NovelToon NovelToon

Kekasihku Ayah Sahabatku

BAB 1 : Aku Dan Hidupku

Aku tidak menyangka akan sedekat ini dengannya. Matanya memandang mataku dengan penuh kelembutan, aroma nafasnya terhembus hangat dan tercium bau rokok mint favoritnya, tangannya menyentuh kedua bahuku dan perlahan naik sampai menyentuh wajahku. Aku memejamkan mataku, karena aku paham betul ini lah saatnya ia akan menyentuh bibirku dengan bibirnya.

Aku merasa ada gairah yang menggebu disana, darahku berdesir. Namun aku pun merasakan kasih sayang yang hangat dan berbeda untuk pertama kalinya. Juga rasa bersalah yang teramat sangat saat aku membayangkan wajah ibuku dan Anita, sabahat baikku.

Ia pun mengehentikan ciuman itu disaat yang tepat dan sangat lembut melepaskan aku dari genggamaan tangannya. Ia melihat sekeliling untuk memastikan bahwa tak ada yang melihat kami.

"Maaf, aku terlalu terburu-buru. Aku ngga bermaksud untuk..."

"Ngga apa-apa, aku suka dan nyaman. I'm ok!" Aku sengaja memotong ucapanya untuk sekaligus meyakinkannya bahwa aku juga menikmatinya.

"Aku pergi ya, sebentar lagi Anita pasti datang." Aku hanya mengangguk dan tersenyum padanya.

Ia kemudian pergi meninggalkan aku yang masih berdiri mematung di depan pintu kulkas di dapur rumahnya.

Kalian pasti ingin tahu siapa orang yang baru saja merenggut ciuman pertamaku kan?! Iya, baru saja terjadi dan itu adalah ciuman pertamaku. Tapi sebelumnya aku ingin kalian tahu siapa aku.

Aku Dahlia, semua orang biasa memanggilku Lia. Aku anak semata wayang dari hasil pernikahan Ibu dan mendiang Ayahku. Ayah meninggal waktu aku masih sekolah menengah. Ibu yang sebelumnya hanya seorang ibu rumah tangga biasa mendadak harus menjadi tulang punggung untuk menghidupi aku dan dirinya.

Kami tinggal di rumah peninggalan ayah yang cukup besar namun sederhana dengan 2 kamar tidur didalamnya. Banyak sekali tumbuhan bunga melati, bunga kamboja serta pandan di halaman belakang rumah, biasanya untuk ibu jual saat musim ziarah.

Teman-temanku jarang sekali mau ku ajak kerumah, karena aromanya seperti kuburan baru katanya. Tapi, aku dan ibu justru senang berada di kebun bunga belakang rumahku ini, dan ibu bilang ngga perlu takut kalau aromanya seperti kuburan baru, sebab hidup yang sesungguhnya jauh lebih menakutkan.

Sebenarnya ayah meninggalkan warisan yang lumayan banyak, tapi ibu memilih untuk menyimpan semuanya untuk biaya sekolahku sampai tamat. Dan untuk hidup sehari hari biasanya ibu berjualan kue dan roti keliling yang dibuat tetangga kami. Ibu bejualan keliling mulai dari subuh sampai jam 8 pagi, dan setelahnya ibu bekerja di tempat laundry cucian sampai jam 7 malam. Terkadang kalau kue dan rotinya belum habis, ibu membawanya ke tempatnya bekerja di laundry cucian untuk dijual sampai habis. Terkadang juga ibu meminta bantuanku untuk menjualnya di sekolah sampai kue dan rotinya habis.

Aku sudah terbiasa membantu ibu berjualan atau membantu ibu bekerja di tempat laundry. Tapi aku ngga pernah melewatkan sekolahku, karena aku ngga mau lihat ibu nangis lagi. Dulu aku pernah bolos sekolah karena bosan dan mau main saja, tapi lalu ibu tahu dan bukannya marah dia justru nangis kencang. Dia justru menyalahkan dirinya karena dia merasa ngga bisa mendidik aku soalnya dia sibuk kerja. Aneh kan ibuku?!

Aku tumbuh menjadi anak yang mandiri dan banyak belajar sesuatu sendiri. Tapi aku selalu rangking kelas dan aku janji sama ibu kalau aku ngga akan kecewain ibu sama nilai-nilaiku. Aku juga terbiasa mengerjakan semua pekerjaan rumah sendiri, karena aku kasihan lihat ibu kalau masih harus berbenah rumah sepulang kerja.

Bisa dibilang aku ini anak gadis ibu yang baik sampai suatu ketika saat aku dan Anita, sahabatku dari sekolah menengah pergi berlibur bersama ayahnya keluar kota. Aku memang sudah biasa pergi bersama Anita untuk sekedar liburan pendek ke tempat-tempat wisata terdekat atau pun pergi liburan keluar kota bersama keluarganya. Ayah Anita sangat baik padaku, begitu pun sepupu, nenek, mamah dan ayah tirinya yang sangat ramah dan menganggapku seperti anggota keluarga mereka sendiri.

Ya, mamah Anita sudah lama berpisah dengan ayahnya dan kini mamahnya sudah punya keluarga baru, sedangkan ayahnya masih dengan status duda seperti ibuku yang masih nyaman dengan status jandanya. Orang tua Anita sudah lama berpisah, Anita sering kesepian dan sebab itu lebih sering mengajakku kerumahnya dan ikut liburan bersamanya.

Tepatnya 3 tahun lalu waktu aku ikut berlibur ke luar kota bersama Anita dan ayahnya. Kami menginap di sebuah vila besar dengan 2 kamar dan 1 kamar mandi di dalamnya. Aku baru saja selesai berenang di kolam renang kamar vila yang kami tempati, aku mau mandi dan membersihkan diri setelah Anita selesai dan masuk kamar untuk berganti pakaian.

Aku masuk ke dalam kamar mandi, kemudian langsung membuka pakaian renangku dan menyalakan shower lalu mandi. Tiba-tiba aku mendengar suara seseorang berdehem dan aku pun mencari sumber suara itu. Betapa terkejutnya aku saat melihat ke dalam bath tub dan ada ayah Anita berendam disana.

Aku diam mematung melihatnya tanpa busana di dalam bath tub begitu pun ia menatapku tanpa busana di bawah guyuran shower. Jantungku berdegup kencang, aku hampis pingsan, aku begitu malu dan takut tapi kakiku tidak bisa bergerak. Ia lalu mengambil handuk, berbalik membelakangiku dan memakai handuk itu. Ia kemudian mengambilkan aku handuk tanpa melihat ke arahku.

"Cepat pakai!" Suara itu membangunkan aku dari rasa gugup dan terkejut yang membuat aku sampai diam bengong dan nampak seperti orang bodoh.

Setelah memakai handuk itu ia kemudian berbalik ke arahku dan bilang, "Rahasiakan ini dari Anita ya. Om minta maaf dan ngga sengaja, tapi om janji akan hapus ingatan om dari semua yang terjadi barusan."

Saat hendak membuka pintu tiba-tiba suara Anita terdengar memanggilku dari luar.

"Lia, kalau sudah selesai kita ke resto ya, aku tunggu disana. Aku makan duluan nanti kamu nyusul ya." Teriak Anita dari balik luar pintu kamar mandi.

Aku gugup dan takut hingga menjawab dengan suara tercekat, "hm...o..ookeh An..Anita."

Ayah Anita nampak seperti sedang menahan pintu sambil melihat ke arahku dan memberi aba-aba untuk tenang. Disaat itu lah aku dan diriku berubah jadi begitu menyukainya. Aku sama sekali tidak merasa ternodai atau bahkan terlecehkan karena ia sudah melihatku tanpa busana. Aku justru mengagumi caranya mengatasi masalah ini dan tentu mengagumi tubuh dan parasnya yang menawan.

BAB 2: Beby

Semenjak kejadian di vila 3 tahun lalu, aku jadi semakin bersemangat kalau akan bertemu Anita. Aku sering mencuri curi pandang dengan ayahnya, pernah dengan sengaja bertatapan mata dengan ayahnya, menyentuhnya, bahkan sedikit menggodanya. Aku juga sering mencuri waktu untuk sekedar berbicara dengan ayahnya. Bahkan yang paling gila adalah aku dengan sengaja mencuri nomor handphone ayahnya dan menghubunginya.

Ya, saat itu aku masih 18 tahun dan aku paham mengapa ayah Anita sering mengabaikanku. Tapi aku yakin kecanggungan yang ia tunjukkan saat berdekatan denganku adalah karena ia juga punya ketertarikan yang sama denganku. Usia kami terpaut 24 tahun dan sekarang usiaku sudah 21 tahun sedangkan ia sudah berusia 45 tahun. Aku memang masih muda tapi dia juga belum terbilang tua. Kami sudah menjalani hubungan cinta rahasia ini selama setahun lebih. Dan sampai sekarang aku masih menikmatinya, menikmati saat-saat cemas waktu sedang curi kesempatan untuk bermesraan atau bahkan dag dig dug saat harus bertatapan atau bersentuhan di depan Anita atau orang banyak.

Sebenarnya sah-sah saja kalau kami menjalani hubungan percintaan karena kami sama-sama belum punya pasangan alias single. Tapi karena ia adalah ayah Anita, sahabat baikku dan ia juga seumuran dengan ibuku, jadilah kami harus merahasiakan semuanya rapat-rapat. Selain itu, hubungan kami harus dirahasiakan rapat-rapat juga dari keluarga Anita yang sudah menganggapku seperti keluarga sendiri.

Ngga bisa aku bayangkan bagaimana jadinya kalau ibu sampai tahu aku pacaran sama pria yang seumuran dengannya bahkan seorang duda dan ayah kandung sahabatku. Bahkan aku ngga mau bayangin gimana kalau Anita sampai tahu aku dan ayahnya pacaran. Pasti kacau banget, dan aku pasti malu banget. Malu karena kesannya aku adalah orang yang ngga tahu diri dan memanfaatkan kebaikannya. Padahal cintaku untuk ayahnya tulus dan bahkan ini adalah cinta pertamaku.

"Lia, kamu udah ambil minumannya? Yuk ke kamar, kita mulai filmnya." Anita mengajakku masuk kamarnya yang super nyaman untuk menonton film terbaru. Hal yang biasa aku lakukan kalau sedang ke rumahnya. Dan barusan aku sengaja ke dapur untuk ambil minum sekalian janjian dengan ayahnya.

Dulu, aku simpan nomor handphone ayahnya tanpa sepengetahuan Anita. Aku sering menghubungi nomor ayahnya, lalu ku matikan waktu diangkat. Mendengar suaranya saja sudah sangat senang sampai jantungku mau loncat. Tapi kemudian aku ketahuan, waktu itu aku sedang menunggu Anita ke toserba dan aku di dalam mobil bersama ayahnya. Ayahnya sengaja menghubungi nomor yang sering menghubunginya itu, dan handphone milikku berbunyi.

"Ini nomor handphone kamu, Lia?" tanya nya sambil menatapku dari kaca spion.

Aku tertunduk malu, aku bingung harus jawab apa. Rasanya seperti ketahuan habis melakukan kriminal, jantungku berdegup sangat kencang, aku malu, takut, dan gugup.

"Nomor kamu om simpan ya. Dan jangan dimatikan lagi kalau teleponmu om angkat."

Deg! Ninu ninu ninu...*suara sirine ambulance terdengar di kepalaku.

Aku harus ke IGD sekarang juga! Jantungku mau loncat keluar! Hahaha... Aku senang banget, karena itu artinya aku dapat lampu hijau. Yes! Aku boleh menghubunginya, bahkan seperti ajakan bagiku untuk menelpon dia lagi. Begitulah awalnya hingga sampai sekarang aku masih terus berhubungan dengan ayahnya.

"Lia, kamu sudah ketemu ayahku? Dia baru sampai tadi pagi dari luar kota, katanya dia mau kasih kamu oleh-oleh." Tanya Anita tiba-tiba sambil menonton film, dan jantungku selalu dag dig dug kalau dia bahas ayahnya.

"Mh... Belum sih, emang oleh-oleh apa, Nit?" tanyaku pura-pura ingin tahu, padahal aku sudah tahu oleh-olehnya, yang salah satunya adalah ciuman tadi.

"Nanti aja ya kamu lihat sendiri, bagus deh pokoknya! Aku yang pilihin oleh-olehnya waktu ayah video call aku kemarin."

"Oke. Jadi penasaran..."

Cling. Suara handphone ku berbunyi, ada notifikasi chat wa dari Beby disana. Iya, aku namai kontak ayahnya Anita dengan nama Beby, nama sebenarnya Roby tapi aku ngga berani kasih nama itu di kontakku, apalagi kasih embel-embel sebutan 'sayangku', 'pacarku' atau lain sebagainya. Dan aku katakan pada Anita kalau aku punya teman kampus yang cukup akrab denganku bernama Beby.

Aku buka chat nya, disana tertulis, 'Gimana tadi? Jangan marah ya, Lia.'

Aku jadi teringat adegan ciuman tadi, begitu lembut dan hangat, ingin sekali mengulanginya lagi. Aku pun jawab chat nya, 'Happy banget, mau lagi, beb😘'

Aku memang anak yang apa adanya dan tidak sungkan mengutarakan apa yang ada di hati atau pikiranku, apalagi dengan kekasihku Roby. Dan iya, aku memanggilnya 'beb', tapi ia tak pernah memanggil aku dengan sebutan sayang, dia lebih sering menyebut namaku saja. It's ok, yang penting hubungan kami lancar dan saling memiliki.

"Chat dari siapa, Lia?" Tanya Anita padaku.

"Ini, Beby wa aku, tadi pagi dia kasih aku makanan pas lewat depan rumah." Aku beralasan.

"Dia lewat depan rumah kamu? Dia dari mana mau kemana?"

"Aku ngga tau, dia cuma bilang mau mampir, terus dia kasih aku makanan. Oh ya, itu makanannya ada di tas. Mau coba?" Aku berbohong pada Anita, makanan itu memang ada di meja makan tadi pagi, aku sengaja membawanya karena pikirku mungkin akan ku makan bersama Anita. Tak kusangka bisa aku jadikan alibi.

Handphone ku berbunyi lagi, ada notifikasi chat wa lagi dari Beby. Aku pun membaca dan membalasnya sementara Anita sedang memakan makananku sambil terus nonton.

'Lia, nanti ketemu ya'

'kan tadi sudah, ada apa?'

'ku tunggu di depan toserba jam 8'

'masih kangen? Jadi ngga sabar nunggu jam 8 malam'

'keep it secret. Kangen beraaaatt'

Aku pun tersenyum membaca chat wa nya, sampai-sampai Anita melirik ke arahku.

"Nit, aku pamitan ya jam 7 malam nanti. Aku mau pergi sama ibu."

"Oke... Tapi nanti ketemu ayah dulu ya, ambil oleh-olehnya. Atau ambil aja sekarang, ayah kayaknya di kamar."

Wah, kesempatan bagus sebetulnya, tapi aku ngga mau kelihatan banget kalau aku kepingin banget ke kamar ayahnya.

"Ah ngga Nit, ngga enak lah takut ganggu, mungkin lagi istirahat"

"Ngga kok, sana gih ambil. Ketuk aja pintunya, bilang Anita yang suruh ambil oleh-olehnya. Takut lupa, soalnya ayah kan sering keluar rumah" Anita menyuruhku sambil sedikit mendorongku keluar kamar.

Oke, ini benar-benar kesempatan yang kebetulan. Aku jadi grogi, padahal kalau dilihat dari kacamata orang biasa, aku hanya sekedar ke kamar ayahnya lalu ambil oleh-oleh dan bilang terima kasih. Tapi, karena aku dan 'Beby' ada hubungan jadinya aku grogi banget, seperti takut ketahuan rahasia hubungan kita terbongkar.

BAB 3: Oleh-oleh

Aku menuruni anak tangga menuju kamar 'Beby' yang adalah ayah Anita, kekasihku. Aku sampai di depan pintu kamarnya, lalu ku ketuk 3 kali.

"Om, ini Lia. Anita bilang, ada oleh-oleh buat Lia." Suaraku bergetar karena grogi, padahal ini kan hal biasa.

"Masuk aja Lia, om ambilkan oleh-olehnya." Terdengar suara dari dalam kamar menyahut.

Aku membuka pintu kamar dengan hati-hati, aku menoleh kebelakang melihat sekitar lalu masuk. Tiba-tiba 'Beby' menarik lenganku lalu menutup pintu rapat. Ia menyandarkan tubuhku ke dinding di samping pintu, ia melingkarkan lengannya ke pinggangku lalu menciumku.

Ia benar-benar mencium bibirku, ia ********** dengan penuh gairah, aku pun tak hanya diam dan langsung membalasnya tak kalah seru. Aku betul-betul tidak lagi membayangkan Anita atau ibu, yang aku pikirkan saat ini hanya bagaimana aku harus memanfaatkan kesempatan ini dengan baik dan menikmati semua yang terjadi kali ini.

Ia sempat menghentikan ciuman panas itu lalu menatapku, aku tak punya kesempatan untuk hanya bertatapan saja, aku langsung menyambar bibirnya lagi. Aku tidak mau kehilangan kesempatan baik ini dan menyia- nyiakan waktu yang sangat sedikit ini.

Aku memeluknya sangat erat sambil terus membalas ciumannya, nafas kami begitu cepat, bahkan aku dapat merasakan jantungnya berdegup kencang seperti jantungku.

Tapi, ia lalu menghentikan ciuman itu lagi, dan disaat aku akan menyambar bibirnya lagi, ia mendorongku dan membungkam mulutku dengan tangannya.

"Lia, kamu harus ambil oleh-olehnya, Anita pasti tunggu kamu di kamarnya. Nanti kita ketemu di depan toserba seperti yang aku bilang di chat, ada yang mau aku bicarain sama kamu."

Aku tidak menjawab apa pun, aku hanya mengangguk dan tersenyum setelah ia merapikan rambutku, melihat wajah dan penampilanku untuk memastikan tidak ada hal mencurigakan yang tertinggal.

"Ini oleh-olehnya, Anita yang pilih, mudah-mudahan kamu suka ya." Lalu 'Beby' memberikan aku sebuah kantong tas besar.

Aku melihat ke dalam isi kantong tas besar yang diberikannya padaku, ada sebuah dus disana dan saat aku buka, ada sebuah tas mungil yang sangat cantik di dalamnya.

"Coba lihat ke dalam isi tasnya." Ia memerintahku untuk melihat isi di dalam tas mungil itu.

"Apa ini? Cincin?! Ini cincin untukku?!" Aku sangat terkejut melihat sebuah kotak perhiasan yang setelah dibuka terdapat cincin permata biru yang indah di dalamnya. Aku langsung memakainya, sangat cantik di jari tengah tangan kananku.

"Sebaiknya kotaknya dibuang aja ya, takut Anita lihat." Ia pun mengambil kotak cincin berwarna hitam itu dari tanganku lalu membuangnya. Sebenarnya aku ngga rela, karena kotaknya juga bagus dan ingin aku simpan saja sebagai kenangan.

"Terima kasih ya, aku suka cincinnya, warna biru nya cantik dan pas banget di jariku."

"Aku pilih warna biru karena tahu kalau kamu suka warna itu."

"Sebenarnya aku suka warna biru karena kamu suka warna ini. Dari dulu aku selalu perhatikan semua kemeja, kaos bahkan sepatu sampai tas kamu warnanya banyak yang biru."

"Ohya?! Segitunya kamu perhatiin aku?" Jawabnya menggodaku.

"Ngga juga sih, kebetulan aja sering lihat kamu lagi pakai warna biru."

"Selain yang disebut tadi, ada lagi ngga barang-barang warna biru yang suka aku pakai?" Tanyanya lagi menggodaku.

"Ada. Tuh yang didalem situ." Jawabku sambil nyengir dan menunjuk ke arah celananya.

"Apa?! Waah...kamu sampai lihat ke dalam celanaku juga? Kacau anak jaman sekarang."

"Eh emangnya apa?! Maksud aku tuh uang. Barang warna biru yang sering kamu pakai. Pikirannya kotor nih."

Kami pun tertawa bersama, seandainya saja bisa tertawa sebebas ini dimana saja kita mau.

"Ngomong-ngomong dari semua oleh-olehnya, yang mana yang paling kamu suka?" Ia menggodaku lagi dengan pertanyaan itu, sambil berjalan mendekat ke arahku dan merengkuh pinggangku.

"Hm... Emang oleh-olehnya apa aja sih?" Jawabku balik menggodanya dan mendekatkan bibirku ke telinganya.

"Aku tahu yang mana yang paling kamu suka. Pasti oleh-oleh yang aku kasih di dapur dan di kamar ini kan?" Katanya sambil mendekatkan bibirnya ke bibirku lagi seolah olah akan menciumku lagi. Tapi, kemudian ia mundur dan melepaskan aku.

"Yasudah, Anita pasti sudah lama nunggu kamu, sebaiknya kamu ke kamarnya lagi. Bye." Ia lalu mengecup keningku, membalikkan tubuhku ke arah pintu, lalu membuka pintu kamarnya. Aku pun langsung keluar kamarnya kemudian berakting lagi.

"Terima kasih ya om." Aku berbalik sebentar melambaikan tangan padanya.

Aku kembali ke kamar Anita, dia pun segera menyambutku dan menanyakan padaku apa aku suka pada tas pilihannya.

"Bagus banget, aku suka tasnya. Selera kamu emang selalu bagus, Nit."

"Eh ngomong-ngomong aku kok baru lihat ya cincinnya."

Deg! Jantungku berdegup sangat kencang, aku memutar otak mencari alasan.

"Ah masa sih?! Aku pake kok dari tadi."

"Siapa yang beliin? Ibu?" Tanyanya sambil melihat cincin di jariku.

"Mh... Iya, ibu yang beliin. Katanya supaya ada pemanis gitu..." Jawabku seadanya.

"Enak yah punya ibu yang perhatian... Mamahku mah boro-boro perhatian, nanya kabar aku aja jarang."

"Tapi kamu kan punya ayah, aku udah ngga punya."

"Eh, kamu kok gitu sih ngomongnya, aku jadi ngga enak nih. Yaudah, lanjut dulu yuk filmnya. Habis itu makan dulu, baru kamu boleh pulang."

Aku sedikit lega karena akhirnya obrolan kami tidak lagi membahas cincin pemberian 'Beby'. Aku pun melanjutkan film yang sebenarnya sejak awal tidak fokus aku tonton, tapi kurang lebih aku tahu ceritanya karena sepanjang film Anita selalu membahas kembali karakter setiap pemainnya.

Aku sempatkan untuk menemani Anita makan sebelum akhirnya pamit pulang karena sudah ada janji dengan 'Beby'ku. Dia sudah pergi keluar rumah 15 menit sebelum aku menyelesaikan makananku. Dia pamit dan beralasan pada Anita kalau dia mau keluar menemui temannya.

Sebelum keluar 'Beby' sempat melirik ke arahku dan melihat cincin di jariku, yang memang dengan sengaja aku tunjukkan dengan mengangkat tanganku dan menyentuh rambutku saat dia sedang melirik ke arahku.

Dari semua oleh-oleh yang pernah dia kasih, sepertinya kali inilah yang paling berkesan, terutama oleh-oleh waktu di dapur dan di kamarnya, tepat seperti katanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!