NovelToon NovelToon

Titik Fokus

Prolog

Di malam kota yang riuh, bayangan samar tercipta di antara gedung-gedung menjulang tinggi, diliputi gemerlap lampu lalu lintas dan pendaran cahaya neon yang berkilauan menari-nari di sepanjang jalan. Meskipun kehidupan berlangsung seperti biasa, aura misteri yang tak terungkap terhampar di setiap sudut, memenuhi malam dengan ketegangan yang melampaui batas kesadaran.

Di antara padatnya gemuruh lautan manusia di tepi trotoar, seorang wanita paruh baya tiba-tiba muncul, berlari panik menerobos hiruk-pikuk kegiatan di berbagai jenis penjaja kuliner yang berbaris rapi. Pandangannya penuh dengan rasa ketakutan yang tak terhingga.

"B-berhenti mengejarku!" teriaknya panik mendorong siapapun yang menghalangi jalan nya.

"Tenang bu, tenang, ada apa?" Seorang pria dengan kuat menghentikan langkah wanita dengan blazer merah itu dan mencoba menenangkannya.

Beberapa orang mulai berkerumun mengitari.

"Ma-mata. Makhluk hitam. Besar...." Perempuan itu terbata-bata sambil mengatur nafasnya.

"Copet neng?" "Begal?" "Apa? Genderuwo?" celetukan-celetukan mulai terdengar diantara kerumunan.

PYAAARRR!

Semua mata dikagetkan dengan jatuhnya sebuah lampu jalan yang berada 20 meter di belakang. Untungnya, tidak ada yang terluka oleh insiden tersebut.

"I-itu!" tunjuk si wanita yang justru terpaku menatap sesuatu di atas tiang lampu tadi yang mulai melengkung dengan anehnya.

Namun, semua orang bingung, karena tak ada apapun yang mereka lihat di tempat yang ditunjuknya. Secara perlahan, kecemasan mereka menghilang, dan mereka memutuskan kembali ke aktivitas masing-masing.

"KENAPA KALIAN TIDAK BISA MELIHATNYA?" Teriak wanita itu dengan keheranan dan kebingungannya yang semakin memuncak.

Wanita itu merasa terasing, terisolasi dalam ketakutannya sendiri ketika orang di sekitarnya seperti tidak menyadari kehadiran mengerikan yang jelas-jelas terlihat olehnya. Tidak dapat berbagi pengalaman menyeramkan yang dialaminya, dia merasa seperti terperangkap dalam labirin kelam yang tersembunyi di antara realitas dan khayalan. Kepanikan kembali menyergapnya.

Keinginan hidup yang kuat mendorong wanita itu untuk terus berlari, meninggalkan tempat ini sejauh mungkin. Mobil nya yang tak jauh berada di depan adalah jawabannya untuk keluar dari teror ini.

Dengan napas tersengal-sengal, dia mencapai kendaraannya mengabaikan seluruh mata yang menatapnya dengan penuh heran di sepanjang jalan. Dia meraih gagang pintu dengan harapan bisa melarikan diri dari teror yang menghantuinya. 

Namun, sebelum tangannya dapat menyentuh permukaan logam dingin, secara tiba-tiba tubuhnya seperti dilempar ke belakang dengan kekuatan yang mengerikan.

"KYAAAAHHHH!"

Suara teriakan menerobos malam yang gelap, menyadarkan semua orang di sekitarnya. Seiring kekacauan yang meluas, orang-orang bergegas mendekati sumber suara yang mengerikan itu. Hati mereka berdebar-debar, penuh dengan kegelisahan dan ketakutan, saat mereka menyaksikan pemandangan mengerikan di hadapan mereka.

Wanita paruh baya itu tergeletak di trotoar dengan keadaan yang tragis. Wajahnya terlumuri darah, dan yang lebih mengerikan lagi kedua bola matanya menghilang, meninggalkan rongga yang kosong di wajahnya. 

Keheningan yang mencekam melingkupi kota saat para saksi terpaku pada kejadian tragis yang baru saja mereka saksikan.

Satu lagi korban jatuh dalam rentetan tragedi pembunuhan berantai misterius yang terjadi hampir di seluruh kota di Pulau Jawa akhir-akhir ini. Polisi pun masih mendalami kasus ini dan belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut karena kurangnya bukti-bukti yang konklusif.

###

Disclaimer:

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

###

The Vision

Di sudut kota yang teduh, tersembunyi di antara pepohonan yang rimbun sebuah SMA dengan bangunan-bangunannya yang nampak kuno namun terawat dan terenovasi dengan megah. Saat mentari siang menjulang tinggi di langit, sinarnya menembus celah-celah pepohonan dan menerangi halaman depan kantin sekolah dengan kilauan yang menawan.

Seperti keseluruhan komplek bangunan sekolah, kantin ini memiliki arsitektur dengan tiang-tiang tinggi khas bangunan kolonial ditambah pengaplikasian kayu di banyak sudut memberikan kesan hangat dan tradisional. Dinding kantin terbuat dari batu bata ekspose sementara jendela-jendelanya yang besar memberikan akses pemandangan indah ke luar. 

Meski ujian nasional telah usai, suasana di kantin ini masih penuh dengan kehidupan dan aktivitas khususnya para murid kelas 12. Tawa riang anak-anak yang baru lulus bergema di udara, mengiringi langkah-langkah mereka yang berlalu-lalang. Suara sendok dan garpu yang bertemu dengan piring, menambah simfoni yang harmonis.

Sejenak, waktu terhenti di kantin itu. Seorang murid cowok berjaket coklat tipis memainkan sedotan di es teh nya yang tinggal setengah gelas, bahkan semangkuk soto pesanan di depannya belum tersentuh sedikitpun. Dengan gelagat yang lesu tatapan nya kosong jauh kedepan melamunkan angan.

"Wah tengkyu Van, pengertian banget lu sama gua...." Seorang murid dengan pipi chubby dan perawakan agak berisi pindah duduk disampingnya dan menggeser mangkuk soto nganggur itu ke depannya.

"Gila, kamu kan udah makan dua porsi No, punya ku diembat juga?" laki-laki bernama lengkap Alvan Paningal itu tersentak dari lamunannya. Menarik kembali mangkok sotonya sebelum raib tak tersisa dalam beberapa detik kedepan.

"Lagian lu ngelamun mulu, ampe gua abis dua piring...." ujar cowok chubby bernama Nino yang hanya berhasil menelan satu sendok kuah soto milik Alvan. "Asli dah, dikit banget porsi soto di sini," gerutunya pelan.

"Masih blank aku No, ga tau mau lanjut kemana...." jawab Alvan sambil meracik beberapa sendok sambal ke hidangannya dan mulai menyantapnya.

Di antara keramaian itu, Alvan yang berambut ikal agak berantakan terfokus ke beberapa siswa yang sibuk dengan berkas-berkas pendaftaran kuliah yang tersebar di atas meja. Mereka duduk dengan serius, mengisi formulir pendaftaran dengan hati-hati. Wajah mereka penuh dengan konsentrasi dan determinasi, karena mereka menyadari bahwa masa depan mereka terletak pada keputusan yang akan mereka buat sekarang.

Alvan merasa gelisah, hasil nilai pelajarannya biasa saja, dia juga tidak memiliki kemampuan yang menonjol di satu bidang. Semua itu membuatnya semakin khawatir tentang masa depannya.

"Untuk sementara kayaknya aku ngikut omongan ibu ku deh. Ngotot banget nyuruh buat lanjut kuliah."

"Kalo gitu bareng gua aja Van, lanjut kuliah ke Akademi N Semarang." Nino menepuk pundak Alvan dengan simpati. Antonino Marcelino, yang menolak dipanggil Anton karena terkesan nama om-om, memang aslinya adalah anak ibukota. Orang tuanya pindah ke kota ini sejak dia SMP.

"Jiah, ente sih enak No, babe lu kerja di apa tuh, Perusahaan N."

"N Enterprise. Focus on Your Future." Nino menimpali sembari menginpersonate nada Iklan sebuah perusahaan IT terkemuka yang sering lewat di televisi.

Saking miripnya gimmick teman nya itu membuat Alvan menatap Nino dengan rasa mules di hati yang tak bisa dijelaskan.

"Nambah deh mimpi buruk ku satu lagi, nanti pas liat tuh iklan bakal kebayang wajah mu yang nyebelin." gerutu Alvan menyeruput es teh nya.

Nino nyengir kuda.

"Eh, Van, link yang semalem gua kirim udah lo buka?" tanya Nino teringat akan hal itu.

"Belom."

"Ah elu, lagi trending itu video...."

"Kan udah dibilang, klo link ke video Yousubs ga bakal ta buka. Eman-eman kuota."

Nino menyodorkan smartphone nya dalam posisi landscape ke depan wajah Alvan. Sebuah video hitam putih dari sudut tinggi berdurasi 17 detik mulai berputar.

"CCTV?" celetuk Alvan merapat sedikit penasaran.

"Nah ini, liat Van...." Video berpindah ke kamera CCTV yang lebih dekat dengan sosok wanita yang berlari menuju mobil kecil 5-seater hatchback.

"Anjir terpental tu cewek!" Alvan tersentak melihat sosok wanita tadi . "Apaan tadi tuh?"

"Dot." jawab Nino singkat.

"Dot?" Alvan mengernyitkan alis."Eh, kamera nya pindah lagi... Jauh juga mentalnya, lha, sekarang kenapa tu cewek meronta-ronta di trotoar?"

Nino tetap bungkam agar Alvan fokus menyaksikan kejadian di video itu hingga habis.

"Innalillahi, itu, meninggal No?"

Wanita di video berhenti bergeming, kemudian mengalir cairan;darah dari kedua mata nya. Video terhenti.

"Gila merinding gua, ini dikota sebelah lho Van."

"Ini pembunuhan misterius yang lagi rame di berita ya?"

"Ho'oh, yang lebih serem kaga keliatan pembunuhnya...."

"Ma-masa ilmu hitam sih?"

"Ah, elu tipe apa-apa kalo ga bisa dijelasin langsung nyimpulin gaib sih...." gerutu Nino menatap sinis. "Netizen aja udah banyak yang berteori saintifik, paling rame dan paling logis sih teori yang soal Dot."

"Dat dot dat dot apaan, yang buat nyusu?" Alvan mencibir tidak paham. Dia melahap suapan terakhir soto nya.

"Jadi Dot itu makhluk tak kasat mata yang hanya bisa dilihat oleh beberapa orang aja."

"Bukannya sama aja kayak setan dan orang indigo yak, gaib juga ujungnya."

"Bawel, dengerin ampe akhir!" Hardik Nino. "Nah, Dot itu cuma menarget orang-orang yang bisa melihatnya, dengan memburu kedua bola mata korban."

Alvan mengangguk sok mengerti untuk menghindari pembahasan lebih lanjut.

"Ah udah lah, bikin makin setres aja." Alvan memijat kepalanya pusing. "Mana akhir-akhir ini lagi sering mimpi buruk pula."

"Pantes seharian ini lu keliatan ga bersemangat." Sahut Nino. "Eh, nggak sih, emang sejak kelulusan kemaren kayaknya elu lesu terus."

"Mimpi buruknya sama terus soalnya, heran aku."

"Pasti soal asmara ya, gua tau rasanya mimpi buruk itu Van." Nino tertunduk menutup mata nya berlagak sedih.

"Itu mimpi ngenes, bukan mimpi buruk." tukas Alvan, namun sejenak dia juga ikut merasa sedih yang menusuk jika membahas asmara.

"Saran gua, ini kan cuma mimpi jadi kalem aja sih, coy." Nino mencoba menenangkan sahabatnya.

"Awalnya sih gitu No, tapi sejak mimpi itu kayak ada yang aneh sama penglihatanku."

"Emang ada apa sama mata lu?"

"Jadi kayak membangkitkan semacan kekuatan tersembunyi gitu."

"Fiks kayaknya lu harus ke psikiater deh, kelewat halu tau."

"Yaudah kalo gak percaya...."

"O-oke, oke, tapi, awas aja kalo lu ngibulin gua." Nino mulai serius mencermati ucapan Alvan.

"Demi Tuhan untuk yang satu ini kaga." Bisik Alvan sembari menengok ke berbagai arah seperti mencari sesuatu. 

"Nah itu, lu keseringan ngibulin gua sih, jadi jangan salahin kalo gua susah percaya omongan lu."

"Eh No, kamu liat gerombolan cewek-cewek di meja di bawah pohon luar kantin itu?"

Alvan menunjuk kerumunan yang dimaksud yang berjarak nyaris 20 meter di luar. 

"Liat, kenapa emang?" sahut Nino. 

"Sejak mimpi buruk, kalau fokus, aku jadi bisa lihat hal jauh dengan sangat detail." ujar Alvan dengan sorot mata tajam kearah kerumunan murid-murid perempuan di luar kantin itu. 

The Emptyness

"Oke, buktikan!" tantang Nino. "Cewe kedua dari kiri yang rambut pendek, ada berapa tahi lalat di wajahnya?"

"Tiga; dua sebelahan di atas alis kirinya sama satu lagi di pipi kanan agak deket telinga."

"...." Nino melongo tak habis pikir. Entah si Alvan kelewat pede ngarang semua nya atau memang dia benar-benar bisa melihatnya.

"Pertanyaan berikutnya, biar ngga bolak-balik ntar."

"Me-merek bolpen yang lagi dipake nulis cewe yang pake kerudung?"

"Astronot."

"Judul buku paling atas di meja?"

"Empat Cowok Jamblang."

"Njir judul buku apaan tuh?"

"Novel rom-com karya Dul Temonggar."

"Ah ngarang semua lu yak?"

"Cek aja kalo ngga percaya." sahut Alvan yakin.

Dengan tergesa-gesa dan rasa tak percaya Nino melesat menghampiri kerumunan murid cewek di luar kantin. Alvan memperhatikan gelagat Nino yang akward, sempat tersedak pula saat Nino kena tampar salah satu cewek karena terlalu dekat melihat wajah nya. 

"Anjiiirrr!" tiba-tiba terlihat dari jauh Nino berteriak. Kerumunan murid itu sepakat untuk menjauhi Nino yang sepertinya meresahkan dan sangat mengganggu.

Alvan menyeringai sembari menyedot habis es teh miliknya.

"K-kok bisa sih?" Nino yang berlari kembali terlihat antusias. "Kayak gini mah bukan mimpi buruk."

Nino duduk di depan Alvan sambil mengatur nafasnya.

"Oke, sekarang masuk ke hal buruk nya..." Alvan terlihat mulai cemas. "Sejak mimpi buruk itu, aku jadi seperti merasa ada banyak mata yang memperhatikan ku dari tiap sudut kegelapan." 

"Wah jangan-jangan lu pake kekuatan ini buat nyontek pas UN yak? Eh, bisa buat ngintip orang mandi dong? Jangan-jangan lu ditakdirkan jadi superhero?" mata Nino berbinar-binar dengan angan nya yang membludak.

"Dengerin dulu woy!"

"He he he, sorry Van, gua terlalu bersemangat...." Nino nyengir. "Kira-kira siapa, atau apa yang ngeliatin lu dari kegelapan?"

"Aku kurang tau, tapi tiap ngeliat tempat gelap aku jadi sering merinding...." Alvan menelan ludahnya. "Pernah aku coba buat fokus ke arah tempat gelap itu, tubuhku langsung kaku, kayak kegelapan itu menyeret jiwaku masuk."

"Njir, gua lebih ngeri cerita-cerita misteri macam gini nih dari pada cerita soal setan."

"Dan yang bikin aku makin khawatir sampe sekarang, setiap mimpi buruk itu terulang, mata-mata yang mengawasiku itu terasa semakin mendekat."

"Tunggu, sebenernya lu mimpi apaan sih Van?" tanya Nino setelah mencoba merangkai semua poin-poin penting dari cerita Alvan.

"Lah belum ta ceritain ya?"

"Belum dodol!"

"He he, jadi aku mimp--"

DDDDRRRRRRRRDDD

Handphone di saku jaket Alvan bergetar, kemudian dengan biadab terdengar ringtone alunan musik DJ mix lagu patah hati yang sedang populer. 

"I-ibu?" Setelah sekilas melihat layar, Alvan dengan cepat menerima panggilan telpon dari ibunya. "Halo..., wa'alaikumussalam, kenapa bu?"

VROOOOOOMMMMM

Alvan dan Nino meluncur pulang ke rumah Alvan dengan menggunakan motor matic milik Nino. Mereka berdua duduk erat di atas motor, dengan Alvan membonceng Nino di jok belakang.

Setelah beberapa menit perjalanan, motor matic itu berhenti di depan sebuah rumah kecil dengan tampilan yang sederhana. Rumah satu lantai dengan dinding putih yang terlihat bersih dan terawat. Atapnya berbentuk limas, ditutupi genteng merah pudar yang terlihat sudah berumur cukup lama. Terlihat beberapa pot tanaman hijau yang diletakkan di depan jendela, memberikan sentuhan keindahan dan kehidupan pada bangunan yang sederhana itu. 

Alvan turun dan bergegas masuk halaman rumah tanpa sepatah kata, meninggalkan Nino yang merasa canggung di jok belakang motornya.

Nino memilih stay di luar takut mengganggu suasana yang sepertinya sangat penting.

"Assalamualaikum," ucapnya saat memasuki pintu yang telah terbuka.

"Wa'alaikumussalam, cepet banget, kamu ngebut ya Alvan?" Sahut sosok ibu Alvan dngan jilbab terusan warna abu. Wajahnya terlihat begitu cemas.

Sang ibu berdiri dan segera memeluk anak laki-lakinya. Alvan mendapati ada seorang gadis seumurannya duduk di ruang tamu kecil itu mengenakan jaket hoodie putih.

Alvan dan gadis berkacamata itu sempat saling menatap, si gadis tersentak dan segera mengalihkan pandangan nya.

"A-apa benar bu?" Alvan memastikan tentang hal penting yang tadi ibunya bicarakan di telepon. "Apa benar ayah telah meninggal?"

Sang ibu mulai terisak dan mengangguk di pelukannya. Sejenak, Alvan merasakan sejuta perasaan menghantam hatinya. Sosok yang dibencinya, setelah sekian lama meninggalkannya tiba-tiba datang bersamaan dengan kabar kematiannya. Perasaan yang rumit muncul, entah sedih, kecewa atau lega berbaur dalam hatinya menciptakan badai perasaan yang berkecamuk.

Mata Alvan kosong menatap lurus kedepan.

Tiba-tiba ibunya kehilangan kesadaran, menyentak Alvan untuk kembali fokus ke realita.

"I-ibu?!" teriak Alvan yang dengan sigap mendekap tubuh ibunya yang lunglai dipelukannya.

Gadis itu berdiri dan membantu Alvan, berdua menatih tubuh sang ibu kekamar dan menidurkannya di atas ranjang. Alvan terlihat sangat khawatir menggenggam tangan ibu nya. Mungkin bagi Alvan kondisi ibunya jauh lebih urgent daripada berita kematian ayahnya tadi.

"Tenang saja, ibumu hanya butuh istirahat." celetuk gadis itu dengan nada yang datar.

"Kamu..., siapa?" 

Alvan menatap gadis itu dengan berjuta pertanyaan.

"Ka-kamu ga punya hak untuk tau siapa aku." jawab gadis itu berdiri. "Tugasku hanya sebatas menyampaikan berita duka ini, sampai jumpa." lanjutnya membalik badannya dan mulai melangkah pergi keluar kamar.

Dia terlihat buru-buru mengambil tas selempangnya di sofa ruang tamu. Saat keluar melewati pintu depan langkahnya terhenti. Gadis itu mendapati pergelangan tangan kirinya dipegang kuat oleh anak laki-laki sang ibu yang menyusulnya.

"Tunggu!"

"Le-lepasin nggak!" raut wajah si gadis seketika berubah menjadi tidak bersahabat.

"Nggak akan, sampe kamu jelasin semua pertanyaan yang ada di unek-unek ku!" ujar Alvan. Dia sempat terpana sesaat melihat wajah si gadis dari dekat yang ternyata menurutnya cukup cantik dan manis. 

Nino mengintip dari luar pagar hijau rumah yang tak begitu tinggi.

"Ka-kamu ngga punya hak buat menyentuh ku!" seru gadis itu menarik lengan nya dan dengan kekuatan yang sama sekali tak terbayangkan berhasil menghempas tubuh Alvan hingga ke depan pagar.

Nino yang turun dari motor sontak kaget melihat kejadian itu. Begitu pula Alvan yang cenderung melongo tubuhnya bisa sampai tersungkur oleh kekuatan si gadis yang di luar perkiraan nya.

"Ma-maaf...." gadis itu sepertinya juga merasa bersalah karena terlalu berlebihan.

Dengan gesit gadis itu mencoba pergi dari situ.

"Nino!" teriak Alvan mengkomando sembari mencoba bangkit.

Mengerti maksud kawan nya, Nino segera menghadang pintu pagar rumah dengan tubuhnya.

"Eits kalo lu mau kabur lewatin dulu--"

Gadis itu menatap Nino dengan sorot mata kejam yang mampu membuat Nino merinding merasa kena diare sesaat.

Nino menyingkir tanpa kata mempersilahkan gadis itu lewat tanpa berani menatapnya.

Gadis misterius itu berlari begitu cepat.

"Ah gimana sih kamu No." gerutu Alvan sambil memijit ringan punggungnya.

"Ce-cewek bro, ga baik pake kekerasan..." Nino ngeles. "Emang siapa cewe itu Van?"

"Ntahlah, aneh tuh cewek," jawabnya sambil mengernyitkan alis. "Yang ku tau doi dateng-dateng nyampein kabar kalo bapak ku meninggal."

"Innalillahi!" Nino tersentak meloncat kaget. "Bokap lu yang pergi tanpa kabar itu kan, se-seriusan?"

"A-aneh ya, aku ngga tau harus bereaksi gimana No." Alvan jongkok dan tertunduk lesu "Sedih sih, tapi ya gimana..., selama ini kami juga udah biasa hidup tanpa dia."

Sekilas terlihat Alvan tersenyum kecut penuh dengan makna. Di kehampaan perasaan nya itu, dia merasa terdorong untuk merenung dalam diam, mencari kebenaran dan makna di balik perasaannya yang tercampur aduk.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!