NovelToon NovelToon

Nela’S Rebel Heart

Prolog

Sosok gadis dengan tatapan sendu merasakan sakit yang menusuk di dadanya. Ia memeluk tubuhnya yang kurus dan bergetar. Pakaiannya yang hitam pekat seolah mencerminkan hatinya yang gelap.

Di pipinya yang pucat, ada bekas memar berwarna biru. Tapi itu bukan sumber rasa sakitnya.

“Kamu itu anak gadis seharusnya cuman di rumah!” teriak suara lantang dari balik pintu kamar.

“Kamu tidak perlu belajar tinggi. Pada akhirnya jadi ibu rumah tangga!” lanjut suara itu dengan nada sinis.

“Kamu tidak berhak jadi penerus perusahaan Papa! Hanya Arie yang bisa!” ujar suara itu dengan nada angkuh.

Gadis itu menutup telinganya dengan kedua tangannya. Ia tidak tahan mendengar cacian dari ayahnya sendiri. Apa salahnya ia ingin belajar dan berkembang? Apa salahnya ia ingin menjadi pemimpin? Apa salahnya ia terlahir sebagai wanita?

“Pantas aja mama kabur dari papa, hehe," gumam gadis manis yang tidak tahu apapun dengan nada pahit.

...****************...

Gadis itu menatap dingin ke arah polisi muda yang duduk di depannya. Ia tidak peduli dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya. Ia hanya menjawab dengan singkat dan acuh.

Ia baru saja terlibat dalam tawuran antara geng ceweknya dengan geng cowok berandal. Ia merasa perlu untuk membela diri dan teman-temannya dari pelecehan dan penghinaan yang mereka terima.

“Kakak tau apa yang gue benci?” tanya gadis itu dengan nada menantang.

“Tidak, karena itu saya berada di sini untuk meluruskan masalah,” jawab polisi muda itu dengan tenang.

“Geng pria itu suka merendahkan cewek kalau kakak mau tau. Dia lecehin orang yang lewat jadi kenapa gue nggak boleh bertindak?” ujar gadis itu dengan nada kesal.

“Cara kamu yang salah. Kamu bisa saja laporkan ke pihak berwajib,” kata polisi muda itu dengan tegas.

“Buat apa ngelaporin kalau kasusnya nggak di usut lebih jauh. Apalagi tuh cowok anak penjabat pasti mudah lepas,” balas Gadis itu dengan nada sinis.

Polisi muda itu tampak berpikir sejenak. Ia mengetukkan jarinya di atas meja dengan irama pelan.

“Begini saya akan usut kasus ini hingga selesai. Jika saya bisa menuntaskan kasus ini maka kamu harus berhenti tawuran,” tawar polisi muda itu dengan serius.

“Deal! Gue terima,” kata Gadis itu tanpa ragu.

Gadis itu tersenyum manis saat melihat sosok pria yang mengenakan seragam polisi. Ia mengagumi keberanian dan kebaikan hati pria itu. Ia adalah polisi muda yang telah menepati janjinya untuk menyelesaikan kasus tawuran yang melibatkan Gadis itu.

“Kenapa senyum? Ada yang salah dari baju gue?” tanya pria itu dengan nada gugup.

“Enggak, gue suka aja liat kakak pakai baju ini,” jawab gadis itu dengan jujur.

Tiba-tiba, dua orang tua datang dari arah utara dengan tersenyum ramah. Mereka adalah orang tua dari polisi muda itu. Namun, senyum mereka segera hilang saat melihat gadis itu.

“Hubungan kalian itu apa, Nak?” tanya ibu dari polisi muda itu dengan nada curiga.

“Oh, kami cuman temen, Bun,” jawab polisi muda itu dengan cepat.

“Kamu nggak ada rasa sama dia kan, Nak? Jika ada Bunda mohon kalian berhenti dari sekarang.” kata ibu dari polisi muda itu dengan nada dingin.

Gadis itu hanya tersenyum canggung. Ia bisa merasakan ketidaksukaan ibu dari polisi muda itu kepadanya. Ia tahu bahwa ibu itu tidak akan menyetujui hubungan mereka.

“Jangan begitu, Bun. Aku nggak enak sama dia. Lagian kenapa Bunda keliatan benci sama Gadis itu padahal waktu pertama kali bertemu nggak gini,” bela polisi muda itu dengan nada lembut.

“Bunda nggak benci. Tapi … kalian nggak akan bisa bersama,” ucap ibu dari polisi muda itu dengan nada sedih.

1

Sosok gadis melangkah dengan percaya diri menuju gerbang sekolah. Ia mengenakan seragam putih abu-abu yang terlihat rapi dan bersih. Matanya yang tajam menatap sekelilingnya dengan sikap cuek. Ia tidak peduli dengan pandangan orang lain yang mungkin menghakimi atau mengaguminya.

Sekolah itu sudah mulai ramai dengan para murid yang berdatangan. Mereka berbaur dalam kelompok-kelompok kecil, saling bercanda atau berbagi cerita. Namun, begitu melihat gadis itu lewat, mereka segera memberi ruang untuknya. Mereka tahu siapa dia dan apa yang bisa dia lakukan.

Ranela Zefanya Eleonora adalah gadis pemberani yang tidak segan-segan menegur atau menantang siapa pun yang berbuat salah. Ia juga pintar dan cerdas, selalu aktif dalam pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler. Ia memiliki banyak teman, baik cowok maupun cewek, tapi tidak ada yang benar-benar dekat dengannya. Ia selalu menjaga jarak dan tidak mau terlibat dalam masalah cinta.

Tidak seperti cowok yang sedang berdiri di depan gerbang dengan wajah murung. Ia membawa bunga dan cokelat di tangannya, tapi tampaknya ia baru saja ditolak oleh cewek pujaannya. Cewek itu berambut merah mencolok dan berpakaian seksi. Ia tertawa terbahak-bahak sambil memamerkan pacar barunya yang lebih ganteng dan kaya.

Nela merasa jijik melihat adegan itu. Ia tidak suka dengan orang-orang yang mempermainkan perasaan orang lain, apalagi di depan umum. Ia merasa itu tidak adil dan tidak sopan. Ia pun memutuskan untuk melakukan sesuatu.

Ia melemparkan permen karet yang sedang dikunyahnya ke arah cewek berambut merah itu. Permen karet itu mengenai rambutnya dengan tepat, membuatnya kaget dan marah.

“Hey, gila! Maksud lo apa?!” teriak cewek itu sambil mencoba melepaskan permen karet dari rambutnya.

Nela mendekatinya dengan santai, sambil tersenyum sinis. “Gue? Oh, nggak perlu marah. Tadi lo ngapain kayaknya asyik banget.”

Ia menoleh ke arah bunga dan cokelat yang berserakan di lantai. Ia berdecak kesal sambil menatap cewek itu dengan tatapan tajam.

“Oh, pernyataan cinta? Lo ditolak sama tuh cewek, ya?” tebak Nela sambil mengambil sebatang cokelat dari lantai.

Ia melemparkan cokelat itu ke arah cowok yang masih berdiri di tempat dengan wajah pucat. “Sayang kalau dibuang. Sama kayak lo percuma manis tapi attitude nol. Nolak boleh aja tapi apa perlu di depan banyak orang?”

“Nggak perlu ikut campur! Ini urusan gue sama dia!” bentak cewek itu sambil menunjuk cowok di depannya.

Nela menggeleng-gelengkan kepala sambil mengejek. “Lo itu udah hmm … langgar ketimpangan gender tau nggak? Mentang-mentang para cowok diminta ngejar cewek bukan berarti harus dibikin malu, dong? Begitu juga sebaliknya.”

Para murid yang menyaksikan adegan itu hanya diam sambil memperhatikan perdebatan kedua gadis itu. Mereka bisa melihat siapa yang lebih berpendidikan dan siapa yang lebih kasar.

“Cih, cabut guys!” ujar cewek berambut merah itu sambil menarik pacarnya pergi dari tempat itu.

Nela hanya tertawa puas. Akhirnya cewek itu pergi juga tanpa bisa melawan dirinya. Jika ingin melawan orang seperti Nela, harus bersikap tenang dan jangan emosi.

“Udah cepet berdiri nggak malu apa duduk di lantai. Urusan gue udah selesai dan terserah lo mau ngapain,” kata Nela sambil menawarkan tangannya kepada cowok yang masih duduk di lantai.

Cowok itu menatap tangannya dengan raut wajah serius. “Makasih.” ucapnya sambil menerima bantuan Nela untuk berdiri.

“Of course, kalau gitu gue pergi.” ujar Nela sambil berbalik dan melanjutkan langkahnya menuju kelasnya.

...****************...

Nela duduk di bangku paling depan, menatap papan tulis yang berisi materi pelajaran. Ia adalah seorang pelajar sosiologi yang mempelajari tentang kehidupan sosial atau bermasyarakat.

“Ketimpangan sosial adalah ketidaksamaan kelompok dalam menikmati sumber daya,” baca guru di depan kelas.

Nela tersenyum lebar. Ia sangat menyukai materi tentang ketimpangan sosial. Ia merasa itu penting untuk memberikan wawasan kepada masyarakat yang masih banyak terpapar stigma sosial.

“Baiklah, ibu akan memberikan faktor penyebab lalu kalian akan memberikan contohnya. Salah satu faktor yaitu sumber daya alam. Apa ada yang bisa menyebutkan contohnya?” tanya guru sambil menatap sekeliling kelas.

Para murid kembali diam sambil berpura-pura membaca buku. Mereka tidak mau mengangkat tangan karena takut salah atau malas. Namun, berbeda dengan Nela yang langsung mengangkat tangannya tinggi-tinggi.

“Contoh, kota A kalah maju dalam pembangunan dibandingkan kota B karena kota B memiliki sumber daya alam batu bara yang melimpah,” jawab Nela dengan lancar.

Semua murid bertepuk tangan mengapresiasi jawaban Nela. Guru pun ikut bertepuk tangan karena bangga dengan muridnya.

“Bagus, Ranela Zefanya Eleonora! Kamu boleh saja nakal tapi jangan lupakan wawasan,” puji guru sambil tersenyum.

Nela yang disapa Nela itu hanya tersenyum manis. Para siswa yang ada di dalam kelas hanya cuek mungkin karena terbiasa melihat tingkah Nela.

“Iya, Bu. Nakal gini juga ada alasannya kali,” ucap Nela dengan menjulurkan lidahnya.

“Udah kali, La. Itu ibunya udah kepanasan,” bisik Amel, teman sebangku Nela yang sudah menjadi sahabatnya di sekolah SMK 1 Xeandra.

Nela menoleh ke arah Amel yang berwajah imut dan lucu. Ia hanya bersyukur menemukan teman cewek yang baik di kalangan sekolah STM ini.

“Iya, Selly Nur Amelia. Gue cuma jelasin aja kok tadi,” ucap Nela sambil mencubit pipi Amel.

“Ih, jangan cubit pipi gue! Sakit tau,” protes Amel sambil menatap Nela dengan kesal.

“Iya, cantik.” balas Nela sambil tertawa.

...****************...

Nela menatap sekeliling ruangan dengan penuh minat. Ia berada di kantin sekolah, tempat para murid bersantai dan bersenang-senang. Ia melihat banyak pria yang tampak ganteng dan macho, tapi tidak ada yang menarik hatinya.

Ia menarik tangan Amel agar mengikutinya menuju meja yang sudah ditempati oleh beberapa temannya. Mereka adalah teman-teman baik Nela, tapi tidak lebih dari itu. Mereka hanya saling menghormati dan membantu satu sama lain, tanpa ada rasa cinta di antara mereka.

“Eh, Nela gue denger tadi ada cewek yang ngelakuin ketimpangan gender, ya?” tanya Raka, salah satu temannya yang berwajah tampan dan berotot.

"Hooh, nggak sengaja tadi gue liat. Jadi gue tegur aja tapi kalau kalian mau beri pelajaran juga terserah," ucap Nela dengan dengan mengangkat bahunya.

Nela menatap layar ponselnya dengan tatapan tajam. Ia baru saja melihat sebuah video yang membuat darahnya mendidih. Video itu menunjukkan seorang gadis yang diperlakukan seperti budak oleh sekelompok pria. Mereka menyiksa, menghina, dan mempermalukan gadis itu di depan umum. Video itu diunggah oleh salah satu pelaku dengan caption yang menyindir bahwa wanita adalah makhluk lemah yang pantas mendapat perlakuan kasar.

Nela mengenal gadis itu. Ia pernah bertemu dengannya di sebuah acara olimpiade sains. Gadis itu bernama Rani, murid dari SMA Victoria, sekolah swasta terkenal di kota ini. Nela terkejut bahwa Rani menjadi korban kekerasan gender seperti itu. Apalagi Rani adalah murid pintar yang sering memenangkan berbagai kompetisi akademik.

Nela tidak bisa tinggal diam. Ia adalah Ketua Girl di geng B&G, sebuah geng yang berjuang melawan ketimpangan gender di masyarakat. Geng B&G terdiri dari pria dan wanita yang memiliki misi untuk memberantas segala bentuk diskriminasi, pelecehan, dan kekerasan terhadap gender lain. Mereka tidak segan-segan memberikan pelajaran kepada siapa pun yang melanggar norma kesetaraan gender.

Nela mengirim video itu ke grup geng B&G. Ia ingin membagikan kemarahannya kepada teman-temannya. Ia juga ingin merencanakan aksi balas dendam kepada para pelaku.

“Kalian lihat ini? Ini Rani, murid SMA Victoria. Dia diperlakukan kayak sampah oleh para bajingan ini. Kita harus ngasih mereka pelajaran!” tulis Nela dengan nada marah.

Tidak lama kemudian, ia mendapat balasan dari Ketua Boy, yaitu Aldi, ketua OSIS di sekolahnya. Aldi adalah adik kelas Nela, tapi ia sangat menghormati Nela sebagai Ketua Girl. Aldi juga memiliki semangat yang sama dengan Nela dalam melawan ketimpangan gender.

“Gue udah liat video itu, Nela. Gue juga kenal Rani. Dia temen gue pas olimpiade sains kemarin. Gue nggak nyangka dia jadi korban kayak gini,” tulis Aldi dengan nada prihatin.

“Kita harus ngelakuin sesuatu, Aldi. Kita nggak bisa biarin mereka lepas gitu aja,” balas Nela dengan tegas.

“Setuju, Nela. Gue udah cari tau siapa aja yang terlibat dalam video itu. Salah satu dari mereka dari sekolah kita juga, loh. Mereka anak-anak SMA Victoria yang suka nongkrong di dekat lapangan basket,” jelas Aldi dengan detail.

“Serius? Mereka dari sekolah kita? Gila, gue nggak pernah sadar ada orang-orang bejat kayak gitu di sekitar kita,” ujar Nela dengan kaget.

“Iya, serius. Gue udah chat salah satu dari mereka. Namanya Dika. Dia kayaknya paling ngefans sama Rani. Gue pura-pura jadi temennya dan ngajak dia buat ketemuan nanti sore,” lanjut Aldi dengan licik.

“Bagus, Aldi. Lo pintar banget nyamar jadi temennya Dika. Lo suruh dia bawa temen-temennya juga, ya? Biar kita bisa beresin mereka semua sekaligus,” puji Nela dengan senang.

“Oke, Nela. Gue udah suruh dia bawa temen-temennya juga. Mereka mau ketemuan di taman kota jam lima sore nanti,” konfirmasi Aldi dengan percaya diri.

“Oke, deal! Kita ketemuan di taman kota jam lima sore nanti juga! Kita bakal kasih mereka sambutan yang hangat!” sahut Nela dengan antusias.

Nela menutup ponselnya dan tersenyum puas. Ia berdiri dari kursinya dan melihat sekeliling kelas. Ia melihat teman-teman geng B&G yang sudah siap untuk beraksi. Mereka semua menatap Nela dengan tatapan penuh semangat.

“Girl, boy, kita punya misi hari ini. Kita bakal main-main sama para lelaki bejat yang udah sakiti Rani. Kita bakal buat mereka menyesal seumur hidup!” ucap Nela dengan lantang.

Para anggota geng B&G bersorak dan bertepuk tangan. Mereka semua setuju dengan rencana Nela. Mereka semua siap untuk memberikan pelajaran kepada para pelaku kekerasan gender.

Nela merasa bangga dengan gengnya. Ia merasa bahwa ia sedang melakukan hal yang benar. Ia merasa bahwa ia sedang membela keadilan.

Nela tidak peduli dengan apa yang orang lain pikirkan tentang gengnya. Bagi Nela, geng B&G adalah keluarga yang saling mendukung dan melindungi. Mereka tidak takut untuk melawan ketidakadilan yang ada di masyarakat.

Nela berjalan keluar kelas dengan langkah mantap. Ia diikuti oleh teman-teman gengnya yang juga berjalan dengan percaya diri.

Nela tidak sabar untuk bertemu dengan para lelaki bejat itu. Ia tidak sabar untuk membuat mereka menderita.

2

Nela dan anggota geng B&G sudah bersiap-siap untuk melakukan aksi balas dendam. Mereka tidak akan membiarkan para pria sombong yang telah menghina dan merendahkan wanita lepas begitu saja. Mereka bertekad untuk memberikan pelajaran yang tidak akan pernah mereka lupakan.

Mereka membawa buku tebal sebagai senjata rahasia mereka. Mereka juga mengganti seragam sekolah mereka dengan pakaian kasual agar tidak terlacak identitasnya. Nela, sebagai pemimpin geng, mengenakan rok abu- abu dan jaket kulit hitam. la mengendarai motor gede sambil mengulum permen.

"Udah siap, Girl!" seru Nela sambil mengangkat kepalan tangannya. Dia adalah pemimpin dari geng B&G, geng yang terdiri dari para wanita pemberani dan tangguh. Mereka selalu membela hak-hak wanita yang teraniaya oleh para pria brengsek.

"Siap!" sahut teman-temannya serempak.

Mereka pun berpencar ke arah yang berbeda. Mereka merencanakan untuk mengepung para pria itu di tengah jalan agar tidak bisa kabur. Nela sudah memprediksi bahwa aksi mereka akan membuat para pria itu menyesal seumur hidup.

"Nela, mereka udah datang," ujar salah satu temannya melalui walkie-talkie.

Nela mengangguk dan mematikan alat komunikasinya. Ia melihat sekelompok pria yang sedang berjalan di tengah jalan dengan angkuh. Mereka adalah orang-orang yang pernah mengejek seorang cewek dengan kata-kata kasar karena menolak cinta salah satu dari mereka.

Nela dan teman-temannya keluar dari tempat persembunyian mereka dan berdiri di depan para pria itu dengan bersedekap dada.

"Ow, ini bukan cowok yang bully cewek bahkan ngejek pakai kata ******!" seru Nela dengan tertawa puas.

Nela menghentikan motor gedenya di depan para pria itu. Ia menunjuk salah satu dari mereka dengan menyeringai kecil.Nela melemparkan bekas permen ke arah salah satu pria itu. Ia menunjuk- nunjuk mereka dengan menyeringai kecil.

"Cowok kayak kalian emang harus di beri pelajaran," ucap Nela dengan nada mengejek.

"Sialan! Maksud lo apa?! Minggir atau lo pada gue tabrak!" bentak salah satu pria itu dengan marah.

Nela mengerutkan keningnya lalu tertawa sambil memegang perutnya. la merasa lucu melihat reaksi para pria itu.

"Kalau gue nggak mau gimana? Lo harus minta maaf sebelum bisa pergi," ucap Nela dengan tersenyum tipis.

"Nggak bakal! Karna itu emang salah dia. Salah dia yang sasimo!” balas salah satu pria itu dengan keras kepala.

Nela menoleh ke teman-temannya dengan tatapan tidak percaya. Kemudian mereka tertawa mengejek para pria itu.

"Sasimo nggak salah denger, nih? Bukannya itu lo, ya? Gue denger lo nembak cewek itu tapi karna nggak dia nggak mau lo justru rendahin dia. Nggak banget jadi cowok," ucap Nela dengan nada sinis sambil memainkan jarinya.

Pria itu tampak mengepalkan tangannya. Wajahnya yang tampak memerah karena marah juga malu.

"Ini salah lo karna cari gara-gara dengan gue," ucapnya dengan geram.

Beberapa pria itu mulai keluar dari mobil dan melakukan perlawanan. Mereka berjumlah 10 orang sedangkan anggota B&G hanya 7 orang dengan sisanya yang menyebar.

Salah satu pria itu melakukan serangan kepada Nela. Gadis itu justru hanya melakukan pertahanan sesekali menangkis serangan pria itu.

"Kenapa capek, ya? Gini aja capek lalu gimana nasib cewek yang lo bully?" ledek Nela sambil tertawa kecil.

Pria itu tampak sangat marah hingga terlihat melakukan serangan dengan brutal. Nela hanya bersikap tenang lalu menendang pria itu sekuat tenaga.

Nela berjalan menuju pria itu yang sudah terjatuh dengan menyeringai. la melihat pria itu tampak ketakutan yang membuatnya agak puas.

"Gimana rasanya di pukul? Apa sakit? Udah ingat cewek yang lo bully? Sekarang lo tau bukan rasanya tapi ... ini nggak seberapa," bisik Nela dengan menyeringai.

Pria itu tiba-tiba menarik rambut Nela dengan keras. Nela menjerit dan menatap pria itu dengan heran.

Plak!

Pria itu menampar wajah Nela dengan keras. Nela terdiam dan mengangkat wajahnya dengan tertawa kecil.

Plak!

Bugh!

Nela merasakan amarahnya memuncak saat ia melihat lelaki yang telah menyakiti temannya. Ia tidak peduli dengan darah yang mengalir dari bibirnya akibat pukulan tadi. la melancarkan serangan bertubi-tubi, menampar dan menendang lelaki itu tanpa ampun.

Suara sirine polisi terdengar semakin dekat, namun Nela tidak menghiraukannya. Ia yakin itu hanya akal-akalan dari geng lawan untuk menakut-nakuti mereka. Ia terbahak- bahak, mengejek lelaki yang terkapar di bawah kakinya.

Namun, tawa Nela terhenti saat ia menoleh ke belakang. Ia melihat beberapa mobil polisi sudah berhenti di sekitar mereka, dan petugas berseragam biru turun dengan sigap. Mereka langsung menangkap teman- teman Nela yang berusaha melarikan diri.

Nela merasa seperti mimpi buruk. la tidak percaya bahwa ini benar-benar terjadi. Ia hanya bisa tersenyum bodoh, menyadari betapa tololnya dirinya.

la pun segera berpikir cepat. Ia pura- pura terjatuh ke tanah, memegang wajahnya yang lebam. Ia membasahi matanya dengan air mata buaya, menatap polisi dengan tatapan bingung dan ketakutan.

"Gue bisa jadi aktris terkenal ini, mah!" batin Nela dengan bangga.

"Adik baik-baik saja?" tanya salah satu polisi dengan nada prihatin.

"Nela tolong kami! Ini polisi udah gila!" teriak teman Nela yang sedang diborgol.

"Pak gue nggak mau duduk samping penjahat!" protes Nela dengan suara manja.

Nela hanya bisa menggigit bibirnya saat ia melihat polisi muda yang tampan menatapnya datar. la merasa ada sesuatu yang aneh dari pandangan lelaki itu.

"Sial!" umpat Nela dalam hati.

...****************...

Nela merasa bosan dan kesal di kantor polisi. Ia harus mendengarkan omelan polisi tua yang sudah berjam- jam menginterogasinya. Ia tidak merasa bersalah karena telah bertarung dengan geng cowok berandal yang suka mengganggu cewek-cewek di sekolahnya.

"Udah, Pak?" Nela mencoba memotong omelan itu dengan nada acuh. la asyik bermain ponselnya, mencari hiburan di tengah situasi yang menjemukan.

Polisi tua itu marah dan merebut ponselnya. "Kalau orang bicara itu jangan main ponsel! Sekarang siapa nama kamu dan segera panggil wali kamu."

Nela hanya berdecak kesal. la mengambil permen karet di dalam sakunya dan memasukkannya ke mulutnya. Ia mengunyahnya dengan keras, mengekspresikan kejengkelannya.

Polisi tua itu tampak depresi menghadapi Nela. Wajahnya memerah karena menahan emosi. la sudah tidak tahu lagi bagaimana cara menaklukkan gadis nakal ini.

"Kamu cepat panggil Juna ke sini!" polisi tua itu berteriak, menyebut nama ketua geng cowok yang menjadi lawan Nela.

Nela hanya tertawa kecil dengan menggelengkan kepalanya. Ia tahu polisi itu sudah menyerah atas dirinya. la tidak akan memberitahu apa-apa kepada polisi itu.

Nela hanya tertawa kecil dengan menggelengkan kepalanya. Ia tahu polisi itu sudah menyerah atas dirinya. la tidak akan memberitahu apa-apa kepada polisi itu.

Nela menoleh ke arah polisi muda yang duduk di depannya. Ia terlihat tampan dan gagah, tapi juga cuek dan dingin. Ia tidak peduli dengan apa yang terjadi.

Nela merasa tertantang oleh sikap polisi muda itu. la ingin membuatnya terlibat dalam masalah ini. Ia ingin membuktikan bahwa ia tidak salah melakukan apa yang ia lakukan.

“Nama?” suara berat seorang polisi muda memecah lamunannya. Ia melihat wajah tampan lelaki itu, yang tampak serius dan tegas. Matanya yang tajam menembus jiwanya, seolah mencari kebenaran.

Nela mengedipkan matanya, lalu mengambil tisu dari sakunya untuk menyeka keringatnya. Ia memasukkan permen ke mulutnya, lalu tersenyum manis.

“Nama? Oh, nggak ada,” jawabnya dengan acuh tak acuh, sambil mengangkat bahunya.

Polisi muda itu mengerutkan keningnya, tidak senang dengan sikap Nela yang seenaknya. Ia mendekatkan wajahnya ke arah Nela, menatapnya dengan dingin.

“Saya tanya sekali lagi. Nama kamu siapa?” ulangnya dengan nada lebih keras.

Nela menelan ludahnya, merasa sedikit takut. Namun, ia tidak mau menunjukkan kelemahannya. Ia mencoba mengalihkan perhatian lelaki itu dengan menggoda.

“Sayang, loh! Padahal muka kakak ini ganteng. Kenapa nggak kerja di kantor aja?” celetuknya dengan nada genit. Ia memang harus mengakui bahwa lelaki di depannya memiliki pesona yang luar biasa. Rambut hitamnya yang rapi, hidung mancungnya yang sempurna, bibir merahnya yang tipis, dan dagunya yang kokoh membuatnya terlihat seperti bintang film.

Polisi muda itu tidak terpengaruh oleh rayuan Nela. Ia malah tersenyum sinis, lalu menjawab dengan dingin.

“Saya lebih suka menertibkan. Apalagi murid nakal seperti kamu.”

“Dih!” seru Nela dengan muka julid. Ia merasa tersinggung oleh kata-kata lelaki itu. Ia bukan murid nakal, ia hanya berani membela diri dan teman-temannya.

Mereka hanya diam dengan pikiran masing-masing. Nela hanya memikirkan nasibnya saat orang tuanya mengetahui hal ini. Apakah mereka akan marah? Apakah mereka akan kecewa? Apakah mereka akan mengusirnya dari rumah?

“Saya …” polisi muda itu hendak bicara lagi, namun Nela memotongnya dengan pertanyaan tiba-tiba.

“Kakak tau apa yang gue benci?” tanyanya dengan nada penuh emosi.

Polisi muda itu terkejut, lalu menggelengkan kepalanya. “Tidak, karena itu saya berada di sini untuk meluruskan masalah.”

Nela hanya mengangguk pelan, lalu melanjutkan perkataannya dengan nada kesal.

“Geng pria itu suka merendahkan cewek kalau kakak mau tau. Dia lecehin orang yang lewat jadi kenapa gue nggak boleh bertindak? Bahkan yang lebih parah mereka bully cewek bahkan ngejek beri cap ****** ke cewek itu.”

Polisi muda itu mendengarkan dengan seksama, lalu menjawab dengan tenang.

“Cara kamu yang salah. Kamu bisa saja laporkan ke pihak berwajib.”

Nela hanya tertawa kecil, namun tanpa kebahagiaan. Ia merasa lelaki di depannya tidak mengetahui inti perkataannya.

“Buat apa ngelaporin kalau kasusnya nggak di usut lebih jauh. Apalagi tuh cowok anak penjabat pasti mudah lepas,” cibirnya dengan sinis, sambil memainkan jarinya.

Polisi muda itu tampak berpikir, lalu mengetukkan jarinya di atas meja. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan kasus ini. Ia ingin membuktikan bahwa hukum masih berlaku bagi siapa saja, tanpa pandang bulu.

“Begini saya akan usut kasus ini hingga selesai. Jika saya bisa menuntaskan kasus ini maka kamu harus berhenti tawuran,” tawarnya dengan serius.

Nela tampak terkejut. Ia menatap lelaki itu dengan memicingkan matanya. “Kakak yakin?” tanyanya dengan ragu.

“Iya, apa kamu mau menerimanya?” tanya polisi muda itu balik, sambil mengulurkan tangannya.

Nela menjulurkan tangannya juga, lalu memegang tangan lelaki itu. Ia tersenyum lebar, merasa ada harapan baru.

“Deal!” ujarnya dengan semangat.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!