"Tidak terasa kalau aku akan segera lulus, aku membutuhkan seseorang. Aku ingin bermain di saat terakhir ku sebelum lulus." Peter menatap Allen dengan senyuman mautnya yang biasa membuat perempuan luluh lantak hanya dengan melihatnya saja.
"Dude! Kau sudah akan segera lulus dan kau masih ingin bermain?" Allen menaikkan sebelah alisnya, heran dengan tingkah laku sahabatnya itu.
Allen tentu tahu maksud dari kata 'bermain' yang baru saja diucapkan oleh sahabatnya Peter. Maknanya tidak jauh dari mempermainkan perempuan. Seperti yang selalu dilakukan lelaki itu kepada sebagian besar perempuan yang ada di kampusnya.
"Aku hanya ingin bermain sebelum aku lulus, setelah itu aku akan me-"
"Kau akan langsung meninggalkannya seperti perempuan-perempuan one night stand mu." potong Allen sebelum Peter selesai mengucapkan kalimatnya. "Apa kau tidak takut kalau semisal nanti mereka akan mendemomu?
"Oh c'mon Allen, aku tidak menyakiti mereka, kami hanya bersenang-senang setelah itu aku akan memberi apapun yang wanita itu mau. Seperti simbiosis mutualisme kalau kau mengerti maksudku dude." Jelas Peter pada sahabatnya itu yang sudah jelas tidak setuju dengan rencananya.
Peter baru akan menjelaskan kembali maksudnya pada Allen ketika ia tiba-tiba merasakan sesuatu atau lebih tepatnya seseorang menabraknya dengan keras.
"Ouch! Apa kau punya mata!" sentak Peter membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa yang baru saja dengan berani menabraknya. Ternyata seorang perempuan.
"Maafkan aku, aku tidak sengaja." kata perempuan itu sembari menundukkan kepalanya tanpa berniat melihat siapa yang ia tabrak. Ia hanya perlu meminta maaf saja.
Perempuan itu sudah akan pergi ketika tangan Peter menggenggam lengan perempuan itu dengan kuat. "Kau kira maaf bisa membuatmu lepas dariku, heh?" Peter tersenyum miring sambil menatap tajam kepala perempuan itu.
Tak lama kemudian perempuan itu mendongak menatap lelaki yang menggenggam lengannya kuat. Namun betapa terkejutnya ia ketika melihat seorang lelaki tampan yang sangat digilai oleh teman-temannya sedang tersenyum miring sembari menatapnya dengan tajam. Sial!
Tapi perempuan itu berusaha untuk tidak peduli pada lelaki sedang mematapnya tajam seolah ingin mengulitinya hidup-hidup ini. Karena yang ada di dalam kepalanya saat ini adalah lari sejauh mungkin karena tidak ingin dikejar oleh Maxime. Kekasihnya. Atau lebih tepatnya, mantan kekasihnya.
"Maafkan aku, kumohon, aku harus segera pergi dari sini!" perempuan itu memohon kepada Peter yang masih menggenggam lengannya dengan kuat dan menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa ia artikan.
"Christine!! Christine Haliane!!!"
Seorang lelaki berteriak memanggil namanya dari belakang, membuat perempuan itu tanpa berfikir panjang langsung menginjak kaki Peter dengan kuat. Begitu ia merasakan kalau cekalan tangan Peter di lengannya mengendur, ia langsung melepaskan diri dan berlari.
Sedangkan Peter mengaduh kesakitan pada kakinya karena diinjak sangat kuat. Ia meringis kesakitan dan membiarkan perempuan itu berlari menjauh.
Peter menatap punggung perempuan itu yang semakin menjauh. Senyum tipis muncul di bibirnya sembari menahan sakit di kakinya. Sedangkan sahabatnya Allen tertawa keras melihat Peter kesakitan karena kakinya diinjak oleh perempuan. Mungkin itu salah satu karma Peter.
"Boleh juga perempuan tadi, aku suka." Kata Peter menggumam sendiri.
Seketika tawa Allen terhenti begitu ia mendengar gumaman sahabtnya itu. Ia lalu menatap Peter dengan pandangan antara terkejut dan bingung.
"Apa kau akan menjadikannya mainanmu?" Tanya Allen tak percaya.
Peter menatap Allen sekilas lalu tersenyum penuh arti.
"Sepertinya perempuan itu tidak tertarik padamu." Kata Allen berusaha menyadarkan Peter dari kegialaannya bermain perempuan.
Peter mendesah pelan dan masa bodoh."Kita lihat saja nanti, dia pasti akan menyukaiku bahkan aku akan membuatnya jatuh cinta padaku sangat dalam." Kata Peter tanpa menoleh ke arah Allen yang menatapnya datar.
"Ngomong-ngomong siapa tadi namanya? Apa kau mendengarnya?" Peter menoleh pada Allen. Bertanya mungkin sahabatnya ini mendengar nama perempuan yang menabraknya tadi. Allen yang awalnya hanya diam dan menatap Peter datar akhirnya tersenyum.
"Aku tidak yakin, tapi yang ku dengar hanya Christine saja aku tidak jelas dengar nama belakangnya." Kata Allen dengan senyumnya yang terkesan mengejek.
Dan sepertinya Peter tidak menyukai hal tersebut karena sekarang lelaki itu sudah menatap sahabatnya itu dengan tatapan dingin.
"What's wrong dude? Kenapa kau menatapku seperti itu?" Tanya Allen ngeri melihat tatapan dingin yang Peter layangkan padanya.
"Okay, calm down, aku tidak akan tertawa lagi tapi bisakah kau berhenti menatapku seperti itu? You makes me scared, you know." Jelas Allen yang masih ngeri melihat tatapan sahabatnya itu.
"Christine Haliane!!" Teriak seorang lelaki yang berhenti sejenak dan menatap mereka berdua sebelum kembali berlari dan melewati mereka berdua.
Peter yang sebelumnya menatap Allen, mengalihkan pandangannya pada lelaki aneh yang baru saja berhenti dan menatapnya sebelum kembali berlari sambil meneriakkan nama perempuan yang menabraknya tadi. Dan seketika wajah gadis yang menabraknya tadi kembali muncul di kepalanya.
Senyum Peter mengembang. Tidak butuh waktu lama untuk mengetahui nama lengkap perempuan itu. Ia ingin tertawa menatap Allen yang mendengus padanya. Mungkin ini yang dinamakan takdir. pikir Peter.
"Christine Haliane, aku akan menemuimu setelah ini." ucap Peter sambil tersenyum tipis entah kepada siapa.
Beberapa jam sebelum pesta
"Christine ayo cepat atau kita akan terlambat!!" Teriak Lexy sambil menggedor pintu apartemen Christine. Christine dan Lexy berteman sejak pertama kali mereka bertemu beberapa tahun lalu, di tahun pertama mereka kuliah.
Ketika itu Christine tanpa sengaja menabrak Lexy karena terburu-buru menghadiri kelas di hari pertamanya kuliah. Karena tidak memperhatikan jalan tanpa sengaja menabrak Lexy yang kala itu juga akan menghadiri kelas. Setelah meminta maaf dan bercengkrama selama beberapa saat, Christine mengetahui kalau ternyata ia dan Lexy berada di kelas yang sama serta juga mengambil jurusan yang sama.
Tidak hanya itu, ternyata tempat tinggal mereka juga kebetulan berada dalam satu gedung apartemen yang sama dekat kampus mereka.
Memang apartemen yang mereka tinggali tidak terlalu mewah, tapi cukup layak dan cukup aman untuk mahasiswi seperti mereka. Karena merasa ada kesamaan, dan seakan semesta memang sengaja mempertemukan mereka dengan cara kebetulan, akhirnya mereka memutuskan untuk berteman dan terus berlanjut sampai saat ini. Sekarang mereka sudah menjadi sahabat baik.
"Iya iya sabar, ini aku juga baru saja selesai! Memang siapa suruh kau memaksaku ikut ke pesta yang tidak aku inginkan!" Jelas Christine dengan kesal.
"Sudahlah jangan banyak alasan, kita akan terlambat jika masih berdebat di sini, ayo cepat!"
Lexy menarik tangan Christine agar keluar dari kamarnya. Lexy tersenyum kegirangan karena berhasil membawa Christine yang cemberut ke pesta. Mereka memasuki taksi yang akan membawa mereka ke tempat tujuan.
Bukan tanpa alasan Lexy bahagia bisa membawa Christine ke pesta.
Sahabatnya yang bernama Christine ini tidak mau dan tidak pernah mau jika diajak ke pesta, entah pesta apapun itu. Bahkan ke pesta pernikahan sepupunya sendiri pun Christine tidak mau pergi. Menurut sahabatnya itu, pergi ke pesta hanya membuang-buang waktu dan tenaga.
Tapi akhirnya ia berhasil membujuk Christine datang ke pesta, dengan alasan kalau Maxime juga akan datang ke pesta yang sama dengannya. Maxime adalah kekasih Christine.
Awalnya Christine tidak percaya dengan perkataan Lexy tersebut. Seharusnya jika lelaki itu memang datang ke pesta maka lelaki itu akan mengajak Christine untuk datang bersamanya karena bagaimanapun juga Christine adalah kekasihnya. Christine dan Max sudah berpacaran selama dua tahun.
Lexy yang memang ingin datang ke pesta, memaksa Christine untuk menemaninya karena ia tidak mau datang ke pesta sendirian. Ia juga mengatakan jika Christine tidak percaya, maka sahabatnya itu harus datang dan melihatnya sendiri nanti.
Sejujurnya Lexy sendiri tidak tahu apakah Max akan datang ke pesta atau tidak, hanya saja karena tidak ingin pergi ke pesta sendirian seperti orang yang kesepian, mau tidak mau ia memaksa Christine untuk ikut ke pesta menemaninya. Lexy tahu Max memang diundang ke pesta itu, namun ia tidak tahu kalau lelaki itu akan datang atau tidak.
Sebenarnya semua orang diundang ke pesta termasuk Christine, namun Christine tidak pernah sekalipun memenuhi semua undangan pesta yang datang padanya. Jangankan memenuhi undangan itu, melirik undangan yang datang saja dia ogah-ogahan.
Christine tidak pernah melihat undangan yang ia terima. Ia hanya menerimanya setelah itu memberinya ke Lexy padahal undangan itu atas namanya.
Alhasil seperti saat ini, Megan yang mengadakan pesta tidak pernah lagi membuat undangan atas namanya, tapi Megan mengatakan kalau Christine tetap bisa datang walaupun tanpa undangan, itupun kalau ada keajaiban yang membuat Christine tiba-tiba datang.
Kata Megan, Lebih baik ia memberikan undangan itu pada Peter Dave Crouch. Lelaki dengan ketampanan maksimal, playboy kelas kakap, yang kelakuan nakalnya dimaafkan karena ia adalah pewaris Crouch Grup. Perusahan bidang properti yang sudah diakui oleh seluruh dunia, dan memiliki kantor cabang dibeberapa negara baik negara maju maupun negara berkembang.
'Siapa tahu nanti Peter akan datang ke pesta yang kubuat' kata Megan kemarin sore saat wanita itu memberikan satu undangan pesta kepada Lexy dan Christine, namun undangan itu hanya atas nama Lexy saja.
Saat mereka sampai di lokasi pesta. Megan bahkan melongo dan tidak percaya melihat Christine datang dan saat ini sudah berada di hadapannya dengan wajah cemberut. Megan tidak memperdulikan wajah cemberut Christine, ia hanya merasa kalau ada keajaiban yang sedang terjadi pada pestanya, karena Christine akhirnya datang tanpa undangannya.
"Apa yang merasukimu sampai kau datang ke pestaku? Apa kau tau betapa senangnya aku melihatmu disini? Lihatlah dirimu Christine! Kau cantik sekali!" Ucap Megan dengan sangat semangat.
"Kalau aku tahu kau secantik ini, aku pasti akan memaksamu datang ke semua pestaku! Lihatlah semua lelaki memandangimu secara terang-terangan!" Kata Megan dengan nada semangat sekaligus antusias.
Megan begitu terpukau melihat kecantikan Christine yang selama ini dia sembunyikan dibalik kacamata bulatnya yang sama seperti milik Harry Potter, padahal matanya normal.
Megan memang benar, semenjak mereka turun dari taksi tadi, banyak lelaki yang melihat kearahnya dengan terang-terangan. Dan itu membuat Christine tidak nyaman. Ralat, sangat tidak nyaman. Ia bahkan merasa risih dengan tatapan-tatapan itu.
Namun Christine tetap berusaha untuk terlihat santai dan menikmati pesta ini. Meskipun sebenarnya ia sudah ingin meninggalkan tempat ini dari lima menit setelah mereka masuk ke dalam lokasi pesta.
Tempat ini benar-benar membuatnya tidak nyaman karena terlalu banyak orang dan berisik. Christine tidak sama dengan kebanyakan perempuan pada umumnya. Ia lebih suka berada di kamar apartemennya sendirian, membaca novel romantis sambil mendengarkan alunan musik klasik yang membuatnya merasa damai dan hidup.
"Ku kira tadi kau bilang kalau Maxime datang ke sini?" Ucap Christine mengingatkan Lexy tentang perkataan perempuan itu sebelum mereka berangkat dan mengabaikan Megan si ratu pesta malam ini.
"Benarkah aku berkata seperti itu?" Lexy menyengir tidak jelas. "Maafkan aku, sejujurnya aku tidak tahu dia datang atau tidak, aku hanya tidak ingin datang ke pesta ini sendirian," ucap Lexy dengan cengirannya. Namun nada suara sahabatnya itu terdengar seperti merasa bersalah.
Christine memutar bola matanya "Hmm, sudahlah lagian aku juga sudah terlanjur dat-"
"Aku mengundangnya kok," Megan mengalihkan pandangannya mengelilingi tempat pesta. "Nah! Itu dia!! Disana!!" Ucapnya dengan sedikit berteriak sambil menunjuk ke arah seseorang yang dia maksud dan memotong perkataan Christine.
Christine reflek langsung menoleh ke arah jari Megan, dan betapa senangnya ia melihat Maxime ada di pesta. Namun kesenangannya langsung memudar begitu melihat kalau Maxime tidak datang sendiri. Lelaki itu menggandeng seorang perempuan cantik. Mereka terlihat tersenyum kepada semua orang yang ada di dekat mereka.
Maxime terus tersenyum kepada orang-orang dan kepada perempuan disebelahnya. Mereka terlihat berbisik-bisik kemudian tertawa bersama.
Maxime masih tengah berbisik-bisik ketika ia mengarahkan pandangannya dan berhenti tepat di depan dan lurus dari tempatnya berada saat ini. Betapa terkejutnya ia ketika melihat Christine tengah menatapnya syok.
Maxime tidak peduli dengan ekspresi keterkejutan Christine. Ia justru melongo melihat Christine yang terlihat sangat cantik malam ini. Sedetik kemudian Maxime tersadar dan berbisik sebentar kepada perempuan itu lalu meninggalkannya kemudian berjalan lurus ke arah Christine.
Christine yang menyadari kalau Maxime berjalan ke arahnya langsung berbalik dan meninggalkan pesta dengan tergesa-gesa. Ia tidak ingin menemui Max dan tidak ingin mendengar penjelasan lelaki itu. Menurutnya semua sudah jelas dengan penglihatannya.
Christine berjalan dengan sangat cepat. Ia merasakan sesak di bagian dadanya saat melihat lelaki yang ia cintai tersenyum kepada seorang perempuan dengan senyuman yang terlihat sangat alami dan bahagia. Hatinya sakit melihat semua itu.
Cristine terus berjalan secepat yang ia bisa, dan mulai merutuki heelsnya yang membuat kakinya sakit. Ia berjalan sambil menunduk sehingga tanpa sengaja menabrak seseorang.
Melihat Christine terhenti karena menabrak seseorang, Max mempercepat langkahnya untuk menyusul Christine. Namun langkahnya terhenti karena Megan dan Lexy menghalanginya.
"Menyingkir dari hadapanku!!" Geram Maxime kepada mereka berdua.
"Menyingkir katamu! Lihat apa yang baru saja kau lakukan!! Kau menggandeng wanita lain dan tertawa bersama dihadapan Christine!!" Ucap Lexy tajam pada Maxime.
"Kau! Menyingkir dari hadapanku cepat!!!" Ucap Maxime dengan nada yang cukup tinggi. "Christine! Christine Haliane!" Teriaknya sambil menabrak kedua wanita yang berusaha menghalangi jalannya.
Maxime berjalan dan kemudian sedikit berlari begitu melihat Christine menginjak kaki lelaki yang ia tabrak tadi dan kemudian berlari.
Maxime kembalibingin mengejar Christine ketika Megan menarik tangannya membuatnya kembali berhenti. Megan menunjuk ke arah wanita yang datang bersamanya tadi. Max mengikuti jari Megan dan mendapati wanita tadi sedang tertawa bersama lelaki lain. Sialan!
"Makanya, kalau jadi laki-laki jangan rakus. Apa tidak cukup hanya memiliki Christine saja?" Lexy menatap Max dengan mencemooh.
"Lihatlah sekarang. Perempuan itu mengkhianatimu dan Christine juga meninggalkanmu." Sambung Megan.
"Karma memang indah." Lanjut Lexy kemudian mereka menertawan Max.
Max menggeram rendah lalu berbalik kembali mengejar Christine. Sialan! batinnya.
"Christine! Christine Haliane!" Teriaknya. Max berhenti sejenak dan menatap lelaki yang baru saja diinjak oleh Christine. Sebelum kembali berlari mengejar Christine yang semakin dekat dengannya.
Beberapa orang melihat ke arah Max karena ia berteriak.
Max terus berjalan dan sedikit berlari sampai ia menggapai pergelangan tangan Christine dan menariknya ke arahnya. Namun sia-sia karena si empunya langsung menarik kembali tangannya cukup kuat sampai terlepas dari genggaman Max.
"Apa lagi mau mu!!" Ucap Christine dengan suara tersirat nada emosi dan sedikit parau menahan sekuat tenaga agar air matanya tidak menetes dihadapan lelaki yang baru saja menyakitinya.
"Christine dengarkan aku, aku akan menjelaskan apa yang baru saja kau lihat." Ucap Maxime dengan lembut.
"Tidak perlu! Apa yang baru saja aku lihat sudah cukup menjelaskan semuanya. Mulai saat ini kau dan aku bukan siapa-siapa lagi, kita selesai!!" Tegas Christine dengan perasaan yang sangat kesal bercampur marah dan sedih.
"Tidak, tidak Christine kau tidak mengerti. Aku akan menjelaskannya padamu" bujuk Maxime agar Christine mau mendengarkannya.
"Aku bilang aku tidak mau mendengar penjelasanmu!!" Teriak Christine pada Maxime.
"Tidak, kau harus men-"
"Hey dude, apa kau tidak dengar dia bilang dia tidak mau mendengar penjelasanmu." Ucap seseorang dari belakang Maxime.
Genggaman tangan Maxime memang kuat tapi entah mengapa Christine merasa sakitnya tidak seberapa dibandingkan dengan sakit yang dia rasakan di dadanya yang jauh lebih sakit daripada tangannya.
Christine ingin menangis saat ini juga untuk mengurangi rasa sakit dan sesak dalam hatinya. Namun ia harus menahannya. Christine tidak ingin terlihat lemah dihadapan lelaki yang sudah menyakiti hatinya ini.
"Tidak, kau harus men-"
"Hey man, apa kau tidak dengar dia bilang dia tidak mau mendengar penjelasanmu." Ucap seseorang dari belakang, membuat Maxime dan Christine menoleh ke arah sumber suara.
Itu lelaki yang tadi, lelaki yang tanpa sengaja ditabrak oleh Christine ketika ia berusaha menghindar dari Max. Yeah meskipun sekarang Max tetap saja berhasil mengejarnya.
'Apa maunya?' batin Christine.
"Siapa kau?"
Singkat padat dan jelas kata yang keluar dengan nada tidak suka dari mulut Max.
"Apa? Kau bertanya siapa aku? Apa kau tidak mengenalku? Apa kau miskin? Karena hanya gelandangan yang tidak mengenalku karena mereka tidak memiliki televisi dan ponsel." Tukas lelaki itu dengan nada datar namun terkesan mengejek.
Christine menatap laki-laki itu tak percaya. Benar-benar sombong, pikirnya. Tapi Christine tetap tal bersuara.
"Ya ya ya ya aku tau siapa kau! Peter Dave Crouch. Apa maumu?! Jangan menggangguku! Menyingkir dari sini!" Tukas Max kesal karena Peter tetap di posisinya sembari menatapnya dengan tatapan yang tidak ia sukai.
"Lepaskan wanita itu." kata Peter datar.
"Kenapa aku harus melepasnya?" Tanya Max kesal.
"Perempuan itu memiliki utang padaku, jadi lepaskan dia dan berikan dia padaku." ucapnya lagi dengan datar dan rendah.
"Tunggu. Apa katamu? Utang?? Utang apa? Dan 'Berikan'?! Kau kira aku barang!!" Sergah Christine emosi. Tidak terima dengan kalimat yang baru saja diucapkan oleh Peter. Oh ayolah, Christine hanya ingin menyingkir secepatnya dari tempat ini.
"Iya, kau masih berutang padaku. Aku tidak menerima maafmu, jadi aku belum menganggap urusan kita selesai." Ucap Peterkepada Christine dengan nada yang cukup datar namun berat.
"Jadi bisakah kau lepaskan dia? Sepertinya kau membuat tangannya lecet." kali ini Peter berbicara pada Maxime yang menatapnya tajam namun tetap menggenggam tangan Christine dengan kuat.
"Tidak, aku tidak mau melepaskannya. dia pacarku jadi jangan menggangguku!" ucap Maxime dengan nada yang masih sama
"Aku belum tuli, aku mendengar kalau dia sudah mencampakkan mu barusan." kata Peter, lagi-lagi dengan nada datarnya. "Jadi lepaskan dia atau kau akan berurusan denganku." lanjutnya, namun kali ini nada suara Peter terdengar dingin.
Mendengar apa yang baru saja dikatakan Peter membuat Max sedikit takut, namun ia tetap berusaha santai. Ia melepaskan genggamannya dari tangan Christine secara perlahan yang langsung ditarik oleh Peter sebelahnya.
"Pergi dari sini." ucap Peter datar.
"Kita masih belum selesai Christine!" Ucap Max kesal pada Christine lalu melirik tajam ke arah Peter, kemudian berjalan menjauh meninggalkan mereka berdua.
"Aku tidak mau lagi berurusan dengan mu Max!!" Ucap Christine sedikit berteriak sehingga tidak mungkin kalau Max tidak mendengarnya.
Christine mendongak menatap Peter yang sedang menatapnya lekat. Mereka berdiri berhadapan dengan sedikit jarak yang memisahkan mereka. Napas Christine sedikit tercekat namun kemudian berkata dengan sedikit lembut sambil berusaha tersenyum.
"Terimakasih atas bantuanmu, bisakah kau melepaskan tanganku sekarang? Aku mau pulang."
"Apa? Melepaskanmu setelah apa yang baru saja aku lakukan?" Tanya Peter sembari tetap menatap wajah Christine lekat tanpa berkedip sekalipun. Entah mengapa dia merasa senang bahkan hanya dengan melihat gadis itu tersenyum.
"Tidak, aku tidak ingin melepasmu sekarang." katanya lagi, kemudian berbalik dan menarik Christine agar mengikutinya.
"Bukankah aku sudah berterima kasih padamu?" Tanya Christine. Sedikit berusaha menarik tangannya dari genggaman Peter.
"Bukankah seharusnya kau memang berterima kasih padaku karena aku sudah menyelamatkan mu dari pacarmu, maksudku mantan pacar mu itu." Katanya santai. "Lagipula kau masih punya utang padaku jadi jangan berharap kau akan segera lepas dariku." Lanjut Peter kemudian berjalan di depan Christine sambil menarik tangan perempuan itu.
"Apa? Bukankah tadi aku sudah minta maaf padamu?" Kali ini Christine sedikit memberontak dengan menghempas-hempaskan tangannya agar terlepas dari genggaman Peter, namun gagal. Genggaman lelaki itu terlalu kuat.
"Ya, kau memang meminta maaf karena sudah menabrakku." Kata Peter datar kemudian berhenti berjalan lalu menoleh ke arah Christine.
"Tapi apa kau tidak ingat kalau kau juga sudah menginjak kakiku? Kau belum minta maaf atas itu tapi malah pergi." Lanjut Peter dengan nada datarnya. Sontak saja kalimat tersebut membuat Christine terdiam.
"Sepertinya kau memang tidak ingat telah menginjak kaki ku. Kau juga merusak sepatuku, membuatku tidak akan pernah memakai sepatu ini lagi." kata Peter, kali ini dengan nada santai. Ia kemudian menoleh ke bawah ke arah sepatunya.
Christine terdiam dan mematung. Ia lupa kalau tadi menginjak kaki Peter. Ayolah Ia terlalu terburu-buru untuk pergi agar Max tidak mengejarnya.
"A-aku mi-inta ma-maaf karena sudah menginjak kakimu dan merusak sepatumu. A..aku akan mengganti sepatumu." ucap Christine dengan terbata-bata.
"Kau tidak akan sanggup untuk mengganti sepatuku. Bukankah kau kuliah juga karena beasiswa?"
Peter terus berjalan tanpa menoleh ke belakang, ia masih menarik tangan Christine menuju lokasi pesta yang tadi mereka tinggalkan.
"Jadi apa maumu? Kau tahu aku tidak bisa mengganti sepatu mu, apa yang akan kau lakukan padaku!" Ucap Christine panik.
"Kumohon lepaskan aku!! Le-"
Ucapan Christine terhenti karena Peter sudah berbalik dan membungkam mulut Christine dengan bibirnya, ********** sedikit kemudian melepaskannya dengan pelan.
"Kau berisik sekali, aku tidak akan melukaimu kita hanya akan bersenang-senang, dan aku suka bibirmu, manis." Peter tersenyum sambil menatap Christine yang membeku di hadapannya karena kaget atas apa yang baru saja dilakukan Peter kepadanya.
Sedetik kemudian Christine tersadar dan mulai berteriak. "Apa yang baru saja kau lakukan! Kenapa kau menciumku! You Jerk!!! "
Peter tidak menghiraukan teriakan Christine dan tetap berjalan memasuki lokasi pesta masih dengan menggenggam tangan Christine. Ia terus berjalan sampai berada di dalam lokasi pesta. Orang-orang melihat ke arah mereka, Christine yang sadar akan hal itu akhirnya diam dan terus berjalan mengikuti Peter sambil menunduk.
Peter kemudian berhenti dan melepas genggaman tangan Christine yang masih tetap menunduk. Mengambil gelas dan sedikit mengetuk gelas dengan sendok sehingga semua perhatian tertuju padanya begitu juga dengan Christine mendongak ke arah suara gelas dan melihat kalau ternyata Peter yang mengetuk gelas itu.
'Apa lagi sekarang?' batin Christine kesal.
"Perhatian semuanya, aku ingin menyampaikan kabar bahagia." kata Peter tersenyum.
Orang-orang terlihat penasaran dengan kabar bahagia yang disebutkan oleh Peter. Christine juga penasaran dengan kelanjutan kalimat lelaki pemaksa itu.
Peter melihat orang-orang sudah menunjukkan ekspresi penasarannya, begitu juga dengan Christine, kemudian melanjutkan kalimatnya.
"Mulai saat ini, wanita yang ada disebelahku ini, Christine Haliane adalah kekasihku jadi jangan ada yang mengganggunya. Sekian."
Peter berkata dengan datar, kemudian berjalan ke arah Christine dan meraih pinggang perempuan itu agar mendekat padanya, dan tanpa aba-aba Peter langsung mendaratkan bibirnya diatas bibir Christine. ********** dengan penuh kelembutan selama beberapa saat kemudian melepaskan bibirnya dengan senyum puas.
Semua orang yang menghadiri pesta terdiam beberapa saat, namun sedetik kemudian bertepuk tangan meriah. Ada yang membuat siulan dan bahkan ada yang teriak memberikan selamat.
Christine terdiam kaku berusaha mencerna apa yang baru saja dikatakan dan dilakukan oleh Peter padanya. Tidak menunggu waktu lama karena sedetik kemudian ia langsung tersadar dan berteriak,
"APA KATAMU BARUSAN?!!!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!