NovelToon NovelToon

Setulus CINTA IsyaNa

Iqlima Isyana Ibrahim

"Jangan melamun, Na.... " Sapaan Syifa yang membuyarkan lamunan Isyana yang sejak tadi memandangi rintik hujan yang menyambut indahnya pagi. Ya, Iqlima Isyana Ibrahim. Seorang wanita cantik, mandiri, manis, dan tentunya masih muda yang harus menelan pil pahit kala Fatir menjatuhkan talak kepadanya tiga bulan yang lalu.

Al-Fatir Abraham. Lelaki tampan yang mempersunting Isyana setahun yang lalu. Setahun lalu yang mengubah status isyana SAH menjadi seorang istri Fatir. Namun tak disangka disaat Isyana merasa sangat bahagia mendalami peran sebagai seorang istri , ia harus mendengar kabar buruk dari Fatir. Ya, TALAK.

Dengan alasan yang tidak cukup logis sebenarnya. Ya, tidak logis bagi Isyana Ibrahim. Bagaimana bisa suami yang ia kenal sangat penyayang justru menCERAIkannya hanya karena ia sudah meninggalkan sang istri setahun lamanya. Berdalih jika ia khawatir tidak bisa menunggu kepulangannya kembali. Padahal Isyana akan menunggu kedatangan Fatir sampai kapanpun.

"Carilah kebahagiaanmu Iqlima Isyana...."

Kata-kata Fatir yang selalu terngiang di pikiran Isyana. Disaat ia sedang mengandung hasil buah cinta mereka, ia harus menerima kenyataan . Garis takdir yang sudah Tuhan gariskan untuknya. Kini.. Kebahagiaannya hilang sudah. Terlebih mengingat calon buah hatinya yang nantinya akan lahir tanpa sosok ayah yang menyambutnya.

"Ikhlaskan sayang.... Tuhan punya rencana yg jauh lebih indah untukmu". Bulir bening yang sedari tadi terbendung akhirnya tumpah didalam pelukan sang Ibunda... Syifaul Hana.

" Kuatkan Hatiku Tuhan..... Lirih Ana dalam tangisnya.

" Jangan Buat air matamu kering hanya karna dia sayang..

Masuk yuk, Papa dan yang lain udah nunggu di meja makan" Syifa mengusap air mata anak sulungnya.

. . .

. . .

. . .

"Jadi gimana Na ? Mau ikut Papa ke kantor ?

" Ana pikir-pikir dulu ya Pah... Lirih Isyana namun suaranya masih terdengar jelas oleh Malik Ibrahim

" Jangan kelamaan mikir Kak, nanti aku embat loh... " timpal Lily yang sibuk dengan Handphonenya

" Nggak bakalan.. Kamu sama sekali nggak tertarik dengan perusahaaan Gadis Desainer"

" Siapa bilang... Lilymau-mau aja kalau Papa nawarin. Masalahnya Papa nggak pernah nawarin adikmu ini" Sahut Lily yang semakin nyerocos..

" Kamu mau jadiin Butik juga perusahaan Papa, Emm ? Sergah Malik membalasnya.

" Iya doong.... Biar usaha Lily makin besar dan berkembang. Papa juga nanti yang bangga.

" Ck, percaya diri sekali akan berkembang. Kalau bangkrut bagaimana ? Paling minta tolong Papa lagi endingnya" Sambung Brian yang sedari tadi ada namun seperti tak dianggap ada.

" Iiih anak kecil ikut nyahut... Sekolah dulu sana yang bener" Tak lupa kalakuan jahil Lily yang selalu mengacak-acak rambut Brian seperti biasa.

" Arrkhhh... Kak Lily apaan sih. Kebiasaan deh. orang udah rapi gini juga. Kan rusak tataannya"

"Sudah sudah.... Dimeja makan nggak boleh ribut. Habiskan makanan kalian, jangan ada yang tersisa" Suara merdu syifa yang selalu menjadi penengah di dalam keluarganya.

.... Lily yang sedari tadi bingung mencari keberadaan heels-nya yang tak ada di rak sepatu. Hingga Malik, Syifa dan Isyana pun ikut membantu Lily. "Aiisshh... Kelakuan si bocah tengil nih pasti. Awas aja kau Brian. Tunggu pembalasanku " Amarah Lily makin memuncak kala mendapatkan Heelsnya berada di kolam ikan depan halaman rumahnya. Terpaksa ia harus menunda kepergiannya karna ia harus mencuci Heelsnya terlebih dahulu yang sudah bau amis.

"Aku berangkat mah... Lily meraih tasnya dan mencium punggung tangan Syifa.

" Hati hati... Jangan terlalu lelah ya sayang. Jaga kesehatan "

" Iya mah..." Ucap Lily dengan senyuman manisnya. "Kak, aku jalan yah.. Jaga Mamah & Dede bayi... Teriakan Lily memenuhi ruang tamu.. Assalamu'alaikum"

"Emm... Wa'alaikumussalam" Jawab Syifa dan Ana bersamaan.

...*To be Continue*...

Tetangga Julid

Sperti biasa... Rumah akan kembali sepi setelah keberangkatan Malik, disusul Brian dan juga Lily. Kini hanya tertinggal Syifa dan Isyana. Ya, Isyana yang selalu menemani Syifa mengerjakan pekerjaan rumah. Namun, aktifitas Isyana harus terbatas, terlebih saat ini usia kehamilannya sudah memasuki minggu ke 28. Tepatnya 7 bulan. Dirinya yang tidak boleh beraktifitas membuatnya bosan dengan kegiatannya yang monoton hanya menyiram tanaman di teras depan saja.

Hingga omongan beberapa tetangga membuat hatinya sakit, kembali mengingat akan nasibnya yang menyedihkan.

"Kasian yah anaknya bunda Syifa" ucap tetangga hijau memulai gosipnya

"Anaknya yang manah ? " timpal tetangga biru dengan suara manjanya

"Itulohh... Yg sulung "

"Oooh.... Yang ditinggal suaminya itu yah...."

"He'eh... Kasian banget ya. Lagi hamil gitu suaminya nggak balik balik" suara tetangga semakin memenuhi rongga telinga isyana. "Astaghfirullah.... Batin Isyana sambil memejamkan matanya." Isyana segera berlalu masuk ke kamarnya. Menenangkan hati dan pikirannya yang kembali mengingat masa-masa indah bersama Fatir walaupun hanya beberapa bulan saja. Namun kenangan itu masih berbekas di hati Isyana.

"Apa salahku Mas... Hiks hiks hiks" Tangis Isyana pun tak bisa tertahan lagi. "Aku harus kuat. Demi kamu sayang... Bantu bunda yah biar nggak cengeng lagi" Isyana mengusap perutnya yang kian membesar.

. . .

. . .

. . .

"Mah... Ana mau kebutik Lily yah. Bosen dirumah" Isyana menghampiri Syifa yang tengah memasak untuk makan siang .

"Pulangnya jangan kesorean ya sayang.... " Syifa mengelus perut isyana dengan penuh kasih sayang "Jaga bunda ya Nak.. Jangan nyusahin bunda" ucap Syifa dengan lirih.

Isyana tersenyum simpul mendengar sapaan sang mama untuk calon baby mungilnya. Tak lupa isyana mencium punggung tangan Syifa dan mengucapkan salam.

Sesampainya di butik Lily, Isyana membayar taxi yang ia tumpangi.

"Eeeh... Kak Ana, Sendiri ?" Lily menyambut Isyana dengan sedikit kebingungan

"Emm... Bosen dirumah. Tenang aku naik taxi kok, aman..." Sergah Isyana yang menangkap gelagak Lily yang kebingungan sendiri.

"Syukurlah... Kirain naik ojol" Yang langsung menggandeng tangan Isyana

"Aku bukan anak kecil Lily" Isyana berusaha melepaskan tangan Lily yang merangkulnya dengan erat

"Kan disini ada anak kecilnya..." sambung Lily sambil mengelus perut kakaknya. "Ooh tepatnya Baby" senyum Lily semakin mengembang

'Emm.... ' Jawab Isyana singkat karena hari ini dirinya malas berdebat

'Kak Ana mau makan apa ? Udah siang nih , bentar lagi Dzhuhur' tawar Lily yang sibuk bergelut dengan komputernya

"Nanti aja lepas sholat kakak beli sendiri"

"Jangan doong.... Kita makan sama-sama . Di depan butik ada cafe baru buka. Tepatnya seminggu yang lalu sih" Sambung Lily sambil merapikan meja kerjanya.

"Hm... Boleh deh"

Adzan berkumandang menandakan waktu telah memasuki waktu Dzuhur. Isyana segera bangkit dari tampatnya dan beranjak menuju Masjid diseberang jalan yang tidak jauh dari butik Lily. Disusul Lily yang dengan cepat merangkul Isyana. Ya, tinggi Lily sebenarnya tidak berbeda jauh dengan kakanya,Isyana. Hanya berbeda 5cm saja dari Isyana. Walaupun memang Lily lah pemenangnya.

"Risih Ly...." Isyana melepas tangan Lily yang terasa aneh di tengkuknya.

"Biar kakak nggak jatuh kalau jalan. Jalanannya rame tau... Ya kan baby ?" ucap Lily membela diri. Tak lupa tangannya kembali naik merangkul Isyana

"Yang ada beneran jatuh aku nantinya..." Isyana menyingkirkan kembali tangan besar milik Lily "Tangan kamu berat Ly. Gendutan ya..."

"Iiih.. Ini gemoy kakak, bukan gendut" bibir Lily refleks maju mendengar Isyana menyebutnya gendut

"Makanya sekali kali olahraga. Jangan ngemil terus" isyana mencubit manja pipi Lily yang terlihat seperti bakpau. Lily yang kaget pipinya di tarik Isyana langsung loncat kegirangan sambil memeluk Isyana hingga Isyana merasakan sesak di perutnya.

"Lebay deh.... Lepas ah. Sesak tau kamu peluk gitu"

Lily melepaskan pelukannya tepat didepan Masjid Megah berwarna Hijau kini. Selepas ibadah mereka pun menuju Cafe yang paking dekat dengan butiknya.

. . .

. . .

. . .

"Caramel dingin dua, Nasi goreng seafood dua "

Setelah memesan makanan, Lily menghampiri Isyana yang terlihat melamun memandangi jendela kaca bening di sampingnya.

"Move on dong kak... Demi baby"

"Emm" Isyana membalas dengan senyuman "kamu kapan nikah Ly ?" pertanyaan Isyana membuat Lily memandang lekat manik indah milik Isyana

"Aku hanya bertanya. Jangan menatapku seperti itu Ly" Isyana mengalihkan pandangan kala waiters mengantarkan makanan mereka.

Bukan Lily tak ingin menikah, Namun melihat nasib Kakak sulungnya membuat dia enggan memikirkan jodoh.

"Sampai Kakakku yang lembut ini menemukan lelaki yang tepat yg bisa menjaganya dan menua bersama" Jawaban Lily akhirnya terbuka membuat Isyana hanya tersenyum penuh arti mendengarnya.

"Kakak ke toilet dulu ya. Tunggu disini" titah isyana sebelum mereka akan beranjak pulang.

. . .

Brugh.....

'Astagfirullah.... kepala Isyana rasanya sedikit pusing yang tiba tiba menabrak sesuatu yg agak keras di depannya. Keluar dari toilet tanpa melihat kedepan karna sedari tadi Handphonenya berdering tanda ada panggilan masuk. Isyana segera memundurkan jarak langkahnya dengan Handphone yang sudah dalam genggamannya.

"Maaf...." Satu kata yang lolos dari bibir ranum Isyana tanpa melihat siapa yang ada dihadapannya saat ini. Isyana hanya menatap sepatu hitam yg cukup menyilaukan matanya dibawah sana.

...*To be Continue*...

Sepatu Hitam

"Maaf...." Satu kata yang lolos dari bibir ranum Isyana tanpa melihat siapa yang ada dihadapannya saat ini. Isyana hanya menatap sepatu hitam yg cukup menyilaukan matanya dibawah sana.

"Nona tidak apa apa ?" sapa pemilik sepatu hitam tadi dengan sedikit bergeser memberikan ruang untuk wanita yang ia temui.

"Assalamu'alaikum, Mah... " Isyana berlalu meninggalkan pemilik sepatu hitam itu tanpa melihatnya sedetikpun karena harus menjawab call sang mama. "iya... Bentar lagi balik mah. Nanti barengan sama Lily" Tegas Isyana agar Syifa tidak mengkhawatirkannya. Isyana mengakhiri telefon setelah meyakinkan mamanya, Syifa.

"Siapa, kak ? Mama, yah..."

"Iya. Nanyain kapan pulang" Isyana dan Lily melangkahkan kakinya meninggalkan cafe. Dibelakang mereka terdengar suara langkah kaki yang sedikit di percepat dengan memanggil mereka dengan sebutan nona. Namun, Isyana dan Lily merasa tidak ada yang mengenali mereka disekitaran sini jadi tidak menoleh sedikitpun. Hingga panggilan itu membuat Isyana menghentikan langkah kakinya.

Hai... Nona... Tolong berhenti...

Nooonaa.... Nona,Green....!

Suaranya semakin terdengar jelas ditelinga Isyana yang merasa terpanggil karena ia sendiri tengah memakai hijab berwarna hijau sage.

"Maaf.... Anda memanggil saya ?" Tanya Isyana kepada lelaki yang tengah berjalan menuju kearahnya

"Maaf... Dompet Nona terjatuh di dekat pintu toilet" Lelaki pemilik sepatu hitam itu menyerahkan dompet berwarna Krem yang ia yakini adalah milik wanita hamil yang tadi menabraknya di dekat pintu keluar toilet.

"mirip sih..." gumam Isyana yang memeriksa tas kecilnya.

"Eh...iya. Terimakasih Tuan" Sedikit membungkukkan badan menerima dompetnya kemudian melanjutkan langkahnya bersama Lily menuju butik.

Pemilik sepatu hitam hanya menatap punggung Isyana yang lama kelamaan hilang ketika sudah masuk kedalam butik yang ada di seberang jalan.

"Mirip seseorang yang ku kenal" gumamnya sambil mengelus dagunya sendiri. "Ahh mungkin hanya mirip saja". .

*

*

*

" Mau balik sekarang, Kak ? "

" Terserah kamu aja, Ly."

"Takutnya mama tambah khawatir nantinya." Lily menyambar tas kecil miliknya di atas meja kerjanya. Tak lupa ia berpesan pada karyawannya untuk memadamkan lampu dan mengunci pintu butik setelah jam 20.00.

Lily melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang mengingat sang kakak, Isyana yang sedang Hamil besar.

"Yang tadi tampan juga loh, kak" Ledek Lily yang memang memperhatikan lelaki yang mengembalikan dompet Isyana tadi. "Kaya pernah lihat, tapi dimana ya?" Lily yang mencoba mengingat sosok lelaki tadi.

"Untuk Kamu aja Ly. Kalau dilihat lihat dari fisiknya sih kayanya seumuran kamu. Cocok tuh kalau kamu tertarik"

"Di tawarin malah balik nawarin" Entah mengapa Lily enggan sekali sebenarnya bercanda masalah seperti ini. Tapi ia lakukan agar suasana di dalam mobil tidak seperti berada di kuburan. Sungguh, ia melihat perubahan yang sangat drastis dari seorang Isyana. Yang awalnya seorang gadis ceria, yang kini menjadi sosok yang bicara seadanya saja.

"Looh... Kok nggak mau nyala sih .." Sedari tadi Lily berusaha menghidupkan mobilnya kembali yang tiba tiba berhenti. namun hasilnya nihil.

"Kenapa , Ly ? Habis bensin ya ?" Tanya Isyana khawatir

"Penuh kok... Tadi pagi kan habis ngisi, Kak" Lily turun untuk mengecek keadaan mobilnya. Di ikuti Isyana yang juga penasaran.

"Apanya yang salah ya kira kira ?" Setelah membuka bagian depan mobilnya untuk diperiksa, Lily mencoba mencari hal hal yang mungkin ia ketahui yang menyebabkan mobilnya mogok. Sekuat apapun Lily berusaha, percayalah... Ia memang tidak paham jika harus berurusan dengan masalah otomotif. Apakah harus kursus lagi? Batin Lily yang akhirnya ia pun menyerah dengan mesin yang ada dihadapannya kali ini.

"Mana mogoknya dijalanan sepi lagi "

"Pesen Ojol aja kali yah" usul Lily kemudian diikuti sang Kakak yang juga tengah kebingungan. Di Cuaca yang mendung pertanda akan hujan membuatnya kembali teringat akan ke khawatiran sang mama nantinya jika terlambat sampai dirumah.

Sebuah Mobil Hitam berhenti di belakang mobilnya membuat Isyana mendekati Lily dan mengenggam pergelangan Lily begitu erat. Ketakutan terlihat jelas dari raut wajah Isyana yang membuat ia merasakan perutnya ikut menegang. Hingga sosok lelaki berpakaian santai keluar dari mobilnya berjalan menuju mereka.

"Assalamu'alaikum"..

" Wa, wa'alaikumussalam" kegugupan Isyana semakin mencengkram tangan sang adik.

"Wa'alaikumussalam" Balas Lily dengan santainya.

"Apa ada masalah dengan mobilnya ?" Tanya Azzam berusaha mencairkan suasana.

"Tiba tiba mogok" timpal Lily yang masih menenangkan Isyana dengan usapan tangannya di sampingnya. Sedari tadi Isyana hanya bersembunyi dibalik badan Lily. Entah mengapa pikirannya justru mengatakan si lelaki yang menolongnya hanya terlihat baik sesaat saja. Modus di jalanan sepi tepatnya. Padahal melihat wajahnya pun ia tidak mau. Namun, pikirannya justru melambung jauh dari prasangka baik.

Setelah sekian lama mengecek kondisi mesin dari mobil Lily, Azzam akhirnya menemukan letak permasalahannya. "Akinya rusak".

" Apa ada bengkel didepan sana ?"

"Ada. Sekitar 7 kilometer dari sini" Jawaban Lily hampir membuat Azzam tertawa. Bagaimana itu dikatakan dekat. Batinnya.

"Nona, mau kemana ? Biar saya antar" Tawar azzam di tengah rintik hujan yang mulai menetes satu persatu.

"Nggak usah Ly, Bisik Isyana sekecil mungkin"

"Kebetulan saya sedang ada urusan juga ke komplek sana" Azzam meyakinkan mereka bahwa dirinya benar benar ingin membantu. Tidak ada niat untuk menyakiti sedikitpun.

"Nantin hujannya semakin deras, kak. Kita ikut aja yah... Beliau kayanya orang baik. Dia yang balikin dompet Kak Ana tadi di cafe." Mendengar itu Isyana langsung menatap manik coklat Azzam yang sedari tadi memang ia sadari pernah mendengar suaranya.

Setelah meyakinkan diri, akhirnya Isyana dan Lily memasuki mobil hitam milik Azzam. Seketika hening tanpa ada yang berbicara saling menyapa. Hanya kesunyian dan derasnya hujan yang menghiasi perjalanan mereka. Sampai di perumahan mewah Azzam menghentikan mobilnya . Isyana dan Lily sangat berterimakasih kepada Azzam. Jika tak ada dirinya, mungkin mereka masih terjebak hujan di jalanan sana. Lily mempersilahkan Azzam untuk ikut masuk terlebih dahulu sampai hujannya reda.

"Assalamu'alaikum" kedatangan Isyana disambut dengan pelukan kekhawatiran dari Syifa.

"Siapa dia, Ly ? Kala Syifa menyadari ada seorang lelaki yang ikut masuk dan memberikan salam.

" Orang baik, mah. Dia yang memberikan kami tumpangan"

"Kenapa lambat sampai rumah, sayang ? " Kedatangan Malik membuat Azzam sontak kaget . Karena sosok yang ia cari keberadaannya seminggu ini kini hadir tepat di hadapannya.

"Om, Malik ? "

"Nak, Azzam ?"

...*To be Continued*...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!