NovelToon NovelToon

Restoran Hantu

Tawaran Kerja Untuk Yumna

"Permisi, apa ada orang di sini?" saat Yumna tiba di depan sebuah bangunan tua, sesuai petunjuk yang diberikan sosok berdaster putih penunggu pohon jambu di rumah temannya.

'Krieeeetttt........'

Suara berdecit pintunya membuka dengan sendirinya.

"Hallooooowww, ada orang tidak?" tanyanya lagi melangkahkan kaki ke dalam.

Suasana temaram sebuah ruangan restoran bergaya Eropa klasik nampak indah di depan mata. Tapi bisa terlihat menakutkan untuk orang yang belum terbiasa melihatnya, di suasana gelap malam yang semakin menambah kesan mistisnya.

"Haaaaiiiii,......!" suara seorang anak remaja laki-laki yang sempat mengejutkannya, sudah berdiri tepat di belakangnya.

"Ka... Kamuu?" tanya Yumna sedikit terkejut melihat penampakan wajah penuh luka berlubang dan darah dimana-mana.

"Apa yang kamu lakukan di sini? Kami baru buka nanti tepat jam 12 malam," ucap makhluk itu.

"Oh, maaf kalau begitu saya pulang saja," ucap Yumna terburu-buru pergi.

"Ehhhmmmm, kayaknya kamu lagi butuh pekerjaan ya. Kamu mau kerja di sini? Namaku Jodi," ucapnya memperkenalkan diri dengan memutar mengelilingi Yumna, melihat dari ujung kaki sampai kepalanya.

"Namaku Yumna, tapi terimakasih. Aku pulang saja!"

"Jangan sia-siakan kesempatan. Aku tahu kamu cocok kerja di sini," sahut seorang laki-laki tampan yang sudah bersandar di pintu masuk.

"Tapi........," belum sempat selesai berucap, Yumna sudah tak berani meneruskannya karena tatapan dingin laki-laki dihadapannya.

"Tenang, aku akan membayarmu dengan uang manusia," ucap laki-laki itu.

"Iya, kerja saja di sini. Kami lagi butuh seorang manusia spesial seperti kamu. Kamu bisa membantu mereka yang masih penasaran berkeliaran di dunia, karena terperangkap masalahnya," ucap wanita, tersenyum di bibir merahnya yang lebar sampai ke telinga, dan sudah berdiri di samping kanan Yumna.

"Ma.. Maksudnyaa?" tanya Yumna sedikit gemetar karena dikelilingi sosok aneh di sekitarnya.

"Iya, bantuin kita yang setiap malam kewalahan melayani para hantu yang selalu datang ke sini. Namaku Boni, koki di sini. Wanita cantik di sebelahmu bernama Shema, sedangkan bos nya yang lagi nyender di pintu itu namanya Reyhan," timpal lelaki kurus menembus dinding pembatas dapur, dengan wajah pucatnya.

"Sebentar, trus kalau aku kerja di sini mulai jam berapa? Soalnya aku harus sekolah pagi harinya," jawab Yumna.

"Kita buka mulai jam 12 malam, jadi satu jam sebelumnya sudah harus sampai sini," sahut Rey, lelaki yang disebut bos.

"Trus pulangnya?"

"Kita hanya buka dua jam saja, dan aku akan membayarmu sesuai upah kerja full di restoran pada umumnya," kata Rey dengan nada jutek nya.

Yumna dilema menghadapi pilihan di depannya. Bekerja bersama para makhluk aneh, yang mengharuskannya mengendap keluar rumah di tengah malam. Tapi gaji yang ditawarkan juga sangat lumayan.

Atau harus rela meninggalkan bangku sekolah karena tak lagi ada biaya. Atau mungkin juga mencari pekerjaan lain, entah ada atau tidak untuknya yang masih berusia di bawah umur.

"Boleh aku memikirkannya dulu?" tanya Yumna.

"Oke, ku tunggu jawabannya besok malam!" jawab Rey singkat.

"Ehmm... Baiklah! Aku boleh pulang sekarang kan?" tanya Yumna.

"Besok harus datang kemari ya. Kudatangi ke rumahmu kalau kau tak ke sini!" ancam Shema.

"Saya usahakan. Permisi," sahut Yumna membungkukkan punggung dan bergegas lari pulang ke rumah.

Masih terbayang wajah seram para penunggu restoran hantu di benak Yumna. Tapi lebih seram lagi sifat dingin bosnya, meskipun tampan tanpa cacat di fisiknya seperti yang lain .

"Kok sampai malam, Nak?" tanya nek Kiptiyah, nenek Yumna yang sedang menunggu di rumah dengan merajut seperti biasa.

"Iya, Nek. Maaf, tadi Yumna ngerjain tugas banyak banget. Jadi baru selesai," jawabnya sedikit berbohong dan segera masuk ke kamar agar tidak ada lagi pertanyaan.

"Maafkan nenek ya!" ucap nenek Kip, panggilan untuknya.

"Maaf untuk apa, Nek?" tanya Yumna kembali keluar.

"Nenek tidak bisa menyekolahkanmu. Kamu jadi harus kehilangan kesempatan meraih cita-cita saat tabungan peninggalan orangtuamu sudah habis nanti," sesal nenek Kip.

"Tenang, Nek. Yumna akan mencari pekerjaan paruh waktu nanti. Sementara, selama masih ada sisa tabungan, Yumna masih ada waktu untuk memikirkannya," jawab Yumna menenangkan.

Yumna memang anak yang tak terlalu banyak menuntut. Tapi karena tenaga nenek yang terbatas, dan lahan yang tidak begitu luas menjadikan mereka kesulitan keuangan.

Sedikit kiriman rutin nenek Pat, ibu dari ayahnya membuatnya masih bisa bersekolah, meskipun tidak bisa menutup semua biaya. Tapi setahun lalu, setelah nenek Pat meninggal, tak ada lagi harapannya untuknya bersekolah seperti biasa.

Hanya sisa uang hasil penjualan rumah orangtuanya, yang bisa dia andalkan sekarang. Tapi dia sadar, kalau itu tak kan cukup sampai dia lulus kelak. Karena sudah banyak yang dikeluarkan, untuk membayar kekurangan biaya sekolah sebelumnya.

"Nenek tidur saja, biar Yumna yang membereskan peralatan rajut nenek," ucap Yumna menghampiri nek Kip, dan segera membereskannya.

"Tidak apa, nenek lanjutkan saja. Biar bisa cepat selesai, untuk segera dijual. Lumayan menambah tabunganmu yang semakin menipis," kata nek Kip dengan senyum hangatnya.

"Nek, percaya sama Yumna ya! Sekarang Yumna sudah besar, dan bisa mengatasi masalah Yumna sendiri. Nenek hanya perlu mendoakan dan merestui semua yang Yumna lakukan."

"Maaf ya," ucap nek Kip mencium dan memeluk cucu kesayangan satu-satunya itu.

"Tak perlu berkata seperti itu. Yumna sangat berterimakasih, dan bersyukur punya nenek seperti nek Kip. Nenek yang berkorban apapun untuk kebahagiaan Yumna," timpal Yumna mengusap air mata di pipi neneknya.

"Ya sudah, nenek istirahat dulu ya. Besok pagi nenek harus memanen cabe dan tomat yang sudah matang. Lumayan bisa membuat dapur kita tetap mengepul," kata nek Kip tersenyum, dan beranjak ke kamarnya.

Yumna memandang tubuh renta neneknya dengan tersenyum bangga.

****

Sepulang sekolah, Yumna berjalan menyusuri sungai seperti biasa. Dia berhenti sejenak memikirkan tawaran Reyhan semalam. Tapi ada rasa takut yang membayanginya, kalau ada sosok jahat dan menyeramkan yang bakal ditemuinya nanti.

"Kerja, enggak, kerja, enggak, kerja, ............enggak, kerja," kata Yumna berbicara sendiri, melepas kelopak bunga yang baru dipetiknya satu per satu.

"Apa aku harus kerja di sana ya? Apa aku kuat kalau harus setiap hari berhadapan dengan makhluk yang berpenampilan aneh seperti mereka? Ehhmmm, mungkin memang aku sudah terbiasa melihatnya. Tapi,..... Ah sudahlah," gumam Yumna sendiri dengan memegang kepalanya yang terasa pening.

"Gimana? Sudah kau pikirkan?" tanya seseorang di sebelahnya.

"Reyhan? Kamu......?" ucap Yumna tak bisa berkata-kata karena terlalu gugup. Ketakutan untuk memberi jawaban yang harus diucapkannya, saat Rey mulai bertanya padanya nanti.

"Kenapa?" tanya Reyhan yang tak memandang ke arahnya.

"Aku bisa menjawabnya nanti malam kan? Aku masih bingung!"

"Apa yang kau bingungkan?" tanya Reyhan lagi.

"Aku takut, apakah aku sanggup menghadapi dan melihat beragam bentuk penampakan mereka. Lihat karyawanmu saja sudah bikin aku ngeri," jawab Yumna.

"Tenang saja, kamu akan mudah terbiasa nantinya."

"Iya sih, aku sudah terbiasa melihat makhluk tak kasat mata dari kecil. Tapi kadang masih ada ketakutan kalau ada sosok baru yang belum pernah ku temui sebelumnya," keluhku.

"Kami akan melindungimu di sana, tak perlu takut. Ku tunggu jawabanmu nanti malam," ucapnya berdiri.

****

**ILUSTRASI TOKOH

REYHAN

YUMNA

**

Pilihan Yang Berat

"Lhooo, maksa banget sih!" teriak Yumna sedikit kesal, menatap punggung Rey yang berjalan terus ke depan.

"Yumna, ngapain di situ? Ayo pulang, nanti malah kesambet baru tau rasa!" ucap Martha, teman satu kelas dari bangku sekolah saat Taman Kanak-Kanak sampai sekarang, Sekolah Menengah Atas.

"Iya, kamu baru pulang juga?" tanya Yumna mencoba ramah seperti biasa.

"Kepo banget sih, mau tau urusan orang aja!" jawabnya ketus seperti biasa juga.

Yumna memilih pergi meninggalkan Martha, sebelum dia mulai meneruskan caci makinya.

Martha merupakan anak pengusaha kelapa sawit, yang juga paling kaya di desanya. Tetapi karena kesibukan ayahnya yang lebih sering ke luar pulau, dan ibunya yang suka ikut perkumpulan sosialita ke kota menjadikannya kesepian.

Kurang kasih sayang orangtua, meski bibi Lina yang selalu ada untuknya. Asisten rumahtangga, yang sudah dari bayi mengasuh dirinya. Tapi itu tak membuatnya bahagia, malah menjadikannya seorang anak yang egois tak mau kalah dari yang lain. Itu dilakukan hanya semata-mata mencari perhatian yang selama ini kurang didapatkan.

"Yumna, mau pergi kemana? Kurang ajar banget, belum juga selesai ngomong sudah minggat aja!" teriaknya marah, karena tak mau diacuhkan.

Martha memilih melajukan motor matic keluaran terbaru menuju rumahnya, setelah kemarahannya tak tersalurkan. Meski tak ada kebahagiaan juga yang akan dia temukan di rumahnya nanti.

Yumna mengetuk pintu rumahnya, tapi belum ada jawaban di sana. Dia mencoba mengelilingi rumahnya, berharap nenek Kip sedang berkebun di belakang rumahnya.

Kosong, tak ada siapapun di sana. Justru makhluk berdaster putih yang dia temukan sedang menggantungkan kakinya di atas pohon nangka sebelah rumah.

"Kamu cari nenekmu?" tanya mbak Susi, panggilan Yumna untuknya.

"Iya, kamu tahu?" tanya Yumna mendongakkan kepalanya.

"Tahulah, kan dari tadi aku di sini!" jawabnya memainkan rambut gimbalnya yang sudah mulai dipenuhi ulat dan kecoa.

"Mbak Susi yang cantik, boleh Yumna tau kemana nenek Kip pergi?" tanya Yumna.

"Tadi nenekmu pingsan, lalu dibawa warga ke rumah sakit kayaknya!" ucapnya yang langsung membuat Yumna bersandar lemas ke dinding batu bata.

"Terimakasih," jawab Yumna singkat, dan segera berlari ke tetangga sebelah rumahnya.

"Permisi, Bu Nuri?" ucap Yumna memberi salam di depan rumah.

"Eh, Yumna sudah pulang. Ayo sini makan dulu," kata bu Nuri, yang sudah menganggap Yumna seperti anak sendiri.

Bu Nuri hanya tinggal dengan pak Robi, suaminya. Kedua anak mereka sudah berumah tangga dan tinggal di kota yang berbeda.

"Terimakasih, Bu. Yumna cuma ingin tanya, apa ibu tau nenek Kip sekarang dimana?" tanya Yumna yang sudah bersusah payah menahan air mata.

"Yumna, sabar ya. Nenekmu pasti akan baik-baik saja. Pak Robi, sudah membawanya ke rumah sakit terdekat," jelasnya menegaskan.

"Baiklah, saya akan segera ke sana."

"Mari ibu antar saja, naik sepeda motor biar cepat sampai ya," ucap bu Nuri menawarkan diri.

"Trimakasih, tapi Yumna bisa ke sana sendiri. Maaf kalau sudah merepotkan ibu," sahut Yumna menunduk, dan tak bisa menahan air mata yang sudah mengalir di pipinya.

Bu Nuri bersikeras mengantarkannya, karena tak mau sesuatu terjadi padanya. Akhirnya Yumna pun menurutinya.

Selama dalam perjalanan, Yumna hanya terdiam. Memikirkan bagaimana cara membayar biaya rumah sakit itu.

Tabungannya sudah sangat menipis, mungkin akan langsung habis setelah digunakan membayar tagihan rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, dia segera menghampiri nenek Kip, satu-satunya keluarga yang masih tersisa.

"Nenek, Yumna di sini!" ucapnya mendekati nenek renta yang sedang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

"Karena Yumna sudah datang, kami pamit dulu ya. Nanti malam biar kami saja yang menunggu di sini. Yumna tidur di rumah saja, karena besok harus ke sekolah," pamit pak Robi.

"Trimakasih, Pak!" ucap Yumna singkat, karena tak tahu harus berkata apa lagi.

"Kamu banyak berdoa ya, jangan pikirkan biayanya. Kami sudah membayarnya," lanjut pak Robi menepuk bahu Yumna yang tak tahu harus berbuat apa.

"Sabar, Nak. Semangat ya, biar nenekmu juga bisa segera sembuh. Oiya, nanti kamu bisa memakai motor kami yang satunya. Supaya kamu bisa lebih mudah ke mana-mana," timpal bu Nuri mengikuti suaminya keluar kamar rumah sakit.

Yumna benar-benar bingung, apa yang harus dilalukannya untuk menggantikan biaya rumah sakit ini. Tiba-tiba dia mengingat tawaran kerja di restoran hantu itu.

"Ya, mungkin aku harus mencobanya. Tak ada salahnya aku menerima tawarannya," gumam Yumna.

"Yum.. Yumna...., maafkaan nenek ya," kata nek Kip saat pertama membuka mata.

"Nenek, Yumna takut. Yumna cuma punya nenek. Nenek harus sehat untuk Yumna," tangis Yumna mencium tangan keriput itu.

"Nenek minta maaf, sudah membuat susah Yumna. Nenek jadi menambah beban Yumna sekarang padahal harusnya nenek yang merawat Yumna," kata nek Kip mengusap kepala gadis itu.

"Sstt, nenek gak boleh bilang seperti itu. Yang terpenting bagi Yumna, nenek harus segera sehat dan pulang ke rumah bersama Yumna," sahut Yumna menenangkan neneknya.

"Tapi bagaimana dengan biaya rumah sakit ini? Lebih baik nenek pulang sekarang saja, biar biayanya tidak bertambah banyak."

"Tenang, Nek. Pak Robi sudah membayarnya, dan Yumna janji akan menggantinya kalau sudah mendapat upah kerja. Doakan Yumna supaya bisa lancar kerja paruh waktunya ya, Nek!"

"Memangnya kamu sudah mendapat kerja? Dimana?" tanya nek Kip.

"Yumna kerja paruh waktu di restoran, lumayam kok gajinya," jawab Yumna tak sepenuhnya berbohong, meski tak menceritakan semuanya.

"Syukurlah! Yang penting harus jujur, dan berhati-hatilah," nasehat neneknya yang hanya dijawab anggukan olehnya.

Waktu cepat berjalan saat dia menemani neneknya di dalam kamar rumah sakit. Yumna juga memanfaatkan waktunya untuk tidur sebentar di sebelah ranjang neneknya, setelah menyelesaikan tugas rumah dari sekolah.

"Yumna, bangun nak!" ucap suara membangunkannya.

"Eh, bu Nuri. Maaf tadi ketiduran, he....," jawab Yumna mengusap sedikit cairan yang keluar dari mulutnya.

"Sekarang mumpung masih belum terlalu malam, pulanglah! Lanjutkan istirahat di rumah biar besok bisa membuat semangat nenekmu."

"Trimakasih banyak, Bu, Pak! Kalau sudah ada uang Yumna akan segera mengganti biayanya," ucap Yumna.

"Tak usah kau pikirkan. Doakan saja nenekmu bisa cepat sehat dan menemanimu di rumah lagi," sahut pak Robi.

"Oh iya, ini kunci dan stnk nya. Pakai saja motornya! Dan ini sudah ibu siapkan bekal makan malam untukmu. Sebaiknya kau bawa pulang saja," ucap bu Nuri.

"Sekali lagi terimakasih," kata Yumna ingin berlutut mencium kaki keduanya, tapi segera ditahan dan dipeluk bu Nuri.

Ada kebahagiaan saat dia merasa ada keluarga yang peduli dengannya.

"Kalau begitu, Yumna pamit dulu. Trimakasih banyak," kata Yumna sebelum keluar ruangan kamar dengan membawa kunci motor dan suratnya, beserta makan malamnya.

Malam yang belum terlalu larut. Dia sempatkan dulu pulang ke rumah untuk menghabiskan makan malamnya, setelah terlalu banyak penampakan-penampakan yang dia temui selama di perjalanan pulang.

Yumna membersihkan dirinya dan rumahnya, kemudian bersiap berangkat memutuskan pilihannya.

****

**Ilustrasi Tokoh

Martha

Bu Nuri

Nek Kip (Nenek Yumna)

**

Hari Pertama Bekerja

Yumna mulai menyalakan motor matic, menuju gedung bergaya Eropa yang kemarin sempat didatanginya.

Sepanjang perjalanan dia melihat beberapa hantu sedang asik membicarakan restoran itu. Bahkan ada hantu berbungkus kain putih, dengan ikat di atas kepalanya, mengajak kencan sesama jenis bentuknya. Mereka terlihat melompat bersama sepanjang jalan.

"Ah, hantu aja punya pasangan. Masak aku kalah sih? Jomblo terus dari lahir! Sampai belum pernah merasakan yang namanya pacaran itu seperti apa?" gumam Yumna mengendarai motornya.

"Mikir apa sih? Masak harus iri sama makhluk kayak gitu! Semangat Yumna, yang penting sekarang adalah kesehatan nenek!!" lanjut Yumna bergumam sendiri.

Sebenarnya jaraknya tak terlalu jauh dari rumah. Tapi karena arah yang berlawanan dengan jalan menuju kota, membuat sepanjang perjalanan sangat sepi manusia. Itupun harus melewati semak belukar dulu sebelum sampai di gedung tua.

"Halooowww! Aku datang nih," kata Yumna setelah tiba di depan gedung restoran, tepat pukul sebelas malam.

Dari jauh di belakangnya, nampak beberapa makhluk berbagai bentuk mulai berdatangan. Dia terus berusaha menguatkan hatinya, agar bisa bekerja dan mendapat upah untuk biaya neneknya.

'Kriiieeeeeett......'

Suara pintu terdengar lagi, setelah terbuka sendiri.

"Haaaalloooouuuww," ucap Yumna sedikit berteriak.

"Biasa aja, gak usah teriak juga denger," sahut Rey dari belakangnya.

"Lhoh, kamu naik mobil? Ada leasing mobil juga di dunia hantu ya?" tanya Yumna polos, karena baru pertama melihatnya.

"Heh, hati-hati kalau ngomong. Kalau pak bos marah, lebih ngeri dari hantu lo! Lagian mana kenal pak bos dengan leasing, karena uangnya segudang gak akan pernah habis tujuh turunan," celetuk Shema dari belakangku sambil menutup pintu lagi.

"Ma... Maksudnya? Pak bos bukan hantu?" tanya Yumna sambil menunjuk bos tampan dihadapannya.

"Sembarangan kalau ngomong!" ucap Rey singkat, kemudian pergi ke arah dapur untuk mempersiapkan semuanya.

"Tuh, dah mulai kelihatan tanduknya kan kalau marah!" sahut Jodi yang sudah muncul di sampingku.

"Kok aku gak lihat dia punya tanduk ya? Memangnya dia hantu jenis apa sih? Siluman kerbau atau sapi gitu?" tanya Yumna polos dan membuat kedua hantu itu menepuk jidatnya sendiri-sendiri.

"Itu cuma perumpamaan, Cantik. Pak bos itu manusia, sama sepertimu," timpal Boni yang kembali menghampiri dengan menembus dinding dapur.

"Boni, kamu gimana sih? Katanya aku yang paling cantik!" sungut Shema tak terima.

"Iyalah, mbak Shema yang paling cantik di sini. Eh, tapi beneran pak bos manusia? Kenapa dia mendirikan restoran hantu?" tanya Yumna masih belum yakin.

"Ehem... Ehem.... Waktunya kerja, sebentar lagi sudah harus dibuka. Di depan sudah banyak yang mengantri!" perintah Rey yang melongok dari jendela penghubung ruangan dapur dan meja pemesanan.

"Lah kan aku belum bilang mau kerja, kok sudah disuruh kerja?" tanya Yumna berpura-pura jual mahal.

"Pulang saja kalau tak mau!" ucap Rey semakin menyebalkan.

"Oke, aku kerja di sini. Tapi aku minta gajiku dimuka gimana?" tanya Yumna memberi syarat.

"Nih gajimu! Cepat Kerja!" sahut Rey sambil melempar amplop coklat berisi uang ke atas meja pemesanan.

Yumna mengambil uang itu, meski perlakuan bosnya begitu menyebalkan. Tapi setelah menghitung jumlah uangnya, dia begitu bersemangat melakukan pekerjaannya.

Beberapa saat kemudian, terdengar lonceng jam dinding menunjukkan pukul dua belas malam. Secara otomatis, pintu juga membuka dengan sendirinya.

Banyak makhluk berwajah aneh memenuhi kursi di ruangan restoran. Yumna dan Shema berlomba menenuhi semua meja dengan hidangan spesial hari ini. Steak daging dengan siraman saus barbeque sudah tersaji di semua meja.

Sedangkan pak bos dan Boni memasak di dalam dapur. Jodi menata garnish di meja pemesanan, untuk diserahkan langsung kepada Shema dan Yumna sebagai pelayannya.

Semua hantu terlihat sangat menikmati sajian hari ini, termasuk sepasang kekasih berbungkus kain putih yang tadi sempat bertemu dengan Yumna di jalan.

Tak terasa dua jam sudah berlalu, dan para hantu mulai pergi satu per satu. Yumna dan Shema bergegas membereskan meja, dan membawa piring-piring kotor ke tempat pencucian yang sudah ada Jodi di sana.

Semua membersihkan sesuai tugas masing-masing, yang sudah diatur oleh Rey sebagai bos nya.

"Hik... Hik... Hik...," suara tangis anak kecil mulai terdengar.

"Tuh, pasti ada yang kayak gitu. Makanya kami butuh bantuanmu untuk hal semacam itu!" sahut Shema menunjuk hantu anak kecil yang berjongkok di pojok luar gedung.

Yumna, Shema, dan Rey menghampiri gadis kecil itu. Seorang anak dengan banyak luka sulutan api rokok disekujur tubuhnya. Bahkan sayatan panjang di lehernya.

"Dek, ada yang bisa kakak bantu?" tanya Rey mendekatinya.

"Mama, aku ingin mamaaa.......," jawabnya.

"Mamanya dimana?" tanya Yumna ikut mendekat, sedangkan Shema kembali bekerja membereskan sisanya.

"Mamaaa......," teriak anak itu sambil menangis, tanpa bisa menunjukkan keberadaan orang yang dicarinya.

"Gini saja, kamu ikut kakak dulu. Besok kita cari mamamu ya!" ucap Rey lembut, dan sempat membuat Yumna takjub.

"Namanya siapa gadis cantik?" tanya Yumna.

"Namaku Risma, hu....hu...hu....," jawabnya masih dengan meneteskan air mata berwarna merah dari kelopak matanya yang cekung.

"Untuk kali ini, aku yang akan membawanya pulang. Tapi kamu besok harus membantuku mencari mamanya!" kata Rey tegas.

"Ta... Tapiii.....kalau malam gimana cara mencarinya?" tanya Yumna sedikit gugup karena takut.

"Besok siang sepulang sekolah!"

"Lhoh, kemarin kamu cuma bilang jam kerjaku 2 jam saja di restoran?" sahut Yumna mengingatkan.

"Tenang, aku akan membayar uang lembur untukmu!" tegas Rey lagi.

"Sip kalau gitu, aku setuju!" seru Yumna berniat mengarahkan tangannya ke Rey agar dijabat tanda persetujuan, tapi ternyata tak ada balasan darinya.

"Besok sepulang sekolah, aku jemput kamu! Di sekolah Marga Utama bukan?"

"Dari mana kamu tahu? Wah, jangan-jangan kamu sudah pernah memata-matai aku ya?" celetuk Yumna yang tak mendapat balasan, dan malah ditinggal menjauh oleh Rey.

Jam tangannya sudah menunjukkan pukul setengah tiga dini hari saat dia beranjak pamit untuk pulang. Tapi untungnya tak perlu menempuh perjalanan lama untuk Yumna sampai di rumah.

Kurang dari sepuluh menit, perjalanan yang dilalui dengan mengendarai sepeda motor milik bu Nuri. Mungkin kalau berjalan kaki, Yumna memerlukan waktu setengah jam baru bisa menginjak halaman rumahnya lagi.

"Aaahhh, pekerjaan yang lumayan melelahkan meskipun cuma sebentar," gumam Yumna sendiri saat merebahkan dirinya ke atas tempat tidur usang miliknya.

Tak memerlukan waktu lama untuknya bisa segera terlelap. Memasuki dunia mimpi yang sangat nyaman saat malam hari.

****

'Kriiiiiiiinggggg..........'

Suara alarm berbunyi keras. Yumna dengan bersemangat mengunjungi neneknya sebentar sebelum berangkat ke sekolah. Meski letak rumah sakit membuatnya memutar untuk menuju ke sekolah nantinya.

"Pagi, nenek!" sahut Yumna bersemangat saat melihat neneknya yang sudah bisa setengah duduk, meski bersandar dengan bantal di belakang punggungnya.

"Pagi, semangat sekali Yumna?" tanya bu Nuri yang menyambut jabatan tangan Yumna, untuk dicium di punggung tangannya.

****

**ILUSTRASI TOKOH

YUMNA & REYHAN**

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!