NovelToon NovelToon

Dua Garis Untuk Biru

BAB 01. Setelah Tujuh Tahun Tanpamu

Jia menatap sungai dengan ukuran cukup luas dihadapannya, salah satu sungai terbesar yang berada di kota itu, air deras sungai itu membuat Jia semakin dalam menatap sungai itu.

Jia berjalan ke arahnya, dia menatap sejenak kemudian melarungkan sebuah buket bunga yang akan hanyut disana.

"Kak, Selamat Ulang Tahun Pernikahan yang ke-Tujuh Belas, aku harap kamu bisa kembali."

Tujuh Tahun Lalu.

[Mode Flashback: On]

Jia dan Gao sudah Sepuluh Tahun menikah, mereka menikah di usia muda yaitu saat Jia berusia sembilan belas Tahun dan Gao berusia dua puluh empat Tahun, awal pernikahan Gao dan Jia baik-baik saja mereka bahagia walaupun hidup sederhana.

Sama-sama Terlahir di keluarga berada dan Konglomerat tak membuat Jia maupun Gao bergantung pada orang tua setelah menikah, banyak yang meragukan pernikahan mereka terlebih saat itu Gao masih berstatus pegawai biasa yang harus membiayai Kuliah Jia saat itu.

Pada Tahun Kedua Pernikahan mereka, Jia akhirnya wisuda dan lulus dengan nilai terbaik, perekonomian mereka membaik dan mereka berdua berhasil membuktikan bahwa orang yang menganggap pernikahan di usia muda mereka akan cepat gagal, itu salah.

Setelah Lulus, bermodal tabungan bersama, Jia membangun usaha sebagai wanita karir dan memiliki sebuah Butik sendiri, sedangkan Gao karena usaha dan performanya dia diangkat menjadi seorang General Manager.

Ekonomi yang sangat baik ini, semakin bahagia ketika Jia hamil anak pertama mereka, yaitu Alea Putri Dreantama.

Pernikahan mereka kemudian berlanjut secara harmonis sampai Tahun ke-sepuluh.

Pada Tahun ini, sebuah badai menghantam rumah tangga Jia, saat Gao tiba-tiba melayangkan sebuah surat cerai kepadanya.

"Apa ini, Kak?" tanya Jia menatap suaminya itu.

Gao terlihat menghela napas panjang, dia menatap Jia sejenak kemudian berucap lirih. "Tanda Tangani itu, saya sudah tidak cocok lagi dengan kamu."

"Maksudnya?"

"Yah, saya tidak bisa lagi melanjutkan pernikahan kita, saya rasa kamu sudah sukses juga sebagai wanita karir, mungkin karena saya sudah bosan dengan kamu?"

"T-Tapi, Kak-"

"Sudahlah, Jia, saya sudah bisa mempertimbangkan hal ini lagi, saya meminta kita untuk bercerai!"

"Kakak kenapa sih? Kakak kok tiba-tiba melakukan ini? Gimana dengan Alea, Gimana dengan Aku?" tanya Jia menatap Gao tajam.

Gao membuang wajah dan menghela napas. "Untuk kamu saya tidak peduli, tapi saya akan pastikan Alea mendapatkan hak seorang anak dari Ayahnya."

Jia terdiam, hening menerpa keduanya, Jia menaruh kertas gugatan perceraian itu di meja tapi tidak menanda tanganinya.

"Oke, Kalau Kakak emang kita cerai, aku minta waktu Empat Belas Hari, cuma Empat Belas Hari, aku mau buktikan kalau Kakak keliru dengan keputusan Kakak."

Gao terdiam, dia meriah surat yang Jia letakkan kemudian beranjak pergi, tapi baru dua langkah, Gao sudah menghentikan langkahnya dan berucap pelan dalam kondisi membelakangi Jia.

"Cuma Empat Belas Hari."

Jia menjalani kehidupannya sebagai Gao selama sisa-sisa hari itu, sikap Jia berubah, dia berusaha menekankan sikap yang justru tidak peduli kepada Gao, tapi hal ini sengaja dilakukan Jia agar Gao bisa merasakan hidup tanpa seorang istri agar dia bisa mempertimbangkan keputusannya.

Tapi hal itu tampaknya tidak berpengaruh lebih, Di Hari Ke-Enam setelah kesepakatan itu, Pertengkaran hebat Terjadi antara Gao dan Alea, Putrinya.

Telat menghadiri Pentas Seni khusus Hari Ayah membuat Alea sakit hati sehingga membuat hubungan antara anak dan ayah ini renggang apalagi Alea sudah sakit hati saat iya tahu Ayahnya akan menceraikan ibunya.

Konflik Rumah Tangga diantara mereka semakin memanas saat sang anak harus menjadi Korban.

Jia tidak bisa berbuat banyak, sedangkan Gao diam membisu, Jia memilih untuk menenangkan sang anak sampai-sampai dia tidak mendengar banyak panggilan Telepon dari Gao, suaminya.

Sayangnya Jia, tidak tahu, kalau itu adalah pesan Terakhir suaminya, Jia membuka ponsel dan mendapati sebuah pesan dari Gao yang masih dibalas oleh Gao.

Percakapan Terakhir itu tidak membuat Jia merasakan hal yang aneh, sebelum akhirnya Jia bertemu dengan Dokter Pribadi Gao.

Dokter Pribadi Gao menjelaskan bahwa sebenarnya Gao menderita Multipleks Klorosis, sebuah penyakit yang berat bagi Gao, hal ini membuat Gao tidak ingin membebani istri dan anaknya sehingga dia berpura-pura tidak peduli kepada Jia dan Alea agar mereka berdua membenci Gao.

Mendapatkan fakta seperti ini, membuat Jia terpukul, ternyata selama ini dirinya tidak pernah tahu apa alasan dibalik keinginan bercerai suaminya, saat dia ingin mencari Gao, seluruh akses menghubungi Gao mendadak hilang sampai sebuah pesan masuk ke ponselnya.

Kini sudah Satu Minggu semenjak kepergian Gao, menghilang tanpa jejak dan tidak ditemukan disungai tersebut, Jia berdiri menatap sungai dengan sebuah testpack ditangannya.

"Kakak, Bakal balik kan? Aku hamil kak, aku berharap ini adalah anak laki-laki seperti Harapan kakak, tapi kenapa Kak Gao malah ninggalin kami? Bagaimana kalau anak ini bertanya tentang siapa Ayahnya?"

"Aku yakin Kak Gao masih hidup, Kak Gao pasti masih hidup."

[Mode Flashback: Off]

Tujuh Tahun semenjak Menghilangnya Gao.

Sudah Tujuh Tahun lamanya semenjak kepergian Gao, jasad Gao tidak ditemukan sama sekali, kecelakaan tunggal itu membawa luka terdalam bagi Jia bahkan sampai kasus ini ditutup, Hilangnya Gao tanpa jejak semakin membuat Gao percaya bahwa sebenarnya Gao masih hidup.

Jia kini berada di pinggir sungai dimana Gao menghilang, Jia menaruh sebuah bunga di pinggir sungai tersebut sembari memandanginya dengan pasrah.

"Kak, Anak kita udah lahir dan tumbuh besar, aku mungkin gak pernah ngasih tahu ini ke kamu, tapi aku berharap saat kamu datang nanti, aku bisa menjelaskan ini semua," ujar Jia dalam hatinya. "Aku percaya kamu masih hidup."

Jia berdiri dari duduknya kemudian berjalan menyusuri sungai ini berharap Gao akan kembali Dan mereka bisa bersama lagi.

"Ini adalah anniversary pernikahan kita yang ke tujuh belas tahun, andaikan kamu ada disini." bisik Jia dalam hatinya. "Mungkin aku keliatan gak make Logika nungguin kamu selama Tujuh Tahun lamanya, tapi kalau semua orang mencintai dengan Logika semua akan menyerah sebelum mencoba, sialnya aku cinta sama kak Gao itu pake Hati bukan Logika."

"Kak Jia, udah selesai belom, kayaknya Kak Andro udah nungguin kita untuk makan malam tuh," ujar Syifa yang membuat Jia membalikkan badannya.

Syifa adalah sahabat sekaligus adik tingkat Jia semasa di sekolah, dia juga merupakan mantan sekretaris Gao dulu.

"Udah, Syif, yaudah yuk," jawab Jia menghampiri Syifa yang sudah menunggunya di mobil.

Jia masuk ke dalam mobil yang dikendarai oleh Syifa, setelah masuk, mereka berdua kemudian menuju restoran dimana disana sudah ada Andro yang menunggu mereka.

Andro sendiri adalah Sepupu dari Jia, Syifa dan Androlah yang sebenarnya mengungkap Rahasia tentang alasan dibalik keinginan untuk bercerai dari Gao melalui Dokter Pribadi Gao.

Setelah sampai disana, Syifa langsung duduk di kursi yang ada di samping Andro sedangkan Jia memilih ke toilet terlebih dahulu.

"Aku ke Toilet dulu yah."

Jia berjalan menuju Toilet restoran tersebut, Jia membasuh kedua tangan dan wajahnya dengan air setelahnya dia keluar dari Toilet tersebut.

PRAK!

"Ah Mas, maaf saya gak sengaja."

"Tidak Mbak, saya yang salah, maaf yah."

Jia beranjak berdiri dari duduknya akibat menabrak seorang pria saat dirinya berjalan tadi, saat Jia mengangkat kepalanya menatap pria yang ia tabrak matanya langsung berkaca-kaca.

"Mbak? Mbak gapapa kan?" tanya Pria itu pada Jia.

Dia adalah orang yang Tujuh Tahun ini dia tunggu.

"Kak Gao?"

Halo!

Ini adalah Kelanjutan dari Novel Noktah Merah Buku Nikah, di Novel ini menceritakan kelanjutan dari Kehidupan Pernikahan Gao dan Jia yang berpisah tanpa bercerai.

Genre Cerita ini adalah Suami Amnesia yah!

Have Fun!

BAB 02. Disaat Aku Sudah Belajar Ikhlas

Jangan Lupa Like sebelum membaca!

Like dari Kalian, sangatlah berharga!

"Kak Gao?"

Jia yang melihat sosok Pria Tujuh Tahun lalu yang dia rindukan itu langsung memeluk sosok itu yang membuat Pria itu langsung terkejut.

"Kak Gao masih hidup, aku percaya kalau Kak Gao masih hidup," bisik Jia kali ini yang membuat Pria itu merasakan sebuah sesuatu di kepalanya yang membuat dirinya langsung lemas.

"Kak? Kak Gao!" Pria yang Jia sebut dengan nama Gao itu langsung terduduk di lantai yang membuat beberapa karyawan restoran itu langsung mendatangi mereka berdua.

"Loh, Pak Galih-nya kenapa, Mbak?" tanya salah satu Karyawan yang membuat Jia mendelik sedikit.

"Galih?"

"Iya Mbak, ini namanya Pak Galih, dia pemilik restoran ini," jawab Karyawan itu yang membuat Jia terdiam. "Mbak kenal?"

"Sa-Saya."

Belum sempat Jia menjawab, seorang pria seusia Gao langsung datang kesana lalu menghampiri Jia dan Galih disana.

"Loh, Abang saya kenapa ini?"

"S-Saya, Gatau Mas, tadi tiba-tiba jatuh," jawab Jia yang membuat Pria itu langsung membopong Galih meninggalkan Jia menuju ruangan khusus dimana Galih biasa bekerja.

Jia terdiam, dia menatap sosok Galih yang dia anggap sebagai Gao menjauh pergi darinya, Jia berdiri dia berjalan lemas menuju tempat duduknya bersama Syifa dan Andro.

Air matanya jatuh disana, Andro dan Syifa langsung menatap Jia heran dan langsung bertanya.

"Loh, Jia kamu kenapa?" tanya Andro yang membuat Jia langsung menyandarkan kepalanya ke bahu Syifa yang ada di sampingnya.

"Syifa, Andro, tadi aku ketemu Kak Gao."

"HAH?"

"Iya, Tapi ternyata dia adalah Galih, pemilik Restoran ini, tapi aku yakin banget kalau itu adalah suami aku, getaran itu masih ada," jawab Jia yang membuat Syifa menatap Jia.

"Kamu yakin, Kak?"

"Yakin banget, Naluri istri gak pernah salah," jawab Jia yang membuat mereka semua terdiam, sebenarnya Andro dan Syifa sulit percaya karena kemungkinan Gao masih hidup saat ini adalah satu persen.

Dua Hari Kemudian.

"Dek, Kamu mau beli apa?" tanya Alea yang kini sedang bersama adiknya berada di sebuah Minimarket.

"Mau beli Es Krim," jawab Aston saat adik yang membuat Alea mengangguk.

Alea yang kini sudah berusia remaja, sudah bisa melakukan apa-apa sendiri, semenjak kepergian sang Ayah dia menjadi anak yang cerdas dan mandiri.

Aston kini sedang di pegang oleh Alea menuju freezer Es Krim yang ada di minimarket itu sebelum mata Aston menatap sebuah pemandangan dimana ada seorang anak dan ayah yang sedang belanja bersama.

"Ton, kamu mau rasa apa, Dek?" tanya Alea tapi tidak ada jawaban. "Ton?"

Alea menatap adiknya itu dan mencoba menatap lurus ke arah pandangan adiknya sehingga dia menatap pemandangan yang sama.

"Aston, sini dengerin kakak, kamu gausah mikirin yang gituan, kan sudah ada Kakak dan Mama," ujar Alea mengalihkan pandangan Aston ke arahnya.

"Tapi Kak, kok Papa kita gak pernah datang yah?"

"Kalau dia masih ingat sama kita, Papa pasti datang, kamu tunggu aja," jawab Alea berbohong karena kemungkinan besar hal itu terjadi adalah nol persen.

Setelah memilih Es Krim, Alea membawa Aston serta beberapa belanjaan miliknya yang lain ke kasir sebelumnya mata Alea kembali menatap sebuah pemandangan yang mengungkit masa lalunya..

"Papa?"

"Papa? Papa dimana kak," tanya Aston yang mendengar ucapan Alea.

Di hadapan mereka ada seorang Pria Dewasa yang sedang berbelanja yang membuat Aston langsung melepaskan genggaman tangan Alea dan berlari ke arah Pria itu.

"Papa!" ujar Aston saat dia memeluk Pria itu, Pria itu langsung menurunkan pandangan menatap anak usia Tujuh Tahun itu memeluknya. "Bener Papa!"

Aston sudah tahu wajah Gao karena Jia selalu memperlihatkan wajah Gao kepada Aston agar Aston bisa mengenal sosok Ayahnya.

"Dek, saya bukan Ayah kamu," jawab Pria itu. "Nama saya Galih, kamu siapa kenapa disini?"

DEG! Alea terdiam.

"Bohong, Papa itu Papa aku dan Kak Alea!" ujar Aston menunjuk Alea yang membuat Galih juga menatap Alea.

"Kamu salah orang sayang, Om ini bukan Ayah kamu, Om gak kenal sama Alea juga mungkin kalian salah orang."

DEG! Hati Alea hancur seketika, jika benar yang mengucapkan itu Gao, Alea akan benar-benar terluka.

"Tapikan, Om Papanya Aston," jawab Aston kembali.

Galih tidak menanggapi hal itu, ia memegang tangan Aston dan membawanya ke arah Alea. "Nama kamu siapa tadi, Alea yah? Ini adik kamu yah, mungkin kalian salah orang."

"Kak, Alea! Dia Papa kita kan?"

Alea terdiam, ia menatap wajah Pria di hadapannya itu kemudian berucap berat. "Dia bukan Papa kita, Papa kita udah meninggal."

Alea menggandeng tangan Aston menuju kasir meninggalkan Galih, entah kenapa walaupun Galih tahu ucapan itu tidak ditujukan untuknya tapi hatinya sakit saat mendengar Alea mengucapkan bahwa Ayah mereka sudah meninggal.

"Sepertinya saya pernah bertemu anak Gadis itu," batin Gao menatap Alea dan Aston.

"Mama!" Aston berlari ke arah Jia sembari menangis saat dia dan Alea sudah tiba di rumah.

"Loh, Alea, ini kenapa Aston kok nangis?" tanya Jia yang membuat Alea terdiam, dia tidak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan ibunya.

"Tadi Aston, ketemu sama Papa, Ma tapi Papa gak ngenalin kita, Kakak juga jahat, dia bilang Papa itu bukan Papa kita," jawab Aston menjelaskan.

"Aston! Dia emang bukan Papa kita, Papa udah meninggal, kamu kenapa sih gak paham-paham," ujar Alea yang membuat Jia langsung mengelus kepala Aston.

"Udah yah sayang, kamu ke kamar dulu gih," Jia tersenyum kepada Aston yang membuat Aston memilih ke kamarnya meninggalkan Jia dan Alea disini.

Jia berdiri dari posisinya yang tadi menenangkan Aston, kini berhadapan dengan putrinya berusaha menatap putrinya itu.

"Alea, apa benar kamu ketemu sama Papa kamu?"

"Dia bukan Papa aku, Ma, dia bahkan gak kenal sama aku," jawab Alea yang membuat Jia terdiam. "Kalau dia gak kenal sama Aston, its oke dia kan gatau Aston lahirnya gimana, tapi aku anaknya, anak yang dia besarin, tapi dia malah gak kenal sama aku, udah aku bilang kan Ma, berhenti berharap kalau Papa bakal balik."

"Alea, kamu gak boleh gitu, siapa sih yang kalian temuin tadi?" tanya Jia kembali yang membuat Alea menghela napas panjang.

"Galih, Oke, memang wajahnya mirip Papa, entah kenapa aku ngerasa dia itu Papa yang hilang, aku udah berusaha Nerima dia kembali terlepas dari kejadian di Hari Ayah waktu itu, tapi dia gak kenal kan sama kita? Papa sengaja ngilang Ma, dia bukan Kecelakaan dia ngilang buat ninggalin kita!"

"Alea!"

"Aku lebih seneng kalau tahu Papa aku udah meninggal daripada masih hidup tapi dia gak ngenalin anak-anaknya," jawab Alea yang membuat Jia terdiam.

Alea berjalan menuju kamarnya meninggalkan Jia di ruang tamu, Jia terduduk di ruang tamu itu menatap fotonya bersama Gao.

Entah kenapa, dia menemukan sosok Gao pada diri Galih, tapi bahkan Galih sendiri pun tidak mengingatnya sebagai pasangan dan hanya orang asing.

Beberapa hari setelah kejadian itu, tidak banyak yang berubah dari keluarga mereka, hanya saja ikatan yang terjadi antara Jia dan Gao masih sangat kuat sehingga Jia berusaha meyakinkan hatinya kalau Gao masih hidup.

Jia kini tengah berada di butik, sedang menatap lurus hiruk pikuk pelayan dan pembeli sebelum akhirnya Aston datang dan berjalan ke arahnya dengan keadaan lemas.

"Mama?"

"Loh, Aston, kamu kenapa Nak?"

"Kepala aku, pusing."

Jia menjadi panik, dia mengecek badan Aston dan benar saja seluruh tubuh Aston saat ini sedang panas tinggi sehingga tak lama kemudian Aston terjatuh pingsan.

"Aston! Ya Allah Aston kamu kenapa?" Jia langsung mengangkat anaknya itu keluar dari butik menuju mobilnya. Saat sampai didalam mobil ternyata mobil Jia tidak bisa dinyalakan yang membuat Jia langsung membopong keluar Aston.

"Ya Allah, ini Taksi kemana sih!"

Jia menunggu Taksi dipinggir jalan, tapi bukannya Taksi, didepannya malah sebuah motor berjenis sport dengan pengendara berjaket coklat membuka helm-nya.

"Kak Gao?"

"Loh kamu, bukannya yang direstoran itu, hah iya saya Galih bukan Gao, dan ini anak kamu?" tanya Galih melihat Aston digendong oleh Jia. "Dia kenapa?"

"Panasnya tinggi, Kak."

"Yaudah bawa saja kesini, saya antar kamu ke rumah sakit!" ujar Galih yang membuat Jia langsung naik ke motor, Galih kemudian mengendarai motornya meninggalkan area butik milik Gao menuju rumah sakit.

TBC

Ayo Like!

BAB 03. Albirru Galih Tama

"Ini Anak kamu yah? Saya ketemu dia kemarin," ujar Galih yang membuat Jia yang sedang menggendong Aston di belakang hanya terdiam.

"I-Iya, Kak."

Setelah percakapan itu, tiba-tiba saja tubuh Aston menjadi kejang-kejang yang membuat Jia semakin panik.

"Kak, Bisa dipercepat gak, Badan Aston kejang-kejang," ujar Jia menjadi semakin panik.

"Tunggu yah, Bentar lagi kita sampai," jawab Galih yang semakin mempercepat laju motornya itu menuju rumah sakit terdekat, entah kenapa ada perasaan khawatir di hati Galih walaupun dia bingung mengapa demikian.

Tak lama kemudian, Motor yang dikendarai oleh Galih sudah tiba di rumah sakit terdekat, Gao segera memarkirkan motornya dan membantu Jia membawa Aston ke dalam.

"Dokter! Suster!" teriak Galih memanggil tenaga medis disana. "Tolong, anak ini Kejang-Kejang!"

Mendengar itu, Dua Orang Suster langsung datang kesana membawa banker untuk Aston, setelahnya mereka membawa Aston ke ruangan gawat darurat untuk segera ditangani.

Jia yang panik dan sedih hanya bisa terdiam dan menangis menatap putra bungsunya dibalik kaca pintu dimana sang anak tengah ditangani.

"Aston, kamu kuat sayang," ujar Jia yang membuat Galih yang ada disana sedikit bersimpati.

Galih melepaskan helm-nya kemudian berjalan mendekat kepada Jia, dia menyentuh pundak Jia yang membuat Jia membalikkan badannya.

"Kamu harus kuat, Ayah anak kamu dimana, kamu harus kabari dia," ujar Galih yang membuat Jia terdiam.

Bagaimana bisa Jia menjawab pertanyaan itu jika dia sendiri yakin kalau Ayah dari anaknya adalah Pria yang ada di hadapannya itu.

"A-Ayahnya Aston-"

Belum sempat Jia menjawab, tiba-tiba Dokter yang menangani Aston keluar dari ruangan Aston untuk menemui Jia.

"Dengan, Ibunya Aston?" tanya Dokter itu yang membuat Jia mengangguk. "Kondisi Aston sekarang sudah baik-baik saja, tapi saya ingin menyampaikan kondisi kalau Aston mengalami pembengkakan di Ginjalnya yang harus segera ditangani, untuk saat ini kami akan melakukan semua hal yang bisa kami lakukan, Kalau Ibu ingin menjenguk Aston, sudah bisa Bu, tapi mungkin dia belum sadar."

Jia benar-benar terpukul mendengarkan pernyataan dari Dokter itu, Jia langsung masuk ke dalam ruangan itu disusul oleh Galih di belakangnya.

Aston kini dalam kondisi terbaring tidak sadarkan diri sedangkan di hidungnya terpasang tabung oksigen yang membuat Jia sedikit terpukul.

"Aston, Kamu harus sehat yah sayang, Mama ada disini," ujar Jia mencium kening anaknya itu.

Jia mengangkat kepalanya ke arah Galih, dia menatap Galih sejenak. "Makasih yah Kak Galih, Kak Galih kalau mau pergi, gapapa."

Galih menggeleng. "Kamu belum menjawab pertanyaan saya, dimana Ayah anak kamu, karena kemarin dia bertemu saya dan mengatakan bahwa saya adalah ayahnya."

Jia menunduk, Galih sendiri langsung berjalan ke arah belakang Jia, sampai akhirnya Jia menatap balik Galih.

"Ayah Aston dan Alea namanya adalah Gao, dia menghilang Tujuh Tahun lalu."

"Dia meninggalkan kalian?"

"B-Bukan, dia adalah suami yang baik, dia selalu mengorbankan dirinya untuk keluarganya, tapi sebuah insiden membawa dia pergi sampai saat ini."

"Lalu, kenapa Dia tidak kembali?"

"Dia, sudah kembali Kak, tapi dia lupa dimana jalan pulangnya," jawab Jia menatap Galih dalam. "Aku sendiri tidak yakin apakah itu adalah suami aku yang kehilangan jalan pulangnya atau orang lain, tapi hatiku berkata bahwa dia adalah suamiku yang kehilangan arahnya."

"Tunggu, Kalian belum bercerai?"

Jia menggeleng yang membuat Gao menghela napas dan mengulurkan tangannya. "Ah iya, kita belum kenalan, Perkenalkan nama saya Albirru Galih Tama, saya baru Setahun di Kota ini dan mendirikan restoran atas dana dari Ayah Angkat saya."

"Saya Jia, Kak."

"J-Jia? Tampak Familiar, namamu bagus, kamu tahu tidak kenapa ayah saya menamakan saya dengan Albirru Galih Tama?"

"Kenapa?"

"Orang yang memanggil saya Abang kemarin di resto itu adalah adik saya, dia juga anak angkat seperti saya, kami punya cerita lucu, kata Ayah Angkat saya dia menemukan saya dulu itu dalam keadaan memegang sebuah kertas berisi gambar seorang anak dan ayah, katanya sih, Gambar anak sekolah gitu, nama warna baju gambar itu Biru makanya saya dikasih nama Albirru, kalau Galih itu Ayah saya lagi Gali tanah buat ngubur janin Ibu Angkat saya yang keguguran di Pinggir Sungai nah saya ditemukan di Pinggir Sungai, karena kebetulan saya ditemukan pertama kali sebelum adik saya, dan saya yang pertama diangkat anak, makanya nama saya Albirru Galih Tama."

Jia mendelik, dia menjadi Dejavu sendiri. "Kak Galih ditemukan disungai?"

"Yah begitulah, saya lupa-lupa ingat intinya saya linglung gatau apa-apa saya udah dirumah sakit tapi setiap saya mencoba ingat sesuatu itu saya bisa pingsan, tapi gatau deh pas pertama ketemu kamu saya pingsan kenapa, lucu yah."

Jia semakin yakin dengan isi hatinya, ia kemudian menatap Galih sejenak. "Kak, Tanpa mengurangi kesopanan saya, boleh gak saya lihat gambar pas kakak pertama ditemukan?"

"Boleh!"

Galih mengeluarkan dompetnya dan mengambil secarik kertas yang sudah usang terlipat berisi sebuah gambar, Jia menatap Gambar itu dan benar.

[Mode Flashback: On]

Hari dimana Gao kebelakang sebenarnya adalah Hari Ayah dimana Alea akan menampilkan sebuah pentas seni di hadapan para Ayah bersama murid-murid lain, disaat murid lain bersiap-siap, Alea malah sibuk celingukan mencari keberadaan Gao, Ayahnya.

Sudah setengah jam lamanya Alea menunggu tapi kedatangan Ayahnya tidak kunjung terlihat yang membuat Alea menjadi murung.

"Ma, Kok Papa belum datang, apa Papa lupa yah?" tanya Alea yang membuat Jia mengelus kepala anaknya itu. "Papa, Mana sih?"

"Tunggu yah Sayang, Papa pasti dateng, kamu udah nyiapin gambar apa Buat Papa?" tanya Jia yang membuat Alea kecil mengeluarkan kertas dari Tasnya.

"Ini Ma, ini Gambar Alea, dan Ayah, ini adalah hadiah Hari Ayah buat Papa, Alea udah gambar ini satu Minggu supaya bagus banget, semoga Papa suka yah, Ma."

Jia tersenyum. "Aamiin, sayang."

Tak lama kemudian suara guru Alea terdengar yang menyuruh anak-anak segera naik ke panggung tapi Gao tidak kunjung datang.

"Ma, udah mau mulai, Papa dimana?"

"Kamu, siap-siap aja dulu yah, Papa pasti dateng kok, sana semangat, Papa kan gak pernah bohong."

"Iya, Ma."

Alea langsung naik ke atas panggung, mereka mementaskan pentas menyanyi untuk para Ayah, semua Ayah dari murid lain tanpa ada disana, hanya Gao yang belum datang.

Setelah selesai Tampil, Gao juga tak kunjung datang sehingga saat anak-anak memberikan hadiah kepada ayahnya, hanya Alea yang diam sendiri.

Acara berlangsung selesai, tapi Gao tidak kunjung datang, semua yang ada disana satu persatu keluar menyisakan Jia dan Alea yang duduk di kursi, dimana Jia menenangkan Alea yang menangis.

"Jia, Alea," ujar Gao berlari ke arah Alea. "Maafin Papa yah sayang, Papa telat."

Gao hendak memeluk Alea tapi Alea menolak, Gadis kecil itu langsung menatap wajah Sang Ayah dengan wajah berkaca-kaca.

"Papa jahat, Alea benci sama Papa!" Alea berlari keluar dari sana.

Jia tidak mengucapkan apapun, Gao sendiri merasa sangat bersalah akan hal ini sehingga dia memilih untuk menyusul Alea tapi Jia menahannya.

"Dia mau ke Mobil Kak, biarin dia tenang dulu," ujar Jia yang membuat langkah Gao terhenti.

Jia mengeluarkan sesuatu dari dalam Tasnya sebuah kertas berisi gambar dari Alea. "Saat akhir closing tadi, anak-anak memberikan kertas ini kepada Ayah mereka, hanya Alea yang tidak memberikannya, Kakak pasti tahu kan perasaan dari Alea?"

"Maafin, Saya."

"Minta Maafnya ke Alea aja kak, aku tahu kakak punya wanita lain yang harus kakak temani, Tapi kakak juga harus mikirin perasaan Alea."

"Wanita lain?" Gao mendelik. "Maksud kamu Syifa? Dia cuma sekretaris saya."

Jia tidak mendengarkan lagi Gao, dia berjalan menyusul Alea, yang membuat Gao tidak sempat menjelaskan, Gao masih terdiam berdiri ditempatnya, hari ini dia benar-benar mengecewakan keluarga kecilnya.

Jia masuk ke dalam mobilnya dimana disana sudah ada Alea yang menunggunya.

"Lea, Alea gak boleh marah yah sama Papa," ujar Jia pada anaknya itu.

"Gabisa Ma, Papa jahat sama Alea, di Hari Ayah aja Papa gak mau datang, apa benar Papa udah ninggalin kita?"

"Gak sayang, Papa gak ninggalin kita, sampai suatu saat nanti kamu bakal tahu," ujar Jia mengusap kepala Alea.

Alea menatap Jia kemudian menangis pelan, air mata yang dia pendam akhirnya tumpah. "Kita gak butuh Papa, Ma, kita bisa hidup tanpa Papa, Mama gaboleh nangis, kita pasti bisa hidup tanpa Papa."

[Mode Flashback: Off]

Jia menatap gambar usang itu sembari kembali menatap Galih dihadapannya.

"Kamu adalah Ayah Aston dan Jia yang hilang kak," batin Jia menatap gambar yang sama persis dengan Hadiah Hari Ayah dari Alea yang diambil Gao sesaat sebelum kecelakaan Gao.

TBC

Apakah yang akan terjadi selanjutnya?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!