Rerintik hujan malam itu masih saja membasahi atap rumahnya. Seorang gadis kecil sedang menangkup kedua kakinya duduk di lantai balkon atas rumahnya. Air matanya masih saja mengalir. Dia baru saja kehilangan seorang ayah. Seorang ayah yang sangat menyayanginya. Gadis kecil itu tidak bisa membayangkan hari-harinya tanpa seorang ayah.
"Seandainya Ayah dan Ibu bisa hidup selamanya." ucap gadis kecil yang masih berumur 8 tahun itu dengan suara kecil dan parau di sela-sela isak tangisnya. Dia memandang langit hitam malam itu yang dihiasi dengan kilatan petir. Biasanya gadis kecil ini begitu takut dengan suara petir tapi untuk kali ini dia seolah tidak peduli dengan suara-suara petir yang sesekali menggelegar. "Elsa gak mau Ayah pergi. Katanya Ayah sayang sama Elsa. Katanya Ayah akan jagain Elsa."
Suara langkah kaki yang mendekat tidak dihirau lagi oleh gadis kecil itu. Bahkan sampai dia duduk di sampingnya. "Elsa, jangan sedih," ucap seorang lelaki kecil sambil menghapus air mata yang ada di pipi Elsa. Yah, nama gadis kecil itu adalah Elsa Difian.
"Elang..." panggilnya pada lelaki kecil itu. "Aku gak mau Ayah pergi." Elsa masih terus terisak sambil menatap wajah Elang yang kini ikut sedih. Elang Hardian adalah sahabat Elsa. Mereka selalu dekat, mungkin sejak mereka masih dalam kandungan karena kedua orang tua mereka yang telah bersahabat. "Gak ada lagi yang jagain Elsa dan Mama."
Elang merangkul Elsa berusaha menghilangkan rasa sedih Elsa. "Elsa, ayah kamu pasti udah bahagia di surga. Om Vian pasti bisa melihat kamu dari atas sana. Pasti Om Vian sedih kalau lihat Elsa sedih."
"Memang Ayah bisa liat Elsa?" tanya Elsa dengan lugunya.
Jawaban Elang pun begitu lugu, "Iya. Kata Mama kalau orang udah meninggal itu tinggalnya di surga. Surga itu ada di atas langit. Pasti mereka bisa lihat kita. Makanya kamu jangan sedih. Dan kamu juga masih punya Papa aku. Nanti kalau aku udah besar pasti aku juga akan jagain kamu terus."
Elsa kini menghapus sisa-sisa air matanya dan menatap Elang yang masih terus menenangkan Elsa dengan kata-katanya.
"Kalau kamu rindu sama Ayah kamu, kamu berdo'a sama Tuhan, biar Tuhan selalu menjaga Ayah kamu di surga sana "
Terulas senyum kecil di bibir Elsa. "Iya. Kalau begitu aku gak akan menangis lagi." Elsa menahan air matanya agar tidak menetes lagi.
Elang tersenyum sambil sedikit mengacak poni Elsa. "Gitu dong. Kamu sekarang makan dulu yah, kasian mama kamu dari tadi sedih liat kamu nangis terus."
Elsa mengangguk pelan. "Elang, kamu gak akan ninggalin aku juga kan? Janji yah sama aku, kamu akan selalu bersamaku." Elsa mengangkat jari kelingkingnya agar Elang mau berjanji.
"Iya, aku janji. Aku gak akan ninggalin kamu dan kita akan selalu sama-sama terus." Elang melingkarkan jari kelingkingnya di jari Elsa. Sebuah perjanjian telah dibuat saat itu. Di saat mereka masih belum mengenal cinta. Mereka masih belum tahu bagaimana rasanya patah hati.
Perjalanan mereka masih panjang. Apakah persahabatan itu akan tetap terasa sahabat saat mereka sudah beranjak dewasa dan mengenal cinta. Atau mungkin persahabatan itu akan hancur karena cinta. Atau mungkin mereka akan terjebak dalam satu cinta yang sulit diartikan??
Matahari terasa begitu hangat pagi hari itu, menelusup di balik tirai yang masih tertutup. Menyinari seorang pria muda yang masih tertidur pulas sambil tengkurap dengan selimut yang menjuntai ke lantai.
"Elang!!!" teriak seorang wanita paruh baya di depan kamar Elang yang masih tertutup rapat. Mama Elang yang bernama Dian ini sudah habis kesabarannya karena Elang tak juga menyahut panggilannya. "Elang!!" panggilnya lagi yang lebih keras sambil menggedor pintu kamar Elang.
Elang seketika membuka matanya yang masih lengket. Sambil menguap dia melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 6 lebih. "Astaga, udah siang." Elang langsung bangun dan berlari menuju kamar mandi. Dengan kecepatan penuh dia mandi dan berganti seragam putih abu-abunya.
Elang segera memakai sepatu lalu menyiapkan pelajaran hari ini dengan sangat tergesa-gesa. Semoga saja tidak ada yang tertinggal karena seharusnya memang sudah disiapkan sebelum dia tidur. Inilah kebiasaan Elang. Dia segera keluar dari kamar dan menuju meja makan.
"Elang, Elang, Jangan terburu-buru." kata papa Elang, Pak Hardi yang sudah duduk anteng di meja makan.
Elang hanya meneguk segelas susu yang sudah siap di atas meja makan. "Elang, berangkat dulu Ma, Pa.." sesingkat mungkin dia mencium tangan kedua orang tuanya.
"Elang, gak sarapan dulu?"
"Udah kesiangan Ma," teriak Elang sambil keluar dari rumahnya. Dia segera menaiki motor sportnya dan dalam hitungan detik sepeda motornya sudah melaju dengan kencang.
"Udah siang banget, gue mesti jemput Elsa dulu lagi, udah kayak tukang ojek gue." Elang membelokkan motornya ke arah rumah Elsa. Elang yang kini sudah berada di kelas XI IPS 1 di SMA Anak Bangsa, terlihat begitu cool dengan mengendarai motor sport dan jaket black jeans-nya. Alis tebal, hidung mancung dan bibir tipisnya membuatnya terlihat begitu tampan, sebenarnya, karena dia masih belum bisa bersikap dewasa dan masih suka urakan. Apa karena Elang belum pernah jatuh cinta?
Terlihat Elsa sudah menunggu Elang di depan rumahnya sambil melipat tangannya dan memanyunkan bibirnya. "Elang, lo lama amat sih, udah siang nih," kata Elsa saat Elang telah menghentikan motornya di depannya. Elsa, tetap menjadi sahabat Elang. Sampai saat ini mereka masih selalu bersama dan bersekolah di tempat yang sama. Elsa tumbuh menjadi gadis remaja yang begitu cantik. Rambutnya yang panjang dan lurus, mata bulat, hidung mancung, dan pipi chubby karena sering di cubit Elang, tapi sejauh ini Elsa belum pernah jatuh cinta. Setiap hari hidupnya selalu ditemani Elang walaupun sering beradu argumen yang tidak jelas.
"Iya sorry, gue kesiangan. Udah buruan lo naik. Kalau gak mau ya udah, lo berangkat aja sana jalan kaki."
"Ihhh..." Elsa semakin geregetan tapi mau tidak mau dia harus berangkat dengan Elang, daripada dia jalan kaki yang ada mungkin sampai sekolah pelajaran udah dimulai. Elsa naik ke boncengan Elang dan Elang kembali melajukan motornya.
"Elang, lo kenapa sih tiap hari tambah siang jemput gue." Elsa masih saja melanjutkan ocehannya. "Lama-lama gue naik gojek aja yang selalu on time."
"Iya kali gojek on time kan lo bayar, lha gue malah lo omelin aja tiap hari. Kayak nyokap gue aja." Elang selalu meladeni omelan Elsa sehingga adu argumen mereka akan terus berlanjut.
"Lagian siapa suruh lo jemput gue tiap hari."
"Yaelah, kalau bukan karna nyokap gue yang nyuruh, gue ogah jemput lo!"
"Lo gak ikhlas banget sih sama gue."
Seperti itu sampai seterusnya. Meski pandangan Elang tetap lurus ke depan perseteruan itu akan terus berlanjut.
"Emang lo ngapain sih suka bergadang sampe kesiangan terus," Elsa masih saja mempertanyakan alasan Elang.
"Gue liat drakor, Sa. Hahaha," tawa Elang dengan keras melawan suara angin yang di terjang.
"OMG!! Lo suka liat drakor. Trus ngapain marahin gue kalau gue baper liat oppa."
"Hahaha, kan mulus-mulus, Sa."
"Dasar otak mesum!!!" Elsa mengepalkan tangannya dan akan menjitak helm Elang, tapi Elang menghindar dengan menarik badannya ke kanan.
"Gak kena, Sa," tapi justru Elang kehilangan keseimbangannya.
"Elang!!" hampir saja motor Elang jatuh dan menyerempet mobil yang sedang melaju di sampingnya. Seketika Elang menghentikan motornya bersamaan dengan mobil itu. Seorang yang mengendarai mobil itu membuka kaca mobilnya, menatap Elsa dan juga Elang yang masih terlihat menegang.
"Sorry-sorry, gue gak sengaja," belum juga Elang melanjutkan perkataannya, dia sudah menutup kaca mobilnya dan melajukan mobilnya kembali. "Dasar! Sombong banget lo, mentang-mentang masih SMA udah bawa mobil," teriak Elang yang malah memarahi pengendara mobil itu yang memang memakai seragam putih abu-abu sama sepertinya.
"Elang, yang salah kan lo ngapain lo yang nyolot."
Elang kembali melajukan motornya. Dia memang salah tapi itulah Elang. Tidak mau disalahkan.
"Untung gak terlambat," kata Elsa sambil turun dari motor Elang saat telah sampai di tempat parkir sekolah.
Elang turun dari motornya dan membuka helmnya, menaruhnya di atas motor lalu berjalan di samping Elsa.
Baru beberapa meter dari tempat parkir, Elang tiba-tiba menghentikan langkahnya. Dia merogoh setiap saku yang ada di baju, jaket, dan celananya. "Aduh, kunci motor gue ketinggalan, Sa. Lo tunggu sini yah." Elang berbalik dan berlari menuju motornya.
"Kebiasaan deh lo!" teriak Elsa saat Elang telah berlalu. Elsa menghela napas panjang. Dia memang sudah terbiasa dengan perilaku Elang yang sering teledor. "Kapan Elang bisa berubah?" Pikiran Elsa melambung jauh, dia mengkhayalkan sesuatu, bagaimana jika Elang berubah menjadi sesosok yang dewasa dan penuh perhatian.
Belum juga khayalan itu tersampaikan, ada seseorang yang menabrak bahu Elsa cukup keras. "Hei, kalau jalan liat-liat dong," teriak Elsa tapi lelaki itu tetap berlalu, dia hanya menoleh sesaat Elsa dengan tatapan dinginnya. Tatapan yang mampu menggetarkan hati Elsa. Tatapan yang tidak pernah Elsa temukan selama ini.
"Cowok itu?"
"Cowok itu?" gumam Elsa saat dia teringat pertemuannya sebelumnya. Yah, dia adalah cowok yang berada di dalam mobil yang hampir saja Elang tabrak. Elsa terus menatap punggung cowok itu sampai menjauh. Bahkan sampai dia berbelok dan menghilang. Tatapan dingin cowok itu membuat Elsa penasaran. Dia tidak pernah melihat pandangan sedingin itu. Wajah tampannya sebenarnya mampu membuat Elsa bergetar, andai saja dia mau memberikannya sedikit senyuman manis.
"Woy, lo bengong aja!" teriak Elang di dekat telinga Elsa yang dengan sengaja mengagetkannya.
Elsa tersentak dan secara spontan dia memukul lengan Elang. "Lo ngapain sih ngagetin gue. Kalau gue jantungan gimana?"
"Habis lo bengong aja. Lo liatin apaan sih?" Elang melihat arah pandangan Elsa tapi zonk, tidak ada apa-apa. Rupanya cowok itu sudah berlalu.
Tanpa menjawab, Elsa berjalan dengan cepat mendahului Elang.
"Sa, kok gue malah lo tinggalin sih. Sa!" Elang juga mempercepat langkahnya mengimbangi langkah Elsa.
"Lo berhenti ngikutin gue!" teriak Elsa yang mukai uring-uringan sendiri.
Elang langsung berhenti, "Lagi PMS kali yah, dari tadi ngomel muluk ama gue. Apa salah gue?" gumam Elang sambil melihat Elsa dari belakang.
Beberapa meter dari Elang, tiba-tiba ada seseorang yang begitu besar alias gemuk berlari dengan cepat dan tanpa sengaja menabrak Elsa. Elsa langsung terpental dan terjatuh.
"Sorry Sa, sorry. Perut gue mules gue mau buru-buru ke toilet."
"Dasar Bimo! Sakit tau!" Elsa meringis kesakitan tapi justru Bimo lanjut berlari tanpa menolong Elsa.
Elsa berusaha berdiri tapi rasanya pergelangan kakinya teramat sakit. Elang berjalan santai mendekati Elsa, ikut jongkok di sampingnya. Dia mendekatkan wajahnya dan berkata sesuatu di dekat telinga Elsa. "Gimana? Gini kan jadinya kalau jauh dari gue. Lo akan terjatuh tanpa ada yang menangkap lo."
Elsa menoleh dan menatap tajam Elang. Pandangan mereka hanya berjarak beberapa centi. Terlihat pipi Elsa yang memerah. Bukan merah merona karena malu dan gerogi melihat wajah Elang sedekat itu tapi karena menahan kekesalannya pada Elang.
Elsa membuang lagi pandangannya dari Elang dan berusaha untuk berdiri. "Au.." rupanya kaki Elsa benar-benar sakit.
Elang hanya menatapnya terdiam. Bukan dia membiarkan Elsa tapi dia biarkan Elsa melawan egonya sendiri.
"Elang, kok lo diam aja sih bantuin gue berdiri." pinta Elsa pada akhirnya.
Elang tersenyum menang. "Mau gue gendong?"
"Ogah! Gak gendong juga."
"Katanya minta dibantuin." Elang akhirnya merangkul Elsa dan membantunya berdiri. "Makanya lo jangan sok gak butuh sama gue. lo itu pasti bakal butuhin gue terus." Elang memapahnya berjalan menuju UKS.
Elsa berjalan dengan terpincang, "Lo ikhlas gak sih nolong gue." Begitulah mereka masih saja beradu argumen sambil berjalan menuju UKS.
"Lo bisa gak diem. Kalau lo masih cerewet aja sama gue, gue ogah anterin lo ke UKS. Lo ke sana aja sendiri!" Elang mulai kesal. Meski sebenarnya dia hanyalah berniat menggoda Elsa
"Ya udah, gak usah anterin gue!"
"Oke!" Elang melepaskan rangkulannya dengan sengaja. Alhasil Elsa kehilangan keseimbangan dan dia akan terjatuh jika saja tidak ada tangan yang menahannya.
Pandangan mereka sempat bertaut beberapa saat. "Lo??" Elsa kini melihat tatapan dingin cowok itu dari dekat.
"Kaki lo sakit?" Tanpa menunggu jawaban dari Elsa lagi, dia memapah Elsa untuk duduk di depan UKS. Kemudian dia jongkok dan melepas sepatu Elsa.
Itu kan cowok yang ada di mobil tadi. Tersadar saat Elang melihat wajah cowok itu. "Hei, hei apa yang mau lo lakuin?"
Tak ada jawaban dari cowok itu.
"Apa yang mau lo lakuin?" tanya Elang lebih keras yang sekarang ikut jongkok dan langsung menepis tangan cowok itu saat akan memijat kaki Elsa.
"Kalau lo mau kaki dia sembuh, lo diam!" ucap cowok itu dengan tegas.
Elsa hanya melebarkan matanya. Hidupnya sekarang berasa ada di dunia sinetron. Ada dua cowok berlutut di depannya. "Udahlah, kaki gue gak papa."
"Kalian percaya aja sama gue. Kalau kaki lo gak dipijit bisa tambah bengkak dan sakitnya juga gak akan hilang." Dia menoleh pada Elang dan menyuruhnya, "Mending lo sekarang tutup mulutnya biar gak teriak."
Elang nampak bingung. Haruskah dia percaya?
Rupanya cowok itu langsung memijat kaki Elsa meski tanpa ada persetujuan dari mereka. Elsa langsung teriak dengan kerasnya, segera Elang menutup mulut Elsa dengan tangannya.
"Aaaaa, Elsa!" sekarang justru Elang yang berteriak. Dia melepaskan tangannya dari mulut Elsa. "Kenapa lo gigit tangan gue." Elang meniup tangannya yang sakit kena gigitan Elsa.
"Tangan lo bau! Najis banget gue nyium tangan lo!"
"Yang ada gue kena rabies lo gigit."
Lagi, mereka bertengkar. Cowok itu berdiri dan melihat mereka sesaat lalu meninggalkan mereka berdua.
"Cowok tadi mana?" Elsa baru tersadar saat cowok itu sudah pergi. Dia melihat kakinya yang kini sudah tidak terasa sakit. "Tuh kan, gue belum ucapin makasih dia udah pergi. Lo sih."
"Kok lo suka nyalahin gue. Apa yang gue lakuin gak pernah bener di mata lo."
Elsa tak menyahut. Dia kini berusaha mengambil sepatunya dan akan memakainya.
Untuk kali ini Elang peka, dia membantu Elsa memakai kaos kaki lalu sepatunya.
Elsa melihat Elang dari sudut yang berbeda. Elang, terlihat ganteng kalau perhatian gini. Eh, apaan sih! Dia itu nyebelin banget. Meski sempat terpesona tapi seorang Elang sudah menjadi seseorang yang sangat menyebalkan bagi Elsa.
Elang berdiri dan mengulurkan tangannya pada Elsa, "Yuk kita ke kelas. Udah gak sakit kan?"
Elsa menggelengkan kepalanya. Lalu dia meraih tangan Elang untuk menuntunnya menuju kelas karena jam pelajaran akan segera dimulai.
Meski sedikit terpincang-pincang tapi rasa sakit itu sudah menghilang.
"Elsa, lo kenapa?" sebuah pertanyaan yang menghentikan langkah mereka saat akan masuk ke dalam kelas. Tatapan yang cukup aneh di dapatnya.
"Gue gak papa kok, Na. Cuma kaki gue sakit habis jatuh," Elsa melepas tangan Elang yang melingkar di lengannya. Lalu dia berjalan menuju bangkunya dan duduk di sebelah Anna.
"Kok lo bisa jatuh sih?" tanya Anna lagi. Anna adalah salah satu sahabat Elsa mulai dari kelas X. Dia yang selalu sabar mendengar keluh kesah Elsa yang begitu ekspresif. Anna tergolong cewek yang cukup pendiam di areanya, meskipun kadang juga suka teriak-teriak ketularan Elsa. "Lo dijatuhin sama Elang?" tanya Anna lagi.
Mendengar namanya disebut Elang langsung mendekat dan membungkukkan badannya di meja Elsa dan Anna. Dia sedikit mendekatkan wajahnya. "Gue gak pernah jatuhin cewek sampai sakit kayak gini. Gue cuma bisa buat cewek jatuh cinta."
Seketika pipi tirus Anna memerah. Cewek cantik dengan hidung mancung dan mata berbinarnya, iyakah jatuh cinta dengan Elang.
"Ckckckck, cowok kayak elo bisa buat cewek jatuh cinta, yang ada lo bisa buat gue kesel." decak Elsa.
Elang menegakkan badannya sambil tersenyum manis, "Lo masih belum sadar, Sa. Iya kan, Na?" Elang mengedipkan sebelah matanya pada Anna sambil beralih ke tempat duduknya.
Senyuman itu? Kerlingan matanya? Selalu berhasil membuat dada ini bergetar....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!