NovelToon NovelToon

Anak Genius : DEMI GAURI

BAB 1. AMANAH YANG TERABAIKAN

Jakarta.

Dua orang pria terlibat pembicaraan serius di suatu ruangan bernuansa putih. Salah satunya, terlihat menggeleng kepala pelan seakan dia enggan menerima pesan amanah.

"Kau akan sehat lagi, Ken. Dia butuh kamu," lirih Kayshan menggenggam jemari kakaknya.

"Titip. Sayangi dia," lirih Ken. Wajah pucat pasi itu memaksa tersenyum meski tampak lemah. Kelopak mata dengan bulu mata lentik itu, perlahan ikut menutup. Tautan jemari mereka pun mulai melemah. Isakan halus nan panjang seorang wanita kian intens terdengar, menambah pilu suasana pagi itu.

Wajah tampan keturunan Belanda yang duduk di sisi brangkar kini menunduk, sesekali jemarinya menyeka butiran bening di ujung netra. Bibir turut bergetar mengucapkan kalimat yang dia tahu, Ken tak menggubrisnya lagi.

"Bangun, Ken!" sentak Kayshan pelan dan tegas, berharap kakaknya kembali memijak bumi.

Tuuuutt. Suara mesin EKG berbunyi panjang.

Tombol panggilan cepat, di tekan Kayshan berkali-kali, mengharap bantuan medis segera datang.

Beberapa menit menunggu, takdir menyatakan kuasanya. Ken dinyatakan berpulang akibat serangan jantung.

"Keeen!" teriak Kamala histeris saat kain putih itu menutup wajah tampan putra sulungnya.

"Ken, selamat jalan, Buddy. Aku akan berusaha menjaga dia," ucap Kay lirih, bangkit dari sisi brangkar menuju luar ruangan.

Dia tak mengira, kepulangannya kali ini hanya untuk mengantarkan jasad sang kakak menemui Sang Pencipta.

Kayshan menghela nafas, meraup wajah kasar sembari menggulung lengan kemejanya hingga siku. Dia harus tenang saat akan bicara dengan Gauri.

Gadis cilik yang sedang duduk di bangku depan kamar VIP itu terlihat sangat tenang. Dia memeluk boneka kelinci kesayangannya dengan tatapan lurus, kedua kaki si bocah tengah diayunkan pelan.

Kayshan perlahan mendekat, berusaha menyapa keponakan berusia tiga tahun yang jarang dia temui. Kayshan belum memiliki gambaran tentang bagaimana nanti dia akan mengurus Gauri.

Dia juga harus segera pindah ke Indonesia dan meninggalkan pekerjaan di Malaysia sebab tak mungkin membawa Gauri ke sana. Kayshan akan mengalah demi menjaga amanah Ken.

"Halo, Gauri. Aku Kay, masih ingat, kan?" tanya Kayshan pelan sambil duduk di sebelahnya.

Tidak ada sahutan dari gadis ini, bahkan menoleh pun tidak.

"Kita teman," imbuh Kay lagi, menyodorkan kelingking sebagai tanda pinky promise.

Hening.

Hingga brangkar Ken di dorong menuju pemulasaran jenazah pun, Gauri masih diam. Kayshan tiba-tiba teringat vonis dokter tentang kondisi Gauri yang pernah Ken sampaikan. Keponakannya mengalami speech delay.

"Ikut aku mau, kan? kita lihat daddy," ujar Kay lagi. Kali ini, upayanya berhasil. Gauri menoleh ke arahnya.

"Ayo." Kayshan mengulurkan tangan agar Gauri menyambutnya. Ketika tautan jemari telah dalam genggaman, Kayshan menggendong Gauri dan mendekapnya erat.

Seketika dia merasakan hangat tubuh Gauri meresap dalam kalbu. Mata Kayshan memejam, berharap Gauri menerima dirinya.

Semenjak peristiwa kematian Ken, Gauri tak pernah bicara. Dia enggan berkomunikasi dengan siapapun hingga Kay kesulitan dalam berinteraksi dengannya.

*

Setahun berlalu begitu cepat.

Kayshan berdiri di balik tirai ruang meeting saat menerima panggilan. Wajahnya cemas dengan dahi mengernyit, dia tengah mendengarkan laporan dari maid bahwa Gauri enggan makan siang hingga berakibat  hidungnya mimisan lagi.

Kayshan mulai dilanda panik. Dia izin keluar ruang meeting dan meminta asisten pribadinya melanjutkan agenda siang itu. Kay akan pulang dan membujuk Gauri sendiri.

Beberapa saat kemudian.

Langkah panjang dan tergesa-gesa membuat suara sepatu beradu dengan ubin kentara terdengar. Kamala tahu, putranya pulang. Dia menyongsong Kayshan sebab Gauri terlihat lemah.

"Kay! Mama gak tahu, Gauri kenapa lagi," ucap  Kamala panik.

"Sayang!" seru Kay saat membuka panel pintu kamar Gauri. Gadis ciliknya tengah berbaring.

"Daddy!" lirih Gauri nyaris tak terdengar, dia merentang tangan menyambut paman kesayangannya.

"Ke rumah sakit ya, Sayang. Daddy cemas," bisik Kayshan, seketika memeluk gadis ayu nan lemah.

"With Daddy!" bisik Gauri.

Kayshan mengangguk. Dia tidak berniat menghilangkan figur Ken sebagai ayah kandung Gauri. Suatu malam, gadis itu tiba-tiba memanggilnya dengan sebutan daddy sehingga Kay pun mengikutinya.

Tidak ada yang berhasil berbicara dengan Gauri selain Kay, meski dirinya pun harus membutuhkan waktu lama hanya untuk sekedar mendengar tiga kata dari Gauri.

Saat menyibak selimut, betapa Kayshan terkejut manakala lengan, kaki, paha bahkan area perut Gauri banyak terdapat luka lebam. Kayshan pun tersulut emosi.

"Mbak!"

"Mbak!" teriak Kayshan, membuat Gauri menangis ketakutan. Bayangan dan bau khas rumah sakit seketika menghantui.

"Maaa?" kata Kayshan, beralih pandang pada Kamala yang masih berdiri di depan ranjang sejak tadi.

Kedua wanita pun mendatangi kamar Gauri lagi. Kayshan bertanya mengapa tubuh putrinya memar akan tetapi baik maid dan Kamala tak tahu apapun.

"Maaf, Tuan muda. Saya tidak memperhatikan tubuh Nona kecil tadi. Beliau hanya berbaring di kamar seharian ini," tutur maid berdiri di depan pintu sambil menunduk dan memilin ujung bajunya.

"Mama juga gak tahu, lekas bawa saja," panik Kamala, menarik lengan Kay agar segera pergi.

Kayshan langsung membopong Gauri dan membawanya ke rumah sakit dengan Kamala.

Sesampainya di rumah sakit.

Gauri langsung mendapatkan pertolongan pertama. Satu jam kemudian, beberapa dokter terlihat ikut melakukan tindakan tambahan. Gauri memeluk Kayshan erat sambil menangis. Dia tak suka diperlakukan seperti ini.

"Sabar ya, daddy gak kemana-mana," bisik Kayshan, membelai dan mencium pucuk kepala Gauri hingga putrinya tenang.

Kayshan lalu diminta menyiapkan kamar perawatan bagi pasien selama masa observasi. Gauri menolak tapi Kay membujuknya pelan.

Pasangan paman dan keponakan itu terpaksa bermalam di rumah sakit. Kayshan sibuk dengan pekerjaannya sehingga abai terhadap Gauri, sementara gadis kecil itu tak berani meminta ini dan itu sebab dia tahu, Kayshan bukan ayahnya.

Keesokan pagi.

Setelah jam kunjungan pergantian shift, Kayshan diminta oleh suster untuk menemui dokter yang menangani Gauri di ruangan beliau.

"Pak Kayshan, silakan ke ruangan dokter Habrizi di lantai lima," kata suster setelah mengecek tekanan darah Gauri.

"Baik. Terima kasih, Sus," jawab Kayshan. Dia akan menunggu Kamala tiba agar Gauri ada yang menemani.

Sepuluh menit kemudian, Kamala masuk ke kamar perawatan cucunya membawa banyak cemilan kesukaan Gauri. Meski tanpa respon, keluarga Ghazwan tetap berusaha berkomunikasi secara intens dengan putri tunggal Ken.

Kayshan pun pamit pada putrinya, lalu bergegas naik ke lantai lima untuk bertemu dokter. Sesampainya di sana, jantung Kayshan bagai di tikam belati. Sakit hingga membuatnya seakan berhenti bernafas.

"A-appa?" lirih Kayshan, terduduk lemas di kursi. Wajahnya seketika memucat, beberapa butir keringat dingin muncul di sela rambut rapi gaya tapper stylenya.

"Gauri membutuhkan donor sumsum tulang belakang, segera. Anda di sarankan melakukan serangkaian tes guna mengetahui kecocokan gen dan lainnya." Habrizi mengutarakan semua diagnosa untuk Gauri.

"Ibunya di Singapura, Dok. Apakah membutuhkan donor inti?" tanya Kayshan. Dia  enggan berhubungan lagi dengan wanita itu.

"Keluarga inti, justru lebih akurat," jelas Habrizi lagi.

Deg.

Kayshan kian lemas, menyandarkan punggungnya ke kursi tanda misi ini bakalan berat. Dia pun pamit, untuk membicarakan hal ini dengan keluarga.

Wajah lesu Kayshan terbaca jelas oleh Kamala, dia mencurigai sesuatu dan menanyakan pada Kay.

"Bentar, Ma. Aku hubungi Geisha dulu. Semoga nomernya masih aktif," kata Kay, seraya duduk di sofa.

"Buat apa? mama gak sudi jika wanita gila itu kembali menemui Gauri. Dia membuang cucuku, Kay!" tegas Kamala, matanya membola hingga urat leher pun ikut tegang.

"Ssst, ada Gauri," ucap Kay, mencegah ibunya mengungkit masalah Geisha di depan Gauri.

"Gauri sudah tidur. Dia takkan mendengar," elak Kamala, terlanjur emosi.

["Nomor yang Anda tuju berada di luar jangkauan. Mohon periksa kembali nomor tujuan Anda."] Suara operator seluler.

"Gak aktif. Bagaimana ini," keluh Kayshan, dia merasa putus asa saat ini.

"Gauri kenapa? sampai harus mencari Geisha," cecar Kamala lagi.

Kayshan menghela nafas. "Harus cangkok sumsum tulang belakang dan Geisha pendonor utama," lirih Kayshan.

Deg.

"A-appaa! ... lagi-lagi wanita itu membawa petaka. Mama gak setuju. Pengobatan sudah canggih, Gauri bisa sembuh tanpa campur tangan Geisha!" ujar Kamala, berapi-api.

"Jangan egois, Ma. Dia ibu kandung Gauri, suka atau tidak," jawab Kayshan, langsung di hadiahi kata-kata pedas ibunya.

Kayshan tak mengindahkan ocehan Kamala, dia bangkit menuju brangkar Gauri dan menaikinya. Kay memeluk putrinya penuh sayang. Akan dia pikirkan cara terbaik dalam membujuk Geisha nanti.

Gauri merasakan pelukan hangat sang paman seiring kesedihan merasuk ke dalam kalbu. Tidak hanya ayah, nenek pun membenci ibunya sementara dia sangat rindu sosok Geisha yang tidak pernah melihat keberadaannya.

"Mama, jika memang Gauri harus pergi agar mama happy. Gauri pasrah," batin Gauri Fizva, air mata gadis kecil pun luruh membasahi pipi tanpa Kayshan tahu.

.

.

..._______________________...

BAB 2. PENOLAKAN

Kayshan memilih tak meninggalkan Gauri sepanjang hari, dia ingin lebih memperhatikan lagi kondisi keponakannya. Kay diliputi rasa bersalah sebab mengabaikan kesehatan Gauri hingga membuat gadis sekecil ini mengidap penyakit menakutkan.

"Daddy di sini, jangan takut. Daddy janji akan bersama Gauri seterusnya," bisik Kayshan seraya menciumi rambut beraroma anggur.

Gauri berbalik badan, masuk dalam dekapan paman favorit yang hangat. Dia belum berani bicara leluasa sebab Gauri khawatir membuat Kayshan susah karenanya.

"Ken, anakmu masih ragu padaku. Mampukah aku membuat Gauri luluh dan percaya bahwa hanya diriku yang bisa melindungi, dan menjadi tempat ternyaman untuknya," batin Kayshan.

Menjelang malam.

Gauri terlihat lebih ceria meski Kay tahu dia tak merasa nyaman dengan selang infus yang menancap di lengan kirinya. Gadis kecil ini sangat tenang ketika Kayshan membacakan banyak buku cerita yang Kamala bawa pagi tadi.

"Sayang, sabar ya. Daddy tahu, kamu gak nyaman. Daddy akan mencoba mencari tahu dimana mama Geisha, oke?" ucap Kayshan, tak ingin menyembunyikan apapun darinya.

Gauri hanya menatap Kay tak berkedip, binar matanya cerah menandakan dia berterima kasih sebab kayshan mengerti keinginannya.

"Kay!" sebut Kamala, memanggil putra bungsunya.

"Anak pintar," puji Kayshan, mengusap kepala Gauri dan membubuhkan kecupan di pipi seraya turun dari brangkar sebab Kamala memanggilnya.

Kamala mengajak Kayshan keluar ruangan sejenak. Dia ingin membicarakan tentang Geisha.

"Kenapa, Ma?" tanya Kayshan seiring pintu kamar yang menutup.

"Mama bersedia menjadi pendonor," ucapnya lugas, duduk di kursi panjang depan kamar perawatan.

Kayshan menghela nafas. Bukan melarang Kamala tapi kondisi pendonor diutamakan yang masih berusia produktif mengingat banyaknya pemeriksaan kecocokan nanti.

"Ma, aku sudah meminta aspriku mencari kontak Geisha. Malam ini mungkin dia berhasil mendapatkannya," kata Kayshan.

"Mama kok merasa dia akan menolak," sahut Kamala, ikut menghela nafas berat.

Keduanya kembali terdiam, berkutat dengan pemikiran masing-masing. Kayshan cemas akan kondisi Gauri yang melemah sementara Kamala sedikit tak rela Geisha masuk dalam kehidupan keluarganya lagi.

Kring. Kring. Dering ponsel Kayshan berbunyi.

Penerus Ghazwan publishing itu bangkit dan masuk ke dalam ruangan sebab ponselnya dia letakkan di meja sofa.

"Ya?" kata Kay, bicara pada aspri nya.

"Bos, nomer kontak nyonya Geisha sudah aku kirimkan beserta informasi lainnya," jelas aspri di ujung panggilan.

"Oke, terima kasih," balas Kay sembari menutup panggilan.

Dia pun membuka pesan asistennya dan membaca banyak kalimat di sana. Kayshan sedikit terkejut tapi berusaha mengabaikan status Geisha saat ini.

Gauri adalah fokus utama, dia akan mengunjungi Geisha bilamana situasi mulai genting. Kayshan lalu menekan deretan angka di layar gawai.

Tuut. Nada sambung terdengar.

"Halo?" sapa Geisha terdengar lembut di seberang.

"Ghe, ini aku, Kay. Bisakah ku minta waktumu sepuluh menit saja? ini berhubungan dengan Gauri," jawab kayshan, melirik sekilas ke arah keponakannya yang sedang mewarnai buku gambar.

"Jangan ganggu aku. Gauri butuh uang berapa?" sebut Geisha mulai sinis.

"Uangku lebih dari cukup jika hanya untuk memenuhi semua keperluan putriku!" tegas Kay, terpancing emosi, nada bicaranya meninggi sebab tersinggung diremehkan Geisha.

Hening.

Beberapa detik kemudian. "Bicaralah." Geisha mengalah, bersedia mendengarkan Kayshan kali ini.

"Gauri sakit," lirih Kayshan tak berani bicara jelas di depan Gauri. Dia bangkit menuju balkon.

Gauri memperhatikan interaksi pamannya dengan sang mama. Gadis cilik itu diam-diam mendengarkan meski samar.

Kayshan menjelaskan kondisi Gauri pada Geisha dari mulai awal hingga hari ini termasuk vonis dokter. Rencana operasi pencangkokan sumsum tulang belakang yang harus dilakukan segera dan dia adalah kandidat pendonor utama.

Geisha terkejut, dia terdengar marah dan menuduh Kayshan tak mengurus Gauri dengan becus.

"Kalian yang mendapat hak perwalian, juga Gauri hadir atas paksaan ibumu. Tapi aneh, mengapa kalian justru abai pada kesehatannya dan sekarang harus melibatkan aku lagi," ucap Geisha menyindir telak Kayshan.

"Heh! ngaca! penyakit Gauri tak serta merta datang begitu saja, kau pemicunya! jika ada pendonor lain yang cocok dengan gen dan rhesus Gauri, aku lebih baik meminta tolong padanya dibandingkan kamu," kesal Kayshan, giginya mengetat sehingga nada bicaranya tegas dan tajam.

"Masa hidup Gauri tak lama lagi, Ghe. Jadilah ibu berguna bagi anakmu sekali ini saja. Berikan kesempatan bagi Gauri untuk dapat merasakan bahagia lebih lama dengan sumsum tulang darimu ... aku janji, takkan lagi mengusikmu setelah semua selesai," tutur Kayshan mengalah, dia mulai melembut.

Terdengar suara pria dibalik Geisha. Rupanya dia ikut mendengarkan sejak awal dan kini melayangkan protes.

"Geisha sangat sibuk. Setelah operasi pasti dia akan membutuhkan pemulihan. Aku sudah teken banyak kontrak untuknya dan harus membayar wanprestasi jika mangkir ... tidak, aku tak mengizinkan!" ucap Roger.

Kayshan hendak membalas ucapan Roger jika suara Kamala tak membuyarkan konsentrasinya.

"Kay!" panggil Kamala.

"Jangan Gauri, sakit, Nak! jangan ... Kaaay!" seru Kamala panik, berusaha mencegah Gauri saat sedang melepaskan jarum infus.

Kayshan terburu masuk ke kamar, dia melempar ponselnya ke atas brangkar dan memeluk Gauri sementara tangan gadis kecil di cegah Kamala agar tak lagi meronta.

“Aaarrrgghhh!” Gauri histeris.

“Aarrrrrgghhh!” pekik gadis cilik sambil berontak dan menangis.

"Maafkan daddy, maaf. Jangan, Sayang, sudah ya, sudah. Oke kita pulang, itu kan maumu?" Kay terus mengucapkan kalimat yang sama berkali-kali hingga Gauri tenang.

Kamala menekan tombol panggilan agar suster datang dan memperbaiki posisi jarum. Bau darah segar menyeruak menusuk hidung sebab aksi Gauri tadi.

Saat suster datang, Kayshan langsung meminta agar Gauri diizinkan melakukan perawatan di rumah sembari menunggu hasil pemeriksaan para calon pendonor.

Suster mencatat semua keinginan keluarga pasien dan akan menyampaikan hal tersebut esok pagi ke dokter Habrizi, sembari membetulkan kembali infus Gauri.

Kayshan lupa, panggilan selulernya dengan Geisha masih belum terputus, dia hendak meraih gawai tapi Kamala lebih dulu menyambar benda pipih itu.

"Kau dengar? anakmu putus asa sebab penolakanmu, dia melukai dirinya sendiri. Gauri cerdas, meskipun kami menyembunyikan semua ini tapi dia mengerti situasi sesungguhnya. Kau kejam!" maki Kamala pada mantan menantunya.

"Oke oke, beri aku waktu untuk menjelaskan semua ini pada Roger," balas Geisha di ujung sana.

Kamala hendak menjawab lagi tapi Kayshan buru-buru merebut ponselnya dari tangan sang bunda.

"Kay!" seru Kamala tak terima.

Terdengar pertengkaran antara Roger dan Geisha sebelum Kay menutup panggilan. Dia lalu mendekap Gauri yang diam-diam menangis lagi.

"Besok kita pulang. Daddy janji, mau sharing kenapa melakukan hal tadi?" tanya Kay, melembut membujuk keponakan yang sudah bagai putrinya.

Hening.

Kayshan merasa sangat lelah, Gauri masih susah diajak bicara dan kian menutup diri.

"Percayalah, Sayang. Daddy akan lakukan semua hal terbaik untukmu, Gauri putri daddy yang pintar, kan?" puji Kayshan, mendapat anggukan cepat dari Gauri.

Setelah menemani Gauri tidur dengan membacakan buku dongeng, Kamala meminta Kayshan agar mulai menyewa suster yang dapat menemani Gauri sementara Geisha belum memberikan keputusan.

"Iya, sudah aku pikirkan tentang itu, Ma. Bantu aku jaga Gauri, dia bagai putriku sendiri," ujar Kay, turun dari brangkar seraya menyugar rambut sebab lagi-lagi kecolongan, kurang peka terhadap Gauri.

Dia kemudian menuju bathroom guna membersihkan diri sebab malam ini akan menyelesaikan pekerjaan yang beberapa hari tertunda.

"Tidak usah kamu minta, Gauri cucuku dan mama ingin yang terbaik untuknya. Di rumah sakit ini, ada jasa sewa suster juga, Kay. Kamu mau coba atau cari sendiri?" tawar Kamala, dia telah mencari informasi pada suster terakhir yang memeriksa Gauri tadi.

Ting. Notifikasi pesan masuk.

Kayshan membacanya, bibir sensual itu perlahan mengulas senyum. "Coba saja, Ma. Tapi aku juga mencari info sendiri, kita lihat reaksi Gauri," sahut Kayshan seraya membalas pesan dari asistennya.

.

.

...______________________...

BAB 3. SI LELE

Keesokan pagi.

Kayshan menemui dokter Habrizi guna mengulang permintaannya agar Gauri diizinkan untuk melakukan perawatan di rumah. Habrizi mengizinkan dengan catatan Kayshan bersedia menyiapkan peralatan medis dasar, guna menunjang kestabilan kondisi Gauri serta seorang suster sebagai kontroler.

Kayshan pun bersedia menyiapkan semua yang dibutuhkan Gauri selama masa transisi ini. Kesepakatan telah di kantongi, Habrizi juga mengatakan akan melakukan kunjungan medis setiap dua hari sekali dalam sepekan.

"Terima kasih banyak, Dokter. Setelah pemeriksaan lab nanti, kami akan pulang," kata Kayshan sebelum pamit undur diri.

"Sama-sama, Tuan Kay. Jangan lupa jaga kondisi Anda. Saya sangat menantikan pendonor utama. Gauri juga telah di ikutkan dalam antrian pasien darurat cangkok sumsum tulang belakang. Sekedar berjaga jika kemungkinan terburuk muncul, opsi akhir kita harus menggunakan pendonor selain keluarga," jelas Habrizi.

Kayshan mengangguk. Dia mengerti dan percaya pada Habrizi. "Oke, terima kasih, Dok," sambung Kay, seraya bangkit dan meninggalkan ruangan sang dokter.

Saat Kayshan menjalani test medis, Kamala sedang menyeleksi beberapa suster bahkan dokter muda yang menawarkan diri untuk mendampingi Gauri melakukan perawatan di rumah.

Respon Gauri macam-macam ketika masing-masing tenaga medis yang menyamar itu mendekati dirinya.

Terkadang Gauri berontak, tak jarang berteriak histeris dan melempari suster dengan barang di sekitarnya. Reaksi ini membuat Kamala pusing.

"Daddyyy! dadddyyyy!" teriak Gauri memanggil Kayshan.

Tubuh kecil nan lemahnya gelisah, Kamala berjaga khawatir Gauri akan melepas infusan lagi. Mata bulatnya sudah berkaca-kaca sambil terus memanggil Kayshan.

"Dadddyyyy!" lirih Gauri, mulai terisak.

"Sabar ya, daddy bentar lagi datang. Daddy Kay sedang ketemu dokter, kan Gauri mau pulang hari ini. Tenang dulu dan tunggu dengan oma, oke?" bujuk Kamala, berusaha hendak memeluk Gauri tapi di tepis si gadis cilik.

Kamala meminta para suster yang akan menjaga Gauri, untuk keluar ruangan sementara waktu sambil menunggu putranya datang.

Tak lama kemudian, Kayshan muncul. Gauri langsung merentang tangan meminta Kayshan memeluknya.

"Kok nangis? kenapa?" tanya Kayshan lembut, seiring memberikan pelukan hangat untuk Gauri.

"Stranger," bisik Gauri sambil menggeleng pelan.

"Semua berawal dari orang asing, lalu perlahan dekat, merasa nyaman kemudian akrab, dan menjadi bestie," tutur Kayshan. Dia mengurai pelukan, menatap manik mata coklat itu lekat.

Gauri membalas tatapan lembut ayah sambungnya, tiada kebohongan dalam pancaran mata Kayshan membuat Gauri sedikit melunak.

"Oke," imbuh Gauri sangat lirih dan kembali menarik Kayshan agar mendekapnya lagi.

Kamala menyaksikan interaksi antara Kayshan dan cucunya. Akhir-akhir ini Gauri lebih sering meminta Kay memeluk, mengusap bahkan menemani sepanjang waktu. Gauri mulai nyaman setelah satu tahun usaha Kay mendekatinya.

Persiapan kepulangan pun rampung selesai, Habrizi mengantar kepergian Gauri hingga lobby saat menjelang duhur.

Sementara di kediaman Ghazwan.

Seorang gadis muda berhijab biru laut tengah duduk di teras sambil murojaah. Wajah ayunya nampak bersinar terpapar semburat cahaya dari celah pepohonan yang masuk terbias.

Elea Narasya sedang menanti kedatangan pemilik hunian. Semalam dia dihubungi oleh Deeza agar menuju ke alamat ini, atas permintaan seorang ayah yang terkesan sangat menyayangi putrinya dan tengah membutuhkan jasa perawat.

Tak lama, terlihat Alphard hitam mulai memasuki pelataran hunian mewah. Elea bangkit berdiri menyambut kedatangan tuan rumah.

"Assalamualaikum," sapa Elea saat melihat wanita paruh baya menyentuh teras.

"Wa 'alaikumsalam. Tamunya Kay?" tanya Kamala tersenyum ramah, berhenti tepat di depan gadis ayu.

Elea mengangguk. "Betul, Nyonya," jawabnya.

Kayshan tak menyapa sang tamu, dia membopong Gauri dan masuk lewat pintu samping dengan beberapa suster pria yang akan memasang brangkar juga peralatan lainnya di kamar Gauri.

"Masuk dulu, dan tunggu sebentar lagi. Kay sedang menyiapkan Gauri," ujar Kamala berlalu masuk ke dalam seraya memanggil maid agar menyilakan tamunya masuk.

Selang beberapa menit kemudian.

Kayshan menemui Elea di ruang tamu, dia menjelaskan kondisi Gauri, termasuk sulit berkomunikasi dan sederet informasi lainnya agar Elea dapat menyesuaikan diri.

"Tolong ya, Mbak Elea. Putriku spesial. Dia sangat cerdas tapi pemilih dan pengamat. Gauri tidak suka di bohongi. Anda ingin mencoba berkenalan?" tanya Kayshan setelah membagi banyak info pada Elea.

"Baik, aku akan mencoba, bismillahirrahmanirrahim," ucap Elea mantap.

Kayshan lalu membawa Elea menuju kamar Gauri di lantai dasar.

"Sayang, daddy bawa teman baru. Namanya Elea. Cuekin aja kalau Gauri gak suka, Elea ini terbiasa mainan di benteng Minecraft. Jadi, jangan menahan diri, oke?" pancing Kay, agar putrinya tak merasa terbebani.

"Hallo Oyi! aku El, boleh panggil Lea atau Lele asal jangan eeeaaa eeaaa aja," kekeh Elea, melambaikan tangan seakan dia tengah high five dengan idola.

Kayshan tersenyum konyol atas sikap kekanakan Elea, sangat berbeda saat bicara formal dengannya tadi.

Gauri menatapnya datar, terasa aneh dengan sikap Elea. Gauri melihat Elea dari atas hingga bawah, dia baru pertama kali melihat wanita berhijab panjang sedekat ini. Kayshan pun pamit keluar ruangan meninggalkan mereka.

Sepeninggal Kay, Elea asik dengan dunianya. Melanjutkan murojaah sembari duduk bersila di lantai. Dia lalu mengerjakan sesuatu, menggambar di notes yang dia bawa, sama sekali tidak mengajak Gauri bicara.

Kamala yang mengintip, merasa aneh dengan orang pilihan Kayshan kali ini. Tidak meyakinkan sebagai suster sebab dia sangat cuek dengan Gauri.

Gauri merasa bosan. Dia berniat  mengacuhkan gadis itu tapi malah diacuhkan balik. Gauri pun beringsut hendak meraih buku di rak bagian kanan tapi tangannya sulit menjangkau.

Satu jam saling diam membuat Elea peka akan gestur Gauri. Dia meraih dua buku dan meletakkan salah satunya di sisi brangkar tanpa bersuara.

Elea malah asik membaca buku dongengnya sendiri.

"Wek Wek Wek, itu adalah suaraku, terdengar sangat merdu bukan?" Elea menirukan suara bebek.

"Tidak, jauh lebih indah suaraku. Cwiit cwwiiitttt," kata Elea dengan suara sedikit mencicit.

Gadis belia, membaca buku dongeng penghuni hutan sembari memeragakan beraneka ragam suara satwa, bahkan Elea tak segan menirukan pose para hewan itu sesuai gambar pada buku.

Lambat laun, perhatian Gauri tertuju pada Elea. Menjelang sore, setelah tiga jam Elea habiskan untuk mempelajari watak dan karakter Gauri, tibalah saatnya dia pamit.

"Bye Oyi! El pulang dulu, ya," kata Elea, bangkit merapikan semua benda yang berserakan. Dia lalu meletakkan sebuah gambar dua orang wanita di atas pangkuan Gauri.

"Ini teman baruku, namanya Oyi. Salam kenal, Salihah!" ucap Elea, dia perlahan meraih tangan mungil yang tidak terpasang selang infus lalu menciumnya bolak balik.

"Allahumma khoiron fii kulli syai'in, in sya Allah semua akan baik saja," ucap Elea, menatap lembut manik mata bulat yang juga menatapnya.

Gauri terburu menarik tangannya dari genggaman Elea lalu memalingkan wajah. Dia tak suka di sentuh tiba-tiba. Sikapnya ini malah di tertawakan oleh Elea.

"Maa sya Allah tabarokallah, Oyi keren, gak mau disentuh sembarangan. Ciri wanita salihah. El pamit ya, assalamualaikum," ujar Elea bersiap pergi.

Namun, tiba-tiba. "Lele!" balas Gauri, tersenyum mengejek berniat menjatuhkan mental Elea tapi malah diartikan sebaliknya oleh gadis itu.

"Siapp grak, Lele!" sahut Elea saat mencapai pintu, dia melambaikan tangan.

Kayshan mengamati sikap gadis belia terhadap Gauri melalui cctv-nya. Dia pun meminta Elea datang kembali esok hari.

...***...

Sudah satu pekan, Elea masih belum berhasil mengajak Gauri bicara. Setelah melakukan salat Ashar, saat akan pamit, Gauri tiba-tiba membuka suaranya.

"Lele, apakah disuntik itu sakit?" tanya Gauri lirih.

Inginnya berjingkrak sebab upaya cuek mencuekkan berhasil, tapi Elea menahan diri. Dia bangkit dan duduk di sisi brangkar masih memakai mukena.

"Sakit sedikit tapi setelah itu tidak. Oyi harus sehat agar bisa mewujudkan cita-cita, bermain, ketemu teman, jalan dengan daddy juga hal lainnya ... pak dokter tidak jahat, justru sayang dengan Oyi. Daddy love you so much, Lele juga," jelas Elea, menatap lembut seraya tersenyum.

Gauri diam, dia ragu dan menanyakan banyak prosedur medis termasuk pembiusan total dan fisioterapi pasca operasi. Elea terkejut akan kecerdasan gadis ini tapi segera menjawab semua keingintahuan Gauri.

"Lele gak akan berbohong dan memaksa Oyi untuk bertemu pak dokter, tapi jika Oyi ingin pulih, maka harus melewati semua proses itu. Oyi hanya tidur sejenak, percaya dengan dokter pasti melakukan semua yang terbaik ... yakin atas pertolongan Allah," sambung Elea.

"Mama?" tanya Gauri lagi.

Elea tak dapat menjawab sebab tak tahu apa permasalahan inti keluarga ini, dia hanya menggenggam erat tangan Gauri dan mengecupnya, membacakan banyak doa untuk Gauri. Gadis itu tersenyum, lalu membalas genggaman Elea.

Kayshan masuk ke kamar perawatan membuat kedua gadis melepaskan tautan tangan mereka. Kay meminta Elea menginap malam ini dan akan menyiapkan kamar untuknya sebab dia akan ke Singapura esok pagi.

Sementara di luar kamar.

Kamala tengah bersitegang saat melakukan panggilan dengan Geisha. Dia memberikan banyak syarat sebab desakan Roger.

"Wanita tak punya hati! dia anakmu dan kau penyebab Gauri sakit tapi malah memanfaatkannya!" sentak Kamala, suaranya melengking hingga terdengar ke kamar Gauri.

"Semua akibat Mama!" balas Geisha tak ingin disalahkan terus.

"Maling teriak maling!" sengit Kamala lagi.

Kayshan memejam, ibunya sering lepas kontrol jika berbicara dengan Geisha. Dia menutup telinga Gauri dan meminta Elea menghiburnya. Kay tahu, Elea telah berhasil membuat Gauri nyaman.

"Sayang, dengan Mbak El ya, daddy akan menyusul mama," bisik Kayshan. Gauri menggeleng, dia pasrah.

"Oyi anak salihah, mau mencoba minta ke Allah tidak? Lele tahu caranya," ujar Elea, menatap lembut ke arah Gauri yang masih diam tak bergeming.

Gauri lagi-lagi menahan semua keinginan demi ketenangan keluarganya. Dia kembali berkorban rasa.

.

.

...____________________...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!