Wanita cantik dengan kaki jenjang berkulit kuning langsat itu keluar dari mobil, ia melangkah dengan sangat baik sebagai wanita karier. Karier yang selama ini dia bangun membuat siapa saja tunduk padanya, apalagi sekarang dijuluki dengan bos killer di perusahaan yang kini dia pimpin sendiri.
Wanita cantik yang memiliki senyum manis itu, melangkah masuk ke dalam perusahaan. Kedua satpam yang berjaga di pintu utama menyapa kearahnya, dia membalas dengan cara mengangguk tanpa memberikan kesan manis di wajahnya.
Hanya kesan menyeramkan saat semua orang melihatnya, wanita cantik itu bernama Aurora. Wanita cantik yang sudah menggapai cita-cita menjadi wanita karier, kali ini kariernya sedang berjalan sempurna dengan hasil kerja kerasnya selama ini.
Bertahun-tahun hidup dalam tekanan membuat Aurora semakin banyak disegani, apalagi wanita itu banyak sekali disukai banyak lelaki. Tetapi hidupnya hanya uang, uang-lah yang kini menjadi sumber kehidupannya. Bukan cinta apalagi keluarga, karena di kamus hidupnya tidak ada teman apalagi keluarga.
Wanita cantik itu kini sudah berada diruangan tempatnya bekerja, di sana ia sedang mengecek berkas laporan yang diberikan oleh sekretaris pribadinya. Wanita cantik yang kini menjadi sekretaris pribadinya terus menemani Aurora, walau begitu bosnya ini sudah seperti seorang sahabat untuknya.
Jadi dia sudah kebal dengan kerasnya sifat seorang Aurora, "Gimana jadwalku hari ini? Apa semuanya sudah kamu lakukan." pertanyaan itu membuat wanita cantik yang sibuk mengecek jadwal Aurora menatap bosnya.
"Sudah Bu. Hari ini ibu akan membahas kerja sama dengan perusahaan game, dia akan menemui ibu 30 menit lagi." kata wanita cantik bernama Naila.
Aurora beralih menatap jam yang menempel di sebelah tangan kirinya lalu ia kembali menatap Naila, "Baiklah, kalau gitu kita kesana sekarang juga. Aku tidak mau klienku menunggu kedatangan kita."
"Baik Bu." Naila dengan Aurora bergegas menemui klien, tidak butuh waktu lagi tibalah mobil itu sampai di tempat tujuan.
Di sebuah gedung yang akan mereka berdua datangi, keduanya masuk ke dalam ruangan itu dan di sana ia sudah melihat kliennya yang sibuk bermain biliar.
"Maaf saya datang lama." ucap Aurora kepada kliennya itu, melihat kedatangan Aurora kliennya itu sangat antusias dengan dua wanita cantik yang kini menghampiri mereka.
"Tidak masalah. Lagian saya mau menunggu kedatangan kamu kapanpun kamu mau nona Aurora." kata pria itu yang mengedipkan sebelah matanya, membuat Aurora tersenyum singkat.
Kali ini dia akan bekerja sama dengan pemilik perusahaan yang rumornya seorang playboy, pria inilah yang akan menjadi partner kerjanya selama pekerjaan ini selesai.
"Baiklah, kalau gitu kita mulai saja pembahasan mengenai kerja sama kita." ucap Aurora, lalu Aurora segera menatap Naila untuk memulai pekerjaan.
Pria tampan dan playboy itu terus memperhatikan Aurora, tidak lagi memperhatikan apa yang kini mereka bahas. Baginya pembahasan seperti ini tidak penting, yang paling penting iyalah Aurora. Wanita cantik, pintar dan memiliki daya tarik tersendiri untuk dirinya.
"Gimana pak Nio, apakah anda puas dengan pembahasan kita hari ini?" tanya Naila yang menatap kearah Nio begitupun dengan Aurora.
Tetapi lelaki itu malah asik menatap Aurora, mendengar suara deheman membuat Nio tersadar dengan tindakannya.
"Saya serahkan semuanya kepada kalian. Masalah kerja sama kita hari ini menurut saya cukup, jadi saya bisa melihat hasil dari kerja sama ini." tutur Nio membuat Aurora dengan Naila setuju dengan perkataan Nio, barulah mereka selesai melakukan kerja sama itu.
***
"Kamu lakukan kerja sama ini dengan baik, kalau kamu butuh bantuan saya kamu katakan saja mengenai kerja sama ini." ucap Aurora yang berada di samping Naila, wanita itu mengangguk dengan menatap kearah Aurora.
Kedua wanita itu memutuskan untuk kembali ke kantor, sedangkan Aurora sangat sibuk dengan berkas yang dikirim oleh karyawannya. Berjam-jam diruang kerjanya, ia melihat ada satu kesalahan yang membuat seorang Aurora marah.
Dengan cepat dan tegas ia memanggil karyawan itu, perasaan yang kini dialami karyawan itu semakin ketakutan. Seperti ia akan datang ke sebuah ruangan menakutkan, seumur hidup ruangan bosnya yang paling ia takuti.
Sebuah ketukan dari luar membuat Aurora bersuara dengan nada tegas dan meninggi, wanita itu masuk ke dalam dan tatapannya tidak berani menatap kearah Aurora yang kini menatap karyawannya.
"Apa kamu tahu kesalahan kamu hari ini?" tanya Aurora membuat wanita itu menggeleng.
"Saya sedang bicara sama kamu, kamu tahu akibatnya kalau tidak menatapku dengan serius." dengan keberanian yang setipis tisu membuat wanita itu menatap Aurora, bosnya kini menatap dengan tatapan tajam.
Aura menyeramkan itu membuat siapa saja takut kalau dipandang seperti itu, "Kemari saya ingin melihat kamu lebih dekat lagi."
Dengan perasaan ragu wanita itu melangkah kearah Aurora dengan pelan, lalu dia dibuat terkejut dengan bentakan yang dilakukan bosnya.
"Kamu tahu kalau saya tidak suka dengan orang yang main-main dalam bekerja. Kenapa kamu melakukan kesalahan seperti ini, kamu mau saya melakukan sesuatu sama kamu?" ucap Aurora dengan tegas dengan menatap karyawan wanita yang kini tak berani menatapnya.
"Ma-maafkan saya Bu. Saya janji akan mengubah kesalahan yang saya lakukan hari ini, tapi saya mohon sama ibu jangan pecat saya Bu. Karena saya butuh pekerjaan ini." kata wanita itu yang kini memberanikan diri untuk melihat Aurora, walau sebenarnya ia ingin sekali menghilang detik itu juga.
"Kalau kamu masih butuh pekerjaan ini kamu lakukan pekerjaan kamu bukan malah main-main di perusahaan saya. Saya kasih kamu kesempatan untuk membenarkan dokumen ini, kalau sampai ada kesalahan lagi saya tidak akan segan-segan untuk memecat mu dari sini." pekik Aurora saat melihat karyawan wanita itu mengangguk, lalu ia mengambil berkas itu dan kembali ke tempat kerja.
Naila datang di saat dia bertemu dengan karyawan wanita yang baru saja dipanggil oleh Aurora, ekspresi wajah wanita itu sangat menyedihkan apalagi ia merasa tidak sanggup menahan air matanya.
"Kamu ini kenapa bersikap keras sekali kepada karyawan kamu sendiri, lihatlah mereka merasa ketakutan denganmu." kata Naila yang melihat Aurora yang kini sibuk kembali.
Aurora menatap Naila dengan tajam, "Karena saya tidak mau ada yang main-main dalam bekerja."
Naila menghela nafas lalu ia kembali menjawab perkataan Aurora, "Ya aku tahu. Tapi gak seperti itu juga Aurora, kamu merasa seperti melakukan kerja paksa kepada bawahan kamu sendiri. Ini sudah dunia modern bukan lagi dunia zaman dulu yang Indonesia dijajah oleh bangsa asing. Kamu jangan seperti itulah yang ada semua karyawan di sini pada gak sanggup bertahan di perusahaan kamu."
Aurora menghentikan pekerjaannya dengan melihat Naila yang berjalan kearahnya, lalu wanita itu berdiri di hadapannya.
"Sudahlah Nai, aku tidak butuh nasihat dari kamu. Aku tahu mana yang terbaik untuk perusahaan ku dan mana yang tidak." balas Aurora kepada Naila yang tidak sanggup lagi menasehati sahabatnya ini.
"Terserah kamu sajalah." jawab Naila yang kini beralih memberikan jadwal pekerjaan untuk Aurora yang notabenenya gila kerja.
Kini kedua wanita cantik itu sudah berada di rumah masing-masing, sedangkan Aurora yang kini duduk di ruang keluarga sambil menonton televisi. Menatap layar besar yang ada di depannya, dengan ditemani banyak cemilan yang kini sudah tersedia di hadapannya.
Saking asiknya sibuk dengan dunianya sendiri, tiba-tiba saja dia melihat ada cahaya yang keluar dari televisi. Aurora sangat silau melihat cahaya yang terang itu, dan membuat Aurora menutup matanya menghubungkan kedua tangan.
Suara teriakannya mampu membuat Aurora kembali membuka mata, pandangan pertama yang dia lihat adalah lingkungan yang berbeda dan tempat yang berbeda.
Mata Aurora melihat kearah samping kanan dan kirinya, lalu ia dibuat terkejut melihat seorang perempuan datang di dekatnya.
"Aaaaaa..." teriak Aurora membuat wanita itu sedikit bingung dengan majikannya.
"Nyonya. Nyonya kenapa teriak?" tanya wanita itu yang melihat nyonyanya merasa aneh, Aurora kembali bersikap awal saat melihat kembali wanita itu.
"Nyonya?" ucapnya dengan gumaman pelan, tapi ia tidak mengerti kenapa dia berada di tempat seperti ini.
"Apa nyonya baik-baik aja?" pertanyaan itu sontak membuat Aurora menatap wanita itu kembali, lalu ia kembali berdiri untuk mencari cermin.
Di sana ia melihat wajahnya tidak seperti wajahnya melainkan wajah orang lain, dia tidak tahu siapa wajah ini dan kenapa dia bisa masuk ke tempat seperti ini.
"Nyonya. Apa nyonya benar baik-baik aja?" tanya wanita itu yang kini ditatap oleh Aurora, lalu ia menghampiri wanita itu dengan tatapan kebingungan.
"Nyonya? Maksud kamu saya majikan kamu dan kamu asisten rumah tangga saya?" kata Aurora membuat wanita itu mengangguk.
"Ekhem!! Kalau gitu apa kamu tahu siapa namaku?" kali ini Aurora lah yang bertanya kepada pekerja yang melayaninya, tetapi wanita itu malah memberikan air minum untuk majikannya.
"Nyonya adalah nona Alice. Nyonya lahir di keluarga kaya raya nomor satu di kota ini, keluarga nyonya terdiri dari lima bersaudara. Sedangkan Nyonya anak terakhir dari keluarga Mahendra Desta Mafiso." kata wanita itu yang sibuk menyisir rambut Aurora.
"Lalu kenapa saya berada di sini, bukannya seharusnya saya berada di keluarga saya." ucap Aurora yang memandangi wanita itu lewat cermin.
Wanita itu menunduk tak berani menjawab ucapan majikannya, tetapi Aurora yang melihat sikap wanita ini merasa bingung apalagi wanita ini tidak menjawab perkataannya.
"Kamu kenapa diam saja. Bukannya saya lagi bicara sama kamu." ucap Aurora lembut, entah kenapa nada bicaranya sedikit berbeda.
Membuat Aurora semakin aneh dengan dirinya sendiri, "Karena Nona di usir oleh suami nona. Dan suami nona memilih bersama dengan selingkuhannya."
"What? Selingkuhan?" batinnya yang kini tidak mengerti dengan ucapan wanita ini, ia tidak tahu kenapa nasib wanita ini sangat menyedihkan.
"Terus setelah itu bi..." ucap Aurora yang penasaran dengan kisah pemilik tubuh ini, akhirnya wanita itu menceritakan semuanya dengan jelas.
Walau awalnya dia tidak mengerti dengan semuanya, tapi sekarang dia sudah sangat paham apa yang dirasakan tubuh ini. Jadi dia berada di tubuh orang lain bukan di tubuhnya, nasib pemilik tubuh ini sangat kasihan sampai suaminya berselingkuh dengan wanita lain.
"Kamu tenang saja saya akan membantu kamu. Saya janji akan membalaskan dendam atas perbuatan mereka ke kamu." ucapnya dalam hati, ia tahu pemilik tubuh ini merasa senang melihat seseorang akan membantunya.
Sekarang dia bukanlah seorang Aurora melainkan seorang Alice, tapi walau begitu ia tetap Aurora yang berada di dunianya sendiri bukan dunia orang lain. Langkah kakinya terhenti melihat sepasang kekasih sedang tertawa bahagia, ia merasakan bagaimana respon dari pemilik tubuh ini.
Dia yakin kalau pria itu adalah suami pemilik tubuh ini, sedangkan wanita yang berada di sampingnya adalah selingkuhannya. Aurora tersenyum sinis melihat sesuatu yang membuat idenya muncul, kali ini dia akan membalas perbuatan mereka.
Wanita cantik berkulit putih itu melangkah ke pesta, semua orang pada memandang kearahnya yang kini melihat kedatangan wanita cantik bernama Alice. Wanita yang disamping pria itu sedikit terkejut melihat kedatangan Alice, dia berpikir kalau wanita itu sudah mati melainkan wanita itu masih hidup dengan sempurna.
"Alice. Kamu masih hidup?" tanya pria yang kini berlari kearahnya, pria itu melihat dengan seksama bagaimana pria ini sangat khawatir dengan pemilik tubuh ini.
Tiba-tiba saja pemilik tubuh ini tersenyum bahagia melihat pria di hadapannya, dia sudah menebak kalau pria ini adalah suami dari pemilik tubuh ini.
"Gimana keadaan kamu sekarang? Apa kamu ada sesuatu yang membuat kamu kesakitan atau kesulitan." ucap pria itu yang memberikan kekhawatiran kepada Alice.
Sedangkan Aurora yang melihat sikapnya saja sangat menjijikan, tapi entah kenapa wanita ini sangat bahagia melihat pria ini. Walau begitu ia ingin sekali membalas perbuatan dari pria tidak tahu malu ini.
"Aku baik-baik saja Jackson. Kamu tidak perlu khawatir dengan keadaanku." jawab Alice yang menjawab ucapan kalimat yang dilontarkan pria ini.
***
"Syukurlah kalau kamu tidak apa-apa, aku sangat khawatir saat mendengar kamu berada di rumah sakit." ucap Jackson, tapi ia melihat bagaimana pria ini mengkhawatirkan pemilik tubuh ini.
"Alice. Saya minta maaf atas sikapku sama kamu, aku tahu aku salah maaf sudah membuat kamu sakit hati." ucapnya kembali saat kali ini ekspresi wajahnya itu kelihatan sedih, tapi tidak dengan Aurora.
Dia tidak menyangka saja kalau pria di hadapannya ini sangat bermuka dua, apalagi wanita yang kini berada di sebelah Jackson.
Alice dengan jelas melihat bagaimana wanita murahan itu menyentuh tangan suaminya, tapi bagi Aurora sangat tidak tahu malu apalagi mereka terang-terangan bermesraan di depan mata.
Jackson dengan cepat melepaskan tangan Amara, dia tersenyum melihat Alice kembali sejujurnya dia sangat panik kalau sampai Alice mengetahui perselingkuhannya dengan Amara.
Tetapi pemilik tubuh ini sudah mengetahui perselingkuhan suaminya, apalagi di saat ia melihat sendiri bagaimana keduanya sedang melakukan hubungan suami istri di ranjang mereka. Melihat itu semua membuat Alice sangat kecewa dengan Jackson, Aurora yang mengetahui kesedihan dan kekecewaan pemilik tubuh ini merasa sedih.
Apalagi dia mengetahui kalau pemilik tubuh ini sangat mencintai suaminya, wanita ini sangatlah bodoh sudah mencintai pria tidak tahu diri. Pikir Aurora yang mungkin ia sudah menghabisi pria di hadapannya.
"Sayang, kamu mau kemana?" tanya Jackson yang melihat Alice ingin pergi, Alice melirik tangan Jackson membuat tangannya itu segera terlepas.
"Cih, pria seperti itu kamu cintai. Kamu ini sudah dibutakan oleh cinta, pria tidak tahu diri seperti dia seharusnya kamu tinggalin bukan malah diperjuangkan. Sekarang lihatlah dirimu, mati dalam keadaan menyedihkan." batin Aurora seakan dia sedang bicara dengan pemilik tubuh ini.
Dia tahu bagaimana respon pemilik tubuh ini, tapi mau gimana lagi dia sudah berjanji akan membantu Alice. Karena dialah yang sekarang menetap di tubuh Alice, satu-satunya cara Alice harus ikhlas kalau suatu saat akan merelakan suaminya hancur di tangannya.
Alice tersenyum saat mendengar suara seseorang yang amat dia kenali, dia melihat lelaki tampan itu sedang menghampirinya dan ia yakin kalau lelaki itu sangat tulus dengan Alice.
"Alice, gimana keadaan kamu sekarang? Aku khawatir sama kamu, apa semuanya baik-baik saja." Aurora terdiam sejenak saat ia merasakan ada seseorang yang tulus kepada tubuh ini, ini pertama kalinya Aurora bicara dengan seorang manusia yang memiliki ketulusan seperti pria ini.
"Alice, apa kau benar tidak papa?" kali ini pria itu melambaikan tangannya di depan wajahnya, membuat Alice tersenyum akan lamunannya.
"Aku gak papa Neo. Sekarang lihatlah aku sudah baik-baik saja, gimana perkembangan kamu apa semuanya terkendali." kata Alice yang memulai pembicaraan, dia tahu kalau pria yang bernama Neo ini sangat mencintai Alice.
Tapi Alice tidak sadar akan perasaan itu, dan dia malah memilih pria brengsek seperti Jackson.
"Semuanya aman Lice. Aku senang banget kalau kamu sudah sembuh, semoga saja kamu bisa jaga diri kamu baik-baik." ujar Neo membuat Alice tersenyum lalu mengangguk.
Sedangkan Jackson yang terus melihat interaksi mereka sangatlah tidak suka, karena Alice masih istrinya tetapi pria asing itu mendekati Alice.
Saat Jackson mau menghampiri Alice, Amara dengan cepat menahan kepergian Jackson. "Kamu mau kemana lagi. Aku sudah bilang sama kamu jangan kemana-mana, kalau sampai orang tahu aku ini selingkuhan kamu gimana." ucapnya sambil berbisik di depan Jackson.
"Semua orang tidak akan tahu kalau kamu selingkuhanku, mereka tahunya kamu itu sekretaris pribadiku." jawab Jackson yang memutuskan untuk tidak menghampiri Alice.
Selesai acara Alice memutuskan untuk pulang, karena Neo memintanya untuk pulang bersama jadi mau tidak mau Alice menerima tawaran itu. Tetapi Jackson yang melihat istrinya masuk ke mobil pria lain segera menarik tangan Alice membuat pemilik tangan itu terkejut.
"Kamu pulang sama aku." ucap Jackson yang berhasil menjauhkan Alice dengan Neo.
Neo yang melihat itu segera melangkah untuk menyelamatkan Alice, "Lu gak bisa gitu bro. Gua udah janji mau antar Alice pulang, kenapa lu malah datang bawa Alice pergi."
"Karena dia masih istri sah gua jadi lu gak usah ikut campur masalah gua dengan Alice." urai Jackson yang tidak terima kalau Neo ikut campur masalah rumah tangganya.
"Tapi..."
"Sudah Neo malam ini biar aku pulang dengan suamiku kamu pulang saja." ujar Alice menatap Neo.
"Kamu yakin, Lice?" tanya Neo yang sedikit khawatir kalau pria itu akan melakukan sesuatu kepada Alice, Alice mengangguk dengan cepat untuk menyakinkan Neo.
Jackson dengan cepat membawa Alice pergi, ia meminta Alice masuk ke dalam mobil barulah mobil itu pergi dari hadapan Neo.
"Jauhi dia." perkataan yang kini diberikan Jackson membuat Alice menatap lelaki yang kini sibuk menyetir.
Dia tidak tahu kenapa pria ini melarang Alice untuk mendekati pria itu, apakah pria ini sedang cemburu kalau istrinya bersama dengan pria lain.
"Maksudmu siapa yang aku jauhi." ucap Alice yang kini malah menjawab ucapan yang dilontarkan Jackson.
Jackson menghentikan mobil dipinggir jalan, untung jalanan sudah sepi jadi mereka tidak khawatir kalau mobil mereka menganggu pengendara.
"Neo. Aku mau kamu jauhi Neo, aku tidak suka kamu terlalu dekat dengannya." kata Jackson yang kini meminta Alice untuk tidak dekat dengan pria manapun, sedangkan pria ini malah seenaknya selingkuh dengan sekretaris pribadinya.
"Enak aja dia menyuruhku menjauhi pria sebaik Neo. Apa dia pikir aku ini babunya yang selalu mengikuti perkataannya. Jangan harap kamu bisa mempermainkan ku seperti boneka aku ini Aurora bukan Alice." batin Aurora dalam hati, tetapi lamunannya justru membuat Alice tersadar saat tubuhnya digoyangkan dengan kedua tangan Jackson.
"Alice, apakah kamu mengerti ucapanku barusan?" tanya Jackson yang kini tatapannya tertuju pada Alice, tetapi Alice malah menepis tangan Jackson membuat lelaki itu bingung dengan sikap Alice.
"..." tidak ada jawaban dari mulut Alice membuat Jackson frustasi, dia tidak mengerti kenapa sikap Alice jauh berbeda.
Akhirnya Jackson melanjutkan perjalanannya menuju rumah yang kini mereka tempati, tibalah mereka di rumah yang terdiri dari tiga lantai. Di sanalah mereka tinggal, rumah sebesar ini hanya ditinggalkan mereka berdua. Walau begitu Aurora tidak peduli dengan pria ini.
"Kamu tidak lupakan dimana letak kamarmu?" tanya Jackson yang kini melihat Alice melihat ke setiap rumah.
Alice berbalik lalu ia melangkah menuju kamar, Aurora masuk ke kamar Alice. Kamar yang menurutnya sangat bagus dan luas, malah kamar inilah yang membuatnya semakin nyaman. Sedangkan pemilik tubuh ini seperti merasa kesepian, bagaimana tidak kesepian suaminya saja sibuk berselingkuh.
Membuat siapapun merasa kesepian kalau tinggal di rumah sebesar ini, "Apa kamu merasa tidak suka dengan tempat ini?" tanya Aurora yang kini sedang berbicara dengan pemilik tubuh, pemilik tubuh ini mengangguk tanpa bicara apapun.
"Baiklah, kamu tidak usah khawatir aku akan selalu membantumu. Aku yakin suatu saat suamimu akan menyesal sudah memilih pelakor seperti nenek sihir itu, aku tidak sabar saja melihat dia menderita." kata Aurora yang sangat geram dengan perbuatan mereka kepada Alice, tapi malah pemilik tubuh ini terkekeh melihat kemarahan yang diberikan Aurora.
"Sudahlah aku istirahat dulu, besok kita mulai balas dendamnya." akhirnya Aurora memutuskan untuk istirahat di ranjang besar.
Selama tidur Aurora bermimpi bertemu dengan sosok pemilik tubuh yang kini ia tinggalkan, pemilik tubuh itu seperti boneka. Hidung yang mancung, wajah kecil berbentuk bulat dengan bulu mata yang lentik. Siapa saja yang melihat itu seakan takjub akan kecantikan wanita ini.
Akan tetapi wanita ini malah menderita dalam kehidupannya, "Terima kasih kamu sudah mau membantuku, maaf kalau aku memintamu untuk menepati ragaku untuk balas dendam."
Itulah yang dikatakan Alice kepadanya, dia sangat senang bisa dipertemukan oleh pemilik tubuh ini. "Lalu aku harus melakukan apa supaya kamu puas dengan balas dendam ini."
Alice datang menghampiri Aurora, dia menyentuh kedua tangan Aurora dengan tatapan saling menatap. "Sebenarnya aku tidak ingin balas dendam kepada siapa saja yang berbuat jahat kepadaku, tapi sungguh aku ingin kamu membantuku untuk bertemu keluargaku."
"Keluargaku sudah mempercayai ucapan Amara, kini dialah yang paling berkuasa di keluargaku. Aku mohon sama kamu kasih tahu keluargaku supaya tidak mempercayai apapun ucapan Amara, aku tidak ingin mereka akan bernasib sama sepertiku."
"Apakah kamu bisa membantuku, Aurora?" ada sesuatu yang kini Aurora rasakan, kini Alice ingin memintanya untuk memperingati keluarganya supaya tidak percaya dengan Amara.
Kalau begitu ia dengan senang hati membantu Alice, kalau gini ceritanya pasti dia akan membalas apapun yang akan Amara lakukan. Dan disinilah yang akan menjadi perannya untuk balas dendam, rasanya ada sedikit kepuasan kalau sampai dia berhasil menghancurkan wanita itu.
***
Keesokannya Alice bergegas menemui keluarganya, dia akan melihat bagaimana Amara melakukan rencana untuk keluarga Alice. Tapi kali ini dialah yang akan menggagalkan rencana wanita pelakor itu.
"Nona Alice datang nyonya." bisik pembantu yang menyampaikan kabar kepada majikannya, saat dia melihat kedatangan Alice.
"Hai! Pah, mah." sapa Alice yang kini melangkah menghampiri keluarganya, di sanalah dia melihat Amara sudah tiba.
Dengan perasaan tidak tahu malu wanita itu malah mengambil ahli keluarga orang lain, dan kini Aurora yang akan mengambil peran itu.
"Kamu sudah datang nak. Silakan duduk." ucap laki-laki yang duduk tidak jauh dari wanita disebelahnya, Alice memberikan petunjuk kalau pria itu adalah ayah dari pemilik tubuh ini.
Dan disampingnya ada seorang wanita yang ia tahu adalah ibu dari Alice, di sebelahnya ada tiga laki-laki dan satu wanita. Mungkin keempat orang itu saudara kandung Alice, tetapi entah kenapa mereka seperti tidak menyukai kedatangan Alice.
Pria itu tersenyum melihat putri kecilnya datang, dia sangat bahagia melihat keberadaan Alice apalagi kedua kakak laki-lakinya. Tidak dengan satu kakak laki-laki dan satu kakak perempuan. Keduanya sama sekali tidak menyukai kedatangannya, apalagi di sana ada Amara yang ikut serta dalam keluarga besarnya.
"Kamu gimana keadaannya? Kamu baik-baik saja 'kan?" tanya seorang lelaki yang menatap Alice dengan rasa khawatir, apalagi pria ini sangat tulus menyayangi dan mencintai Alice.
"Aku baik-baik saja kak." mereka serempak mengangguk dengan jawaban Alice, tidak dengan Amara yang tidak menyukai kalau Alice berada di antara keluarga ini.
"Baiklah, kalau kamu sudah datang bagaimana kita makan siang bersama. Sudah lama kita tidak berkumpul untuk makan keluarga, bagaimana Alice kamu ikut makan bersama keluarga kamu 'kan?" tanya sang ayah yang dianggukin oleh Alice.
Akhirnya mereka serempak pada ke meja makan, kedua kakak laki-lakinya sangat menyayangi Alice sampai Aurora merasa kalau Alice sangat beruntung mendapatkan keluarga seperti ini.
Sedangkan dirinya tidak seberuntung Alice, walau begitu satu kakak laki-laki yang pertama seharusnya sangat menyayangi Alice. Tapi entah kenapa pria itu acuh terhadap Alice, apa mereka ada masalah sampai kakak pertama Alice tidak suka kedatangannya.
"Baiklah, kalau gitu kita mulai makan saja." ucap ayah Alice, semuanya pada sibuk makan sampai Amara dan juga kakak perempuan Alice membicarakannya.
Seakan pembicaraan mereka seperti menghina Alice, Aurora sangat membenci wanita murahan itu. Seharusnya wanita itu menghilang saja di bumi ini, atau dilempar ke dalam jurang supaya tidak menyusahkan orang lain.
Aurora mendengar kalau pemilik tubuh ini terkekeh seperti mentertawakan dirinya, "Lihatlah dirimu ini, bukannya jadi arwah merasa tenang malah mentertawakan ku."
"Maafkan aku, aku tidak bermaksud begitu." itulah yang dikatakan Alice, mau tidak mau Aurora kembali menatap kearah mereka.
"Apa menurut kamu bagus bicara saat sedang makan, apalagi membicarakan keburukan orang lain. Bukannya kamu merasa paling bodoh sudah datang di keluarga orang lain, tanpa memiliki rasa malu." tutur Alice membuat mereka semua tercengang melihat bagaimana Alice membalas apa yang dikatakan Amara.
Dibawah meja sana kakak perempuan Alice menghentikan Amara, karena dia tahu kalau perempuan ini ingin membalas perbuatan Alice.
"Alice jaga sikap kamu ke Amara. Dia ini sekretaris suami kamu, dia juga sudah menjadi bagian keluarga kita." ucap wanita bernama Tasya.
Wanita itu adalah kakak kedua Alice, Tasya sudah dari dulu tidak menyukai Alice karena perhatian kedua orang tuanya dan juga ketiga kakak laki-lakinya menyukai Alice. Sedangkan dia diasingkan di keluarganya sendiri, makanya dari situ Tasya mulai membenci Alice.
Alice menghentikan aktivitas makannya, dia malah tertarik dengan wanita di depannya ini.
"Oh ya. Kalau gitu dia sama saja dengan sampah, sampah bukannya seharusnya ada di luar bukan di dalam rumah. Kenapa kakak malah memelihara sampah di rumah kita, apa kakak tidak tahu kalau sampah yang kakak pelihara ini sudah mengotori rumah kita." ucap Alice membuat Amara geram dengan ucapan Alice.
Begitupun dengan ketiga kakak laki-laki Alice yang mentertawakan Amara, dia bangga kepada adik kecilnya yang berani membalas perkataan orang lain. Dulu merekalah yang berada di paling depan untuk membela Alice, tapi kali ini Alice bisa melawan ucapan Tasya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!