goreng, dia ingin sekali makan itu. Dengan terpaksa dia mengambil satu ekor ikan kurus itu, lalu mencicipnya sedikit. Lumayanlah masih bisa ia makan. Pikirnya.
Raka mengambil satu ekor lagi setelah menghabiskan satu ekor padahal nasinya udah abis, ternyata Raka menyukainya. Nala melihat itu tersenyum miring.
"Kau menikmatinya." Sindir Nala pada Raka.
Raka menanggapi sindiran dari Nala hanya dengan menaikkan alisnya sebelah, "mau bagaimana lagi? Tuan rumah hanya membeTikanku ikan ini, aku hanya memanfaatkan apa yang dikasih saja."
Nala berdecih, "yayaya silahkan makan yang banyak ikan lelenya."
"Ini enak, jadi namanya ikan lele." Timpal Raysa, piringnya sudah di penuhi dengan tulang ikan. Raysa makan dengan rakus membuat Nala geleng kepala dan Raka malu melihatnya.
"Iya ikan lele ini langsung di tangkap dari sungai. Makanya enak. Makan yang banyak Aden ini bagus buat kesehatan." Ucap Tika ikut bersuara.
Raka menoleh, "sungai? Sungai apa?"
"Ya sungai, kumpulan air mengalir." Nala menjawab asal. Lagian pertanyaan Raka itu aneh sekali, masa dia tidak tahu sungai.
"Maksudku sungai yang suka di penuhi sampah itu?"
"Itu sungai yang ada di Jakarta, sungai di sini beda bersih dan juga sangat terjaga. Apart desa ini sangat ketat membuat paa warganya di siplin." Jelas Tika.
Raka nampak tak puas dengan jawaban dari Tika, mau sebersih apapun sungai itu tetap saja tempat pembuangan. Raka meletakkan kembali ikan itu, dia tidak jadi memakannya.
"Kenapa?" Tanya Raysa.
"Ngga, aku sudah selesai makannya. Kau masih lama?"
"Ngga, aku udah kenyang." Meneguk air putih yang ada di sampinya hingga tandas.
Raka mengangguk, "kami sudah selesai bibi. Terima kasih makanannya kami sangat menikmati dan juga maaf atas perlakuanku yang kasar tadi sore aku tidak bermaksud begitu."
Bibi Tika tersenyum, "tidak apa-apa bibi tahu kau bukan orang yang seperti itu. Mari bibi antar ke depan."
Mereka bangkit berdiri kecuali Nala yang masih sibuk dengan makanannya lantas tatapan mereka beralih pada Nala, "apa? Aku masih mau makan." Ujarnya dengan mulut yang penuh.
Tika menghela napas kasar, "terserah kau sajalah. Mari Aden."
Mereka berjalan keluar meninggalkan Nala seorang diri di dapur.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!