NovelToon NovelToon

Kuambil Apa Yang Menjadi Milikku

1. Penderitaan Berpisah dengan Orang Tersayang

Killian’s Private Airport

Private jet yang akan mereka naiki tampak mewah dan megah dalam jarak dekat. Kanva menuntun Aria untuk masuk ke dalam Private jet dan seperti biasa, Aria selalu dibuat terpukau oleh desain dan interior bagian dalam.

Perjalanan kali ini hanya ada mereka berdua. Tidak ada pilot ataupun pramugari. Pertama karena Kanva bisa mengendarai pesawatnya dan kedua karena Aria berada di sampingnya. Dan semua sudah terasa lengkap bagi keduanya.

Kanva membawa Aria ke bagian kokpit. Inu adalah kali pertamanya melihat ruangan tempat pilot biasa memantau dan mengendarai pesawatnya. Biasanya ia hanya berada di kursi penumpang duduk santai sambil membaca novel, atau pun hanya melihat gumpalan awan.

Terdapat banyak sekali tombol-tombol yang tidak Aria ketahui gunanya. Setelah memasangkan headset yang kini sempurna di telinga Aria, kedua tangan Kanva tampak bermain-main dengan banyak tombol di depannya. Kanva melakukannya dengan gerakan cepat.

Aria tidak tahu bahwa Kanva semahir itu.

“Dari mana kamu mempelajari semua ini?” Tanya Aria yang sudah tidak tahan ingin bertanya sedari tadi.

Pesawat mereka sudah melakukan take of beberapa menit yang lalu dan kini mereka berada di udara dalam mode otomatis.

“Ayah yang mengajarkannya. Lagi pula Killian Group juga memiliki sekola pilot maka dari itu aku tidak terlalu asing dengan semua ini,” tutur Kanva.

Aria hanya mengangguk-angguk sebelum mengalihkan pandangannya ke arah kaca kokpit yang menampakkan pemandangan langit yang biru. Semua tampak indah dan menakjubkan. Aria tak henti-hentinya menganga apalagi ketika mengamati satu per satu tombol yang ada di kokpit.

“Kita akan terbang ke mana?”

“Itu rahasia. Yang jelas di sana akan ada keluarga besar ku dan keluarga besarmu.”

“Keluargaku?”

Keheningan kembali melanda meraka setelah itu karena Aria yang sibuk dengan pikirannya begitu pula dengan Kanva yang sibuk dengan dunianya.

“Sayang…” panggil Kanva yang membuatAria lantas menatapnya.

“Hmm?” Balas Aria.

Kanva tidak mengatakan apa-apa pun selain menarik wajah Aria mendekat ke arahnya dan langsung menyambar bibirnya. Menciumnya secara perlahan. Aria tanpa sengaja mengikuti permainan Kanva. Sampai akhirnya mereka kehabisan napas dan Kanva mengakhiri ciumannya.

Wajah mereka masih berjarak sangat dekat sampai mereka bisa mendengar hembusan napas satu sama lain.

“Lihatlah ke belakang,” ucap Kanva.

Mendengar ucapan Kanva, Aria langsung memutar tubuhnya ke belakang tepatnya ke arah kaca yang masih menampakkan pemandangan langit yang bawarna biru, kontras dengan awan-awan di sekitarnya yang bawarna putih.

Ia dikejutkan dengan dua dua buah pesawat kembar yang secara tiba-tiba naik ke permukaan. Tiba-tiba saja banner berukuran besar yang menyambung dari pesawat satu ke pesawat lain terpampang di hadapannya.

Will You Marry Me?

“Mau kah kamu menikah denganku, sayang?” Suara bariton yang Aria yakini adakah milik Kanva terdengar beberapa saat setelahnya.

Aria berbalik secepat mungkin dan di sanalah, ia mendapati Kanva sedang menatap tepat ke matanya dengan sebuah kotak berisi cincin berlian yang terbuka di tangannya.

Aria mematung mendengar perkataan yang baru saja Kanva katakan. Gadis itu memejamkan matanya lama dan menghirup napas dalam-dalam. Ia tahu Kanva menantikan jawabannya.

“Ya.”

Kanva tersenyum lebar dan langsung memeluk tubuh Aria dengan erat. Kanva mengecup puncak kepala Aria sebelum mencium kening Aria lama. Puas dengan acara lamarannya, Kanva akhirnya memasangkan cincin di jari manis Aria.

Aria secepatnya memeluk Kanva lagi dan menangis di sana. Punggung Kanva yang lebar sangat pas untuknya.

“Aku tidak pernah menduganya,” tukas Aria yang masih larut dalam pelukan Kanva.

“Kamu pasti akan lebih terkejut setelah ini.”

Dan benar saja Aria benar-benar dibuat terkejut bagaimana tidak, setelah terbang di atas awan dengan Private jet. Kanva mengajaknya ke sebuah kastil. Di sana Aria di sambut oleh beberapa pelayan yang langsung mengajaknya memasuki sebuah ruangan.

Di dalam ruangan Aria langsung di dandani dan mengganti pakaiannya menjadi sebuah gaun putih yang indah dan elegan. Di atas kepalanya dipasang sebuah mahkota. Lalu Aria diantar ka sebuah aula di sana rupanya sudah ada keluarga besarnya dan juga keluarg besar Kanva.

Binar-binar bahagia tampak jelas di setiap dari mereka. Bagaimana tidak pasangan yang ramai dibicarakan publik ini pada akhirnya akan meresmikan hubungan mereka. Aria masih belum percaya dengan apa yang ada di hadapannya kini. Ini seperti mimpi.

Aria menatap Kanva yang sudah berdiri di depannya. Pria itu tampak tampan dan berwibawa dengan pakaian serba putih dengan hiasan bunga senada di saku jasnya.

“Aria Candall, today i choose you as my Wife.”

Setelah mereka mengikrarkan janji pernikahan di hadapan Tuhan, keluarga dan negara. Mereka sah menjadi pasangan suami istri.

Kanva mendekatkan wajahnya ke arah Aria dan menempelkan hak paten atas kepemilikannya. Selama ini, Kanva selalu mengklaim dan menjadikan Aria sebagi miliknya. Dan ia merasa bahagia karena akhirnya kalimat itu menjadi nyata.

Ketika ciuman mereka terlepas, berbondong-bondong keluarga mereka mendekat dan memberikan ucapan selamat dan mereka berfoto bersama.

...…...

“Wow sayang, kamu sangat luar biasa.” Kanva tidak berhenti menatap Aria dari atas sampai bawah dengan mata birunya yang indah.

Dia baru saja masuk ruangan dan di sambut oleh pemandangan indah seperti ini. Aria benar-benar tampak memesona di matanya dengan hanya mengenakan gaun panjang tanpa lenan dengan belahan di samping yang cukup panjang.

Mereka siap untuk menyambut para tamu yang kebanyakan adalah tamu bisnis Kanva. Malam ini Aria benar-benar terlihat cantik. Meski Kanva memang cukup terganggu dengan gaun Aria yang sangat terbuka sampai menunjukkan lekuk tubuhnya.

Mata biru Kanva menatap nyalang kepada beberapa lelaki yang secara terang-terangan menatap Aria yang saat ini berada di sampingnya. Menyadari kalau ada banyak mata yang tertarik pada istrinya. Kanva pada akhirnya mengeratkan tangannya yang melingkari pinggang dan membuat Aria mengerang lantas menatapnya.

“Ada apa?” Bisik Aria tepat di telinga Kanva.

Kanva menggeleng cepat. “Tidak ada,” sahutnya yang membuat Aria mendengus malas.

Setelah pesta pernikahan, Kanva langsung mengajak Aria pergi ke Villa tempat mereka akan berbulan madu.

Kanva yang duduk bersama Aria di belakang, selalu melihat ke arah Kanva sambil menautkan jemari mereka.

“Aku tidak percaya ini, rasanya seperti mimpi. Tapi saat tubuhku merasakan pegal karena lama berdiri. Aku rasa ini bukan mimpi.”

“Apa? Kamu merasa pegal? Capek? Oho, padahal kita belum melakukan malam pertama. Aku berencana akan membuatmu tidak bisa berdiri,” ucap Kanva.

Mata Aria langsung membulat dan wajahnya bersemu merah karena malu atas ucapan Kanva yang dianggapnya terlalu vulgar. Aria langsung mencubit paha Kanva.

“Aduh sakit sayang. Apakah kamu ingin melakukannya di sini?” Goda Kanva.

“Kanva.”

Mobil mereka melaju ke arah pertigaan, di sana Kanva melihat truk melaju ke arah mereka tak terkendali. Tepat di belakang Aria ada mobil truk melaju,

“Aria!!!” Teriak Kanva. Pria itu otomatis memeluk Aria untuk melindunginya.

Mobil ditabrak oleh truk sehingga mobil berguling beberapa kilometer sebelum masuk ke jurang. Mobil meluncur dan mendarat dengan posisi terbalik.

Aria berada di atas tubuh Aria.

“Aria….Aria….”

Kanva melihat wajah Aria yang dipenuhi oleh darah dan matanya terpejam.

“Aria….Aria…”

Kanva dengan gila memanggil Aria. Air matanya jatuh karena takut kehilangannya. Meskipun keadaan Kanva juga sama kacaunya. Darahnya terus mengalir dari pelipis dahinya. Kanva berusaha keluar dari mobil dan berusaha mengeluarkan Aria dari mobil namun ia tak cukup mempunyai kekuatan.

Dengan tertatih-tatih Kanva mencari pertolongan berharap akan ada seseorang yang menolongnya. Namun tiba-tiba telinganya menjadi sakit, matanya buram dan ia jatuh pingsan.

2. Kamu Tidak Ada di manapun tapi Selalu Ada

Suara berisik mengusik gendang telinga Aria. Aroma yang menyengat begitu menusuk indera penciuman Aria. Wanita itu berusaha untuk membuka matanya. Namun, matanya seakan berat untuk dibuka.

Aria berdoa dalam dirinya dan tetap berusaha membuka matanya. Dengan perlahan ia pada akhirnya membuka matanya dengan perlahan. Lampu langsung menyorot ke arah matanya membuatnya harus berkernyit karena silau.

“Aria…. Kamu sudah sadar nak.”

Aria langsung menoleh dan melihat ibunya menangis. Lalu ia menutup matanya karena kepalanya terasa pening. Saat ia menutup matanya, sekelabat peristiwa saat tiba-tiba mobilnya berguling langsung menghantamnya.

“Ibu…”

“Ya, nak.”

“Dimana Kanva?”

“Nak. Polisi dan beberapa pengawal mencarinya.”

Seketika itu pula, Aria langsung berusaha untuk bangkit dari ranjang namun ibunya melarangnya.

“Nak, apa yang kamu lakukan?”

“Bu, aku harus mencari Kanva? Aku harus mencari suamiku,” ucap Aria sambil menangis memeluk ibunya.

Sepanjang hari, Aria hanya berbaring dan melamun. Ia sudah lelah fisik, pikiran dan dirundung kesedihan. Ia tidak nafsu makan. Ibunya dan ibu mertuanya sudah membujuknya untuk makan agar ia cepat sembuh namun Aria menolaknya.

Suara ketukan terdengar di sana lalu pintu bangsal terbuka dan menampilkan sosok Yiren, sahabat Aria.

“Yiren….”

Yiren langsung melarang Aria yang akan bangkit dari ranjangnya.

“Jangan bergerak, kamu masih di infus.”

Yiren meletakan bantal di belakang punggung Aria. Yiren melihat wajah Aria yang bengkak, jejak kesedihan masih terlihat cukup jelas di sana.

“Yiren, apakah Kanva sudah ditemukan?”

“Mereka masih mencarinya?”

Aria terlihat sangat sedih begitu mendengar kabar yang masih sama seperti kemarin. Aria benar-benar merasa tertekan. Ia menunduk sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

“Jika aku tahu sebelumnya, aku akan melarangnya pergi ke pantai untuk bulan madu. Jika aku tahu sebelumnya, aku tidak akan setuju…..”

Yiren langsung memeluk sahabatnya itu, memberinya kekuatan, dukungan dan penghiburan. “Aria, aku percaya Kanva pasti akan baik-baik saja.

Aria masih menunduk dan menangis seolah ia tidak mendengar ucapan Yiren sama sekali. Ia merasa semua relung hatinya sangat sakit. Ia berusaha mencoba untuk mengatakan bahwa semua ini adalah mimpi tapi itulah kenyataan yang harus dihadapinya.

Nyonya Candall berdiri di dekat pintu dengan tangan membawa bubur dari rumah. Ia menyeka air matanya dan memasuki kamar bangsal perlahan. “Sayang, ibu sudah memasak bubur untukmu. Makanlah dengan banyak.”

“Aku tidak nafsu makan sekarang.”

Berita tentang hilangnya Kanva menyebar cepat seantero kota. Media juga meliput Aidan dan Franz mencari Kanva bersama sekelompok temannya. Aidan bahkan mengerahkan setengah dari pengawal Kanva dan setengah dari pengawalnya untuk mengerahkan banyak helikopter untuk mencari Kanva. Tidak hanya di udara, di darat juga dikerahkan.

Setelah berita tentang Kanva hilang, tidak hanya orang-orang di sekitarnya yang merasa sedih. Killian Group juga sangat terpengaruh. Harga saham jatuh dengan drastis. Rapat dewan direksi dengan para direktur perusahaan diadakan setiap hari namun mereka tidak dapat mengatasi situasi yang terjadi atau mencegah hal-hal yang semakin buruk.

Sudah satu bulan lamanya namun masih belum ada jabar tentang keberadaan Kanva Killian. Bahkan semua orang menduga bahwa kemungkinan Kanva selamat kecil. Karena jejas Kanva benar-benar tidak terlihat.

Begitu pula dengan keadaan Aria. Meskipun ia kini sudah diperbolehkan pulang dan namun tetap saja Aria seakan kehilangan separuh hidupnya. Hanya dalam beberapa hari saja berat badannya turun sangat cepat. Aria masih dalam tahap pemulihan di rumahnya.

Yiren dipenuhi dengan kekhawatiran tak hanya Yiren semua keluarga besar Candall dan juga Killian.

“Aria, waktunya makan.”

Aria masih tetap diam dan terus menatap ke luar jendela.

“Aria, tolong jangan seperti ini. Bagaimana kamu akan mencari Kanva jika kamu jatuh sakit lagi? Badanmu sudah sangat kurus.”

Aria langsung menatap Yiren dan mengangguk. Setelah selesai makan, Yiren langsung membawa masuk kosong ke bawah. Di sana Nyonya Candall dan juga Nyonya Killian sudah menunggu.

“Apakah Aria sudah makan?” Tanya Nyonya Candall.

“Iya.”

“Syukurlah.”

Keheningan menyelimuti ruangan kamar Aria. Ia menatap foto pernikahan mereka yang terpampang besar di dinding. Saat itu mereka menikah dengan cepat setelah Kanva melamarnya.

Suara ketukan membuat Aria segera menoleh dan di sana rupanya Franz berdiri di ujung pintu.

“Kenapa kamu kembali sekarang? Kenapa kamu tidak terus mencarinya?”

Franz melangkah ke dalam kamar dan berdiri di samping Aria.

“Para direktur perusahaan menelepon, mengatakan bahwa perusahaan sedang kacau sekarang. Nyonya Mudam anda harus mengambil alis situasi sekarang karena Tuan Muda tidak ada. Kalau tidak, saya khawatir perusahaan akan berakhir di tangan orang lain sementara kita terbawa dengan mencari Tuan Muda.”

“Kenapa harus aku? Bukankah masih banyak saudara Kanva.”

“Nyonya itu….”

Franz yakin bahwa Aria tidak akan menyerah mencari Kanva kecuali ia melihat mayatnya dengan kepala matanya sendiri. Karena Kanva tidak ada di sekitarnya, Franz yakin bahwa Aria akan menjaga semua aset Kanva dengan aman.

“Nyonya Muda, Tuan Muda sudah menyiapkan surat wasiat sebelumnya.”

“Surat wasiat? Dia masih sangat muda bahkan kami baru saja menikah bagaimana bisa dia sudah membuat surat wasiat?”

“Saya tidak tahu mungkin karena Tuan Muda hanya ingin mengambil tindakan pencegahan. Saya berada di sebelahnya ketika dia menyusunnya. Jadi saya tahu isinya. Dikatakan atas keinginannya bahwa semua aset di bawah namanya akan diwariskan padamu. Karena Nyonya Killian mempunyai sebagian saham maka ibu Tuan Muda mendapatkan jumlah yang sudah di tetapkan dari perusahaan setiap bulan.”

Aria langsung tidak bisa menekan ludahnya sendiri. Ia merasa tenggorokannya sakit. Air mata Aria kembali menetes.

“Lalu, apa yang bisa aku lakukan?”

Franz langsung tersenyum mendengar pertanyaan Aria.

Malamnya, tidak seperti biasanya yang mengurung diri di kamar. Aria keluar kamar.

“Aria!” Tampak Nyonya Candall terkejut melihat putrinya. “Sayang….” Nyonya Candall langsung menangis melihat putrinya.

“Aria, jangan khawatir. Kanva pasti akan segera di temukan. Sekarang mari kita makan makan. Lihatlah betapa kurusnya kamu.”

...…....

Mobil yang ditumpangi Aria menuju ke Killian Group. Di sana sudah ada banyak wartawan media dan juga tabloid. Franz turun dari mobil sebelum membuka pintu untuknya. Saat Aria melangkah keluar dari mobil, semua lumpur sorot kamera langsung menyerbunya.

Mereka semua memborbardir dengan segala macam pertanyaan.

“Apakah ada berita tentang Presdir Kanva?”

“Apakah benar, untuk sementara perusahaan akan diambil oleh anda?”

“Apakah anda sudah menikah dengan Tuan Muda Killian?”

Aria langsung menghentikan langkahnya. Setelah itu keributan yang terjadi berangsur sunyi. Aria menatap para reporter sebelum ia fokus pada salah satu kamera yang menyorotinya.

“Kanva dan aku, sudah menikah. Kami sudah mengadakan pesta secara privat. Untuk saat ini, Kanva masih belum ditemukan tapi aku yakin dia masih hidup. Untuk masalah perusahaan, aku akan mengadakan diskusi dengan dewan direksi sebelum mengambil keputusan untuk langkah selanjutnya. Terima kasih.”

Ketika Aria kembali berjalan semua reporter membuka jalan untuk Aria sementara Franz dan para pengawal berjalan di belakangnya untuk mengawalnya sampai di ruang rapat.

Semua direktur hadir di ruangan dan berdiskusi di antara mereka sendiri sambil menunggu kedatangan Aria.

“Nyona Muda sudah datang,” kata Franz ketika ia mendorong pintu agar terbuka perlahan.

Begitu Aria masuk, dewan direksi bangkit dari kursi mereka satu demi satu. Aria berdiri di kursi kosong yang disediakan untuknya.

3. Saat Terbangun di Pagi Hari

Aria memasuki ruangan Kanva. Ruangan tersebut begitu rapi dan aroma samar parfum milik Kanva masih terasa samar di sana. Perlahan tapi pasti, Aria memasuki ruang itu semakin dalam. Tangannya menyentuh meja sebelum ia duduk di kursi kebesaran Kanva.

Ia melihat sebuah bingkai foto yang diletakkan di atas meja. Itu adalah foto mereka berdua saat berada di sebuah museum. Aria menyentuh bingkai itu, khsususnya wajah Kanva yang tersenyum.

“Nyonya Muda setelah saya menyelidiki. Aku menemukan bahwa harga saham turun semua karena perusahaan Klein. Sepertinya mereka mengambil kesempatan untuk mengalahkan Killian Group. Kalau tidak? Bagaimana bisa saham turun dengan drastis.”

Aria terdiam karena sibuk dengan pikirannya. Ia merenung sebentar sebelum mengutarakan semua pikirannya pada Franz.

“Franz, bisakah kamu membelikanku ponselku. Ponselku hancur saat kecelakaan.”

“Baik, Nyonya.”

Setelah Franz pergi, Aria kembali melihat foto dirinya dan Kanva. Ia lantas menyalakan komputer dan hatinya kembali seperti di peras ketika melihat wallpaper itu. Itu adalah foto dirinya yang diambil secara candid.

Air matanya tanpa sengaja jatuh ke pipinya. Ia mengusapnya dengan kasar. Menyemangatinya dirinya sendiri dan juga Kanva.

Aria terus bekerja sampai sore hari. Bahkan ia tak sadar bahwa hari sudah sore dan matahari perlahan tenggelam. Ia merasakan sakit di kepalanya. Ia memegangi kepalanya dan memejam matanya. Pada saat itu, Franz datang dengan membawa ponsel beserta kartu nomor baru.

“Nyonya Muda, saya sudah melakukan apa yang anda perintahkan pada saya. Harga saham berhenti terjun bebas dan perlahan naik dalam beberapa jam. Ini adalah ponsel baru yang anda minta. Saya juga membelikan beberapa makanan dan minuman. Anda sudah bekerja keras, makanlah sesuatu lebih dulu.”

Aria mengulurkan tangannya untuk mengambil tas kertas yang di berikan Franz.

“Terima kasih.”

Aria mengambil ponselnya dan menyalakannya. Lalu ia menyadari perutnya bergemuruh. Ia lantas mengambil makanan yang dibelikan oleh Franz. Aria juga memberikan sepotong roti untuk Franz.

“Franz, kamu belum beristirahat dengan baik belakangan ini karena mencari Kanva. Kamu harus menjaga kesehatanmu dengan baik. Tidak banyak orang di sekitarku yang bisa aku percayai. Hanya kamu yang bisa aku percayai dan andalkan.”

Franz mengangguk. “Saya akan mengantarkan Nyonya Muda pulang.

Saat meminta bantuan, Kanva merasakan sakit kepala sehingga ia jatuh pingsan. Beruntung, ia ditemukan oleh seseorang turis yang kebetulan sedang berlibur di sana. Kanva bisa membuka matanya setelah beberapa hari tak sadarkan diri. Itu pun ia masih terbilang sangat lemah.

Menyadari bahwa ia sudah bangun, gadis yang berada di sampingnya langsung terkejut dan segera memeriksa kondisi Kanva.

“Kamu sudah bangun? Apa yang kamu rasakan? Apakah kepalamu pusing? Tubuhmu sakit?”

Bibirnya pecah-pecah dan ia terlihat lemah. Setelah meneliti ruangan yang begitu asing. Kanva bertanya dengan suara yang serak. “Dimana ini?”

“Saat ini kamu berada di rumah sakit. Minumlah ini.” Gadis itu menawarkan segelas air dan Kanva langsung menerimanya. Pria itu langsung menegak habis air tersebut.

Kanva langsung manaruh gelas yang kosong di nakas sampingnya.

“Apakah kamu lapar? Ibuku baru saja membeli bubur untukmu.”

Gadis itu menyerahkan semangkuk bubur untuk Kanva. Kanva melihat bubur itu dengan cukup lama.

“Ini, makanlah.”

Kanva mengambilnya dari tangannya dan mulai melahapnya.

“Kamu tidak sadarkan diri beberapa hari, jadi keluargaku merujukmu ke kota. Setelah kamu bangun, aku benar-benar terkejut. Siapa namamu?”

“Namaku….” Kanva membuka bibirnya tapi ia sendiri tidak tahu apa yang akan ia jawab. Pikirannya benar-benar kosong. Ia linglung dengan namanya sendiri. “Aku tidak tahu.”

“Kamu tidak bisa mengingat namamu? Apakah kamu berasal dari sini?”

“Aku tidak tahu.”

“Kondisimu cukup serius. Mungkinkah itu karena luka di kepalamu. Saat aku menemukanmu, kepalamu mengeluarkan banyak darah. Dokter juga sudah memindai kepalamu dengan CT Scant. Aku akan bertanya dengan dokter terkait kondisimu. Oh, perkenalkan namaku Merlisa.”

“Apa yang terjadi padaku?”

“Sepertinya kamu lupa segalanya. Aku akan memanggil dokter segera.”

Merlisa pun bangkit dari duduknya dan segera keluar. Sementara itu Kanva hanya menatap pintu yang sudah tertutup itu.

Rupanya beberapa menit kemudian dokter datang dan memeriksa Kanva. Dikatakan bahwa pria itu mengalami Amnesia atau hilang ingatan yang merupakan gangguan yang menyebabkan seseroang tidak bisa mengingat fakta, informasi maupun pengalaman yang pernah dialami.

Untungnya Kanva hanya mengalami amnesia sementara dan kemungkinan besar bahwa ia masih bisa mengingat masa lalu.

“Tidak apa-apa, kamu akan mendapatkan kembali ingatanmu perlahan-lahan,” ucap Merlisa. Ia lantas melihat ke arah ibunya. “Sebenarnya namamu Arsel. Kamu adalah tuananganku. Dokter bilang besok kamu diperbolehkan pulang.”

Kanva tidak tahu di mana rumahnya, siapa keluarganya, apakah mereka masih hidup atau tidak, siapa namanya, berapa usianya atau apakah ia mempunyai teman.

Dan di sinilah Kanva, di rumah yang cukup besar.

“Kamu bisa istirahat di kamar ini.”

“Terima kasih.”

Merlisa tersenyum lantas ia pergi ke dapur untuk mengambil air minum.

“Apa yang kamu lakukan Merlisa?”

“Apa maksud ibu? Kenapa kamu berbohong padanya bahwa kamu tunangannya. Kamu bahkan tidak tahu namanya, dari mana asalnya.”

“Bu, aku tidak perlu tahu siapa namanya dan dari mana asalnya. Sejak aku bertemu dan menyelamatkannya, aku sudah jatuh cinta padanya.”

“Merlisa, bagaimana jika dia mempunyai keluarga di luar sana, istri? Bahkan anak? Bagaimana jika mereka mencarinya.”

“Bu, aku tidak peduli. Lagi pula ayah sudah setuju. Aku yang melihatnya, aku yang merawatnya.”

Setelah melewati beberapa hari terakhir bersama Merlisa. Kanva mulai tersentuh dengan kebaikannya.

“Lihat banyak bintang di sana. Cuacanya akan benar-benar cerah besok. Setelah kamu pulih, ayah akan memberikanmu pekerjaan di kantornya. Kamu akan diangkat menjadi manajer umum di perusahaannya, bukankah kamu senang?”

“Entahlah, aku tidak tahu.”

Beberapa bulan kemudian.

Aria sibuk dengan pekerjaannya dan terlalu fokus dengan layar yang ada di depannya sehingga ia tak sadar bahwa bunyi ketukan terdengar beberapa kali.

Aria pulih dari keterkejutannya. “Masuk.”

Franz memberikan dokumen untuk ditandatangani.

“Saya sudah melihatnya tidak ada masalah.”

Aria mengangguk sebagai jawaban.

“Tim pencapaian baru saja membawa berita. Mereka masih belum menemukan jejaknya. Mereka berspekulasi….”

“Teruskan,,,” perintah Aria saat Franz berhenti berkata.

“Mereka mengatakan kemungkinan Tuan Muda dimakan binatang buas.”

Aria menutup berkas tersebut dengan kasar. “Tidak mungkin. Dia mungkin sudah diselamatkan. Kirim orang untuk mencari di sekitar kawasan penduduk.”

“Baik.”

“Dan satu lagi, sebarkan foto Kanva di pencarian orang hilang secara luas lagi. Jika ada petunjuk atau menemukan beri mereka hadiah.”

“Ya, Nyonya Muda.”

Aria kembali fokus pada layar komputernya namun fokusnya hilang begitu ada pemberitaan berita mengenai pengangkatan manajer umum di sebuah perusahaan. Dahi Aria berkernyit begitu melihat foto di sana.

“Kanva.”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!