"Yang.. Nanti ketemu ya," pesan teks dari Jinan untuk wanitanya, Alana.
"Lagi? Kemarin baru ketemu kan?" balas Alana.
"Gak mau ya, 😔." balas Jinan lagi.
"Nanti malem jemput di kantor jam 7." balas Alana.
"Baik 😘." Jinan membalas dengan senang.
— Alana memang bekerja di sebuah kantor yang bergelut di bidang makanan di Jakarta. Berbeda dengan Jinan yang memiliki sebuah cafe.
Jinan berkali-kali membujuk kekasihnya agar mau bekerja di cafenya saja, tapi Alana selalu menolak karna alasan ingin mandiri dan tak mau bergantung sama Jinan.
Kadang alasan itu juga yang bikin Jinan selalu marah. Jinan merasa tidak pernah di hargai sebagai lelaki.
***
Jam menunjukkan pukul 17.00, Alana sudah menyelesaikan semua berkasnya untuk hari ini. Tapi..
"Alana." panggil atasan Alana.
"Iya pak." balas Alana sopan.
"Ini tolong di revisi semuanya, banyak sekali perhitungan yang salah. Kamu kenapa lagian akhir-akhir ini jadi sering salah gini."
"Maaf pak, saya akan perbaiki." ucap Alana.
"Hari ini juga harus selesai, besok pagi letakkan di meja saya."
"Baik pak."
Alana menatap tumpukan berkas yang ia serahkan kemarin. Dia melihat banyak sekali coretan.
Alana mengusap wajahnya, lagi-lagi dia harus lembur hari ini. Walupun sangat letih, dia pun segera menyelesaikan berkas itu.
***
Pukul 18.45 Jinan sudah menunggu Alana di depan kantor seperti yang di suruh kekasihnya itu. Tapi di sisi lain Alana masih sibuk dengan laptopnya. Ia sampai lupa dengan janjinya bersama Jinan.
Dering telepon menghentikan aktifitas kerja Alana. Dia menepuk dahinya melihat siapa nama yang tertera di layar teleponnya.
"Mati aku, kok bisa lupa sih." gumam Alana lalu menekan tombol hijau di layar handphone nya.
"Halo, iya Jinan."
"Al, aku di depan." suara Jinan dari seberang telepon.
"Iya aku keluar, tunggu sebentar."
Alana mematikan telepon dan segera berjalan keluar dengan terburu-buru.
"Jinan.." panggil Alana saat melihat Jinan sedang berdiri bersandar mobil sambil memainkan hp nya.
Jinan menyambut Alana dengan senyum manisnya.
"Kok lama sih sayang. Tapi kamu gini aja? Gak ganti baju? Tas kamu mana?" tanya Jinan saat melihat Alana keluar hanya membawa hp di tangannya.
"Maaf." Alana menyatukan kedua tangannya di depan wajahnya.
"Lagi?" ucap Jinan seolah mengerti yang di maksud Alana.
Alana hanya mengangguk sambil memanyunkan bibirnya yang mungil.
Jinan menghela nafasnya.
"Besok deh ya, besok aku libur kan, kita bisa jalan sampe puas. Lagian kemarin kita kan udah ketemu." ucap Alana memelas.
"Kemarin ketemu cuma buat jemput kamu doang Al. Apa kamu gak mikir udah beberapa minggu ini kamu gak pernah ada waktu buat aku?" ucap Jinan mulai kesal.
"Iya maaf, besok beneran ketemu deh ya." Alana memohon.
"Lagian kerja apaan sih yang harus bikin kamu lembur terus-terusan kayak gini? Aku sudah bilang, ikut aku aja, kenapa sih keras kepala banget." ucap Jinan mulai marah.
"Kamu bahas hal yang sama lagi. Berkali-kali kamu nyuruh aku kerja di cafe kamu, berkali-kali juga aku udah ngasih alasan ke kamu." ucap Alana.
"Apa? Gak mau bergantung sama aku? Harus Alana, kamu harus bergantung sama aku, karna aku cowok kamu. Kamu anggap apa aku selama ini? Aku merasa jadi cowok yang gak ada gunanya sementara si cewek bekerja mati-matian di tempat lain." ucap Jinan penuh kemarahan.
"Kok kamu jadi marah-marah kayak gini sih." ucap Alana.
"Siapa yang gak marah ketika si cewek gak pernah ada waktu untuk cowoknya? Siapa yang gak marah ketika si cewek tak pernah menganggak si cowok sebagai tempat bergantung. Aku jadi cowok kayak gak ada harga dirinya tau gak." oceh Jinan.
"Udahlah Jinan, kalau kamu cuma mau marah-marah mending sekarang kamu pergi. Aku lagi gak mau berantem. Lagian ini di kantor, dan kerjaan aku juga masih sangat banyak."
Tanpa sepatah katapun Jinan segera berjalan memasuki mobilnya dan menutup pintunya dengan sangat kencang.
Alana menghela nafas dalam melihat tingkah kekasihnya ini. Dia memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing.
Alana masuk kembali ke meja kerjanya. Dia menelungkupkan kepalanya di meja. Tiba-tiba sesuatu mengalir dari hidungnya. Alana ternyata mimisan. Ia segera mendongak dan menutup hidungnya dengan tisu agar darah tak mengalir lebih banyak.
Setelah ia merasa mimisan nya telah berhenti dia segera kembali berkutat dengan laptopnya.
***
Di sisi lain Jinan malah sedang mabuk-mabukan di sebuah club malam.
Jinan selalu begitu, jika ada masalah pasti larinya ke minuman. Padahal hal itu adalah hal yang paling di benci sama Alana. Dan Jinan juga tau itu.
"Sudah bro, lo udah mabuk berat." ucap Rio, sahabat Jinan sekaligus bekerja di club tersebut.
Jinan tak menggubris perkataan Rio, ia terus saja minum sampe 2 botol ia habiskan sendiri.
Baru Jinan mau membuka botol selanjutnya, Rio segera merebut botol tersebut.
"Pulang sana lo, ini kalau Alana tau dia pasti ngamuk." ucap Rio.
"Bodo amat, toh dia gak pernah peduli sama gue ck." ucap Jinan sambil tersenyum sinis.
"Udah ayokk pulang." Rio menuntut Jinan sampe di ke depan club. Rio memasukkan Jinan ke sebuah taksi yang terparkir di depan club.
"Jalan tulip no. 36 pak." ucap Rio kepada supir.
Supir pun menancapkan gasnya menuju alamat yang di suruh Rio.
"Jalan dahlia no. 12." ucap Jinan masih sambil memejamkan matanya.
Supir pun mengalihkan rute perjalanannya sesuai permintaan Jinan.
***
Jam menunjukkan pukul 11 malam. Alana baru saja tiba di rumahnya. Baru saja Alana ingin merebahkan tubuhnya, tiba-tiba ada yang menggedor-gedor pintu rumahnya.
Alana membuka pintu dan mendapati Jinan yang tiba-tiba jatuh ke pelukannya.
"Halo sayang." ucap Jinan sembari tersenyum.
"Bau banget, kamu mabuk lagi ya." tanya Alana sambil menggandeng Jinan menuju sofa.
Jinan merebahkan dirinya di sofa tanpa berkata sepatah katapun lagi. Sepertinya dia sudah tidak sadar.
Alana yang kesal pun meninggalkan Jinan seorang diri. Dia berlalu menuju kamar dan merebahkan dirinya sendiri.
"Bodo amat sama Jinan, aku ngantuk." gumam Alana dan terlelap tidur tanpa membersihkan badannya terlebih dahulu.
***
Pagi harinya tepat pukul 9 pagi Alana terbangun dari tidurnya. Dia segera membersihkan diri lalu berjalan ke ruang tengah tepat di mana Jinan semalam tertidur.
Dan benar saja, Jinan masih terlelap tidur di sofa.
"Jinan bangun." Alana menggoyangkan tubuh Jinan.
Jinan hanya menggeliat kecil tanpa membuka matanya. Matanya terasa sangat berat untuk di buka.
"Jinan ayo bangun. Kalau gak bangun kita putus ya." ancam Alana.
Walaupun terasa begitu berat, Jinan terpaksa harus membuka matanya.
"Lhoh kok aku disini." ucap Jinan setengah sadar.
"Ya kamu ngapain kesini, pake acara mabuk segala." jawab Alana cuek.
"Pusing banget." ucap Jinan memegang kepalanya.
"Salah sendiri mabuk-mabukan." Alana beranjak ke dapur mengambilkan minum untuk Jinan.
"Nih minum." Alana menyerahkan segelas air putih kepada Jinan.
Jinan meneguk habis air minum dari Alana.
"Sudah bisa buka mata? Mending sekarang kamu pulang nan." ucap Alana.
"Ngusir?" ucap Jinan.
"Iya, kan kamu sendiri kemarin yang ninggalin aku gitu aja. Jadi ngapain sekarang kamu ada di sini?"
"Iya maaf khilaf yang.. Maaf ya udah marah-marah kemarin." ucap Jinan.
"Untuk itu udah aku maafin, karna emang itu salahku juga karna gak ada waktu buat kamu. Tapi kamu mabuk-mabukan itu yang gak bisa aku maafin." ucap Alana kesal.
"Aku mabuk juga karna siapa yang." ucap Jinan.
"Ya karna kamu sendiri. Apa? Mau nyalahin aku?Sebesar apapun masalah kita kalau kamu masih inget kalau aku paling gak suka kamu mabuk, kamu pasti gak bakal lakuin itu nan." ucap Alana.
"Iya-iya maaf. Aku janji ini yang terakhir." ucap Jinan.
"Udah berapa kali kamu janji Jinan..." ucap alana terlalu kesal.
"Beneran ini yang terakhir yang, Janji." ucap Jinan mengacungkan jari kelingkingnya.
Alana menghembuskan nafasnya.
"Yaudah sana mandi, kamu bau banget. Ambil baju gantimu dulu di kamar." ucap Alana berjalan ke dapur ingin memasak sarapan.
Tanpa ba bi bu Jinan pun langsung pergi ke kamar mengambil celana pendek dan kaos berukuran over size kesukaannya.
Kondisinya, Alana ini memang sedang ngontrak rumah sendiri. Alasan nya pun yang Jinan tau hanyalah karna Alana ingin lebih mandiri, dan agar lebih bebas ketemu sama Jinan.
Gak jarang juga saat menikmati waktu luang, mereka hanya sekedar nonton di rumah berdua. Apapun itu asal mereka bisa ketemu sih kalau kata Jinan.
"Sarapan dulu sini." ucap Alana saat Jinan baru keluar dari kamar mandi.
Jinan pun menuruti duduk dan menikmati sayur sop buatan kekasih hatinya itu.
"Hari ini kemana kita?" tanya Jinan sambil mengunyah makanannya.
"Ke pantai biasanya aja nan, tapi sore aja deh ya, aku capek banget. Kita istirahat dulu deh di rumah." ucap Alana.
"Iya terserah kamu aja." ucap Jinan melanjutkan makannya.
***
Jinan sedang sibuk memainkan game di hp'nya. Tiba-tiba Alana meletakkan kepalanya di pangkuan Jinan setelah dia selesai mencuci peralatan makannya.
Jinan segera meletakkan hp nya lalu mengelus puncak kepala Alana.
"Capek banget ya kerjaannya." ucap Jinan lembut.
"Iya, entahlah nan. Aku sering bikin kesalahan sekarang. Gak tau kenapa aku jadi pelupa juga. Makanya aku mau gak mau juga harus lembur buat perbaiki kesalahan aku. Maaf ya jadi gak pernah ada waktu buat kamu." Alana berusaha menerangkan kepada Jinan.
"Kalau emang berat, kenapa gak resign aja sayang. Kalau emang kamu gak mau kerja di cafe aku, kamu bisa kerja di tempat lain yang mungkin lebih santai dan gak terlalu nguras otak." jelas Jinan.
"Semua pekerjaan gak ada yang mudah Jinan. Semua pekerjaan pasti ada tantangan'nya sendiri-sendiri. Toh aku sudah 3 tahun bekerja di sana, pasti lama-lama akan lebih mudah. Kalau harus cari pekerjaan lain, pasti harus adaptasi lagi. Aku gak mau, bakal lebih capek lagi menurut aku."
"Yaudah terserah kamu aja. Aku kan cuma khawatir. Jangan karna kamu terlalu capek, akhirnya bikin kamu sakit. Vitamin yang aku beliin masih ada gak? Kalau habis nanti aku beliin lagi." ucap Jinan.
Alana pun bangun dari rebahannya. Alana menggenggam tangan Jinan.
"Makasih ya selalu ada buat aku, maaf kalau aku selalu bikin kamu marah." ucap Alana tiba-tiba.
"Aku yang harusnya makasih. Sesibuk apapun kamu, kamu masih inget aku walaupun cuma di fikiranmu." ucap Jinan.
Alana pun berhambur memeluk Jinan.
***
Alana berlari kecil ke arah ombak kecil yang menuju pantai. Jinan hanya tersenyum memandangi gadisnya yang entah kenapa sangat menyukai pantai itu.
"Jinan ayo sini." Alana melambaikan tangannya memanggal sang pacar.
"Gak usah main air lah yang.. Udah mau gelap ini." ujar Jinan mendekati Alana.
"Bilang aja kamu takut air kan." ledek Alana.
"Enak aja, emangnya aku kambing." ucap Jinan tak terima lalu mencipratkan air ke wajah Alana.
Mereka pun dengan asik bermain air tanpa mengenal waktu. Bahkan mereka sampe berlari-larian tanpa memperdulikan ada banyak orang di sana.
Setelah dirasa capek, Alana dan Jinan pun memilih duduk di bawah payung beralaskan tikar yang ada di pinggir pantai.
Pengunjung pun juga semakin sepi karna hari mulai gelap. Tapi justru pemandangan malam di pantai ini adalah moment favorit Jinan dan Alana.
Jinan yang menyukai pemandangan bulan, di tambah suara deru ombak yang sangat di sukai Alana.
"Jinan.." panggil Alana.
"Hmm."
"Kenapa kamu sangat menyukai Bulan?" tanya Alana.
"Tidak ada alasan. Aku hanya menyukainya. Sama seperti aku menyukaimu." ucap Jinan menoleh ke arah Alana.
Alana tersenyum manis ke arah Jinan.
"Jika kamu di suruh memilih, diantara kita siapa yang akan mati duluan." tanya Alana kembali.
"Serem amat pertanyaannya." ucap Jinan tidak setuju dengan pertanyaan Alana.
"Jawab aja Jinan."
"Eemmm... Aku duluan aja yang pergi." ungkap Jinan.
"Alasannya?" tanya Alana.
"Karna aku gak bisa ngebayangin hidup aku kalau gak ada kamu. Jika aku pergi lebih dahulu, aku yakin bakal ada ratusan hingga ribuan lelaki yang antri untuk menjagamu menggantikanku." Jinan menjelaskan.
"Bagaimana jika aku hanya mau kamu?" tanya Alana kembali.
"Hidup terus berjalan Alana, jika aku pergi kamu harus terus melanjutkan hidupmu." ungkap Jinan.
"Bagaimana jika sebaliknya? Bagaimana jika aku yang pergi terlebih dahulu?" tanya Alana.
"Maka aku akan ikut denganmu." jawab Jinan tegas.
"Mana bisa begitu? Kamu nyuruh aku melanjutkan hidup, sedangkan kamu sendiri malah memilih mati." ungkap Alana tidak terima.
"Bukankah sudah ku katakan, aku gak bisa bayangin hidupmu tanpa kamu Alana. Sekeras apapun aku mencoba, aku gak bakal bisa." ucap Jinan.
"Begitupun dengan aku Jinan. Ingatlah satu hal. Apapun yang terjadi, apapun yang aku katakan atau lakukan di kemudian hari, percayalah kalau cintaku ke kamu tidak pernah berubah sedikitpun." ungkap Alana menggenggam tangan Jinan.
"Kamu nyembunyiin sesuatu dari aku ya?" tanya Jinan karena merasa aneh dengan tingkah kekasihnya ini.
"Ee..eenggak ada lah Jinan. Sejak kapan aku gak terbuka sama kamu." ucap Alana.
"Udah jangan bahas yang aneh-aneh, nanti ada malaikat lewat bisa gawat." ucap Jinan terkekeh.
Alana hanya tersenyum.
"Bagaimana caranya aku cerita semuanya ke Jinan? Aku gak bisa." ucap Alana dalam hati.
"Jinan gimana sama mobilmu?" ucap Alana saat perjalanan pulang setelah dari pantai.
"Ohh iya aku sampe lupa. Aku telpon Rio dulu deh." Jinan pun menelepon Rio, sahabatnya.
Sementara Jinan sedang menelepon, Alana memandangi lekat wajah Jinan sambil memikirkan tentang penyakitnya.
— Flashback on —
"Jadi gimana dok?" tanya Alana saat dia di panggil ke ruangan dokter.
2 bulan sebelum pertengkaran terjadi, Alana memutuskan diri ke dokter karena dia mengeluh sering pusing, muntah, kadang hingga pingsan.
Dokter menyarankan, Alana untuk segera melakukan beberapa tes secara menyeluruh. Dan hari ini lah Alana dapat mengetahui hasilnya.
"Di riwayat ini, mbak Alana pernah melakukan operasi kanker otak, apa betul?" tanya dokter.
"Iya benar dok, itu sudah sekitar 5 tahun yang lalu dan saya sudah di nyatakan sehat." Alana menjelaskan.
"Baik mbak. Di sini mbak bisa lihat terdapat benjolan , ini kanker mbak tumbuh kembali. Ya, dengan sangat menyesal saya menjelaskan bahwa mbak Alana terkena kanker otak kembali." dokter menjelaskan sambil menunjukkan sebuah gambar.
DEG.
"Bagaimana bisa dok?" tanya Alana sedikit gemetar.
"Itu bisa terjadi karna mbak Alana mungkin terlalu kecapean, atau mungkin saat operasi masih ada kanker yang tertinggal walaupun sangat kecil." jelas dokter.
"Lalu bagaimana dok?" tanya Alana.
"Mbak Alana harus melakukan beberapa pengobatan, termasuk kemoterapi." jelas dokter.
Sakitnya kemoterapi beberapa tahun silam saja masih terngiang jelas di ingatan Alana. Bagaimana dia bisa mengalami ini lagi.
"Akan saya pikirkan dok. Saya permisi." Alana keluar ruangan dengan lemas.
Siapa tempat dia cerita?
Jinan? Itu tidak mungkin. Dia tidak mau membuat Jinan khawatir apalagi membebankannya.
"Apa aku harus cerita ke Alexa?" gumam Alana.
Alana pun memutuskan untuk pergi ke rumah orang tuanya.
***
"Alexa..." panggil Alana saat dia memasuki rumah yang pernah ia tinggali.
"Mau apa kamu kesini lagi?" ucap seorang wanita paruh baya, Ratna. Dia adalah mama tiri Alana.
"Aku gak mau ketemu sama kamu, aku mau ketemu sama Alexa." ucap Alana santai.
"Saya gak ijinkan." ucap Ratna sedikit berteriak.
"Apa hak kamu? Dia adikku, dia saudara kembarku. Gak ada hak kamu melarang kami bertemu seolah-olah kamu punya hubungan darah dengan kami." Ucap Alana mulai kesal.
"Alana..." ucap Alexa yang baru turun dari tangga.
"Alexa.. Aku kangen sama kamu." ucap Alana berhambur memeluk Alexa, saudara kembarnya.
"Biarkan kami ngobrol berdua ma." ucap Alexa meminta izin kepada mama tirinya.
Tanpa sepatah kata lagi, Ratna berlalu pergi meninggalkan mereka berdua.
"Bagaimana kabarmu? Apa dia jahat sama kamu?" Ucap Alana kepada adik kembarnya ini.
Alexa menggeleng.
"Aku baik di sini Al, dia juga baik kepadaku. Hanya kadang-kadang dia terlalu mengekangku saja." ucap Alexa.
"Ahh ya benar. Dia hanya menyayangimu, dia bahkan mengusirku karna menurutnya aku penyebab mereka kehilangan banyak uang karna penyakitku." ucap Alana.
"Bagaimana denganmu Al?" tanya Alexa.
"Aku baik-baik saja, aku sangat baik. Bahkan jika aku tak mendapat kasih sayang disini, aku mendapat kasih sayang yang lebih dari Jinan." Alana tersenyum.
"Kamu selalu tersenyum jika menyangkut tentang Jinan. Aku bahkan gak tau Jinan itu seperti apa? Apa dia sekeren itu." tanya Alexa yang sama sekali belum pernah ketemu Jinan.
"Sangat, dia sangat luar biasa. Dia menjagaku dan mencintaiku seperti mama menyayangiku." ucap Alana.
"Pasti mama bisa tenang di atas sana kalau tau kamu bahagia Al." ujar Alexa.
Alana tersenyum.
"Papa?" tanya Alana kembali kepada Alexa.
"Seperti biasa, papa sibuk dengan dunia kerjanya. Bahkan papa sekarang jarang di rumah karna harus bolak balik ke luar negri." Alexa murung.
"Apa kamu masih gak mau ikut aku aja Lex?" tanya Alana ke adiknya.
"Enggak Al, aku bahagia kok disini. Kamu gak perlu khawatir." ucap Alexa.
"Apa kamu yakin lex? Pintuku terbuka untuk kamu lex. Kalau dia jahat sama kamu, kamu tau kan harus pergi kemana?" ujar Alana.
"Iya Al, kamu tenang aja ya. Kamu juga harus jaga diri kamu, jangan sampai kamu sakit lagi." ucap Alexa.
Alana mengangguk.
"Aku pamit ya." ucap Alana lalu beranjak pergi.
Niat Alana ingin menceritakan tentang penyakitnya pun ia urungkan. Dia gak mau membuat siapapun khawatir.
— Flashback off —
"Al..alana.. Kenapa ngelamun sambil liatin aku?" ucap Jinan setelah selesai menelepon Rio.
"Ahh gak apa-apa." ucap Alana.
"Aku ganteng banget apa ya sampe ngeliatin kayak gitu." ledek Jinan.
"Iya kamu ganteng banget. Pacar aku paling keren sedunia." ucap Alana memegang pipi Jinan.
Jinan melirik supir taksi yang sedari tadi senyum-senyum melihat tingkah dua sejoli ini.
"Pak jangan liat ya, liat ke depan aja." ucap Jinan kepada sopir.
Tiba-tiba Jinan mencium bibir Alana sekilas.
"Jinan ih, malu tau." ucap Alana memukul pundak Jinan.
"Kamu aja gombalin aku tanpa rasa malu, padahal ada sopir di sini, kan aku jadi gemes." ucap Jinan tersenyum riang.
"Maaf ya pak." ucap Alana kepada sopir taksi.
"Gak apa-apa mbak, santai saja. Saya juga pernah muda kok hehe. Tapi cukup ya, jangan di lanjutin lagi, kalau mau lanjut nanti aja di rumah." ucap sang sopir menggoda.
Gak tau aja pipi Alana sudah kayak kepiting rebus saking malunya.
"Kamu sih." ucap Alana lirih menyalahkan Jinan.
Jinan hanya terkekeh melihat tingkah kekasihnya ini.
Setelah sampai di rumah Alana, mereka pun turun.
"Tunggu ya pak." ucap Jinan kepada pak sopir.
"Kamu yakin gak nginep disini?" tanya Alana.
"Enggak, aku udah terlalu gemes sama kamu, takut kebablasan kalau harus nginep." ucap Jinan menggoda Alana.
"Jinan isshh." ucap Alana.
"Udah itu tolong di kondisikan pipinya, udah kayak kepiting mateng." ucap Jinan menoel dagu Alana.
Alana spontan menutup mukanya dengan kedua tangan.
"Kenapa sih pake malu segala, sama pacar sendiri ini." ucap Jinan membuka tangan Alana.
"Mas, ini jadi pergi gak?" ucap pak sopir membuka kaca mobilnya.
Jinan menoleh ke sumber suara.
"Sebentar pak, 5 menit." balas Jinan cengengesan.
"Besok aku gak kesini ya. Soalnya besok ada acara di cafe aku. Ada yang booking tempat untuk ulang tahun." jelas Jinan.
"Iya gak apa-apa. Udah sana buruan pergi. Kasian pak sopirnya." ucap Alana.
Jinan terkekeh. Tak lupa Jinan mencium kening Alana sebelum pergi.
"Bye, kunci pintunya jangan lupa." ucap Jinan saat sudah di dalam mobil.
"Iya-iya bawel, udah sana pergi." ucap Alana gemas.
Taksi pun melaju.
"Cinta banget kayaknya ya mas." ucap pak sopir kepada Jinan.
"Banget pak, kami udah bersama 4 tahun tapi gak pernah saya ngerasa bosan sama dia." ucap Jinan.
"Beruntungnya mbak tadi dapet lelaki seperti mas ini." ucap pak sopir lagi.
"Saya yang lebih beruntung mendapatkan dia pak." ucap Jinan membanggakan kekasih hatinya itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!