NovelToon NovelToon

RON & PRIM | Haechan

Black Rose

Pernah terpikir, jika sebuah awal kehidupan yang baru dan akhir dari sebuah kehidupan bisa hadir diwaktu yang sama pada orang yang berbeda?

Bagaimana jika itu menjadi awal dari sebuah takdir baru yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya?

...🥀...

Dua orang lelaki di pertengahan umur 20an dan sepasang suami istri paruh baya itu tampak tengah tak tenang hati, jantung mereka berdegup kencang, ujung jari juga ikut mereka mendingin.

Sambil duduk wanita paruh baya itu tangannya saling meremat, pandangan khawatirnya tertuju pada pintu putih itu.

"Udah mama tenang aja, Sara yakin Lana kuat. Mama kan tau sendiri anak bungsu nakalnya mama gimana? Dia bisa lewatin ini, percaya sama Sara." Aksara merangkul pundak ibunya, sesekali tangan kanannya mengusap-usap punggung rapuh ibunya.

Mamanya tenang, kini sang papa yang tak tenang. "Ini Efendi mana sih ga keluar keluar?!" Hary sedikit berteriak di ruangan sepi itu.

"Pah sabar dong, om Efendi pasti lagi nanganin Lana. Tenang dong pah." Kini giliran adik kembar Aksara yang berbicara, Aksana yang jarang berbicara itu sedikit terpancing emosinya karena sang papa yang tidak sabaran.

Tak lama kemudian, pintu yang sedari tadi ditunggu terbuka, kini terbuka betulan. Lelaki dengan Scrub biru itu keluar.

Aksara, Aksana dan mama papa pun bangkit dari duduknya. "Gimana Fen? Alana baik-baik aja kan?"

"Engga mbak, kali ini Alana gak baik-baik aja."

Papa menarik baju lelaki itu dengan emosi, benar-benar kuat sampai dagu om Efendi terangkat, "maksud kamu apa? Berani-beraninya bilang ponakan sendiri gak baik-baik aja!"

Aksana dengan sigap menjauhkan papanya dari om Efendi, "sabar dong pah! Biarin om Efendi jelasin dulu!"

"Maaf mas, tapi aku disini harus jujur dan profesional. Alana kritis, jantungnya bener-bener melemah, dia pernah ngeluh sakit gak ke kamu Sana? Atau ke kamu Sara?" Tanya Efendi.

Aksara dan Aksana kompak menggeleng, setau mereka adiknya itu terlihat sehat-sehat saja akhir-akhir ini.

"Setau Sana, Lana ga ngeluh apa-apa." jawab Aksana.

"Ke Sara juga engga Om."

"Alana harus cepet-cepet dapet donor jantung yang cocok. Kita udah gak bisa nunggu lama."

...🥀...

Malam ini giliran Aksana yang bergantian menjaga Alana di rumah sakit, setelah sehari semalam Aksara yang menjaga adik bungsunya.

Langkah kaki Aksana melewati ruangan yang tampak amat sibuk. Dokter perawat dan staff lain sibuk berjalan kesana kemari. IGD hari ini benar benar hectic.

Entahlah ada apa dengan hari ini, Aksana rasanya ngeri sendiri mendengar sirine ambulan yang saling bersautan. Ini bahkan tengah malam, tapi IGD begini sibuknya.

"Permisi permisi kasih jalan" suara yang cukup menggema dalam ruangan itu mendistraksi Aksana.

Satu brankar dengan wanita muda yang berlumuran darah terbaring diatasnya, terburu-buru didorong staff ambulan masuk ruangan.

"Pasien kecelakaan, kesadarannya semakin menurun diperjalanan, GCS nya 3, kesadaran pasien stupor, ga ada reaksi apapun setelah diberi rangsangan." Jelas staff ambulan.

"Hubungi dokter bedah syaraf, suster Eva dokter Nina tolong siapkan pasien untuk CT scan." Mereka yang diberi perintah bergegas pergi.

Dokter berkali-kali memberi rangsangan untuk memeriksa respon wanita itu tapi nihil. Bisikan, cubitan bahkan tepukan pun tak memberikan hasil yang diharapkan. Kemungkinan terburuknya...

Ah tidak, semua harus berpikir positif kan? Semua dokter ingin yang terbaik untuk pasiennya.

;

"Hasi CT scan nya jelek dok, mungkin ini mengarah ke mati otak. Kesadaran pasien koma, tidak ada reflek pupil, dan tidak bisa bernapas spontan."

Dokter dengan jas putih itu membuang nafasnya, "keluarganya sudah datang?"

"Belum, cuma ada beberapa temannya yang ada di tempat saat kejadian, orangtuanya di Jakarta, mungkin sekitar satu jam lagi mereka sampai."

"Gini dokter Nina, KTP pasien ada stiker pendonor organ, tapi kita tetap harus menunggu persetujuan keluarga. Sementara itu tanda tanda vital klien sekarang semakin menurun. Saya khawatir organnya bisa ikut rusak, coba kamu hubungi keluarganya, jelaskan secara lisan dan minta tanda tangan persetujuan ketika mereka sampai disini."

Dokter Nina mengangguk, "siap dok."

"Oh iya jangan lupa kamu juga jelaskan pada teman-temannya juga ya."

Dokter Nina yang sedang mengetik beberapa nomor keluarga pasien di ponselnya tiba tiba terhenti kegiatannya, teman-teman pasiennya yang didominasi laki-laki itu berdiri semua ketika ia berjalan didepan mereka.

Tapi ada satu laki-laki yang cukup mengalihkan perhatiannya, jaket denim nya berlumuran darah, tangan dan juga sepatunya juga tak terlewatkan, wajah dan bibirnya pun ikut pucat.

"Dok gimana? Gimana keadaan pacar saya? Dia gapapa kan? Dia bisa sembuhkan dok? Cepet jelasin dok kenapa diem aja?!" Ucap lelaki itu dengan emosi, dadanya naik turun cepat, nafasnya juga terdengar kasar.

Teman disebelahnya seketika memegangi lelaki yang diketahui bernama Aron itu, takut temannya melakukan hal yang tidak tidak pada dokter itu, "Sabar Ron sabar!"

"Kecelakaan pasien cukup parah, Pasien cedera kepala berat mengakibatkan suplai oksigen dan darah terhenti ke otak. Pasien mengalami kematian otak." Jelas dokter.

Semua yang ada disana, tidak ada yang bereaksi, hanya diam dan saling tatap yang bisa mereka lakukan. "Maksud dokter gimana?? Saya ga ngerti!! masa bodoh dengan semua penjelasan dokter saya butuh kepastian pacar saya bisa selamat kan? Dokter bisa pastikan itu?! HAH! JAWAB DOK!"

Dokter menggelengkan kepalanya, "pasien mati otak berbeda dengan pasien koma, pasien sudah tidak bisa sembuh kembali, semua detak jantung dan napas pasien dibantu alat. Saya permisi saya harus menghubungi keluarga pasien."

Aron meremat kencang rambutnya. Gagal ia gagal menjaga kekasihnya, ia gagal menahan Cherry untuk turun balapan.

"Anak Vallor gimana?" Tanya Adnan pada Regan.

"Balik. Mereka bubar setelah tau Cherry kecelakaan di sirkuit. Mereka gamau terlibat."

"Brengsek."

Aron hanya bisa melihat Cherry dari kejauhan. Wajah cantiknya memucat, mata indahnya tertutup rapat, bibir mungil favoritnya terpasang selang yang Aron sama sekali tak tahu apa fungsinya. Jelasnya ia ingin sekali mendekap wanitanya, tapi Cherry hanya bisa terbaring tenang diatas tempat tidur putih itu, terbaring hangat dengan selimut tebal putih menutupi separuh badannya.

"Cherr, kamu gak bisa sama aku aja? Disini, kita bareng-bareng aku janji bakal jagain kamu, janji ga ngerokok lagi, janji bakalan tua bareng kamu. Aku mohon Cherr disini aja ya sama aku?"

...✨ CAST ✨...

...[ Alana Prima Bratadikara ]...

...[ Kim Doyoung (as) Aksara Pradipta Bratadikara ]...

...[ Jeong Jaehyun (as) Aksana Javier Bratadikara ]...

...[ Lee Haechan (as) Aron Ethan Baskara ]...

...[ Jeong Somi (as) Cherry Alamanda Atmadja ]...

...[ Na Jaemin (as) Adnan Prabumi ]...

...[ Huang Renjun (as) Regan Arjuna ]...

...[ Lee Jeno (as) Jordan Ardhi Hartono ]...

Terus Disini

Rencana manusia tak melulu selaras dengan maunya takdir.

...🥀...

"Tumben lo Ron sendirian, Cherry mana?"

"Nyusul katanya dia, lawan siapa kita malem ini?"

Adnan menggembungkan pipi kanannya, membuat Aron seketika melirik ke arah kiri. Tampak sekumpulan orang dengan jaket Kulit hitam dengan kancing merah darah mencolok.

"Anjir Vallor lagi, bosen banget gue lawan mereka, kalo kalah suka ribet. Kali ini apa taruhannya?"

"Bukain anak Hellion table selama sebulan."

"Ya not bad lah."

Tiba-tiba bibir Aron tersenyum, lebar sekali sampai mata kecilnya ikut menyipit. Siapa lagi kalau bukan karena manusia favoritnya datang dengan pakaian serba hitam menjadi satu-satunya alasan Aron tersenyum lebar malam ini.

Cherry duduk di samping Aron lalu meneguk jus jeruk milik pacarnya, "udah pada kumpul kan?"

Cherry hendak memakai helmnya, tapi tiba-tiba tangan Aron menahannya, "Cherr, mending kamu jangan maju deh malem ini, perasaanku gak enak."

Cherry tersenyum, bukan sekali dua kali pacarnya khawatir setiap kali dia akan balapan, "kamu kebiasaan tiap aku turun pasti gini deh."

Aron menggelengkan kepalanya, "kali ini aku serius, aku gak bakal bolehin kamu balapan lagi!"

"Iya-iya tapi tanggung sayang, kita lawan Vallor malam ini, kamu mau nama baik Hellion tercoreng karena gak main profesional? Tau sendiri kan anak Vallor gimana? Lagian kamu gak liat muka Sharron udah belagu gitu? empet banget aku liatnya, rasa rasa pengen ngalahin dia udah membara nih hahahahaha."

Cherry menatap Aron yang masih memasang wajah seriusnya, sepertinya guyonan ia kali ini tak manjur, "iya iya ah serius banget mukanya, serem tau! Iya aku janji ini balapan aku yang terakhir ya, abis ini gak akan lagi balapan. Kalo aku bohong kamu boleh tinggalin aku."

Aron menggeleng cepat, "enggak! Aku gak bakal tinggalin kamu!"

"Iya iya gemes banget sih! Udah ah, udah pada siap tuh, doain aku menang ya?"

"Pasti"

...🥀...

"Gue liat banyak anak Hellion dibawah." Aksana membuka satu persatu kotak makan yang ia bawa dari rumah.

Aksara mengambil sepotong nugget ayam dan mencocolnya dengan saus tomat, "Hellion? Yang mana sih?"

"Hellion itu loh, gue pernah balapan lawan mereka taun lalu."

Aksara berpikir keras, pasalnya banyak geng yang pernah bertanding dengannya atau kembarannya itu. "Aduh ingetan gue lemah banget kalo soal begituan."

Aksana mengetuk kepala kembarannya itu, "Aduh ini otak makannya jangan diisi sama biji-bijian. Hellion rivalnya Vallor, ini deh emmm, red rose! red rose julukan mereka."

Aksara mengangguk cepat, Aksara menyunggingkan senyumnya merasa berhasil mengembalikan ingatan manusia itu. Emang susah punya kembaran pelupa.

"Inget gue inget, gue inget salah satu membernya siapa tuh yang kecil?" Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk dagunya, "Regan iya Regan, dia anak Hellion kan?"

Aksana mengangguk, "kok lo malah inget si Regan, padahal kan leader nya ada di angkatan lo, si Marko."

"Oh ya? Marko leader Hellion? Gue malah baru tau. Abisnya si Regan yang paling nempel di otak gue, dia kecil tapi mulutnya beuh anjir, waktu pertama kali ketemu dia gue udah kena mental sama dia."  

"Kira-kira kenapa ya anak Hellion disini? Mana banyak banget, mukanya juga pada ga selow, kalo sebanyak itu berati ada yang gak beres sama mereka, bisa jadi salah satu member penting mereka yang sakit." 

Aksara mengangkat bahunya, "au deh"

Aksana menengok ke arah adiknya yang masih terbaring memejamkan matanya, "Adek gimana? Kata dokter gimana udah ada kabar soal donor jantung?"

"Belom, belom ada kabar. Tapi kata mereka Alana ada di urutan daftar tunggu paling atas. Kalo ada donor yang cocok mereka bakalan hubungi kita."

Tiba-tiba ketukan pintu mendistraksi si kembar yang sedang menyantap makan malamnya mereka.

Sampai dimana Efendi yang muncul dihadapan mereka membuat si kembar bangkit cepat dari duduknya.

"Om"

"Papa kalian masih di luar kota?"

"Iya." Jawab mereka berbarengan.

"Ini siapa yang kakak sih? Aksana? Aksara?"

Aksana menunjuk Aksara, "dia om, beda 5 menit doang elah." Jawab Aksana dengan sedikit nada kesalnya.

Aksara menyunggingkan senyumnya, "aku kan abang. Emang kenapa om?"

"Gini Sar, Alana dapet donor. Om minta kamu sebagai kakak tertua gantiin papamu buat urus semuanya ya? Kemungkinan besok pagi adekmu bisa di operasi."

Si kembar melotot ke arah om Efendi, seketika kerja otak mereka berhenti sejenak mencerna beberapa kata yang baru saja keluar dari mulut Om mereka.

"Om beneran?"

Efendi menunjuk wajahnya sendiri, "San, wajah om emang keliatan becanda?"

Aksara menggaruk tengkuknya, bola matanya tak mau diam menatap sekelilingnya.

"Aduh nanti aja linglungnya. Om tunggu ya."

Efendi keluar dari kamar Alana, meninggalkan si kembar yang masih saja kebingungan. Mereka bingung perasaannya bercampur aduk senang, haru, sedih semuanya bercampur jadi satu.

"Sar adek, adek bakal sembuh." Mata nanar Aksana menatap sang abang yang masih saja terpaku berdiri sejak tadi.

"Iya San, adek kita bakal sembuh. Dia bisa main lagi sama kita. Dia gak bakal kesakitan lagi."

...🥀...

"Tante maafin Aron. Aron gagal jaga Cherry." Aron bersimpuh dekat kaki wanita yang tengah duduk sembari menangis tersedu itu.

"Tuhan lebih sayang Cherry Ron, kamu ga perlu nyalahin diri kamu sendiri."

"Tapi Aron gak mau Cherry pergi Tan, Aron ga bisa."

...🥀...

"Sayang hey bangun."

Aron membuka perlahan kelopak matanya, mengedipkan beberapa kali pandangannya yang masih kabur.

Cherry? Cherry ada tepat dihadapannya. Wanita itu berdiri didekatnya dengan gaun putih selututnya. Wanitanya itu tersenyum lembut, mata beningnya menatap Aron dalam.

Seketika lelaki itu menghambur ke pelukan Cherry, "Kamu sembuh? Kamu sembuh Cherr?"

Cherry membalas pelukan kekasihnya itu, "makasih ya Ron udah pernah hadir di hidup aku. Terimakasih sudah buat banyak kenangan indah di hidup aku. Terimakasih sudah menjaga aku bagai barang rapuh yang kamu genggam. Terimakasih sudah menjaga kehormatanku sebagai perempuan."

"Kamu ga perlu bilang makasih Cherr. Itu udah jadi tugasku. Yang aku butuh adalah cuma kamu yang terus disampingku jangan pergi kemanapun terus disini sama aku 'pun aku udah bahagia."

Cherry menggelengkan kepalanya, "aku harus pergi Ron. Kamu harus janji sama aku, kamu harus terus bahagia, lanjutkan hidup kamu, kamu harus janji itu sama aku. Aku ga akan pergi jauh, aku tetap disini Ron." Tangan kanan Cherry menyentuh dada Aron, sang lelaki pun segera menggenggam tangan kekasihnya, "aku akan tetap di hati kamu, kamu jangan takut kesepian."

"Gak boleh! Kamu ga boleh pergi Cherr. Sumpah demi tuhan aku gak akan ijinin kami untuk pergi. aku gak tau gimana hancurnya aku kalo kamu pergi."

"Kamu boleh sedih, tapi jangan terlalu lama. Aku pamit ya sayang."

...🥀...

"CHERRY!"

"Ron lo udah sadar??"

Netranya melihat sekelilingnya, "Gue dimana?"

Regan membawa segelas air putih hangat ke hadapan Aron, "minum dulu. Lo tadi pingsan."

Aron melihat tangan kirinya sudah terpasang infus, "gue mau ketemu Cherry!" Aron berontak di tempat tidurnya.

"Ron Cherry udah gak ada. Lo diem dulu disini, kata dokter infusnya harus habis dulu."

"Gak mungkin! Tadi Cherry ketemu gue, gue harus liat dia. Dia di mana? Dirumahnya? Biar gue jemput. Minggir lo!" Aron bangkit dari tempat tidurnya dan mencabut paksa infus yang terpasang.

"CHERRY UDAH GAK ADA LO DENGER GAK SIH RON?? CHERRY UDAH PERGI LO HARUS NGERTI RON. LO HARUS TERIMA!!"

Lelaki kuat itu kehilangan ketegarannya, air mata jatuh begitu saja tanpa permisi.

Regan yang melihat sahabatnya sebegitu rapuh, memeluk Aron erat.

"Lo gak usah takut. Gue, Adnan, Jordan, semua anak Hellion, kami disini ada sama lo. Sabar bro gue ngerti rasa sedih lo, tapi lo juga ga boleh sebegininya kami sedih liat keadaan lo sekarang."

...🥀🥀🥀...

Ojol

"Lan"

Alana menengok ke arah mamanya, "Ya ma?"

"Tolong pesenin ojek online ya? Buat anterin makan siang Abang-Abang mu."

Alana memutar bola matanya, "Ketinggalan lagi?"

Mama mengedikan bahunya, "Tau sendiri mereka yang satu pelupa yang satu ceroboh terus disatuin gitu deh hasilnya."

"Oke deh, Alana pesenin."

Alih-alih memesan ojek online untuk mengirim barang, anak bungsu itu malah memesan ojek biasa. Iya bener, dia ikut naik ojek buat anter makan siang Abang-Abang nya.

Sesaat setelah ojol pesanannya sampai, tiba-tiba ide gila muncul begitu saja di kepalanya, "Bang, saya yang nyetir ya?" Pinta Alana.

Si Abang ojol keliatan ragu sekaligus takut, masa iya ini anak cewek mau gantiin dia nyetir, "ga bisa neng saya takut."

"Duh bang saya ini pembalap loh, Abang jangan meragukan skill nyetir motor saya dong." Elaknya.

Mimik wajah si abang ojol terlihat tidak yakin begitu mendengar kalau penumpangnya ini seorang pembalap. Bagaimana tidak, outfit yang dipakai Alana saja sangat tidak mengganbarkan seorang pembalap. Baju kodok gombrong dengan kaus bergaris, apalagi hari ini dia mengepang dua rambutnya. Haduh Alana.

"Gini deh, trial sampe depan komplek. Gimana? Saya tambahin deh tip nya." Sogok Alana sembari menaik turunkan kedua halisnya.

"Tapi punya SIM kan?" Tanya abang ojol meyakinkan.

Sial, Alana gak mikir sampe sana. Tapi kan deket? Tapi kan tetep harus menaati peraturan, Tapi kan dia juga bosen diem di rumah terus.

"aaaahhhh SIM ya, SIM saya ada, ada kok!! Tapi kemaren saya kecopetan KTP, SIM, kartu-kartu semua di sana. Aduh lagian deket bang, sekarang juga bukan jam-nya polisi patroli kali."

"Yaaaa... udah deh ayok. Trial sampe depan komplek, jangan ngebut-ngebut ya mbak."

Alana seketika tersenyum lebar, "nah gitu dong. Tenang bang saya terbiasa makan aspal sirkuit."

Akhirnya sampai di gerbang komplek, "gimana bang? Lanjut gak nih?"

Merasa aman dan tidak ada kejanggalan, abang gojek setuju untuk meneruskan perjalanan, "Iya dah, ati-ati."

"ahaha siap bang meluncurrrr."

10 menit kemudian mereka sampai di depan kantor, dengan jarak tempuh biasa sekitar 15 menit. Alana turun dari motor dan melepas helmnya.

"Bang gapapa?"

Si Abang ojol menatap Alana, tangannya gemetar hebat, bola matanya juga melotot hampir keluar, "neng beneran pembalap?"

"Heheheh, bukan bang. Ini nyetir motor perdana saya, dan selamat abangnya jadi orang pertama yang saya bonceng yeayy!!"

Si Abang makin jantungan denger kalo Alana pertama kali naik motor, mana ngebut edan masih untung nyawanya ga ikut terbang tadi.

Alana menyodorkan uang dua lembar seratus ribu, "nih bang ongkos sama tipnya."

"Ini mah kebanyakan."

"Gapapa sekalian kompensasi udah bikin Abang gemeteran."

Alana melangkah masuk ke dalam setelah urusannya selesai dengan penumpang motor perdananya tadi.

"Mbak Alana!"

"Eh om Gugun! Makin ganteng aja!"

Lelaki yang dipuji itu tersenyum tersipu akibat ulah Alana, "mbak Alana bisa aja."

Gugun itu satpam penjaga pintu utama kantor jadi dia jelas kenal betul dengan Alana, gadis manis dan ceria itu selalu menyapanya tiap kali berkunjung. Tak sungkan ia memanggilnya dengan sebutan Om.

"Tumben ke kantor, udah lama gak mampir, sehat kan mbak?"

Alana tertawa lalu mengangkat kotak maka yang ia pegang sedari tadi, "iya nih ada tugas negara nganterin makan siang. Sehat dong Om! Liat nih" Tubuh Alana berputar sembari menggoyangkan kakinya, "sehat kan?"

Gugun mengangguk senang, "iya makin cantik juga mbak Alana."

Alana mengibaskan rambutnya, "kalo itu udah jelas, mutlak dan tidak perlu diragukan. Udah ah Om saya jadi malu, saya masuk ya, takut Upin Ipin kelaparan. Semangat Om Gugun!"

...🥀🥀🥀...

Jadi-jemarinya sibuk mengetik di laptop miliknya, sembari mengawasi adiknya yang sedang asik menonton sambil mengangkat kaki diatas sofa ditemani dengan popcorn yang dia beli sendiri di minimarket lantai bawah. Dentingan notifikasi ponsel membuat Aksana terdistraksi dari fokusnya, beberapa pesan dari mamanya membuat dahinya mengerut heran. Mamanya khawatir dan mengatakan kalau adik bungsunya hilang tidak ditemukan di semua sudut rumah, padahal jelas-jelas seonggok Alana hanya berjarak beberapa meter darinya.

Setelah menenangkan rasa khawatir mamanya, Aksara menutup laptopnya. "Lo gak bilang ke mama kalo mau ke sini?" katanya.

Alana yang mendengar kakaknya berbicara, pura-pura tak mendengar dan terus fokus dengan film yang sedang ia tonton. Perlahan dia menaikan volume suara agar suara kakaknya semakin tidak terdengar.

"Lan gue tau ya lo denger."

Tapi Alana lupa secerdas-cerdasnya dia, masih ada dewa ngibul diatas dia. Yaaa... sejenis kibul-mengibul adalah suatu ilmu untuk bertahan hidup di keluarga mereka.

Aksana mencabut kabel TV di ruangannya, membuat Alana bangkit dan memasang wajah cemberutnya, "ah Abang mah!"

"Ya lo lagian, bisaan banget kabur dari mama, mama khawatir tau!"

"Ya kan Lana bosen di rumah! Bentar lagi jadi Rapunzel nih lama-lama"

"Ya kan bisa minta tolong Mas Adi buat anter, jangan banyak tingkah dong dek kasian mama khawatir mulu gara-gara lo buat ulah."

Alana mendekat ke arah Aksana, "Bang, Lana cuma pengen keluar susahnya minta ampun. Lana cuma pengen main kayak orang gitu jalan-jalan. Lana bosen di rumah mulu."

Aksana membuang napasnya pelan, ia mengerti, amat sangat mengerti perasaan adiknya. Tapi ia dan keluarganya hanya khawatir, mereka mengkhawatirkan kesehatan Alana, itu saja. Mereka hanya tidak mau kehilangan satu-satunya mutiara yang selama ini mereka jaga.

"Bang Lana tau yang ada di pikiran Abang, Abang jangan terlalu khawatir. Lana sehat banget sekarang, Abang liat Lana sekarang! Adek Abang ini sehat banget, Abang gak usah khawatir lagi, lagian operasi nya udah 3 tahun lalu, dan Lana juga bukan anak kecil lagi kali."

Aksana tidak mengeluarkan sepatah katapun untuk menanggapi ocehan adiknya itu. Sudah pusing urusan kantor ditambah lagi pening menanggapi kelakuan ajaib adiknya.

"Udah ah, gue males sama lo! Kita musuhan! Kita ga bestie lagi! Lo gue end!" Alana melangkah meninggalkan ruangan Aksana.

"Heh mau kemana Lo?"

"Mau ke Abang kesayangan gue! Sekarang Abang kesayangan gue pindah tahta ke Bang Sara." Alana mengacungkan jempolnya kebawah tanda kalau Aksara hari ini sedang mode payah.

"Heh Abang lo lagi meeting lolot."

"Bodo amat!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!