NovelToon NovelToon

DENDAM SEORANG ANAK

Bab 1

Puspa Melita seorang gadis remaja berusia 14 tahun yang sedang meringkuk seorang diri di dalam kamarnya sambil menutup kedua telinganya dengan tangan karena dia tidak sanggup mendengar pertengkaran yang terjadi di antara Ayah dan Ibunya. Pertengkaran itu bukanlah kali pertama yang terjadi di antara mereka, hampir setiap hari Puspa selalu mendengar teriakan, cacian, dan makian yang dilontarkan oleh Ayahnya untuk Ibunya yang bernama Husna.

" Sudah cukup sudah jangan bertengkar lagi. " Hanya kata itu yang mampu Puspa ucapkan berulang-ulang kali saat ia sedang meringkuk seperti sekarang ini.

Ingin rasanya Puspa berlari keluar dari dalam kamarnya lalu menjadi tameng untuk Ibunya yang selalu di sakiti oleh laki-laki yang tidak punya hati maupun perasaan seperti Ayahnya. Tapi sayang semua itu hanya sebatas keinginan saja karena Ibunya yang selalu melarang Puspa untuk keluar dari dalam kamar di saat kedua orangtuanya sedang bertengkar seperti sekarang ini, namun untuk pertengkaran yang kali ini sangat berbeda dengan yang sudah-sudah karena suara Ibunya yang tidak kalah mendominasi dari suara Ayahnya.

" Ya Allah tolong sudahi pertengkaran yang terjadi di antar Ibu dan Ayahku, Aku gak sanggup jika harus selalu berada di dalam situasi yang seperti ini setiap hari. " Doa Puspa dengan tulus sambil berlinang air mata.

Baru saja Puspa selesai berdoa Puspa mendengar suara benda pecah dan di susul dengan suara teriakan dari Ibunya yang menggelegar..

Praaangg...

" Aaaaaaaa saaakiiiiiit. " Teriak Husna sekencangnya.

Puspa yang terkejut saat mendengar suara teriakan Ibunya langsung bangkit dan berlari keluar dari dalam kamar, sampai di luar tepatnya di ruang tamu ia mendapati meja sofa yang terbuat dari kaca sudah pecah dan hancur berantakan serta Ibunya yang sedang berdiri sambil memegangi tangannya yang sedang mengeluarkan darah segar.

" Astaghfirullah apa Ayah lakukan? kenapa tangan Ibu bisa sampai berdarah seperti ini? " Teriak Puspa sekencangnya dan dia langsung menghampiri Ibunya.

" Puspa sayang kamu masuk ke dalam kamar dulu ya nak jangan di sini ayo kamu masuk sana? " Titah Husna yang masih bisa tersenyum saat berbicara dengan putrinya walau pun tangannya sudah berdarah-darah

Husna tidak mau putrinya melihat pertengkaran yang terjadi di antara mereka, Husna tidak mau putrinya menjadi sasaran dari amukan suaminya.

" Gak Bu Puspa mau di sini saja, Puspa mau mengobati tangan Ibu yang berdarah ini? " Kekeh Puspa yang tidak mau mengikuti perintah Ibunya.

" Minggir kamu anak sialan, kamu sama saja menyusahkannya seperti Ibumu. " Teriak Dimas yang menarik baju belakang Puspa lalu mendorong sekuatnya hingga kepala Puspa terantuk ke dinding dengan begitu kerasnya.

Dugh..

" Heeesssttt aaw. " Rintih Puspa sambil memegangi kepalanya yang terasa sangat sakit.

Bahkan saking sakitnya tubuh Puspa sampai luruh ke lantai dan penglihatan sedikit kabur, namun saat tatapan Puspa mengarah ke pintu rumahnya Puspa masih dapat melihat dengan jelas ada seorang wanita cantik bergaya modis yang Puspa perkirakan usianya sama dengan Ibunya sedang tersenyum bahagia melihat pertengkaran yang terjadi di antara Ayah dan Ibunya.

" BERENGSEK kamu Dimas, apa yang sudah kamu lakukan HA? Tega kamu menyakiti anak kamu sendiri darah daging kamu sendiri Dimas. " Teriak Husna yang tidak terima jika suaminya menyakiti anak mereka satu-satunya.

" Aku udah gak peduli lagi sama kamu maupun sama anak sialan itu, pokoknya mulai hari ini kamu bukan Istriku lagi Husna. " Bentak Dimas yang langsung menceraikan Istrinya Husna saat itu juga.

" BERENGSEK kamu Dimas, tega kamu menceraikan aku yang sedang hamil anak kamu ini demi wanita ja**ng itu HA. " Teriak Husna lagi dengan suara yang semakin meninggi dan sudah tidak dia hiraukan lagi rasa sakit yang ada di tangannya akibat terkena pecahan kaca meja.

Plaaakkk...

Tanpa perasaan Dimas menampar pipi Husna yang sedang hamil 8 bulan dengan begitu kerasnya di depan mata Puspa hingga sudut bibirnya berdarah, Ingin rasanya Puspa menolong Ibunya tetapi Puspa yang kepalanya masih terasa sangat sakit tidak bisa berbuat apa-apa selain melihat dan menyaksikan bagaimana kesakitan Ibunya.

" Aaaarrrggghhh. " Husna merintih saat ia merasakan rasa sakit yang diakibatkan oleh tamparan yang di layangkan oleh Dimas yang rasanya langsung naik hingga ke otak.

" Kurang ajar kamu Husna jangan pernah kamu sebut Delia dengan sebutan ja**ng karena dia jauh lebih baik dari pada kamu, cuuuiihh. " Bentak Dimas sambil meludahi wajah Husna.

Dengan emosi yang sudah memuncak Husna mengusap saliva suaminya yang ada di wajahnya dengan tangannya yang berdarah, lalu ia menatap nyalang ke arah laki-laki yang sudah menjadi suaminya selama 16 tahun lamanya.

" Wanita baik kamu bilang? Mana ada wanita baik-baik yang merebut kebahagiaan wanita lain, lalu menghancurkan keluarganya hingga sehancur-hancurnya. " ucap Husna dengan penuh penekanan.

" Selama ini aku selalu diam Dimas, kamu tidak memberikan nafkah untukku dan untuk anakmu aku diam, kamu caci, kamu maki, kamu hina aku, aku selalu diam, aku bekerja banting tulang demi membiayai hidup keluarga kita tapi kamu selalu merebut uangnya aku juga selalu diam, tapi kenapa sekarang dengan teganya kamu menduakan aku dengan janda kesepian itu? padahal aku sama sekali tidak pernah menuntut apapun dari kamu Dimas KENAPA? APA SALAHKU PADAMU? APA KURANGKU DIMAS APA? " bentak Husna tanpa rasa takut sedikitpun.

Dimas menarik salah satu sudut bibirnya ke atas dan menatap Husna dengan tatapan yang tidak kalah tajamnya.

" Kamu mau tau apa kekuranganmu Husna? Kekuranganmu hanya satu, kamu terlahir miskin dan aku bosan hidup miskin Husna aku bosan, aku ingin kaya aku ingin punya banyak uang dan aku bisa mendapatkannya dengan mudah dari Delia tanpa harus capek-capek kerja siang malam. " Tutur Dimas membuat hati Husna kembali tercabik-cabik.

Bukan hanya Husna yang hatinya tercabik-cabik tapi Puspa juga, bahkan Puspa jauh lebih sakit karena dia baru mengetahui jika selama ini Ibunya selalu menyimpan kesedihan dan penderitaannya seorang diri dan semua itu di akibatkan oleh laki-laki yang seharusnya menjadi cinta pertama Puspa sebagai seorang anak perempuan tapi nyatanya laki-laki itu malah menjadi musuh dalam selimut untuknya dan lagi-lagi dengan kedua matanya Puspa melihat senyum penuh kemenangan yang ukir oleh wanita simpanan Ayahnya tersebut.

" Tega kamu Dimas, kamu brengsek Dimas, kamu laki-laki gak punya hati Dimas . " Ucap Husna sambil memukul-mukul dada suaminya dengan sisa tenaga yang ia punya.

" Aaaaakkkhhh minggir kamu wanita pembawa sial. " Teriak Dimas yang mendorong tubuh Husna hingga jatuh tersungkur di lantai tapi beruntung Husna masih dapat melindungi perutnya dari benturan.

" Cukup Ayah cukup jangan sakiti Ibu lagi, jika Ayah mau pergi, pergi saja sana aku dan Ibu gak butuh laki-laki pecundang seperti Ayah. " Bentak Puspa yang sudah bisa kembali berdiri setelah nyeri di kepalanya mulai berkurang.

" Beraninya kamu anak sialan, mau jadi anak durhaka kamu HA? " sahut Dimas dengan suara yang menggelegar memenuhi seluruh isi rumah sederhana 3 petak milik orangtuanya.

" Kalau iya memangnya kenapa? Ayah mau pukul aku? Ayah mau tampar aku? Atau ayah mau bunuh aku sekalian? Silahkan Yah, silahkan aku gak takut sama sekali. " Bentak Puspa tanpa rasa takut sedikitpun bahkan dia semakin mendekati Ayahnya.

Sudah tidak Puspa pedulikan lagi apa yang akan terjadi selanjutnya tapi yang pasti untuk saat ini ia harus membela Ibunya dari laki-laki brengsek seperti Ayahnya.

Bab 2

Mendengar ucapan yang keluar dari bibir mungil Puspa membuat emosi Dimas semakin memuncak hingga sampai ke level tertinggi Dimas mengepalkan kedua tangannya hingga buku-buku jarinya memutih dan urat lehernya menegang.

" Anak nggak tahu diri! " berang Dimas yang sudah mengangkat tangannya dan bersiap untuk menampar pipi Puspa.

Tanpa membuang waktu lebih lama lagi Dimas segera mengayunkan tangannya tapi sedikit lagi tangan besarnya menempel di pipi putrinya suara Delia menghentikan gerakan Dimas.

" Sudah cukup Dimas sayang, jangan kamu kotori tanganmu dengan memukul dua wanita yang tidak ada harga dirinya ini, lebih baik sekarang kita pergi dari sini dan bukannya tujuan utama kita sudah tercapai ya? " Seru Delia dengan suara yang mendayu-dayu manja sambil melangkahkan kakinya mendekat ke arah Dimas.

Dengan tidak tahu dirinya Delia langsung bergelayut manja di lengan Dimas dan Delia juga menyandarkan kepalanya di pundak Dimas, tanpa belas kasih Dimas malah mencium bibir Delia di depan istri dan juga anaknya.

" Jangan di sini sayang, kalau kamu mau ayo kita pulang? Kita rayakan hari bahagia kita hari ini. " Ucap Delia dengan suara dan tingkah laku yang manja bak seorang ABG yang sedang jatuh cinta.

Dalam satu tarikan Dimas sudah melingkarkan kedua tangan besarnya di pinggang ramping Delia dan dengan tidak tahu malunya Delia malah melingkarkan kedua tangannya di leher Dimas lalu mereka kembali berci**an di depan Husna dan Puspa. Puspa geram dan emosi bukan kepalang saat melihat kelakuan Ayah dan juga wanita selingkuhannya yang sangat tidak senonoh itu.

Di saat Puspa yang geram dan emosi, Husna justru merasakan sakit hati yang sangat luar biasa dalamnya saat melihat laki-laki yang sangat dia cintai sedang bermesraan di depan matanya dengan seorang wanita yang menjadi selingkuhannya.

" Jika kalian ingin bermesraan sebaiknya kalian berdua pergi dari sini dan jangan kotori rumah ini dengan perbuatan zina kalian. " Usir Puspa dengan berani.

Mendengar ucapan Puspa yang sangat tajam, Delia dan Dimas langsung melepaskan ciumannya dan menatap nyalang ke arah Puspa. Husna yang melihat Dimas akan memukul putrinya langsung bangkit berdiri dan menjadi tameng untuk Putri kesayangannya.

" Sebaiknya kamu segera pergi dari sini Dimas bukankah tadi kamu sudah menceraikan aku? jadi sekarang kita bukan suami istri lagi jadi kamu tidak ada hak untuk berlama-lama di rumah ini. " Usir Husna dengan hati yang teramat sangat perih dan penuh luka.

" Ayo sayang kita pergi dari sini? tidak ada gunanya kita berlama-lama di gubuk reot seperti ini. " Ajak Delia yang menarik tangan Dimas untuk segera keluar dari dalam rumah milik Husna.

" Ayo sayang, aku juga sudah muak berlama-lama melihat dua wanita pembawa sial ini! " Seru Dimas.

" Ya sudah kalian pergi dari sini ngapain lagi berlama-lama. " Teriak Puspa.

Dimas dan Delia tidak memperdulikan lagi ucapan Puspa mereka segera melangkahkan bersama-sama keluar dari rumah sederhana milik Husna dengan hati yang berbunga-bunga, mereka berjalan sambil bermesraan menuju ke mobil yang diparkir sedikit jauh.

Beruntung rumah keluarga Puspa berada di ujung jalan dan jauh dari perkampungan, sehingga ketika orang tuanya sedang bertengkar seperti ini tidak ada satupun warga yang tahu. Setelah Dimas dan Delia keluar dari rumahnya Puspa pun ikut melangkahkan keluar dari rumah juga namun dia berhenti tepat di pelataran rumah.

Dari tempatnya berdiri Puspa mengepalkan kedua tangannya dengan erat saat melihat Ayahnya yang menggendong tubuh Delia ala bridal style sambil bercanda dan tertawa berdua. Saat punggung Ayahnya sudah tidak lagi terlihat Puspa baru teringat dengan tangan Ibunya yang berdarah.

" Astagfirullah ibu. " Ucap Puspa yang segera berlari masuk ke dalam rumah.

Sampai di dalam rumah Puspa melihat tubuh Ibunya yang luruh ke lantai dengan air mata yang kembali mengalir dengan begitu derasnya. Namun saat Puspa melihat tangan Ibunya yang terluka ternyata darahnya sudah mengering dan tidak lagi mengalir.

" Ibu Ayo bangun Bu? " Ucap Puspa yang ingin membantu ibunya berdiri namun Husna hanya menggelengkan kepalanya.

" Kenapa Ayah kamu tega sekali Puspa kenapa dia tega sekali berbuat seperti itu kepada kita? " Seru Husna sembari menangis tersedu-sedu.

" Sudahlah Bu jangan diingat lagi laki-laki brengsek itu. " Sahut Puspa yang ikut menangis juga.

Hati Puspa yang sudah hancur semakin bertambah hancur saat ia melihat sisi lemah Ibunya yang sebelumnya disembunyikan dan tidak pernah Puspa melihatnya.

" Tapi hati ibu sakit Puspa hati ibu sangat sakit, tega sekali Ayahmu membawa wanita selingkuhannya ke rumah ini dan mereka malah berci**an di depan kita hati ibu sakit Puspa, hati Ibu hancur. " Raung Husna yang tidak bisa menerima kenyataan yang ada.

" Puspa tahu Bu bukan hanya ibu yang hancur aku pun juga hancur Bu, aku sedih, aku kecewa, aku juga marah kenapa Ayah bisa setega itu sama kita, apa salah kita Bu? Tapi sekarang itu udah nggak penting lagi yang terpenting sekarang bagaimana caranya kita berdua menata kehidupan kita agar lebih baik dari sebelumnya Bu dan kita buktikan pada Ayah jika kita baik-baik aja dan kita juga bisa sukses tanpa laki-laki brengsek seperti Ayah. " Tutur Puspa.

Tetapi Husna yang masih fokus pada rasa sakit hatinya yang mendalam sama sekali tidak mendengar ucapan putrinya, yang ada di dalam pikiran Husna saat ini adalah luka dan goresan mendalam yang sudah ditorehkan oleh suaminya.

" Ayo bangun Bu aku antar ibu ke kamar? " Ajak Puspa dan untuk yang kali ini Husna langsung mengikuti perkataan putrinya tanpa penolakan lagi.

Puspa membantu ibunya bangkit berdiri lalu memapahnya menuju ke kamar, sampai di dalam kamar Puspa membaringkan tubuh ibunya di atas kasur lantai satu-satunya milik mereka.

" Ibu tiduran saja ya? Kasihan adik yang di dalam perut. " Ucap Puspa tetapi Ibunya hanya melihat Puspa dengan tatapan yang kosong.

" Ibu istirahat saja ya? aku mau membersihkan pecahan kaca yang ada di depan dulu, setelah itu aku akan membelikan obat merah dan juga plester untuk mengobati luka yang ada di tangan Ibu. " Ucap Puspa dengan lembut tetapi ibunya hanya diam dan sama sekali tidak memberikan respon apapun.

Puspa hanya bisa menghela nafas dengan berat saat melihat ibunya yang menjadi seperti itu, sebelum keluar dari dalam kamar Puspa mengambil sebuah kain jarik lalu menjadikannya selimut untuk menutupi tubuh Ibunya. Setelah itu Puspa segera keluar dari dalam kamar menuju ke dapur untuk mengambil sapu dan juga pengki, dengan hati-hati Puspa membersihkan pecahan kaca yang ada di ruangan depan hingga benar-benar bersih dan tidak ada lagi pecahan kaca yang tertinggal.

Selesai membersihkan ruangan depan Puspa masuk ke dalam kamar dan dia masih melihat Ibunya yang menatap kosong ke arah langit-langit kamar mereka.

" Ibu jangan ke mana-mana ya? Puspa mau ke warung dulu beli obat merah dan juga plaster. " Pamit Puspa dan lagi-lagi Ibunya tidak memberikan respon apapun.

Puspa sudah tidak tahu lagi bagaimana mendeskripsikan bentuk hatinya yang sudah hancur tak berbentuk ini, Puspa amat sangat terluka melihat Ibunya yang sudah seperti orang yang depresi. Tanpa rasa curiga sedikitpun Puspa segera berlalu dari dalam rumahnya namun sebelum itu Puspa mengunci pintu depan agar Ibunya tidak keluar dari dalam rumah. Setelah mengunci pintu barulah Puspa melangkahkan kakinya menuju ke warung yang letaknya lumayan jauh dari rumahnya.

Bab 3

Puspa melangkahkan kakinya melewati jalanan berbatu yang di samping kanan dan kirinya dipenuhi rumput ilalang yang tinggi.

Sepanjang perjalanan Puspa terus menyapa beberapa tetangga yang berpapasan dengannya ataupun para tetangga yang sedang beraktivitas di depan rumahnya. Itulah Puspa di kampungnya ia di kenal sebagai gadis yang ramah, penuh senyum, dan juga periang, saat ini Puspa tinggal di sebuah desa yang terletak di pulau Jawa. Setelah berjalan selama 10 menit akhirnya Puspa tiba di warung yang paling dekat dengan rumahnya yaitu warung miliknya Mbak Sari.

" Eh Puspa mau beli apa? " sapa Sari saat melihat Puspa datang ke warungnya.

" Mbak Sari beli obat merah sama Plaster dong? " pinta Puspa yang berdiri di depan warung Sari.

Sari segera mengambilkan barang pesanan Puspa lalu menyerahkannya.

" Untuk apa obat merah sama Plaster Puspa? Siapa yang luka? " tanya Sari sambil memasukkannya ke dalam kantong plastik.

" Untuk Ibu Mbak tangannya ke iris pisau. " jawab Puspa yang berbohong.

Tidak mungkin Puspa mengatakan yang sebenarnya karena itu sama saja dengan ia yang membongkar aib keluarganya sendiri.

" Oalah bilang sama Ibu kamu hati-hati Puspa. " ujar Sari menasehati.

" Iya Mbak Sari, jadi berapa semuanya Mbak? " tanya Puspa saat Sari memberikan pesanannya.

" Semuanya jadi 10 ribu Puspa. " jawab Sari dan Puspa pun segera memberikan uang pecahan 10 ribuan pada Sari.

Setelah membeli obat merah dan Plaster Puspa segera pergi meninggalkan warung Sari untuk kembali pulang ke rumahnya, namun saat sedang dalam perjalanan pulang Puspa tiba-tiba terjatuh seperti ada seseorang yang mendorong tubuhnya.

Bruuukk...

" Heeessttt aww sakit. " rintih Puspa saat lututnya terkena batu hingga berd**ah.

Puspa sampai terduduk di tanah karena saking sakitnya, karena kakinya sedikit kotor Puspa membersihkan lukanya terlebih dahulu namun tiba-tiba.

Deegh..

Perasaan Puspa mendadak jadi tidak enak dan Puspa langsung teringat dengan Ibunya di rumah.

" Kenapa perasaanku mendadak jadi tidak enak ya? Semoga Ibu gak kenapa-kenapa. " Gumam Puspa yang mulai bangkit lalu berjalan tertatih-tatih menuju ke rumahnya.

Semakin dekat dengan rumahnya perasaan Puspa semakin bertambah tidak enak bahkan jantungnya pun berdetak dengan sangat kencang seperti genderang yang mau perang.

" Kenapa jantungku berdetak semakin kencang begini? " gumam Puspa yang semakin mempercepat langkah kakinya walaupun lututnya semakin terasa sakit serta ngilu.

Sesampainya di rumah Puspa segera membuka kunci pintu rumahnya dan dia pun langsung masuk ke dalam rumahnya.

" Ibu Puspa pulang. " ucap Puspa dengan suara yang sedikit berteriak sambil melangkah menuju ke kamar.

" Ibu tidur ya? " panggil Puspa lagi.

Namun saat Puspa membuka tirai penutup pintu kamarnya, Puspa terkejut bukan kepalang saat dirinya melihat dengan mata kepalanya sendiri jika Ibunya sudah gantung diri dengan menggunakan kain jarik yang tadi Puspa berikan untuk menutup tubuh Ibunya saat tertidur.

" Iiiiibbuuuuuuu.... " Puspa berteriak sekencangnya sambil berlari mendekat ke arah Ibunya yang sudah tidak bernyawa lagi bersama dengan calon adiknya.

" Iibuuuuu jangan tinggalin aku Buuuuu jangan tinggalin akuuuu. " teriak Puspa sambil menangis histeris.

Puspa naik ke atas ranjang lalu dia langsung memeluk kaki Ibunya yang sudah pucat dengan sangat erat.

" Ibu kenapa ninggalin aku Bu? Ibu kenapa pergi secepat ini Bu. " Raung Puspa sambil tetap memeluk kaki Ibunya.

Cukup lama Puspa berada dalam posisi seperti itu hingga tiba saatnya Puspa Sadar jika ia harus meminta bantuan warga untuk menurunkan jenazah Ibunya.

" Bu aku pergi dulu ya Bu? Aku cari bantuan dulu. " pamit Puspa yang segera menghapus air mata dan air hidungnya secara kasar.

Sesering apapun Puspa menghapus air matanya tetap saja air matanya terus mengalir tiada henti malah semakin bertambah deras hingga ia sesenggukan. Puspa berlari sekencangnya berusaha meminta bantuan pada siapapun yang dia temui, namun sayang tidak ada satu pun warga yang terlihat lewat ataupun berdiri di depan pintu bahkan warung Sari pun sudah tutup padahal hari masih siang.

Tetapi Puspa yang tidak putus asa, dia tetap berlari walaupun tanpa alas kaki dan beberapa kali kakinya terkena batu hingga terluka bahkan ada yang sampai mengeluarkan da*ah namun rasa sakitnya sama sekali tidak terasa karena hati dan jiwanya jauh lebih sakit dari luka yang ada di kakinya. Puspa terus berlari hingga dia sudah berada di tengah kampung namun suasananya sangat sunyi seperti tidak berpenghuni.

" Tooolooooong, tooolooooong, tooolooooong aku tooolooooong. " Puspa berteriak sekencangnya di tengah kampung namun tidak ada satu wargapun yang muncul.

" Tooolooooong, tooolooooong akuuuu, tooolooooong. " Puspa berteriak lagi sambil berlari kesana kesini namun tetap saja tidak ada orang yang muncul.

Namun Dewi Fortuna masih berpihak pada Puspa, tiba-tiba Pak RT muncul dengan mengendarai motornya dan tanpa basa-basi Puspa langsung berteriak meminta bantuan.

" Pak RT tolong aku Pak RT tolong aku. " ucap Puspa yang berdiri di tengah jalan sambil menghadang laju kendaraan Pak RT.

" Ada apa nak Puspa kenapa kamu menangis seperti ini? " tanya Pak RT dengan wajah yang menatap bingung ke arah Puspa.

" Tolong Ibuku Pak RT, tolong Ibuku. " ucap Puspa yang masih terus menangis sambil menggoyang-goyangkan tangan Pak RT.

Puspa sangat bersyukur ia bisa bertemu dengan Pak RT yang bisa membantunya.

" Ibu kamu kenapa Puspa? Apa Husna mau melahirkan? " tanya Pak RT.

" Ibu.... Ibu.... " seru Puspa tergagap karena dia tidak sanggup jika harus mengetakan yang sebenarnya.

" Ya sudah kamu naik ke atas motor Bapak kita ke rumah kamu sekarang? " titah Pak RT dan Puspa pun langsung naik ke atas motor milik Pak RT tanpa berpikir dua kali.

Pak RT mulai melajukan motornya dengan pelan menuju ke rumah Puspa yang berada di ujung kampung.

" Lebih cepat pak RT lebih cepat lagi? " Pinta Puspa dengan tidak sabaran.

" Sabar Puspa jalan ini sangat jelek dan berbatu kalau tidak hati-hati kita bisa jatuh. " tutur Pak RT.

" Ayo Pak RT lebih cepat lagi. " pinta Puspa lagi.

Setelah menempuh perjalanan selama beberapa menit akhirnya motor milik Pak RT sudah tiba di depan rumah sederhana milik orangtua Puspa.

" Ayo Pak RT cepetan. " Puspa menarik paksa tangan RT untuk masuk ke dalam rumahnya dan hal itu cukup membuat pak RT kesulitan untuk mengimbangi langkah kaki Puspa yang masih muda sedangkan Pak RT sudah berumur 65 tahun.

Puspa terus menarik tangan Pak RT hingga mereka hampir tiba di depan kamar, Pak RT menghentikan langkah kakinya membuat Puspa terpaksa menghentikan langkah kakinya juga.

" Ayo pak RT kenapa berhenti? " tanya Puspa dengan tubuh dan hati yang sudah tidak karu-karuan lagi rupanya.

" Tunggu dulu Puspa Ibu kamu kenapa? Kalau Ibu kamu mau melahirkan gak elok jika Bapak yang masuk ke dalam kamar kalian. " ucap Pak RT.

Tapi Puspa yang sudah tidak sabaran kembali memegang tangan pak RT dengan kedua tangannya lalu ia menarik paksa dan membawa Pak RT menuju ke kamar mereka di mana Ibunya yang sudah meninggal dunia dalam posisi menggantung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!